"Bagus kau tidak menahan Lilia. Setelah menikah semua perempuan yang datang padamu memang harus kau benci seperti tadi. Aku puas melihat dia kecewa.""Aku tidak punya perasaan rumit semacam benci. Tindakanku hanya berdasarkan keuntungan dan kerugian. Lebih baik aku membiarkannya pergi ketimbang dia membuat masalah di sini.""Walau kau tidak membencinya. kau juga tidak menahannya. Itu sudah bagus!" Zenon mengacungkan jempol lalu tersenyum pada Amara yang datang menghantarkan pesanan. Amara meletakkan ice mocachino ke atas meja sembari mencari keberadaan Lilia, dia bertanya, "Dia pulang? Lalu pesanan Ini buat siapa?""Biar aku yang bayar," jawab Zean."Aku sudah mengusir pelakor itu." Dada Zenon membusung bangga, ia lalu menadahkan tangannya pada Amara. "Tidak perlu terharu. Cukup beri aku permen!" pintanya."Amara enggak punya permen.""Kalau begitu cepat beri aku keponakan!""Keponakan?""Segeralah melahirkan anak. Dengan begitu aku punya keponakan."Wajah Amara mendadak panas. Sebe
"Amara sudah lama menyukai Zean. Menikahlah dengan Amara!" ajak seorang perempuan dengan suara yang lantang. "Kamu itu wanita jelek, miskin, dan tidak berpendidikan. Kalau kamu memandangku dengan benar dan mengerti posisimu, seharusnya kamu paham bahwa kalimat tadi adalah kalimat yang sangat haram untuk diucapkan oleh perempuan sepertimu." Hanya perlu beberapa detik untuk Zean memberikan jawabannya. Lelaki itu banyak sekali menghadapi pengakuan cinta dari lawan jenis. Tetapi tidak ada yang serendah perempuan di depannya. Pada umumnya, wanita yang mengatakan cinta pada Zean adalah orang-orang dari keluarga terkemuka. Atau orang yang cukup percaya dengan kecantikan dirinya. Namun Amara? Dia bahkan tidak punya sesuatu untuk dibanggakan. Dia hanya bermodal nekat menyatakan perasaan pada lelaki tersebut. Air matanya mulai membumi di bawah langit taman yang mulai menjingga. Wanita itu tidak lagi berani menjalin kontak mata dengan lawan bicaranya usai mendapat jawaban yang menampilkan ken
Sebuah mobil mewah berwarna hitam memasuki jalan sempit. Daerah perumahan kalangan menengah bawah sangat jarang dimasukkan mobil sebagus itu. Wajar kalau mata mereka menyorot mobil yang kini berhenti di depan sebuah rumah Kecil dengan halaman lapang."Namamu Zean bukan?" tanya Rena.Dari kursi mengemudi Zean mengiyakan. Setelah kejadian di mana Amara mengajaknya menikah. Zean sama sekali tidak pernah membahas masalah yang sama sekali berbeda dengan persiapan pernikahan. Terlebih lagi bersama perempuan yang kini menjadi kakak iparnya tersebut."Begini, apa alasan pengakuan Amara kamu terima?" tanya Rena.Rena sudah sampai pada tahapan wanita usia matang. Meskipun Rena juga dikategorikan wanita cantik, namun dia belum menikah. Alasannya terletak pada kecelakaan beberapa tahun lalu yang merenggut kedua kakinya. Sejak saat itu kehidupan Rena mejadi suram. Bukan hanya karena biaya rumah sakit yang membebani. Tapi hilangnya sosok punggung kelu
Amara tidak lagi berada di atmosfer mimpi. Meskipun tahu itu, tetap saja badannya masih nyaman dalam balutan hangat selimut. Sangat sulit membuat kesadaran sepenuhnya dengan cepat. Jadi bola matanya mencoba memberontak agar kelopak mau memperkenalkan Amara pada dunia. Setelah disentuh cahaya, netra itu menangkap tiga sosok pelayan."Selamat pagi Nyonya Amara!"Pelayan itu membungkuk, senyumnya sopan dan formal. Amara yang setengah sadar segera bangun dan bertanya."Se-sejak kapan kalian berada di sana?""Kurang lebih setengah jam Nyonya," jawab salah satu dari mereka.Para pelayanan tersebut berbaris rapi di depan sana. Di antara mereka masing-masing mememegang sesuatu yang perempuan itu butuhkan."Se-setengah jam?""Iya."Bagaimana mereka bisa masuk ke kamar dan menunggunya selama setengah jam? Apa ini karena Zean sudah datang? Di mana suami tercintanya itu meletakkan badan? Di bawah selimut? Di bawah b
