Gadis berkacamata tersebut tidak habis pikir, kenapa rekan sebangkunya, dan juga teman baiknya tidak membangunkan dia. Malah meninggalkan kelas dalam kondisi kosong.
Huh! Dengusnya kesal dan beranjak dari tempat duduknya hendak keluar kelas, tapi langkahnya terhenti ketika di depan kelasnya muncul seorang wanita dengan wangi manis seperti gulali dengan pakaian berwarna merah terang. Wanita tersebut tersenyum pada Rain.
Rain menggeser badannya ketika wanita tersebut melewati pintu dan masuk ke kelas. Lalu mendadak bergerombol orang masuk ke dalam kelasnya. Ada laki-laki dan ada perempuan, Rain mundur ke arah bangku duduknya.
Alisnya mengernyit karena tidak ada satupun orang orang yang masuk ke kelas dikenalnya. Orang orang tersebut menempati tempat duduk di dalam kelas. Tempat duduk Budi sang ketua kelas diduduki laki-laki yang tubuhnya gemuk hingga ketika dia duduk, bangku langsung terlihat penuh, dan tubuh laki-laki itu seperti melebar ke samping seolah perut dan pinggangnya memelar karena ruangan tempat dia duduk terlihat sempit.
Laki-laki tersebut menggeser meja di depannya agar tubuh besarnya muat ke dalam kursi, namun semakin ruangan tersebut melebar, semakin bertambah pula besar tubuhnya.
Ada juga tempat duduk Amanda, yang berada dua baris dibelakang tempat duduk Rain. Yang mendudukinya seorang perempuan dengan wajah di tekuk ke bawah, seolah olah dia tidak memiliki leher. Rain juga tidak yakin apa orang tersebut memang memiliki leher atau tidak, karena bahu dan kepalanya langsung menyatu.
Perempuan berbaju merah yang lebih dulu masuk dan sempat berpapasan di muka pintu tadi duduk di tepian meja sudut dekat jendela. Perempuan berbau gulali itu tidak mengambil sikap duduk dikursi. Dia memilih duduk di meja paling belakang dan menyilangkan kakinya di atas meja.
Rain bingung, sesaat dia berusaha untuk menjernihkan pikirannya alih alih bertanya. Sesaat seolah mendapat pencerahan, wajah Rain menjadi lebih tegang karena rasa takut yang sudah mulai mengunyah keberanian dan semangatnya. Rain yakin, ada dua kemungkinan yang terjadi saat ini. Yang pertama, ini adalah mimpi, atau yang kedua yang terburuk, dia berada di tempat makhluk ganjil yang kerap dilihatnya di sudut sudut jalan.
Rain kemudian mengambil sikap bergerak, dia berniat untuk keluar dari kelas tersebut, jadi Rain segera berjalan dengan langkah bergetar dan panic, tapi belum dua langkah dia berjalan menuju pintu keluar kelas, seseorang menghadangnya. Anak laki-laki yang tidak dikenalnya, wajahnya pucat rambutnya berantakan dan jatuh sampai di kening.
Anak laki-laki tersebut memandang ke arah Rain dengan pandangan beku yang langsung membuat Rain mengemeretukkan giginya karena langsung merasakan hawa dingin menyesak. Bau anak tersebut seperti bau baju lama yang tersimpan dalam lemari.
Tanpa disadari, Rain mundur setengah langkah kebelakang, nyali dan perasaannya sudah ciut, satu satunya kekuatan yang menopangnya hanya harapan bahwa itu mimpi.
“Hentikan Azel!” sentak suara dari belakang.
Rain kontan mengengok ke arah suara tersebut. Dia melihat wanita berbaju merah sudah melompat dari meja dan berdiri tegak. Dia berjalan yang membuat Rain terkesiap, wanita berbaju merah tidak sungguh sungguh berjalan, namun seperti terbang dengan posisi kaki mengambang rendah.
Wanita berbaju merah tersebut mendekat, berdiri tidak jauh dari Rain dan laki-laki dengan aroma lembab tersebut—yang disebutnya Azel— rambutnya yang panjang seolah melambai dan bergerak sendiri. Rain menelan ludah sesamar mungkin. Wanita berbaju merah tersebut mendekat, agak memutar dari sudut bangku, berdiri di samping laki laki yang dipanggilnya Azel.
