“Aku baru saja mau tidur. Kamu tahu bagaimana kerjaanku kan?”
“Please bang, klo enggak urgen aku juga engga mau ganggu, tapi bang, temanku hilang!”
“Serius? Oke, kamu ke sini sekarang klo gitu.” Putus suara di seberang telepon.
“Terimakasih Bang. Aku akan segera ke sana!”
Tarun segera memakai tas ranselnya, membuang semua sampah makanan yang dibawanya ke dalam tong sampah dan bergegas menuju ke tempat parkir.
**
Butuh sekitar satu jam untuk tiba di daerah sekitar Cijerah. Tarun memutar otak dengan cepat untuk mencari jalan tercepat menuju ujung bandung sebelah barat. Tarun memacu motornya dengan rata rata kecepatan 80 km/jam. Harus bersabar ketika mengantri di lampu merah. Lalu, ngebut ketika jalan dirasa lebih lengang.
Cijerah merupakan daerah padat dipinggiran antara Bandung dan Cimahi. Untuk sebuah kota pinggiran, daerah Cijerah termasuk padat karena lokasi yang dekat dengan jal
Tarun menggaruk kepalanya, merasa keberatan. Terbayang dikepalanya, Langit. Nama lengkapnya Langit Rahardi. Sudut pandang Tarun tentang Langit hanya satu. Hampang. Ruang yang luas dan kosong. Satu-satunya laki laki yang membuat Tarun bergidik sendiri ketika berjumpa. Kalau manusia bisa terukur dengan keterbatasan dan kotak kotak di dalam dirinya, langit berbeda. Seolah tubuhnya seperti cangkang, dan di dalamnya hanya ada ruang hampa.“Apa tidak cukup hanya kita berdua saja ?” tawar Tarun.“Tidak mungkin Ru. Kamu tahu kan, yang energinya paling besar untuk bisa masuk ke dalam wilayah mereka hanya Langit. Lagipula, yang paling tahu informasi yang terjadi di sana, ya Langit.”“Aku kok ya tidak nyaman kalau bersamanya Bang.” Ucap tarun.“Terserah kalau kamu tidak mau bersamanya. Tapi, abang menolak membantu kalau tidak mengajak Langit. Apalagi ada gosip dari wilayah sana sedang terjadi perseteruan. Abang meno
Langit Rahardi adalah manusia paling misterius yang pernah ditemui Tarun. Tinggi langit 180 cm. tubuhnya kurus, jangkung. Bagian lengannya sedikit menonjol oleh lekuk otot. Bila Langit secara sengaja menggunakan baju kaos ketat, tonjolan otot menyembul secara samar. Wajah Langit lonjong dengan dagu yang runcing disampiri sedikit janggut. Bentuk kedua matanya seolah menonjol diantara dahinya yang lebar. Yang paling menarik dari Langit adalah bentuk mata dan alisnya yang begitu sempurna dan mempesona. Alisnya menyatu dan tepat menghiasi matanya dengan bola mata jernih yang hitam, tajam dan penuh misteri. Yang selalu membuat Tarun penasaran adalah usia Langit. Tarun memperkirakan usia laki-laki itu pada 30 an awal, begitupun Aji berpendapat. Namun, keduanya tidak tahu persis usia Langit yang sebenarnya.Bagi kebanyakan orang—dan kebanyakan wanita—sosok Langit menawan. Pembawaannya yang tenang membuat orang akan tertegun sesaat untuk memandangi dirinya. Namun, di satu
