Rain berharap, satu hari yang akan dilewatinya berlalu cepat. Masalahnya, waktu tidak pernah konsisten bagi yang menunggu. Untuk dirinya yang berharap waktu berlari seperti kuda, maka waktu akan terasa lama layaknya kura kura, dan itu kerap membuat Rain prustasi dan gemas sendiri. Sejak hari dimana kecelakaan itu terjadi, Rain harus dengan kuat hati menerima anomali dalam hidupnya.
Mula mula, dia melihat dua suster yang tidak dapat dilihat Amelia di ruang UGD saat itu. Dan ketika Amelia kemudian berjalan keluar dengan tenangnya, Rain bertindak lain. Jantungnya waktu itu sungguh sungguh berloncat loncatan kencang. Rain berusaha bersikap biasa saja, walau dia menyadari sesuatu sudah berbeda.
Ketika dia melewati meja dimana Amelia berbicara dengan seorang suster yang menulis sesuatu, Rain mencoba mengintip dari ujung matanya dan bersikap seolah-olah dia sedang memandang pajangan di dekat tembok.
Dua suster dipandangan matanya tengah bercerita, tanpa suara. Mereka tertawa kemudian kembali serius,wajah mereka tidak terlihat karena terkondisikan keduanya sedang menyamping. Rain mencoba melihat lewat ujung matanya ke dalam ruangan yang dipisahkan dengan meja panjang.
Kedua suster itu hanya memiliki separuh tubuh yang seolah-olah mengambang. Melihat pemandangan dari ujung matanya itu Rain buru-buru mengalihkan penglihatannya kearah yang lain sambil menahan napas. Dia mencoba menghitung dalam hati untuk mengusir rasa takut.
1..2…3..4….5….6
“Rain!” suara Amelia terdengar menghentak, menghentikan hitungan yang sedang digumamkan dalam hatinya.
“Ah….ya?” Rain langsung gelagapan
“Dipanggil dari tadi enggak nyahut. Ini biaya obat dan UGD nya.” Amelia langsung menyodorkan tagihan.
Rain melihat kertas yang diberikan Amelia, dan mendadak dia mendonggakkan wajahnya segera. Sosok dua suster yang dari tadi sibuk berbicara sudah tidak ada di belakang meja. Rain sedikit lega.
“Kenapa?” Tanya Amelia melihat gelagat kawannya yang dari tadi bersikap ajaib.
Rain menggeleng sambil tersenyum. “Enggak…enggak apa apa kok. Yuk bayar ke kasir.” Tukas Rain lega.
“Ayuk” sahut Amelia yang langsung memutar badan menuju pintu.
Rain memutar badannya hendak menyusul Amel, namun langkahnya langsung ciut dan beku. Dihadapannya kedua sosok suster berdiri menghadapnya. Begitu dekat. Wajah keduanya tidak ada, hanya lekukan di antara alis dan hidung saja. Menyerupai lekukan wajah. Kedua suster tersebut tidak memiliki kaki, tubuhnya hanya sampai paha dan sisanya hilang, keduanya mengambang.
Rain ingin menjerit, namun dia buru buru menutup mulutnya rapat rapat dengan kedua tangan. Kedua suster itu tidak mengetahui dirinya, dan tidak mengetahui ekspresi wajahnya. Rain meyakinkan dirinya bahwa kedua suster tersebut tidak menyadari bahwa Rain “tahu”.
Mendadak Amelia masuk menyeruak diantara kedua suster tersebut. Tubuhnya menembus keduanya. Tangan Amelia segera meraih tangan Rain.
“Hei, ayo cepat. Sudah keburu sore.”
Rain mengikuti tubuhnya ditarik oleh Amelia. Lalu dia merasakan sensasi aneh ketika melewati tubuh kedua suster tersebut. Sensasi seperti ngilu ketika mendengar suara derit kaca dan gigi mengeretak ngilu.