“Kamu murid baru?” Tanya wanita tersebut.
Rain bingung untuk menjawab. Di satu sisi, Rain tidak yakin posisinya saat ini. Dan hal lainnya, dia yakin bahwa dia terbangun di kelasnya sendiri. Wanita tersebut menekukkan wajahnya, menyamping dengan wajah seolah penasaran, rambutnya jatuh ke samping, warnanya hitam dan panjang, sungguh indah sekaligus menakutkan.
Mendadak dalam pikiran Rain teringat kisah kisah macam sundel bolong, ataupun kuntilanak. Mereka sosok makhluk halus yang dianugerahi rambut panjang seperti wanita ini. Aroma manis yang keluar seolah dari rambutnya yang tergerai dan terus jatuh kebawah lantai.
“Ah, aku tahu, kamu pasti tersesat. Ini kali kedua ada seseorang tersesat di kelas kami.” Gadis berbaju merah itu mengangkat wajahnya. Tidak ada hal yang mengerikan dari perempuan ini. Dia sungguh sungguh normal, kecuali cara berjalannya yang membuat Rain yakin bahwa dia pun sama seperti semua orang yang berada di dalam kelas. “ Hanya saja…” gadis tersebut melanjutkan, “Kami sudah berjanji padanya untuk tidak mengusik kalian….ah, membosankan, padahal kami ingin sedikit bermain dulu…”
“Tersesat…?” Rain bertanya dengan gumaman.
“Kalau kau ingin pulang, jangan keluar dari kelas ini. Duduklah lagi dibangkumu.” Terang perempuan berbaju merah. “Agak menyebalkan harus membantu kalian. Tapi, daripada kami bermusuhan dengannya, lebih baik kamu tidak ada disini.”
“Sebentar…” sergah Rain, rasa takutnya sudah mulai berkurang, berganti rasa penasaran, “Ini, bukan mimpi?”
Perempuan wangi gulali itu tersenyum, “Anggap saja ini mimpi, perkaranya akan selesai tanpa masalah..” katanya
“Aku yakin kalian bukan mimpi…” tekan Rain.
Perempuan rambut panjang tersenyum, “Memangnya kamu berharap apa?” tanyanya.
“Kenapa saya bisa ada di sini?” Rain bertanya lagi.
Gadis tersebut mengangkat bahu, lalu kemudian berkata sedikit kesal, “Duduk kembali ditempatmu, dan pejamkan mata. Kalau kamu tidak segera kembali kami yang susah. Kami tidak ingin berurusan dengannya. Cukup sekali saja kami berurusan dengan orang itu”
“Orang itu?”
Perempuan berbaju merah sudah berbalik, lalu dia berkata “ Azel, kalau perempuan itu masih cerewet juga, jatuhkan saja tubuhnya dan buat dia merasakan kengerian…”
Lalu perempuan berbaju merah itu berlalu, memutar badannya dan melayang kembali. Rain mencoba mencegahnya, “Tunggu!” desak Rain. Tapi Azel sudah mendekat. Rasanya tubuh laki-laki bernama Azel ini seperti bongkahan es, bekunya luar biasa sehingga Rain mengurungkan niat untuk beradu badan dengan Azel.
Azel mendorongkan lengannya menyentuh lengan Rain. Sentuhan tersebut tidak keras, tapi membuat Rain buru buru menarik tangannya ke samping, tubuh Rain terdorong ke belakang. Salah seorang yang duduk di samping Rain mengeluarkan kakinya sehingga Rain terdorong jatuh kebelakang.
Untuk menghindari hantaman kebawah, Rain segera berguling sedikit, dia berhasil bertahan untuk tidak sampai menjatuhkan seluruh tubuh dan kepalanya. Lengannya sudah lebih dulu bergerak menahan tubuhnya. Rain terjatuh posisi terduduk, bunyi bangku terdengar keras.