"Waitress itu harus lebih pandai merawat diri, Ra," ucap Lina ketika Amara datang padanya dan memberikan kertas pesanan pada Rian. "Bisa-bisa pelanggan kita kabur karena penampilan kamu.""Bukannya pengunjung masih ramai kaya biasanya, ya?" tanya Amara sambil mengernyitkan dahi. "Mereka juga gak ada yang komplain tentang penampilan Mara yang kaya gini.""Ya itu karena dua cowok ganteng selalu datang ke kafe kita."Lina menghembuskan napas."Harus kamu akui penampilan benar-benar mempengaruhi kesan seseorang!" ucap Lina lagi dengan nada memaksa.Lina prihatin dengan Amara yang semakin hari semakin berantakan dalam berpenampilan. Berkenaan dengan bakat manusia yang menggunakan mata untuk menilai pertama kali. Menjadi pelayanan dengan penampilan bagus seharusnya mempengaruhi pengunjung laki-laki di kafe.Buka sekali dua kali Lina menegur Amara. Namun perempuan tersebut selalu acuh tak acuh. Mungkin beberapa waktu Amara sempat
Langkah Zean terhenti saat melihat seorang perempuan keluar dari ruangan tempat Zenon di rawat. Pasalnya, Zean bahkan belum memberitahu orang tua Zenon tentang keadaan anaknya. Lalu bagaimana perempuan bernama Katia tersebut bisa sampai ke sini."Apa yang kamu lakukan?" tanyanya."Hanya berkunjung."Katia sepintas menatap Amara yang berada di samping Zean. Sedangkan Amara yang merasa ditatap dengan penuh kebencian menundukkan kepala dan sedikit menyembunyikan badan."Bagaimana kamu tahu Zenon berada di sini?""Dia menelponku barusan. Zenon mengkhawatirkanku karena pada waktu dia diculik aku dan dia sedang bersama.""Oh ... kalau begitu kami masuk dulu."Zean dan Amara melangkah melewati Katia. Ketika Zean memegang gagang pintu, perempuan tersebut menghentikannya.Katia masih tidak mengerti kenapa Zean menikahi Amara. Padahal dari segi manapun Katia jauh lebih baik ketimbang perempuan tersebut.
Amara mengistirahatkan badan di kasur yang menurutnya terlalu empuk. Dia cukup lelah hari ini walau tidak selelah sebelum kesehariannya memiliki suami. Dikarenakan Zean sudah melepas beban di pundaknya mengenai uang. Jadi, Amara tidak harus melakukan pekerjaan sampingan lagi seusai bekerja di Kafe Lina.Saat perjalanan pulang dari rumah sakit tadi, seperti janjinya, Zean memberikan kartu ATM dan kartu kredit pada Amara. Amara bebas menggunakan pemberian tersebut sesuai kebutuhan, termasuk membantu keluarganya yang serba kekurangan. Zean juga bilang kalau dia akan selalu mengisinya setiap bulan.Awalnya Amara ragu karena nilainya lebih dari yang dia bayangkan. Bagaimana bisa dia memakai uang sebanyak itu. Menurutnya, meskipun Amara jalan-jalan di pasar setiap hari. Dia hanya akan bisa menghabiskan nol koma sekian persen dari uang yang diberikan suaminya. Zean mengatakan untuk tidak terlalu memikirkan tentang hal itu. Suaminya itu juga menjelaskan, mungkin se
"Aku tidak tahu ini bisa membuatmu senang atau tidak. Tapi aku dengar Zean punya adik bernama Reyzen yang akan segera lulus. Karena kakaknya bersekolah di SMA Gen, aku rasa adiknya juga akan melanjutkan pendidikan SMA-nya di sana.""Reyzen?""Iya.""Kalau begitu aku akan menyimpan namanya. Mungkin ada beberapa hal yang akan terjadi. Tapi aku akan menjaga langkahku agar tidak melanggar perjanjian itu."Mida tersenyum penuh arti seolah menemukan sebuah berlian besar. Bohong kalau dia tidak tertarik dengan Elkira yang akan menjadi adik kelasnya. Seperti apa wajahnya, seperti apa kepribadiannya, sungguh Mida menantikan hal itu."Oh ya, untuk sekarang aku tidak akan memaksamu untuk ikut andil dalam yayasan. Jadi kamu bisa fokus mengejar laki-laki tersebut. Anggap saja itu kemurahan hatiku.""Aku tidak berniat menjalin permusuhan dengan keluarga Diananta. Jadi aku akan ikut yayasan dengan senang hati," kata Katia."Apa Mahendra