**
Amelia menyenggol lengan Rain yang sedang menopang tubuhnya yang tertelungkup di atas meja. Rain bergerak malas, dan kemudian mengganti posisi kepalanya membelakangi sudut Amel duduk. Amelia sedikit kesal, lalu menyenggolnya lagi, cukup membuat Rain terusik dan mengangkat wajahnya sedikit.
“Apaan sih…”
“Bangun….”
“Kan guru belum datang..” ucap Rain agak malas.
“Kenapa sih dari pagi enggak semangat begitu?”
Pertanyaan Amelia ditanggapi dengan dengusan Rain. Gadis tersebut kembali menelungkupkan wajahnya diantara dua tangannya yang saling bertumpuk di atas meja. Lima hari sudah sejak kecelakaan tersebut. Sejak dia secara nyata melihat dengan kedua matanya wujud suster tanpa wajah di rumah sakit. Dan itu bukan menjadi kali terakhir dia melihat bentuk keganjilan. Di rumah sakit itu hanya permulaan saja, dan kemudian pada hari berikutnya, beberapa kali Rain dihadapkan pada sosok sosok tidak jelas.
Bayangan hitam yang sebesar rumah, atau kakek tua yang kecilnya hanya selutut Rain. Yang pernah terjadi dan hampir menipu matanya adalah sosok bocah yang berlari di jalan raya, dan Rain harus menarik nafas ketakutan ketika sosok anak kecil tersebut menembus laju laju kendaraan. Satu yang terasa oleh Rain belakangan ini, selain dia mampu melihat keganjilan, hidungnya jauh lebih peka dari biasanya. Rain bisa mencium aneka aroma yang ganjil.
Aroma yang belakangan ini Rain cium seringkali tidak bisa dikenali oleh daya penciumannya. Ada bau campuran antara mint dan wangi bunga melati. Bau manis yang menyengat, atau terkadang bau aneh yang baru dirasakan indera penciumannya. Anehnya—dan seringkali terjadi—bau tersebut berbarengan dengan Rain melihat sosok ganjil dengan banyak bentuk.
Melihat keganjilan di depan matanya membuat Rain cepat lelah, jadi tanpa disadari kadang Rain terlelap di berbagai tempat. Di angkutan umum, di kelas, di sofa televise, bahkan pernah juga Rain tertidur di ruang tunggu. Rasa takut, jangan ditanya lagi, sudah setengah mati Rain mengikis rasa takut yang selalu datang berbarengan dengan aroma aroma aneh yang seringkali diciumnya lebih dulu sebelum tiba-tiba sosok makhluk melintas dihadapannya dengan rupa keganjilan yang tidak biasa. Lima hari bukan waktu yang lama untuk membiasakan diri dengan ketakutan setiap harinya.
Jadi, sejak itu, lima hari sudah Rain gampang terlelap di kelas, dan mudah sekali dia menguap. Itu membuat Amelia gemas dan tidak habis mengerti.
“Bingung deh aku, kamu jadi tukang tidur. Persis seperti Tarun,” gerutu Amelia sambil menunjuk seorang cowok teman sekelasnya dengan isyarat mulut.
Rain mendengus, “ Hhhh, jangan samakan Saya sama tukang tidur itu dong!” dalam benak Rain terbayang sosok Tarun, cowok yang punya rambut keriting dipotong pendek, namun karena sepertinya dia memiliki bakat rambut keriting, bentuk bulat bulat pada rambutnya masih terlihat. Tubuhnya kurus tinggi dan memakai kacamata, sekilas seperti orang pintar, namun satu kelas juga tahu Tarun sering tertidur di tengah pelajaran. Hebatnya, laki laki dengan kulit yang coklat gelap itu seolah tidak peduli ketika beberapa kali sempat kena teguran, sampai dipanggil oleh BP. Dia tetap tertidur ditengah pelajaran.
Selama setengah tahun sekelas dengan pemuda unik itu, Rain jarang berinteraksi dengannya kecuali ketika sedang menjadi bendahara kelas dan harus memungut iuran. aru itulah interaksi yang dilakukan Rain. Dan biasanya Tarun yang selalu menelungkupkan wajahnya akan mendonggakkan sedikit wajahnya, lalu merapikan kacamanya dan meraba-raba saku di dada, mencari uang yang bergulung lalu menyerahkannya pada Rain.