“Rain!” suara Amelia menghentak karena terkejut. Rain mendapati tubuhnya terjatuh dilantai, ditatapi mata teman temannya yang keheranan dan guru di depan berhenti bicara. Rain terbengong-bengong. Hanya persekian detik dia menutup matanya, kondisi sudah berubah. Kelas aneh tersebut sudah raib, berganti dengan suasana biasa di kelasnya. Teman temannya masih teman teman yang sama. Gadis berambut panjang bau gulali tersebut hilang, begitupun Azel yang dingin dan lembab.“Maaf….” Kata Amelia sambil mengulurkan tangannya membantu Rain berdiri. “Padahal aku Cuma menyenggolmu sedikit, tapi kamu malah terjatuh begitu,” bisik Amelia merasa bersalah.“Rain—kalau kamu mengantuk, cuci mukamu dulu di toilet.” Ucap guru di depan yang disambut riuh teman temannya. Rain merasakan wajahnya panas. Tapi dia menahannya dan kemudian memilih untuk berdiri pamit ke toilet.**Rain membilas wajahnya berkali kali. Dipand
“Hei…” bisik Amelia, sambil menyenggol lengan Rain“Heh?”“siapa yang kamu lihat?”“Eh—tidak ada…”“masa? Kulihat ada yang menarik di belakang?” Amel menengok, lalu mengulum senyum. “Kamu lagi lihat si tukang tidur ya?”“Enak aja…”“Oh…” Amel mengangguk, “Tapi—“ potongnya, “Tarun sedang melihat kemari kayaknya. Tumben…”“Jangan dipedulikan,” sahut Rain berusaha mengalihkan pembicaraan.“Apa terjadi sesuatu?” bisik Amel tidak mau berhenti penasaran.“Enggak ada.”“Oh….”Kembali keduanya diam, tapi tidak dengan pikiran Rain. Dia masih sibuk menganalisis. Yang mula-mula dia analisis, adalah ucapan Tarun tentang “dia tahu”. Dan kemudian seolah di paksa mengakui sesuatu, Ra
“Waktu pertama kali saya bisa melihat, saya melihat sesuatu yang mengerikan—waktu dirumah sakit—dua wujud suster tanpa wajah dan tanpa pinggang” Cerita Rain. Dia merasa bergidik ketika mengingat moment tersebut. “Lalu, pernah juga melihat orang kate. Hitam, pendek dan gemuk. Ada juga hewan-hewan yang seolah berlaku seperti manusia.” Cerita Rain. Dia mengingat setiap moment dimana perasaan ketakutan selalu ditelannya. “Dan, mereka memiliki bau yang kuat.”“Bau?” Tarun menengok ke arah Rain, kerutan di tengah alis matanya terlihat.“Ya. Seperti bau kain pel, atau bau baju lembab. Kadang bau manis seperti gula, atau seperti bau pahit obat. Macam macam bau. Ada juga yang busuk kayak comberan, atau bau seperti pipis bayi. Macam-macam. Kadang itu sangat mengganggu.”“Ow, aku baru tahu yang seperti itu.”sungut tarun.“Memang kamu tidak mencium bau mereka?”&ldq
Motor yang dikendarai Tarun terus melaju ke arah Dago atas. Mereka melewati jalan layang surapati. Jembatan besar tersebut berdiri memayungi bawah mereka.Keduanya terus jalan lurus, menyusuri jalan ir H Juanda yang panjang. Di sisi kiri kanan jalan tampak deretan toko besar nan megah. Jalanan ramai lancar, beberapa kali motor mereka bertemu gerombolan anak anak sekolah yang menyesak masuk ke dalam angkot. Atau berdiri ditepian jalan bergerombol.Motor terus melaju. Kini kiri dan kanan mereka sudah masuk ke dalam daerah perhotelan ir H juanda. Udara mulai terasa dingin, dan jalanan terlihat seolah menghijau karena deretan pohon tinggi di beberapa ruas jalan.Motor mereka berhenti di persimbangan lampu merah antara jalan Dipati Ukur dan Siliwangi. Tidak sampai satu menit, lampu merah sudah berubah hijau, Tarun melajukan motornya dengan sedikit perlahan dan agak menepi.Motor tersebut masuk ke dalam restoran McD yang berdiri gagah dipersimpangan. Parkiran m
Tarun meletakkan tubuh Rain yang lunglai agak jauh dari goa. Terduduk di tanah. Napas Rain masih tersengal, namun dadanya yang terasa berat sudah mulai terasa enteng.“Aku tidak mengerti….” Ucap Rain lamat lamat, “Padahal tadi semua baik baik saja. Tapi begitu masuk goa, rasanya pengap, bau, bising dan lemas.”Tarun mengeluarkan minuman energy dari plastic yang dibawanya, menyodorkannya pada Rain.“Minum ini.”“Minuman energy?”“Penambah stamina. Kalau kamu merasa lapar aku sudah sediakan roti dan cokelat. Bisa menambah stamina dan gula darah agar normal lagi.”“Kenapa?”“Kok kenapa. Kamu lupa kita kesini untuk latihan.” Seru tarun.“Iya, latihan apa?”“Latihan mengontrol kekuatanmu untuk melihat.”“Memangnya apa yang aku lihat! Aku tidak melihat apapun.”“Kamu yakin?”
