Home / Fantasi / Solomon Legacy / Bab 1 Mata Yang Terbuka

Share

Solomon Legacy
Solomon Legacy
Author: Langit Biru

Bab 1 Mata Yang Terbuka

Author: Langit Biru
last update Last Updated: 2021-12-08 19:40:23

Hanya persekian detik, tubuh Rain mendadak menjadi kaku. Ketika seluruh teman sekelasnya bergerak dengan konstan, Rain seperti terhenti dipusat bumi. Gadis berkacamata itu merasakan degup jantungnya mendadak menjadi cepat. Lalu, seolah tanpa jeda, sebuah kendaraan bermotor menabraknya dari samping. Laju motor dengan kecepatan sedang langsung oleng karena mengenai lobang di samping jalan. Sang pengendara tidak bisa mengendalikan laju kendaraannya, bagian depan roda bergoyang dan sang pengendara banting stang ke arah trotoar, dan menghantam Rain dari sisi samping. Tubuh Rain yang sesaat menjadi beku, tanpa terkendali mundur secara cepat ke belakang akibat hantaman sepeda motor, dan Rain terpelanting tanpa mampu menjaga keseimbangan tubuhnya. Lalu, dalam pandangan Rain semua menjadi gelap.

**

Bau anyir terasa menguar di udara, bercampur dengan bau kayu putih, aspal basah dan sampah beraroma busuk. Pusaran aroma tersebut memaksa sebagian isi perut Rain keluar. Rain muntah. Dia terbangun, memegang perutnya, dan seseorang dengan lembut menepuk nepuk punggung rain.

“Kamu nggak apa apa Rain??” Tanya Amelia, sambil terus mengusap punggung Rain dengan cemas.

Rain muntah lagi, yang kedua kali.

Bau kayu putih sudah mulai menguap, berganti bau anyir dan sampah. Rain pusing, dan muntah untuk yang ketiga kalinya. Amelia cemas. Disekeliling mereka masih ramai orang, berkerumun. Di sudut yang lain, pengendara motor yang menabrak Rain sedang terpincang pincang. Setelah motornya menabrak Rain dari samping—yang menyebabkan Rain terhindar dari luka fatal—motor si pengendara langsung menerobos tanpa terkendali dan terjungkal di selokan trotoar yang tidak berpagar. Tubuh si pengendara motor terjungkal dan hampir melorot jatuh ke dalam aliran got, namun tersangkut di tengah diantara lapisan penutup selokan jalan. Beberapa orang segera membantu si pengendara motor. Tubuhnya lecet, biru dan sepertinya ada yang retak karena hantaman, namun kepala si pengendara motor baik baik saja, helm sudah melindungi kepalanya dari cidera parah.

“Anak gadis itu bagaimana? Dia muntahkan? Takut ada cidera” seorang berujar sambil mendekat ke arah Rain, seorang bapak-bapak dengan tubuh penuh dan padat dari pinggang ke atas. Rain mencoba melihat dari garis matanya, terkesiap sesaat dan kemudian menegakkan wajahnya lebih tinggi. Bau anyir itu semakin merebak, dan Rain melihat sesuatu, bayangan hitam besar, bentuknya kabur dan tidak jelas, serta seolah olah transparan. Bau anyir semakin menguar jelas, dan bayangan tersebut semakin pekat. Rain merasa pusing.

---

Rain terbangun di atas tempat tidur ruang UGD. Pertama yang dirasakannya adalah aroma antiseptic langsung memuaskan indra penciumannya, bau anyir yang semula melumpuhkan rasa sudah berganti sehingga paru paru Rain terasa penuh oleh aroma pekat rumah sakit yang kuat. Amelia, kawan satu kelasnya berdiri sambil tersenyum lega melihatnya membuka mata. Seorang suster mendekat, memegang lengannya dan membalut alat ukur tensi.

“Ini….” Suara Rain tercekat.

“Ini, Rumah sakit, UGD. Kamu dibawa barengan sama yang nabrak. Sama polisi” bisik Amelia

Rain mengangguk, paham. Dia melihat suster yang sudah melepas alat ukur tensi, melipat lalu menggulungnya sebelum memasukkan ke dalam kotaknya. Suster tidak banyak bicara, dia berdiri dan berjalan menyibak tirai, lalu menutupnya kembali. Meninggalkan Amelia dan Rain.