Rain berani bertaruh, Tarun pasti tidak akan naik kelas, karena kebiasaan tidur tanpa sebabnya itu sering membuat guru guru gusar. Namun, ajaibnya, ketika raport tengah semester dibagikan, dia menduduki posisi lima besar dikelas. Sontak hal tersebut mengangetkan seluruh kelas, dan itu juga yang membuat guru pun akhirnya menyerah dengan kebiasaan Tarun tidur, karena walau begitu nilai ulangannya tidak pernah menjadi yang terburuk ataupun nilai yang baling buncit.
Rain menguap dan berusaha mencoba mencari pembenaran diri. Dia berbeda dengan situkang tidur Tarun. Dia tidur baru baru ini saja, dan itu karena lelah. Nanti ketika kondisi tubuhnya kembali prima maka dia akan menjadi murid teladan lainnya. Tidak pernah tidur dikelas, nilai baik, absen sempurna dan memiliki jabatan khusus di kelas.
“…In…”
Rain merasa kepalanya melayang, seperti ada putaran putaran awan di sekelilingnya. Tubuhnya terasa ringan. Rain membuka matanya lantas melihat sekelilingnya. Kelas menjadi hening. Rain berdiri, rasa lelahnya seperti musnah.
Tapi, kemana teman-teman sekelasnya? Rain melihat kiri dan kanan, kelas kosong.
Gadis berkacamata tersebut tidak habis pikir, kenapa rekan sebangkunya, dan juga teman baiknya tidak membangunkan dia. Malah meninggalkan kelas dalam kondisi kosong.Huh! Dengusnya kesal dan beranjak dari tempat duduknya hendak keluar kelas, tapi langkahnya terhenti ketika di depan kelasnya muncul seorang wanita dengan wangi manis seperti gulali dengan pakaian berwarna merah terang. Wanita tersebut tersenyum pada Rain.Rain menggeser badannya ketika wanita tersebut melewati pintu dan masuk ke kelas. Lalu mendadak bergerombol orang masuk ke dalam kelasnya. Ada laki-laki dan ada perempuan, Rain mundur ke arah bangku duduknya.Alisnya mengernyit karena tidak ada satupun orang orang yang masuk ke kelas dikenalnya. Orang orang tersebut menempati tempat duduk di dalam kelas. Tempat duduk Budi sang ketua kelas diduduki laki-laki yang tubuhnya gemuk hingga ketika dia duduk, bangku langsung terlihat penuh, dan tubuh laki-laki itu seperti melebar ke samping seolah perut d
“Rain!” suara Amelia menghentak karena terkejut. Rain mendapati tubuhnya terjatuh dilantai, ditatapi mata teman temannya yang keheranan dan guru di depan berhenti bicara. Rain terbengong-bengong. Hanya persekian detik dia menutup matanya, kondisi sudah berubah. Kelas aneh tersebut sudah raib, berganti dengan suasana biasa di kelasnya. Teman temannya masih teman teman yang sama. Gadis berambut panjang bau gulali tersebut hilang, begitupun Azel yang dingin dan lembab.“Maaf….” Kata Amelia sambil mengulurkan tangannya membantu Rain berdiri. “Padahal aku Cuma menyenggolmu sedikit, tapi kamu malah terjatuh begitu,” bisik Amelia merasa bersalah.“Rain—kalau kamu mengantuk, cuci mukamu dulu di toilet.” Ucap guru di depan yang disambut riuh teman temannya. Rain merasakan wajahnya panas. Tapi dia menahannya dan kemudian memilih untuk berdiri pamit ke toilet.**Rain membilas wajahnya berkali kali. Dipand
