Tarun menyorotkan senternya ke samping kiri dan kanannya.
“Rain?” panggilnya.
Dia menyorotkan kembali senter ke belakang, depan lalu memutarinya. Memastikan keberadaan Rain ada di dekatnya.
Goa tersebut terasa lengang. “Rain!” panggil Tarun sekali lagi, kali ini suaranya dinyaringkan. Tarun berputar dan kemudian masuk ke dalam goa lebih dalam lagi. Keberadaan Rain seolah menguap hilang. Ada perasaan dingin yang menjalari ulu hatinya sampai ke kerongkongan. Tarun menelan ludah. “Rain!” panggilnya sekali lagi dengan suara cemas dan panik.
Goa terasa sunyi. Suara Tarun yang nyaring memanggil Rain berubah menjadi gema yang kemudian bergaung di telinga Tarun sendiri.
Hening.
Tarun tahu, dia telah kehilangan Rain. pemuda itu mencoba berbikir cepat. Mencoba menganalisis apa yang kira kira tengah terjadi.
Tarun masuk ke dalam goa lebih dalam lagi dan mulai membuka indranya. Lalu, goa sekitarnya
“Aku baru saja mau tidur. Kamu tahu bagaimana kerjaanku kan?”“Please bang, klo enggak urgen aku juga engga mau ganggu, tapi bang, temanku hilang!”“Serius? Oke, kamu ke sini sekarang klo gitu.” Putus suara di seberang telepon.“Terimakasih Bang. Aku akan segera ke sana!”Tarun segera memakai tas ranselnya, membuang semua sampah makanan yang dibawanya ke dalam tong sampah dan bergegas menuju ke tempat parkir.**Butuh sekitar satu jam untuk tiba di daerah sekitar Cijerah. Tarun memutar otak dengan cepat untuk mencari jalan tercepat menuju ujung bandung sebelah barat. Tarun memacu motornya dengan rata rata kecepatan 80 km/jam. Harus bersabar ketika mengantri di lampu merah. Lalu, ngebut ketika jalan dirasa lebih lengang.Cijerah merupakan daerah padat dipinggiran antara Bandung dan Cimahi. Untuk sebuah kota pinggiran, daerah Cijerah termasuk padat karena lokasi yang dekat dengan jal
Tarun menggaruk kepalanya, merasa keberatan. Terbayang dikepalanya, Langit. Nama lengkapnya Langit Rahardi. Sudut pandang Tarun tentang Langit hanya satu. Hampang. Ruang yang luas dan kosong. Satu-satunya laki laki yang membuat Tarun bergidik sendiri ketika berjumpa. Kalau manusia bisa terukur dengan keterbatasan dan kotak kotak di dalam dirinya, langit berbeda. Seolah tubuhnya seperti cangkang, dan di dalamnya hanya ada ruang hampa.“Apa tidak cukup hanya kita berdua saja ?” tawar Tarun.“Tidak mungkin Ru. Kamu tahu kan, yang energinya paling besar untuk bisa masuk ke dalam wilayah mereka hanya Langit. Lagipula, yang paling tahu informasi yang terjadi di sana, ya Langit.”“Aku kok ya tidak nyaman kalau bersamanya Bang.” Ucap tarun.“Terserah kalau kamu tidak mau bersamanya. Tapi, abang menolak membantu kalau tidak mengajak Langit. Apalagi ada gosip dari wilayah sana sedang terjadi perseteruan. Abang meno
Langit Rahardi adalah manusia paling misterius yang pernah ditemui Tarun. Tinggi langit 180 cm. tubuhnya kurus, jangkung. Bagian lengannya sedikit menonjol oleh lekuk otot. Bila Langit secara sengaja menggunakan baju kaos ketat, tonjolan otot menyembul secara samar. Wajah Langit lonjong dengan dagu yang runcing disampiri sedikit janggut. Bentuk kedua matanya seolah menonjol diantara dahinya yang lebar. Yang paling menarik dari Langit adalah bentuk mata dan alisnya yang begitu sempurna dan mempesona. Alisnya menyatu dan tepat menghiasi matanya dengan bola mata jernih yang hitam, tajam dan penuh misteri. Yang selalu membuat Tarun penasaran adalah usia Langit. Tarun memperkirakan usia laki-laki itu pada 30 an awal, begitupun Aji berpendapat. Namun, keduanya tidak tahu persis usia Langit yang sebenarnya.Bagi kebanyakan orang—dan kebanyakan wanita—sosok Langit menawan. Pembawaannya yang tenang membuat orang akan tertegun sesaat untuk memandangi dirinya. Namun, di satu