Berdiri di depan Goa dengan perasaan siap itu memberikan rasa yang berbeda bagi Rain. Udara lembab mulai menyapa dan membelai bulu disekitar tangan Rain. Bau menyengat perlahan terasa nyerupai kabut yang terus menutupi indra penciuman Rain. Ada beragam bau yang terasa. Bau harum yang menyengat, bau busuk yang samar, bau lembab yang dingin, bau amis yang menyeruak diantara kepungan bau yang beragam.Rain melangkah masuk ke dalam goa, seolah ada selaput tipis yang ditembusnya. Lalu pemandangan berubah secara cepat, hanya hitungan detik. Rain melihat keramaian yang luar biasa di dalam goa.Pandangannya yang semula gelap seperti tertimpa cahaya matahari secara tiba tiba, silau. Lalu kemudian pandangan tersebut mulai perlahan terbiasa. Rain melihat keramaian berkerumun, berjalan menyesak. Berubah menjadi pasar malam. Mereka ada yang berpasangan, ada juga yang sendiri sendiri.Kekuatan Rain serasa disedot oleh pesona keramaian dunia lain. Rain merasa seperti berputar
Kegelapan kembali pekat. Butuh sekitar dua puluh detik untuk membuat mata Rain terbiasa dengan kegelapan. Matanya membutuhkan waktu, namun tidak dengan indra penciuman Rain. Dia mendapati udara pekat bau muntahan. Sangat memuakkan dan membuat Rain merasakan gelombang desakan di sekitar perut seolah merambah ke arah tenggorokan.Rain merasakan tengorokannya panas dan pahit. Lalu di tengah kegelapan, Rain menemukan siluet siluet tubuh makhluk yang memiliki tungkai yang panjang sehingga lengan mereka terjatuh lunglai ke tanah. Setelah matanya terbiasa, Rain melihat ada sekitar tiga makhluk yang siluetnya hampir sama, ketiganya tampak berdiri melingkar disekitar Rain. Mendesah desah dan bergumam gumam dengan suara yang tidak jelas, air liur mahkluk tersebut menetes netes. Mulut ketiga makhluk itu bergerak gerak seolah tengah mengunyah.Tampaknya salah satu makhluk itulah yang menarik tubuh Rain sebelum dia keluar dari dalam goa. Tangan mereka yang panjang memungkinkan mere
Tarun menyorotkan senternya ke samping kiri dan kanannya.“Rain?” panggilnya. Dia menyorotkan kembali senter ke belakang, depan lalu memutarinya. Memastikan keberadaan Rain ada di dekatnya.Goa tersebut terasa lengang. “Rain!” panggil Tarun sekali lagi, kali ini suaranya dinyaringkan. Tarun berputar dan kemudian masuk ke dalam goa lebih dalam lagi. Keberadaan Rain seolah menguap hilang. Ada perasaan dingin yang menjalari ulu hatinya sampai ke kerongkongan. Tarun menelan ludah. “Rain!” panggilnya sekali lagi dengan suara cemas dan panik.Goa terasa sunyi. Suara Tarun yang nyaring memanggil Rain berubah menjadi gema yang kemudian bergaung di telinga Tarun sendiri.Hening.Tarun tahu, dia telah kehilangan Rain. pemuda itu mencoba berbikir cepat. Mencoba menganalisis apa yang kira kira tengah terjadi.Tarun masuk ke dalam goa lebih dalam lagi dan mulai membuka indranya. Lalu, goa sekitarnya