“Hei…” bisik Amelia, sambil menyenggol lengan Rain“Heh?”“siapa yang kamu lihat?”“Eh—tidak ada…”“masa? Kulihat ada yang menarik di belakang?” Amel menengok, lalu mengulum senyum. “Kamu lagi lihat si tukang tidur ya?”“Enak aja…”“Oh…” Amel mengangguk, “Tapi—“ potongnya, “Tarun sedang melihat kemari kayaknya. Tumben…”“Jangan dipedulikan,” sahut Rain berusaha mengalihkan pembicaraan.“Apa terjadi sesuatu?” bisik Amel tidak mau berhenti penasaran.“Enggak ada.”“Oh….”Kembali keduanya diam, tapi tidak dengan pikiran Rain. Dia masih sibuk menganalisis. Yang mula-mula dia analisis, adalah ucapan Tarun tentang “dia tahu”. Dan kemudian seolah di paksa mengakui sesuatu, Ra
“Waktu pertama kali saya bisa melihat, saya melihat sesuatu yang mengerikan—waktu dirumah sakit—dua wujud suster tanpa wajah dan tanpa pinggang” Cerita Rain. Dia merasa bergidik ketika mengingat moment tersebut. “Lalu, pernah juga melihat orang kate. Hitam, pendek dan gemuk. Ada juga hewan-hewan yang seolah berlaku seperti manusia.” Cerita Rain. Dia mengingat setiap moment dimana perasaan ketakutan selalu ditelannya. “Dan, mereka memiliki bau yang kuat.”“Bau?” Tarun menengok ke arah Rain, kerutan di tengah alis matanya terlihat.“Ya. Seperti bau kain pel, atau bau baju lembab. Kadang bau manis seperti gula, atau seperti bau pahit obat. Macam macam bau. Ada juga yang busuk kayak comberan, atau bau seperti pipis bayi. Macam-macam. Kadang itu sangat mengganggu.”“Ow, aku baru tahu yang seperti itu.”sungut tarun.“Memang kamu tidak mencium bau mereka?”&ldq
Motor yang dikendarai Tarun terus melaju ke arah Dago atas. Mereka melewati jalan layang surapati. Jembatan besar tersebut berdiri memayungi bawah mereka.Keduanya terus jalan lurus, menyusuri jalan ir H Juanda yang panjang. Di sisi kiri kanan jalan tampak deretan toko besar nan megah. Jalanan ramai lancar, beberapa kali motor mereka bertemu gerombolan anak anak sekolah yang menyesak masuk ke dalam angkot. Atau berdiri ditepian jalan bergerombol.Motor terus melaju. Kini kiri dan kanan mereka sudah masuk ke dalam daerah perhotelan ir H juanda. Udara mulai terasa dingin, dan jalanan terlihat seolah menghijau karena deretan pohon tinggi di beberapa ruas jalan.Motor mereka berhenti di persimbangan lampu merah antara jalan Dipati Ukur dan Siliwangi. Tidak sampai satu menit, lampu merah sudah berubah hijau, Tarun melajukan motornya dengan sedikit perlahan dan agak menepi.Motor tersebut masuk ke dalam restoran McD yang berdiri gagah dipersimpangan. Parkiran m
Tarun meletakkan tubuh Rain yang lunglai agak jauh dari goa. Terduduk di tanah. Napas Rain masih tersengal, namun dadanya yang terasa berat sudah mulai terasa enteng.“Aku tidak mengerti….” Ucap Rain lamat lamat, “Padahal tadi semua baik baik saja. Tapi begitu masuk goa, rasanya pengap, bau, bising dan lemas.”Tarun mengeluarkan minuman energy dari plastic yang dibawanya, menyodorkannya pada Rain.“Minum ini.”“Minuman energy?”“Penambah stamina. Kalau kamu merasa lapar aku sudah sediakan roti dan cokelat. Bisa menambah stamina dan gula darah agar normal lagi.”“Kenapa?”“Kok kenapa. Kamu lupa kita kesini untuk latihan.” Seru tarun.“Iya, latihan apa?”“Latihan mengontrol kekuatanmu untuk melihat.”“Memangnya apa yang aku lihat! Aku tidak melihat apapun.”“Kamu yakin?”