“Saya mau pulang” ucap Rain, mencoba duduk.

“Iya, tunggu dokter dulu. Aku sudah telepon ke rumahmu Rain.”

“Saya nggak apa apa kok.”

“Apanya yang enggak apa apa, habis muntah, kamu langsung pingsan lagi. Tadi perawatnya juga bilang takut ada gegar otak” tukas Amelia, menahan Rain yang sudah bersiap turun dari ranjang.

“Saya beneran enggak apa apa kok Mel, Saya mau pulang” ucap Rain cepat, kali ini karena Rain merasa perasaannya menjadi tidak enak, dan perasaan tidak nyaman itu semakin meluas. Mendadak tirai jendela dibuka, dokter datang. Mendekat sambil tersenyum pada Rain.

“Bagaimana?” Tanya dokter sambil menaikkan stestoskop ke telinga, lalu kemudian duduk di samping Rain. “Coba, agak dilonggarkan kancing baju atasnya”

Rain membuka dua kancing baju atas, dokter segera memasukkan stetoskop diantara celah pakaiannya, memeriksa sebentar. Lalu, mengeluarkan senter dan menyuruh Rain untuk melihat ke atas, dia memeriksa bagian mata Rain.

“Pusing?” Tanya dokter. Rain menggeleng. “Sempat jatuh kena kepala?” Rain mengangguk. “muntah dan pandangan berkunang-kunang?”

“Tadi iya, sekarang enggak.”

Dokter berdiri kembali, melepaskan stetoskop dan meletakkannya ke dalam kantong.

“Bagaimana dia dok?” Tanya Amel.

“Sejauh ini, kalau tidak mengalami pusing, tidak masalah. Tapi untuk pastinya, saya khawatir ada gegar otak, baiknya di rontsen.”

“Enggak usah…saya udah enggak apa apa kok dok…” buru buru Rain menyela.

Dokter mengangkat bahu sedikit, “Untuk sementara ini dipantau saja. Tapi ingat, kalau nanti setelah sampai rumah terasa pusing dan mual kembali, dan gejala tidak hilang dalam tiga hari, segera kemari, nanti kita akan cek lagi.”

Dokter pun keluar dari ruangan yang hanya terpisah dengan tirai putih. Amelia menatap Rain, wajahnya masih terlihat khawatir.

“Saya tidak apa-apa kok, sungguh.” Ucap Rain dengan wajah berupaya meyakinkan kawan baiknya tersebut. Amelia menggaruk kepalanya dan sedikit menelengkan kepalanya, berusaha membaca air muka Rain. Keduanya saling tatap sedikit lama. Rain tetap memaksa untuk bersikap keras dengan memandang Amelia tanpa berkedip. Amelia menghela nafas. Masalah adu pandangan jelas dia akan kalah, matanya lebih cepat perih kalau harus menatap tanpa berkedip.

“Terserahlah,” jawab Amelia yang disambut dengan seringai Rain. Rain segera turun ranjang, mengambil sepatunya dan memasangnya sambil berjongkok. Lalu aroma anyir kembali tercium, baunya seperti darah yang sudah agak lama. Rain mendongakkan kepalanya, baunya terasa mengganggu.

“Apa ada yang kecelakaan?” Tanya Rain.

“Kenapa?”

“Habis, ada bau darah, nyengat banget.”

“Bau darah?” Amelia mengernyit, lalu kemudian mencoba mengendus, kembali terlihat bingung.

Rain berdiri, menutup hidungnya, bau anyir itu terasa kuat dan pekat. “Bau banget..”

“Bau apa?”

“Kayak bau darah gitu deh. Masa kamu enggak nyium Mel?”

“Enggak…” jawab Amel dengan gelengan kepastian.

Rain segera menyentuh tirai putih yang menutupi mereka, menariknya sedikit untuk mengintip. Ruangan UGD agak lengang, dengan beberapa ruang yang tertutup tirai.  Terlihat siluet pada tirai tirai yang tertutup. Rain mencondongkan kepalanya lebih dulu, melihat ke arah yang lebih lebar. Dia hanya melihat tiga orang suster berada di belakang meja dekat pintu keluar. Meja panjang tersebut menutupi separuh tubuh suster tersebut. Kedua suster tersebut tampak saling berbicara. Sedang suster yang lain sedang menulis catatan di atas meja.