Rain membuka matanya, tubuhnya serasa kaku. Kedua lengannya berat seperti ada beban yang mengelayuti. Lehernya terasa kram, dan kakinya kesemutan. Hari sudah malam, kondisi kamarnya gelap. Ada sedikit sinar masuk dari celah jendela. Udara malam itu lembab dan pengap.Rain memperhatikan sekeliling sebelum bangkit dari tempat tidurnya. Dia memastikan segera bahwa itu adalah kamarnya sendiri. Dia tidak ingat kapan dia berhasil sampai ke rumah. Terakhir yang dia ingat hanya bergelantungan pada pundak makhluk besar yang melompat lompat ringan di bagian kota bandung entah sisi yang mana.Rain juga ingat bocah kecil dengan rambut mengembang nyaris gimbal yang terkesan nakal. Anak yang bernama Razel itu mengatakan mengenalnya, dan seingat Rain, dia tidak pernah mengenal anak dengan tampilan mencolok begitu. Kemudian dia teringat Tarun.Akh! Rain memukul kepalanya sendiri karena merasa bebal. Dia meninggalkanTarun di Dago. Entah bagaimana kabar teman sekelasnya itu. Rain
Rain memperhatikan, sambil berupaya berpikir jernih. “Kamu sebangsa jin bukan?”Razel tersipu, “Apakah sejelas itu terlihat?”“Mau apa kamu membawa saya ke sini?”“Ah..” Razel menggerakkan jari telunjuknya. “Kamu salah Rain. Aku tidak membawamu kesini—secara teknis, kamu sendiri yang kemari, bukan aku yang membawamu.” Jelasnya dengan sikap sok.“Bagaimana—tidak mungkin—buktinya, kamu ada disini.”“Ya,” angguk Razel, tampak penuh teka teki. Dia diam menunggu sekitar dua detik, berharap Rain bisa segera menjawab, namun wajah ketidaksabaran terpancar dari Razel sehingga dengan jumawa dia menerangkan sendiri. “Itulah misteri besarnya. Aku menghubungkan pikiranmu denganku. Jadi, ketika kamu membuka pintu masuk dunia jin, kamu akan segera menuju ke sini. Itu rencana brilian”“Masuk ke dunia jin—saya?” Rain tampak terp
“Rain.” Sapa Razel.“Hai Raz.” Seru Rain sambil melambaikan tangan bonekanya, seolah boneka itu yang menyahut. “Kamu kemana saja?”“Tidak kemana-mana.” Jawab Razel, dia terlihat sedih.“Kenapa?” Tanya Rain, dia berdiri sambil memeluk bonekanya, “Kamu kok kelihatan sedih?”Razel menatap Rain, menunduk. “Hari ini peringatan kematian ibuku,” jelasnya dengan wajah berduka.“Ibumu sudah meninggal?” Rain terkejut.“Ya. Sudah lama, tapi setiap peringatan kematiannya aku jadi bersedih.”Rain mendekat kearah pagar, mengulurkan tangannya pada tangan Razel yang sedang memegang jeruji besi pagar. Tangan Rain memegang tangan Razel, lalu Rain mengulurkan bonekanya. “Ini Tania. Hadiah ulangtahunku, Diberi bunda. Ini buatmu saja.” Ucap Rain tulus.Boneka berbentuk perempuan berambut lucu itu kini berpindah tangan lewat jeruji
Rain menghilang dalam robekan tembok dan kemudian robekan tersebut menutup sendiri secara ajaib. Bercak bercak kelabu semakin memenuhi ruangan.“Kita telat! Jin yang satu itu cepat sekali!” ucap laki-laki dengan aura merah cemerlang yang ternyata Langit. Auranya perlahan mengecil dan hanya berpendar di sekeliling tubuhnya saja.“Tadi Rain bukan?” Tanya Tarun.“Bukannya itu temanmu? Seharusnya kamu lebih mengenalnya.” Jawab Langit yang membuat Tarun keki.Langit memperhatikan ruangan tersebut. Mungkin lima menit lagi ruangan tersebut akan habis di makan bercak. “Kita pindah. Ini hanya ruangan antar dimensi saja. Hanya ruangan perbatasan saja.”“Kita tidak mengejar mereka?” Tanya Tarun sambil menunjuk ujung ruangan yang tadi digunakan Rain dan Razel pindah tempat.“Kita kembali dulu.” Jawab Langit.“Tapi—Rain, dia..”“Untuk sementara g