Berdiri di depan Goa dengan perasaan siap itu memberikan rasa yang berbeda bagi Rain. Udara lembab mulai menyapa dan membelai bulu disekitar tangan Rain. Bau menyengat perlahan terasa nyerupai kabut yang terus menutupi indra penciuman Rain. Ada beragam bau yang terasa. Bau harum yang menyengat, bau busuk yang samar, bau lembab yang dingin, bau amis yang menyeruak diantara kepungan bau yang beragam.Rain melangkah masuk ke dalam goa, seolah ada selaput tipis yang ditembusnya. Lalu pemandangan berubah secara cepat, hanya hitungan detik. Rain melihat keramaian yang luar biasa di dalam goa.Pandangannya yang semula gelap seperti tertimpa cahaya matahari secara tiba tiba, silau. Lalu kemudian pandangan tersebut mulai perlahan terbiasa. Rain melihat keramaian berkerumun, berjalan menyesak. Berubah menjadi pasar malam. Mereka ada yang berpasangan, ada juga yang sendiri sendiri.Kekuatan Rain serasa disedot oleh pesona keramaian dunia lain. Rain merasa seperti berputar
Kegelapan kembali pekat. Butuh sekitar dua puluh detik untuk membuat mata Rain terbiasa dengan kegelapan. Matanya membutuhkan waktu, namun tidak dengan indra penciuman Rain. Dia mendapati udara pekat bau muntahan. Sangat memuakkan dan membuat Rain merasakan gelombang desakan di sekitar perut seolah merambah ke arah tenggorokan.Rain merasakan tengorokannya panas dan pahit. Lalu di tengah kegelapan, Rain menemukan siluet siluet tubuh makhluk yang memiliki tungkai yang panjang sehingga lengan mereka terjatuh lunglai ke tanah. Setelah matanya terbiasa, Rain melihat ada sekitar tiga makhluk yang siluetnya hampir sama, ketiganya tampak berdiri melingkar disekitar Rain. Mendesah desah dan bergumam gumam dengan suara yang tidak jelas, air liur mahkluk tersebut menetes netes. Mulut ketiga makhluk itu bergerak gerak seolah tengah mengunyah.Tampaknya salah satu makhluk itulah yang menarik tubuh Rain sebelum dia keluar dari dalam goa. Tangan mereka yang panjang memungkinkan mere
“Apa saya harus menagih pada si tukang tidur itu lagi?” tanya Rain pada Amelia.“Ya, kamu kan bendahara kelas ini.” Jawab Amelia tersenyum. Dia selalu merasa geli kalau mendengar omongan Rain yang terlihat paling enggan berhadapan dengan si tukang tidur, Tarun.“Kamu saja deh Mel.” Ucap Rain enggan.“Apaan sih, bulan lalu kamu kan nagih sendiri, malah kelihatannya setelah itu kalian jadi dekat.”“Saya? Dekat sama tukang tidur itu?….ooow, please deh.”“Oh, jadi salah ya? Padahal bulan lalu ada yang ngasih bocoran kamu jalan pulang sekolah bareng Tarun dan tampak akrab. Sering juga aku lihat dia curi curi pandang ke arahmu lho.”“Kapan?! Jangan ngarang ya Mel. Udah, deh daripada dengerin halukamu, mending saya ke sana, nagih tukang tidur itu.” Rain segera beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke arah meja Tarun. Gadis itu menolak untuk m
Langit membuka tangannya, sinar berwarna merah menyala dan kemudian melesat ke arah jin ifrit, jin tersebut langsung menghilang dan berpindah pada sisi lainnya. Tangan jin tersebut yang melar ditariknya kembali dan digunakan untuk menyerang Langit dengan cara meliuk dan berubah menjadi tajam dalam sekejap. Laki-laki tersebut langsung membuat tameng dimensi untuk menangkis lengan runcing tersebut. Terdengar suara benda beradu yang dasyat.Aji segera mengambil posisi berdiri, dan kemudian berlari. Diikuti Tarun dari belakang. Jin ifrit melihat keduanya berlari, tampak tidak senang, lalu mengulurkan satu tangannya lain yang bebas. Tangan tersebut menyentak, kemudian melar dan bergerak sangat cepat mengejar punggung Tarun.Langit segera membuka tangannya dengan cepat. Sebuah benda merah terlontar dari ujung telapak tangan Langit dan menyelubungi Tarun, Aji dan Rain tepat sebelum tangan runcing tersebut menyentuh punggung Tarun. Ketiganya terkurung dalam membran merah milik