“Ada apa sih?” Amelia mendadak menekan tubuh Rain dari belakang, ikut mengintip dari balik tirai.

Amelia melihat ke arah pintu keluar tempat suster suster tersebut berkumpul. Suster yang sedang menulis kemudian menutup lembar kertasnya, berdiri dan kemudian keluar dari pintu samping meja panjang.

“Eh, susternya mau pergi, ayo dikejar dulu, nanti kita terpaksa nunggu lagi.”

“Kan, masih ada suster yang dua lagi, bisa kita lapor pada mereka kan?” jawab Rain

“Dua lagi? Yang mana? Susternya Cuma ada satu kok.” jawab Amelia.

Rain merasa seolah kebekuan menyeruak diantara bulu bulu halus tangannya, masuk sampai terasa membekukan ruas darah uratnya dan membuat degub jantungnya berlomba. Rain membanting tirai, membalikkan wajahnya yang pucat, lalu kembali mengintip lagi.

Diruangan tersebut hanya ada dua suster yang sedang berbicara, sedang suster yang satu telah pergi. Keduanya membelakangi Ruangan Rain dan Amelia—dan keduanya hanya dapat dilihat oleh Rain.

Related chapters

  • Solomon Legacy   Bab 2 Tukang Tidur yang Misterius

    Rain berharap, satu hari yang akan dilewatinya berlalu cepat. Masalahnya, waktu tidak pernah konsisten bagi yang menunggu. Untuk dirinya yang berharap waktu berlari seperti kuda, maka waktu akan terasa lama layaknya kura kura, dan itu kerap membuat Rain prustasi dan gemas sendiri. Sejak hari dimana kecelakaan itu terjadi, Rain harus dengan kuat hati menerima anomali dalam hidupnya.Mula mula, dia melihat dua suster yang tidak dapat dilihat Amelia di ruang UGD saat itu. Dan ketika Amelia kemudian berjalan keluar dengan tenangnya, Rain bertindak lain. Jantungnya waktu itu sungguh sungguh berloncat loncatan kencang. Rain berusaha bersikap biasa saja, walau dia menyadari sesuatu sudah berbeda.Ketika dia melewati meja dimana Amelia berbicara dengan seorang suster yang menulis sesuatu, Rain mencoba mengintip dari ujung matanya dan bersikap seolah-olah dia sedang memandang pajangan di dekat tembok.Dua suster dipandangan matanya tengah bercerita, tanpa suara. Mereka t

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 3 Wajah-Wajah Tak Dikenal

    Gadis berkacamata tersebut tidak habis pikir, kenapa rekan sebangkunya, dan juga teman baiknya tidak membangunkan dia. Malah meninggalkan kelas dalam kondisi kosong.Huh! Dengusnya kesal dan beranjak dari tempat duduknya hendak keluar kelas, tapi langkahnya terhenti ketika di depan kelasnya muncul seorang wanita dengan wangi manis seperti gulali dengan pakaian berwarna merah terang. Wanita tersebut tersenyum pada Rain.Rain menggeser badannya ketika wanita tersebut melewati pintu dan masuk ke kelas. Lalu mendadak bergerombol orang masuk ke dalam kelasnya. Ada laki-laki dan ada perempuan, Rain mundur ke arah bangku duduknya.Alisnya mengernyit karena tidak ada satupun orang orang yang masuk ke kelas dikenalnya. Orang orang tersebut menempati tempat duduk di dalam kelas. Tempat duduk Budi sang ketua kelas diduduki laki-laki yang tubuhnya gemuk hingga ketika dia duduk, bangku langsung terlihat penuh, dan tubuh laki-laki itu seperti melebar ke samping seolah perut d