“Kau tahu Tarun, apa yang sangat menakutkan diperlintasan?” Tanya Aji ketika mereka berbicara tentang melakukan perlintasan.“Apa itu?”“jin Zebel. Itu adalah jenis jin rendah, tapi sangat menakutkan.”“Hah? Kenapa mesti takut dengan jin rendahan?”“Iya. Statusnya memang rendah. Kita yang hanya punya vidos tingkat menengah bisa menghalau dan mengalahkannya dengan cepat. Itu karena wujudnya kecil. Namun, kalau jin ini menggunakan kekuatannya, bahkan kita yang kuat pun bisa diseretnya ke dasar tergelap dalam diri kita.Jin zebel merupakan jin yang suka memanipulasi ingatan kita. Mencuri ketakutan kita, dan menjadikannya seolah nyata dalam pikiran kita,” Terang Aji. Dia menambahkan lagi, “bentuk jin ini kecil dengan perut buncit. Dia sering juga muncul di sekeliling orang orang yang serakah. Dia memanipulasi mereka akan rasa lapar, miskin, kesulitan sehingga mereka menjadi kalap dan ber
Malam-malam di rumah sakit terasa mencekam. Tarun lebih banyak meringkuk dalam selimutnya. Dia akan membenamkan diri dalam selimut sampai semulut, dan beberapa kali juga Tarun menelungkupkan seluruh selimut pada tubuhnya. Itu beberapa kali dilakukannya ketika dia merasa ada makhluk tak dikenalnya mendekat.Dia akan membungkus tubuhnya, bersembunyi sambil gemetaran. Makhluk tersebut lebih merajalela di rumah sakit. Mereka mengambil bentuk beragam rupa. Ada yang suster tanpa wajah, ada juga makhluk berjenis ular dengan tubuh separuh manusia. ular itu lengket, berlendir dan berjalan di lorong rumah sakit.Mengendusi setiap yang sakit. Air liurnya selalu menetes membasahi setiap manusia yang di endusinya. Lalu, secara kebetulan—Tarun yakin ini bukan kebetulan—yang ditetesi liur itu akan sakit. Itu terjadi pada seorang ibu yang datang menjenguk saudaranya. Kasurnya tepat di samping kiri Tarun. Saat itu makluk serupa ular masuk dari pepohonan di depan rumah sakit
“Apa saya harus menagih pada si tukang tidur itu lagi?” tanya Rain pada Amelia.“Ya, kamu kan bendahara kelas ini.” Jawab Amelia tersenyum. Dia selalu merasa geli kalau mendengar omongan Rain yang terlihat paling enggan berhadapan dengan si tukang tidur, Tarun.“Kamu saja deh Mel.” Ucap Rain enggan.“Apaan sih, bulan lalu kamu kan nagih sendiri, malah kelihatannya setelah itu kalian jadi dekat.”“Saya? Dekat sama tukang tidur itu?….ooow, please deh.”“Oh, jadi salah ya? Padahal bulan lalu ada yang ngasih bocoran kamu jalan pulang sekolah bareng Tarun dan tampak akrab. Sering juga aku lihat dia curi curi pandang ke arahmu lho.”“Kapan?! Jangan ngarang ya Mel. Udah, deh daripada dengerin halukamu, mending saya ke sana, nagih tukang tidur itu.” Rain segera beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke arah meja Tarun. Gadis itu menolak untuk m
Langit membuka tangannya, sinar berwarna merah menyala dan kemudian melesat ke arah jin ifrit, jin tersebut langsung menghilang dan berpindah pada sisi lainnya. Tangan jin tersebut yang melar ditariknya kembali dan digunakan untuk menyerang Langit dengan cara meliuk dan berubah menjadi tajam dalam sekejap. Laki-laki tersebut langsung membuat tameng dimensi untuk menangkis lengan runcing tersebut. Terdengar suara benda beradu yang dasyat.Aji segera mengambil posisi berdiri, dan kemudian berlari. Diikuti Tarun dari belakang. Jin ifrit melihat keduanya berlari, tampak tidak senang, lalu mengulurkan satu tangannya lain yang bebas. Tangan tersebut menyentak, kemudian melar dan bergerak sangat cepat mengejar punggung Tarun.Langit segera membuka tangannya dengan cepat. Sebuah benda merah terlontar dari ujung telapak tangan Langit dan menyelubungi Tarun, Aji dan Rain tepat sebelum tangan runcing tersebut menyentuh punggung Tarun. Ketiganya terkurung dalam membran merah milik
