"Hahhhhh, capeknya!” keluh Ama.Amalthea dan Orion baru saja pulang dari pernikahan Azura dan Raffael. Mereka diundang oleh Sarah karena wanita paruh baya itu merasa berhutang budi. Jadi, pasutri tersebut datang untuk menghormati.Orion yang baru saja kembali dari Bandung menyempatkan diri untuk kondangan. Jadi, kini tubuhnya terasa lelah luar biasa, apalagi ia tak memakai supir sehingga lelahnya double.“Hem. Sama, aku juga capek, Yank. Kamu mau makan lagi gak?” tanya Orion. Berusaha mengabaikan rasa lelahnya dan lebih mengutamakan sang istri. Jika boleh jujur, dua hari kemarin Orion hampir tumbang karena saking sibuknya ngurusin kerjaan dan istri. Bukan tidak ikhlas mengurusi istri, melainkan tubuh lelaki itu juga butuh istirahat. Amalthea yang sedang menaruh tas di atas meja segera menoleh pada sang suami. “Gak, Mas. Masih kenyang,” balasnya sambil mengusap perut yang sudah tampak gendut.Sekarang, usia kehamilan Amalthea sudah memasuki 5 bulan. Wanita itu sudah melewati trimeste
“MAS!” teriak Amalthea ketika melihat suaminya jatuh ke lantai. Saking paniknya, Ama tak sadar sudah berlari untuk menghampiri Orion. Beruntung, ia tak terpeleset, atau jatuh ke lantai hingga membahayakan nyawanya dan anak di dalam kandungan.“Mas! Kamu kenapa? Bangun, Mas!” Amalthea yang panik langsung menepuk-nepuk pipi sang suami dalam pangkuannya. Ia bahkan menangis keras karena usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. “Bi! Bibi!” jerit Amalthea meminta bantuan.“Iya, Non.”Amalthea segera melihat ke arah kedua pembantu di sana. “Bi! Panggil Pak Supri buat antar Tuan ke rumah sakit. Sekarang juga!” titahnya pada si pembantu A.“Baik, Non.” Bibi A pun bergegas keluar kamar Nyonya dan menghampiri Supri yang berada di luar. Sementara itu, Bibi B masih menemani Ama dan Orion yang kini sudah tak sadarkan diri. “Non, Ini pakai minyak kayu putih coba. Mungkin bisa dibalurkan ke bagian tubuh Den Rion,” usulnya.Ama pun mengambil minyak tersebut, kemudian membalurkan ke perut hingga d
“Pengakuan apa, Nak?”Amalthea mendorong kotak makan yang baru saja dimakan sedikit. Nafsu makannya benar-benar sudah hilang hingga ia memilih untuk menyudahi. Erik kini sudah berjalan meninggalkan kursi kecil di samping Orion untuk menghampiri sang menantu. “Jangan bikin Papa penasaran dong, Nak!”Amalthea sedikit berdeham sambil menggeser duduknya lantaran Erik memilih untuk di space kosong di sampingnya. Tidak begitu dekat, tetap tidak berjarak jauh.Jujur, Ama takut jika ayah mertuanya akan marah jika mengetahui bahwa selama ini Orion banyak berkorban untuknya. Namun, ia juga tidak bisa menutupi rahasia itu selamanya. “Sebenarnya, Mas Rion udah banyak banget berkorban untuk kami,” ujar Ama sambil mengusap perutnya. “Kami pernah bertengkar dulu karena masalah anak ini,” akunya kemudian.Kening Erik mengernyit bingung. “Maksudnya gimana?” Lelaki paruh baya itu sampai memajukan posisi duduknya karena suara Ama cukup lirih hingga ia mendengarnya samar.Amalthea menarik napas sebenta
“Untuk masalah kerjaan yang di Bandung, aku harus sesekali ikut ya, Pah. Soalnya, pihak klien minta Rion tetap bertanggung jawab atas kerja sama itu!” Erik menggeleng melihat sifat keras kepala anaknya. Ia kemudian mengadu pada sang menantu. “Lihat kelakuan suamimu, Ma! Gak bisa diem banget, kan?” Amalthea cemberut. “Emang gitu, Pah. Mas Rion itu terlalu banyak mikirin orang lain, sampai lupa sama diri sendiri!” sindirnya pedas.Orion terkekeh lemah. “Aku janji setelah ini bakalan istirahat, Sayang. Lagian, gak lama lagi kok kerjanya di Bandung selesai,” kilahnya. “Tapi, bukan karena kamu lagi jatuh cinta sama klien kamu, kan?” Mata Ama terlihat melotot penuh curiga pada sang suami.“Astaghfirullahaladzim kok kamu ngomongnya gitu sih Yang. Mana mungkin sih aku sampai jatuh cinta sama perempuan lain. Bagiku kamu sudah jauh lebih dari cukup Sayang.”“Lihatlah kelakuan anaknya, Pah! Lagi sakit aja masih sempet-sempetnya ada yang gombalin aku,“ adu Ama kepada sang mertua. Namun, rona m