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 4 Tarun

    “Rain!” suara Amelia menghentak karena terkejut. Rain mendapati tubuhnya terjatuh dilantai, ditatapi mata teman temannya yang keheranan dan guru di depan berhenti bicara. Rain terbengong-bengong. Hanya persekian detik dia menutup matanya, kondisi sudah berubah. Kelas aneh tersebut sudah raib, berganti dengan suasana biasa di kelasnya. Teman temannya masih teman teman yang sama. Gadis berambut panjang bau gulali tersebut hilang, begitupun Azel yang dingin dan lembab.“Maaf….” Kata Amelia sambil mengulurkan tangannya membantu Rain berdiri. “Padahal aku Cuma menyenggolmu sedikit, tapi kamu malah terjatuh begitu,” bisik Amelia merasa bersalah.“Rain—kalau kamu mengantuk, cuci mukamu dulu di toilet.” Ucap guru di depan yang disambut riuh teman temannya. Rain merasakan wajahnya panas. Tapi dia menahannya dan kemudian memilih untuk berdiri pamit ke toilet.**Rain membilas wajahnya berkali kali. Dipand

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 5 Kenapa Kau Begitu Misterius?

    “Hei…” bisik Amelia, sambil menyenggol lengan Rain“Heh?”“siapa yang kamu lihat?”“Eh—tidak ada…”“masa? Kulihat ada yang menarik di belakang?” Amel menengok, lalu mengulum senyum. “Kamu lagi lihat si tukang tidur ya?”“Enak aja…”“Oh…” Amel mengangguk, “Tapi—“ potongnya, “Tarun sedang melihat kemari kayaknya. Tumben…”“Jangan dipedulikan,” sahut Rain berusaha mengalihkan pembicaraan.“Apa terjadi sesuatu?” bisik Amel tidak mau berhenti penasaran.“Enggak ada.”“Oh….”Kembali keduanya diam, tapi tidak dengan pikiran Rain. Dia masih sibuk menganalisis. Yang mula-mula dia analisis, adalah ucapan Tarun tentang “dia tahu”. Dan kemudian seolah di paksa mengakui sesuatu, Ra

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 6 Berlatih

    “Waktu pertama kali saya bisa melihat, saya melihat sesuatu yang mengerikan—waktu dirumah sakit—dua wujud suster tanpa wajah dan tanpa pinggang” Cerita Rain. Dia merasa bergidik ketika mengingat moment tersebut. “Lalu, pernah juga melihat orang kate. Hitam, pendek dan gemuk. Ada juga hewan-hewan yang seolah berlaku seperti manusia.” Cerita Rain. Dia mengingat setiap moment dimana perasaan ketakutan selalu ditelannya. “Dan, mereka memiliki bau yang kuat.”“Bau?” Tarun menengok ke arah Rain, kerutan di tengah alis matanya terlihat.“Ya. Seperti bau kain pel, atau bau baju lembab. Kadang bau manis seperti gula, atau seperti bau pahit obat. Macam macam bau. Ada juga yang busuk kayak comberan, atau bau seperti pipis bayi. Macam-macam. Kadang itu sangat mengganggu.”“Ow, aku baru tahu yang seperti itu.”sungut tarun.“Memang kamu tidak mencium bau mereka?”&ldq

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 7 Goa Jepang Dan Misterinya

    Motor yang dikendarai Tarun terus melaju ke arah Dago atas. Mereka melewati jalan layang surapati. Jembatan besar tersebut berdiri memayungi bawah mereka.Keduanya terus jalan lurus, menyusuri jalan ir H Juanda yang panjang. Di sisi kiri kanan jalan tampak deretan toko besar nan megah. Jalanan ramai lancar, beberapa kali motor mereka bertemu gerombolan anak anak sekolah yang menyesak masuk ke dalam angkot. Atau berdiri ditepian jalan bergerombol.Motor terus melaju. Kini kiri dan kanan mereka sudah masuk ke dalam daerah perhotelan ir H juanda. Udara mulai terasa dingin, dan jalanan terlihat seolah menghijau karena deretan pohon tinggi di beberapa ruas jalan.Motor mereka berhenti di persimbangan lampu merah antara jalan Dipati Ukur dan Siliwangi. Tidak sampai satu menit, lampu merah sudah berubah hijau, Tarun melajukan motornya dengan sedikit perlahan dan agak menepi.Motor tersebut masuk ke dalam restoran McD yang berdiri gagah dipersimpangan. Parkiran m