“Apa tuan menginginkan kedua orang ini dibunuh?” tanya Razel sambil mendekat ke arah jin tersebut.“Apakah kau menginginkan mereka mati?” mahkluk tersebut bertanya kembali pada Razel.“Buatku, mereka sudah tidak berguna.”“Begitukah? Kalau begitu kau pun sama Nak.” Mendadak makhluk tersebut menusuk perut Razel. Razel mendelik, antara tidak percaya, dan rasa sakit. Tangannya mendekap perutnya yang ditusuk oleh makhluk tersebut. “Bagiku, kau pun sudah tidak diperlukan lagi.”Razel terjatuh sambil mengerang, wujudnya berubah perlahan. Dari atas kepalanya muncul tanduk yang panjang seperti tanduk rusa. Cuping hidungnya membesar. Lalu, kedua kakinya berubah menjadi seperti kaki kuda. Dalam keadaan kesakitan, razel tidak bisa mempertahankan bentuk penyamarannya dan memperlihatkan bentuk aslinya.“Sudah aku katakan Nak, hidup selama ribuan tahun akan membuatmu lebih bijaksana. Tidak mungkin
“Ah, ternyata diantara kalian bertiga masih ada yang tetap jernih.” Jin raksasa tersebut menyahuti.“Bocah, jangan pengaruhi Rain. dia harus menyelesaikan ini sesuai rencana!” Razel menghardik Tarun dengan kesal.Rain memandang ke arah Tarun, Tarun menggeleng. Lalu, dipandangnya Razel yang memberi isyarat untuk segera melakukan sesuai yang dikatakan jin raksasa tersebut. Hati gadis tersebut ditimpa keraguan.“Saya pikir ucapan Tarun ada benarnya,” ujar Rain perlahan. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi bila mahkluk sebesar itu dilepaskan ke permukaan. Pasti ada alasan tersendiri mengapa mahkluk tersebut dikurung di sini, bukan?”“Rain. kita sudah sejauh ini, tidak ada jalan mundur kembali!”“Selalu ada!” sentak Tarun, “Pilihan untuk mundur selalu ada, dan Rain berhak memutuskan untuk itu!”Razel mengeram marah, lalu kemudian dia melompat dan memukul Tarun.
“Tapi penjelasanmu tidak menjawab pertanyaanku?”“Sedikit banyak sudah terjawab wahai gadis manusia. Namun, memang kenyataan bahwa aku terkurung disini bukan karena kehendakku pribadi. Nah, cukup penjelasannya dari pertanyaanmu, sekarang kau jelaskan yang kau sebut smartphone itu.”“Baiklah,” ucap Rain mengalah. Dia memandang ke arah Tarun dan berbisik. “Ru, pinjamkah saya Hp.”Tarun membalas bisikannya, “Bukannya kamu punya?”“Ketinggalan di rumah.”Tarun kemudian mengeluarkan hanphone dari tas ranselnya dan menyerahkannya pada Rain. Rain mengambil handphone tersebut dan menaikkan tangannya sambil memperlihatkan handphone tersebut.”Kau lihat ini,” tunjuk Rain sambil mengacungkan hanphone milik Tarun. Dari balik jeruji, satu tangan jin tersebut menjulur, dengan kuku jarinya yang besar makhluk tersebut mengambil handphone yang disodorkan oleh Rain.&ld