“Apa tuan menginginkan kedua orang ini dibunuh?” tanya Razel sambil mendekat ke arah jin tersebut.“Apakah kau menginginkan mereka mati?” mahkluk tersebut bertanya kembali pada Razel.“Buatku, mereka sudah tidak berguna.”“Begitukah? Kalau begitu kau pun sama Nak.” Mendadak makhluk tersebut menusuk perut Razel. Razel mendelik, antara tidak percaya, dan rasa sakit. Tangannya mendekap perutnya yang ditusuk oleh makhluk tersebut. “Bagiku, kau pun sudah tidak diperlukan lagi.”Razel terjatuh sambil mengerang, wujudnya berubah perlahan. Dari atas kepalanya muncul tanduk yang panjang seperti tanduk rusa. Cuping hidungnya membesar. Lalu, kedua kakinya berubah menjadi seperti kaki kuda. Dalam keadaan kesakitan, razel tidak bisa mempertahankan bentuk penyamarannya dan memperlihatkan bentuk aslinya.“Sudah aku katakan Nak, hidup selama ribuan tahun akan membuatmu lebih bijaksana. Tidak mungkin
“Ah, ternyata diantara kalian bertiga masih ada yang tetap jernih.” Jin raksasa tersebut menyahuti.“Bocah, jangan pengaruhi Rain. dia harus menyelesaikan ini sesuai rencana!” Razel menghardik Tarun dengan kesal.Rain memandang ke arah Tarun, Tarun menggeleng. Lalu, dipandangnya Razel yang memberi isyarat untuk segera melakukan sesuai yang dikatakan jin raksasa tersebut. Hati gadis tersebut ditimpa keraguan.“Saya pikir ucapan Tarun ada benarnya,” ujar Rain perlahan. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi bila mahkluk sebesar itu dilepaskan ke permukaan. Pasti ada alasan tersendiri mengapa mahkluk tersebut dikurung di sini, bukan?”“Rain. kita sudah sejauh ini, tidak ada jalan mundur kembali!”“Selalu ada!” sentak Tarun, “Pilihan untuk mundur selalu ada, dan Rain berhak memutuskan untuk itu!”Razel mengeram marah, lalu kemudian dia melompat dan memukul Tarun.
“Tapi penjelasanmu tidak menjawab pertanyaanku?”“Sedikit banyak sudah terjawab wahai gadis manusia. Namun, memang kenyataan bahwa aku terkurung disini bukan karena kehendakku pribadi. Nah, cukup penjelasannya dari pertanyaanmu, sekarang kau jelaskan yang kau sebut smartphone itu.”“Baiklah,” ucap Rain mengalah. Dia memandang ke arah Tarun dan berbisik. “Ru, pinjamkah saya Hp.”Tarun membalas bisikannya, “Bukannya kamu punya?”“Ketinggalan di rumah.”Tarun kemudian mengeluarkan hanphone dari tas ranselnya dan menyerahkannya pada Rain. Rain mengambil handphone tersebut dan menaikkan tangannya sambil memperlihatkan handphone tersebut.”Kau lihat ini,” tunjuk Rain sambil mengacungkan hanphone milik Tarun. Dari balik jeruji, satu tangan jin tersebut menjulur, dengan kuku jarinya yang besar makhluk tersebut mengambil handphone yang disodorkan oleh Rain.&ld