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 8 Pernyataan Cinta

    Tarun meletakkan tubuh Rain yang lunglai agak jauh dari goa. Terduduk di tanah. Napas Rain masih tersengal, namun dadanya yang terasa berat sudah mulai terasa enteng.“Aku tidak mengerti….” Ucap Rain lamat lamat, “Padahal tadi semua baik baik saja. Tapi begitu masuk goa, rasanya pengap, bau, bising dan lemas.”Tarun mengeluarkan minuman energy dari plastic yang dibawanya, menyodorkannya pada Rain.“Minum ini.”“Minuman energy?”“Penambah stamina. Kalau kamu merasa lapar aku sudah sediakan roti dan cokelat. Bisa menambah stamina dan gula darah agar normal lagi.”“Kenapa?”“Kok kenapa. Kamu lupa kita kesini untuk latihan.” Seru tarun.“Iya, latihan apa?”“Latihan mengontrol kekuatanmu untuk melihat.”“Memangnya apa yang aku lihat! Aku tidak melihat apapun.”“Kamu yakin?”

    Last Updated : 2021-12-08
  • Solomon Legacy   Bab 9 Hari Pasar

    Berdiri di depan Goa dengan perasaan siap itu memberikan rasa yang berbeda bagi Rain. Udara lembab mulai menyapa dan membelai bulu disekitar tangan Rain. Bau menyengat perlahan terasa nyerupai kabut yang terus menutupi indra penciuman Rain. Ada beragam bau yang terasa. Bau harum yang menyengat, bau busuk yang samar, bau lembab yang dingin, bau amis yang menyeruak diantara kepungan bau yang beragam.Rain melangkah masuk ke dalam goa, seolah ada selaput tipis yang ditembusnya. Lalu pemandangan berubah secara cepat, hanya hitungan detik. Rain melihat keramaian yang luar biasa di dalam goa.Pandangannya yang semula gelap seperti tertimpa cahaya matahari secara tiba tiba, silau. Lalu kemudian pandangan tersebut mulai perlahan terbiasa. Rain melihat keramaian berkerumun, berjalan menyesak. Berubah menjadi pasar malam. Mereka ada yang berpasangan, ada juga yang sendiri sendiri.Kekuatan Rain serasa disedot oleh pesona keramaian dunia lain. Rain merasa seperti berputar

    Last Updated : 2021-12-08

Latest chapter

  • Solomon Legacy   Bab 56 Sementara Ini

    “Apa saya harus menagih pada si tukang tidur itu lagi?” tanya Rain pada Amelia.“Ya, kamu kan bendahara kelas ini.” Jawab Amelia tersenyum. Dia selalu merasa geli kalau mendengar omongan Rain yang terlihat paling enggan berhadapan dengan si tukang tidur, Tarun.“Kamu saja deh Mel.” Ucap Rain enggan.“Apaan sih, bulan lalu kamu kan nagih sendiri, malah kelihatannya setelah itu kalian jadi dekat.”“Saya? Dekat sama tukang tidur itu?….ooow, please deh.”“Oh, jadi salah ya? Padahal bulan lalu ada yang ngasih bocoran kamu jalan pulang sekolah bareng Tarun dan tampak akrab. Sering juga aku lihat dia curi curi pandang ke arahmu lho.”“Kapan?! Jangan ngarang ya Mel. Udah, deh daripada dengerin halukamu, mending saya ke sana, nagih tukang tidur itu.” Rain segera beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke arah meja Tarun. Gadis itu menolak untuk m

  • Solomon Legacy   Bab 55 Ifrit

    Langit membuka tangannya, sinar berwarna merah menyala dan kemudian melesat ke arah jin ifrit, jin tersebut langsung menghilang dan berpindah pada sisi lainnya. Tangan jin tersebut yang melar ditariknya kembali dan digunakan untuk menyerang Langit dengan cara meliuk dan berubah menjadi tajam dalam sekejap. Laki-laki tersebut langsung membuat tameng dimensi untuk menangkis lengan runcing tersebut. Terdengar suara benda beradu yang dasyat.Aji segera mengambil posisi berdiri, dan kemudian berlari. Diikuti Tarun dari belakang. Jin ifrit melihat keduanya berlari, tampak tidak senang, lalu mengulurkan satu tangannya lain yang bebas. Tangan tersebut menyentak, kemudian melar dan bergerak sangat cepat mengejar punggung Tarun.Langit segera membuka tangannya dengan cepat. Sebuah benda merah terlontar dari ujung telapak tangan Langit dan menyelubungi Tarun, Aji dan Rain tepat sebelum tangan runcing tersebut menyentuh punggung Tarun. Ketiganya terkurung dalam membran merah milik