Tarun dan Rain memandang dengan terperangah. Sekitar jarak lima meter, Razel memunggungi mereka. Dihadapan razel, dan juga mereka terdapat sebuah jeruji besi raksasa. Tinggi jeruji itu hampir sebesar gerbang yang mereka masuki.“Itu apa? Jeruji besi?”“Seperti itulah.” Sahut Razel ketika dia mendengar suara Rain dari belakang.“Sebesar itu?” Tarun tidak bisa menahan diri untuk bertanya.“Ya. Bayangkan, jeruji sebesar ini, kira kira apa yang dikurung di dalamnya?” ucap Razel masih dalam kondisi memunggungi kedua remaja tersebut.“Apa ini yang kita cari? Bom yang kalian bilang itu?”“Aku bahkan tidak bisa membayangkan bahwa ini yang akan kita temukan.” Komentar Rain.“Benar, kita tidak bisa membayangkannya. Tapi apapun itu, itulah warisan ribuan tahun yang sedang kita cari.” Jawab Razel.Mendadak sebuah tangan besar bergerak menyentuh jeruji besi
“Ayo kita masuk Rain!” ucap Razel sambil mengamit tangan Rain. Membran yang menyelimuti keduanya bergerak maju menuju pintu gerbang.“Sebentar, kita cari Tarun dulu!” Sergah Rain, karena mengkhawatirkan teman satu kelasnya itu.Rain menggerakkan tangannya. Lalu dari gelombang yang berputar putar di sekitar pintu, membran yang menyelimuti tubuh Tarun muncul. Rain langsung menarik membran tersebut mendekat, lalu menyatukan dengan membran miliknya.Tarun mengusap kepalanya yang terasa sakit, ketika Rain menyergapnya dengan pelukan lega.“Syukurlah, kamu selamat Ru! Saya cemas pas pintu gerbang tersebut terbuka dan kamu terlempar dari lubang kunci itu.” seru Rain. kecemasan yang semula membuncah hilang ketika mendapati Tarun selamat.Tarun kembali teringat, ketika jaring terakhir menghilang, dan pintu raksasa itu bergerak membuka, tubuhnya terpelanting karena hentakan pintu dan ikut terbawa pusaran di sekitar pintu.
Tarun berhasil mendekati asal cahaya tersebut dan juga menemukan Rain dan Razel berdiri pada sesuatu yang bersinar. Itulah asal cahaya tersebut. Dihadapan ketiganya sebuah gerbang raksasa dengan pendar cahaya berwarna emas. Gerbang itu berdiri kokoh tanpa penyangga.Rain menengok ke arah Tarun, lalu kemudian tangannya digerakkan. Perlahan membran yang menyelimuti ketiganya menyatu pelan pelan dan kini ketiganya berada dalam satu membran yang sama.“Apa itu?” tanya Tarun ketika ketiganya sudah terkumpul dalam satu membran sehingga bisa berkomunikasi.“Sepertinya gerbang.”“Bukan hanya sepertinya Rain, itu memang gerbang. Gerbang suci.” Sahut Razel, masih memandangi gerbang di hadapan mereka.“Untuk ukuran gerbang, itu sangat besar.” Ucap Tarun.“Kira kira tingginya 10 meter.” Sahut Rain.“Seperti yang disebutkan dalam buku. Gerbang suci, gerbang antara dunia jin dan duni
Rain memasukan perbekalan mereka ke dalam ransel yang dibeli Razel (atau dicuri). Makanan, hanphone, senter, tabung oksigen kecil dan robekan buku kuno tentang peta lokasi solomon legacy.Mereka memiliki benda tersebut setelah Tarun mengusulkan agar Razel membelanjakan beberapa barang persiapan sebelum mereka melakukan perjalanan. Saat itu, Tarun sudah tidak mau ambil pusing dari mana barang itu akan tersedia, saat ini mereka tidak memiliki banyak pilihan.“Kita berangkat?” tanya Rain.“Kamu siap Rain? kondisimu.”“Yang terbaik saat ini.”“Konsentrasi pada tujuan kita. Ini seperti membuka ruang kosong dan melakukan pindah dimensi secara cepat. Jangan lupa, lapisi dimensi supaya bisa tahan tekanan air, karena yang kita hadapi adalah tekanan bawah laut.”Rain menutup matanya. Lalu, dari seluruh tubuhnya keluar bentuk asap berwarna hijau, asap itu bergerak dinamis, semakin besar dan semakin meluas