Rain membuka matanya, tubuhnya serasa kaku. Kedua lengannya berat seperti ada beban yang mengelayuti. Lehernya terasa kram, dan kakinya kesemutan. Hari sudah malam, kondisi kamarnya gelap. Ada sedikit sinar masuk dari celah jendela. Udara malam itu lembab dan pengap.Rain memperhatikan sekeliling sebelum bangkit dari tempat tidurnya. Dia memastikan segera bahwa itu adalah kamarnya sendiri. Dia tidak ingat kapan dia berhasil sampai ke rumah. Terakhir yang dia ingat hanya bergelantungan pada pundak makhluk besar yang melompat lompat ringan di bagian kota bandung entah sisi yang mana.Rain juga ingat bocah kecil dengan rambut mengembang nyaris gimbal yang terkesan nakal. Anak yang bernama Razel itu mengatakan mengenalnya, dan seingat Rain, dia tidak pernah mengenal anak dengan tampilan mencolok begitu. Kemudian dia teringat Tarun.Akh! Rain memukul kepalanya sendiri karena merasa bebal. Dia meninggalkanTarun di Dago. Entah bagaimana kabar teman sekelasnya itu. Rain
Rain memperhatikan, sambil berupaya berpikir jernih. “Kamu sebangsa jin bukan?”Razel tersipu, “Apakah sejelas itu terlihat?”“Mau apa kamu membawa saya ke sini?”“Ah..” Razel menggerakkan jari telunjuknya. “Kamu salah Rain. Aku tidak membawamu kesini—secara teknis, kamu sendiri yang kemari, bukan aku yang membawamu.” Jelasnya dengan sikap sok.“Bagaimana—tidak mungkin—buktinya, kamu ada disini.”“Ya,” angguk Razel, tampak penuh teka teki. Dia diam menunggu sekitar dua detik, berharap Rain bisa segera menjawab, namun wajah ketidaksabaran terpancar dari Razel sehingga dengan jumawa dia menerangkan sendiri. “Itulah misteri besarnya. Aku menghubungkan pikiranmu denganku. Jadi, ketika kamu membuka pintu masuk dunia jin, kamu akan segera menuju ke sini. Itu rencana brilian”“Masuk ke dunia jin—saya?” Rain tampak terp
“Rain.” Sapa Razel.“Hai Raz.” Seru Rain sambil melambaikan tangan bonekanya, seolah boneka itu yang menyahut. “Kamu kemana saja?”“Tidak kemana-mana.” Jawab Razel, dia terlihat sedih.“Kenapa?” Tanya Rain, dia berdiri sambil memeluk bonekanya, “Kamu kok kelihatan sedih?”Razel menatap Rain, menunduk. “Hari ini peringatan kematian ibuku,” jelasnya dengan wajah berduka.“Ibumu sudah meninggal?” Rain terkejut.“Ya. Sudah lama, tapi setiap peringatan kematiannya aku jadi bersedih.”Rain mendekat kearah pagar, mengulurkan tangannya pada tangan Razel yang sedang memegang jeruji besi pagar. Tangan Rain memegang tangan Razel, lalu Rain mengulurkan bonekanya. “Ini Tania. Hadiah ulangtahunku, Diberi bunda. Ini buatmu saja.” Ucap Rain tulus.Boneka berbentuk perempuan berambut lucu itu kini berpindah tangan lewat jeruji
Rain menghilang dalam robekan tembok dan kemudian robekan tersebut menutup sendiri secara ajaib. Bercak bercak kelabu semakin memenuhi ruangan.“Kita telat! Jin yang satu itu cepat sekali!” ucap laki-laki dengan aura merah cemerlang yang ternyata Langit. Auranya perlahan mengecil dan hanya berpendar di sekeliling tubuhnya saja.“Tadi Rain bukan?” Tanya Tarun.“Bukannya itu temanmu? Seharusnya kamu lebih mengenalnya.” Jawab Langit yang membuat Tarun keki.Langit memperhatikan ruangan tersebut. Mungkin lima menit lagi ruangan tersebut akan habis di makan bercak. “Kita pindah. Ini hanya ruangan antar dimensi saja. Hanya ruangan perbatasan saja.”“Kita tidak mengejar mereka?” Tanya Tarun sambil menunjuk ujung ruangan yang tadi digunakan Rain dan Razel pindah tempat.“Kita kembali dulu.” Jawab Langit.“Tapi—Rain, dia..”“Untuk sementara g
“Kau tahu Tarun, apa yang sangat menakutkan diperlintasan?” Tanya Aji ketika mereka berbicara tentang melakukan perlintasan.“Apa itu?”“jin Zebel. Itu adalah jenis jin rendah, tapi sangat menakutkan.”“Hah? Kenapa mesti takut dengan jin rendahan?”“Iya. Statusnya memang rendah. Kita yang hanya punya vidos tingkat menengah bisa menghalau dan mengalahkannya dengan cepat. Itu karena wujudnya kecil. Namun, kalau jin ini menggunakan kekuatannya, bahkan kita yang kuat pun bisa diseretnya ke dasar tergelap dalam diri kita.Jin zebel merupakan jin yang suka memanipulasi ingatan kita. Mencuri ketakutan kita, dan menjadikannya seolah nyata dalam pikiran kita,” Terang Aji. Dia menambahkan lagi, “bentuk jin ini kecil dengan perut buncit. Dia sering juga muncul di sekeliling orang orang yang serakah. Dia memanipulasi mereka akan rasa lapar, miskin, kesulitan sehingga mereka menjadi kalap dan ber