  • Solomon Legacy   Bab 54 Aji dan Langit

    “Apa tuan menginginkan kedua orang ini dibunuh?” tanya Razel sambil mendekat ke arah jin tersebut.“Apakah kau menginginkan mereka mati?” mahkluk tersebut bertanya kembali pada Razel.“Buatku, mereka sudah tidak berguna.”“Begitukah? Kalau begitu kau pun sama Nak.” Mendadak makhluk tersebut menusuk perut Razel. Razel mendelik, antara tidak percaya, dan rasa sakit. Tangannya mendekap perutnya yang ditusuk oleh makhluk tersebut. “Bagiku, kau pun sudah tidak diperlukan lagi.”Razel terjatuh sambil mengerang, wujudnya berubah perlahan. Dari atas kepalanya muncul tanduk yang panjang seperti tanduk rusa. Cuping hidungnya membesar. Lalu, kedua kakinya berubah menjadi seperti kaki kuda. Dalam keadaan kesakitan, razel tidak bisa mempertahankan bentuk penyamarannya dan memperlihatkan bentuk aslinya.“Sudah aku katakan Nak, hidup selama ribuan tahun akan membuatmu lebih bijaksana. Tidak mungkin

  • Solomon Legacy   Bab 53 Penghianat

    “Ah, ternyata diantara kalian bertiga masih ada yang tetap jernih.” Jin raksasa tersebut menyahuti.“Bocah, jangan pengaruhi Rain. dia harus menyelesaikan ini sesuai rencana!” Razel menghardik Tarun dengan kesal.Rain memandang ke arah Tarun, Tarun menggeleng. Lalu, dipandangnya Razel yang memberi isyarat untuk segera melakukan sesuai yang dikatakan jin raksasa tersebut. Hati gadis tersebut ditimpa keraguan.“Saya pikir ucapan Tarun ada benarnya,” ujar Rain perlahan. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi bila mahkluk sebesar itu dilepaskan ke permukaan. Pasti ada alasan tersendiri mengapa mahkluk tersebut dikurung di sini, bukan?”“Rain. kita sudah sejauh ini, tidak ada jalan mundur kembali!”“Selalu ada!” sentak Tarun, “Pilihan untuk mundur selalu ada, dan Rain berhak memutuskan untuk itu!”Razel mengeram marah, lalu kemudian dia melompat dan memukul Tarun.

  • Solomon Legacy   Bab 52 Melepaskan Beast

    “Tapi penjelasanmu tidak menjawab pertanyaanku?”“Sedikit banyak sudah terjawab wahai gadis manusia. Namun, memang kenyataan bahwa aku terkurung disini bukan karena kehendakku pribadi. Nah, cukup penjelasannya dari pertanyaanmu, sekarang kau jelaskan yang kau sebut smartphone itu.”“Baiklah,” ucap Rain mengalah. Dia memandang ke arah Tarun dan berbisik. “Ru, pinjamkah saya Hp.”Tarun membalas bisikannya, “Bukannya kamu punya?”“Ketinggalan di rumah.”Tarun kemudian mengeluarkan hanphone dari tas ranselnya dan menyerahkannya pada Rain. Rain mengambil handphone tersebut dan menaikkan tangannya sambil memperlihatkan handphone tersebut.”Kau lihat ini,” tunjuk Rain sambil mengacungkan hanphone milik Tarun. Dari balik jeruji, satu tangan jin tersebut menjulur, dengan kuku jarinya yang besar makhluk tersebut mengambil handphone yang disodorkan oleh Rain.&ld