Tarun dan Rain memandang dengan terperangah. Sekitar jarak lima meter, Razel memunggungi mereka. Dihadapan razel, dan juga mereka terdapat sebuah jeruji besi raksasa. Tinggi jeruji itu hampir sebesar gerbang yang mereka masuki.“Itu apa? Jeruji besi?”“Seperti itulah.” Sahut Razel ketika dia mendengar suara Rain dari belakang.“Sebesar itu?” Tarun tidak bisa menahan diri untuk bertanya.“Ya. Bayangkan, jeruji sebesar ini, kira kira apa yang dikurung di dalamnya?” ucap Razel masih dalam kondisi memunggungi kedua remaja tersebut.“Apa ini yang kita cari? Bom yang kalian bilang itu?”“Aku bahkan tidak bisa membayangkan bahwa ini yang akan kita temukan.” Komentar Rain.“Benar, kita tidak bisa membayangkannya. Tapi apapun itu, itulah warisan ribuan tahun yang sedang kita cari.” Jawab Razel.Mendadak sebuah tangan besar bergerak menyentuh jeruji besi
“Ayo kita masuk Rain!” ucap Razel sambil mengamit tangan Rain. Membran yang menyelimuti keduanya bergerak maju menuju pintu gerbang.“Sebentar, kita cari Tarun dulu!” Sergah Rain, karena mengkhawatirkan teman satu kelasnya itu.Rain menggerakkan tangannya. Lalu dari gelombang yang berputar putar di sekitar pintu, membran yang menyelimuti tubuh Tarun muncul. Rain langsung menarik membran tersebut mendekat, lalu menyatukan dengan membran miliknya.Tarun mengusap kepalanya yang terasa sakit, ketika Rain menyergapnya dengan pelukan lega.“Syukurlah, kamu selamat Ru! Saya cemas pas pintu gerbang tersebut terbuka dan kamu terlempar dari lubang kunci itu.” seru Rain. kecemasan yang semula membuncah hilang ketika mendapati Tarun selamat.Tarun kembali teringat, ketika jaring terakhir menghilang, dan pintu raksasa itu bergerak membuka, tubuhnya terpelanting karena hentakan pintu dan ikut terbawa pusaran di sekitar pintu.
Tarun berhasil mendekati asal cahaya tersebut dan juga menemukan Rain dan Razel berdiri pada sesuatu yang bersinar. Itulah asal cahaya tersebut. Dihadapan ketiganya sebuah gerbang raksasa dengan pendar cahaya berwarna emas. Gerbang itu berdiri kokoh tanpa penyangga.Rain menengok ke arah Tarun, lalu kemudian tangannya digerakkan. Perlahan membran yang menyelimuti ketiganya menyatu pelan pelan dan kini ketiganya berada dalam satu membran yang sama.“Apa itu?” tanya Tarun ketika ketiganya sudah terkumpul dalam satu membran sehingga bisa berkomunikasi.“Sepertinya gerbang.”“Bukan hanya sepertinya Rain, itu memang gerbang. Gerbang suci.” Sahut Razel, masih memandangi gerbang di hadapan mereka.“Untuk ukuran gerbang, itu sangat besar.” Ucap Tarun.“Kira kira tingginya 10 meter.” Sahut Rain.“Seperti yang disebutkan dalam buku. Gerbang suci, gerbang antara dunia jin dan duni
Rain memasukan perbekalan mereka ke dalam ransel yang dibeli Razel (atau dicuri). Makanan, hanphone, senter, tabung oksigen kecil dan robekan buku kuno tentang peta lokasi solomon legacy.Mereka memiliki benda tersebut setelah Tarun mengusulkan agar Razel membelanjakan beberapa barang persiapan sebelum mereka melakukan perjalanan. Saat itu, Tarun sudah tidak mau ambil pusing dari mana barang itu akan tersedia, saat ini mereka tidak memiliki banyak pilihan.“Kita berangkat?” tanya Rain.“Kamu siap Rain? kondisimu.”“Yang terbaik saat ini.”“Konsentrasi pada tujuan kita. Ini seperti membuka ruang kosong dan melakukan pindah dimensi secara cepat. Jangan lupa, lapisi dimensi supaya bisa tahan tekanan air, karena yang kita hadapi adalah tekanan bawah laut.”Rain menutup matanya. Lalu, dari seluruh tubuhnya keluar bentuk asap berwarna hijau, asap itu bergerak dinamis, semakin besar dan semakin meluas