  • Solomon Legacy   Bab 51 Permainan

    Tarun dan Rain memandang dengan terperangah. Sekitar jarak lima meter, Razel memunggungi mereka. Dihadapan razel, dan juga mereka terdapat sebuah jeruji besi raksasa. Tinggi jeruji itu hampir sebesar gerbang yang mereka masuki.“Itu apa? Jeruji besi?”“Seperti itulah.” Sahut Razel ketika dia mendengar suara Rain dari belakang.“Sebesar itu?” Tarun tidak bisa menahan diri untuk bertanya.“Ya. Bayangkan, jeruji sebesar ini, kira kira apa yang dikurung di dalamnya?” ucap Razel masih dalam kondisi memunggungi kedua remaja tersebut.“Apa ini yang kita cari? Bom yang kalian bilang itu?”“Aku bahkan tidak bisa membayangkan bahwa ini yang akan kita temukan.” Komentar Rain.“Benar, kita tidak bisa membayangkannya. Tapi apapun itu, itulah warisan ribuan tahun yang sedang kita cari.” Jawab Razel.Mendadak sebuah tangan besar bergerak menyentuh jeruji besi

  • Solomon Legacy   Bab 50 Lorong Neraka

    “Ayo kita masuk Rain!” ucap Razel sambil mengamit tangan Rain. Membran yang menyelimuti keduanya bergerak maju menuju pintu gerbang.“Sebentar, kita cari Tarun dulu!” Sergah Rain, karena mengkhawatirkan teman satu kelasnya itu.Rain menggerakkan tangannya. Lalu dari gelombang yang berputar putar di sekitar pintu, membran yang menyelimuti tubuh Tarun muncul. Rain langsung menarik membran tersebut mendekat, lalu menyatukan dengan membran miliknya.Tarun mengusap kepalanya yang terasa sakit, ketika Rain menyergapnya dengan pelukan lega.“Syukurlah, kamu selamat Ru! Saya cemas pas pintu gerbang tersebut terbuka dan kamu terlempar dari lubang kunci itu.” seru Rain. kecemasan yang semula membuncah hilang ketika mendapati Tarun selamat.Tarun kembali teringat, ketika jaring terakhir menghilang, dan pintu raksasa itu bergerak membuka, tubuhnya terpelanting karena hentakan pintu dan ikut terbawa pusaran di sekitar pintu.

  • Solomon Legacy   Bab 49 Gerbang

    Tarun berhasil mendekati asal cahaya tersebut dan juga menemukan Rain dan Razel berdiri pada sesuatu yang bersinar. Itulah asal cahaya tersebut. Dihadapan ketiganya sebuah gerbang raksasa dengan pendar cahaya berwarna emas. Gerbang itu berdiri kokoh tanpa penyangga.Rain menengok ke arah Tarun, lalu kemudian tangannya digerakkan. Perlahan membran yang menyelimuti ketiganya menyatu pelan pelan dan kini ketiganya berada dalam satu membran yang sama.“Apa itu?” tanya Tarun ketika ketiganya sudah terkumpul dalam satu membran sehingga bisa berkomunikasi.“Sepertinya gerbang.”“Bukan hanya sepertinya Rain, itu memang gerbang. Gerbang suci.” Sahut Razel, masih memandangi gerbang di hadapan mereka.“Untuk ukuran gerbang, itu sangat besar.” Ucap Tarun.“Kira kira tingginya 10 meter.” Sahut Rain.“Seperti yang disebutkan dalam buku. Gerbang suci, gerbang antara dunia jin dan duni

  • Solomon Legacy   Bab 48 Perjalanan

    Rain memasukan perbekalan mereka ke dalam ransel yang dibeli Razel (atau dicuri). Makanan, hanphone, senter, tabung oksigen kecil dan robekan buku kuno tentang peta lokasi solomon legacy.Mereka memiliki benda tersebut setelah Tarun mengusulkan agar Razel membelanjakan beberapa barang persiapan sebelum mereka melakukan perjalanan. Saat itu, Tarun sudah tidak mau ambil pusing dari mana barang itu akan tersedia, saat ini mereka tidak memiliki banyak pilihan.“Kita berangkat?” tanya Rain.“Kamu siap Rain? kondisimu.”“Yang terbaik saat ini.”“Konsentrasi pada tujuan kita. Ini seperti membuka ruang kosong dan melakukan pindah dimensi secara cepat. Jangan lupa, lapisi dimensi supaya bisa tahan tekanan air, karena yang kita hadapi adalah tekanan bawah laut.”Rain menutup matanya. Lalu, dari seluruh tubuhnya keluar bentuk asap berwarna hijau, asap itu bergerak dinamis, semakin besar dan semakin meluas

DMCA.com Protection Status