“Gak da apa-apa, sih.” Orion mengalah daripada berdebat dengan sang istri. Lagipula, Kirun juga tidak mempermasalahkan. “Seenak kaku aja, Yank.”Amalthea kemudian tersenyum senang. “Makasih, Sayang.”***Kini, waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Seorang wanita cantik dengan kaos polos lengan pendek dan dipadukan dengan celana jeans panjang tengah berjalan menuju sebuah mansion yang sering didatanginya.I“Ya Allah, capek banget, njir. Tapi, demi bisa ketemu keponakanku yang ganteng dan imut, aku rela,” gumam wanita tersebut. “Masuk, ah!”“Hai, Cantik!”Langkah Farah seketika terhenti ketika mendengar suara seseorang di belakang tubuhnya. Ia menoleh dan menemukan sosok 3 orang pria tampan yang baru saja turun dari mobil. Farah menaikan satu sudut bibirnya muak melihat seseorang baru saja menggodanya. Tanpa menjawab, ia langsung berjalan meninggalkan ketiga lelaki yang berada di belakang tubuhnya.“Njir, gue dikacangin,” celetuk lelaki itu shock yang tidak lain dan tidak bukan Kirun
“Mau cerita apa? Oh ya, ngomong-ngomong bukannya kamu lagi deket sama si Gunawan?” Orion menimpali. Namun, sebelum itu ia meminta bibi membantunya membawa Omar ke kamar. “Baik, Non.”Setelah itu, Ama bisa mengobrol dengan santai tanpa takut jika Omar terganggu. Lagipula, obrolan mereka pasti akan sedikit panjang dan privasi. Orion sendiri berada di seberang sofa yang ditempati Ama dn Farah. Ketiga temannya juga sibuk menertawakan obrolan mereka yang cukup random.Kembali lagi pada Ama dan Farah. Mata Farah membelalak kaget mendengar pertanyaan Ama. “Loh, kok kamu tau? Perasaan aku belum cerita ke kamu, deh!”Ama mengibaskan tangan seolah meminta Farah untuk tidak memikirkan dari mana informasi yang ia dapat tentang kedekatan si teman dengan Gunawan. “Kamu gak usah mikirin dari mana aku tahu. Yang penting sekarang kamu cerita!” todongnya.Farah terlihat menarik napas panjang, lalu melirik sebentar ke arah ke-4 lelaki yang kayaknya tengah sibuk saling mengobrol. Namun, tatapannya ju
“Yakin dan gak yakin,” jawab Ama ambigu. “Lagian, itu tergantung bagaimana mereka memperjuangkan kamu,” sambungnya tanpa melihat si teman. Farah tentu mengerti apa yang dimaksud oleh Amalthea. Namun, ia masih belum terbiasa dengan para lelaki yang ingin menjadikannya sebagai permaisuri di dalam hatinya.Ama melihat Farah yang hanya bengong kemudian menepuk bahu si teman. “Zaman udah berubah, Far. Perempuan pun sekarang tidak masalah untuk menyatakan cintanya terlebih dahulu. Apalagi, jika orang yang kita cintai terlalu lama menggantungkan hubungan kita.”Farah mengembuskan napas cukup keras. Sekali lagi, dia melihat ke arah Kirun, Farhan, serta Gino. Mereka memang sudah pantas untuk rumah tangga sama seperti dirinya yang usianya sudah cukup matang. “Apa aku nggak terlalu percaya diri, Ma, karena menganggap salah satu diantara mereka itu menyukaiku?” Ama mendengkus dengan pertanyaan dari para. “Dari kacamata yang aku lihat, Kirun emang suka sama kamu, Far. Dari gerak-geriknya yang s
Ama mengedikkan bahu. “Hidupku terlalu sibuk untuk memantau atau mengurusi urusan teman-temanku. Lagipula, Farah juga pasti tahu kok si mantannya adalah orang yang tidak baik.”“Ralat! Bukan mantan melainkan hanya teman,” sambungnya lagi. Setelah itu, Ama meninggalkan ruang tamu untuk menuju ke kamar di mana Omar berada. Namun, baru saja ia duduk di ranjang, ponselnya yang ada di atas nakas berdering.Ternyata, sekretaris almarhum ayahnya yang menelpon. “Tumben nelpon pak Dodi? Apa jangan-jangan ada masalah di kantor, yah?”Setelah bergumam, Ama segera menempelkan ponsel itu ke samping telinga. Ia menyapa duluan. “Iya, Pak. Ada apa?” tanyanya to the point.“Begini, Nona. Sepertinya ada seseorang yang berniat untuk menghancurkan perusahaan kita.” Suara Dodi di seberang telepon terdengar. “Ada beberapa laporan yang sangat jomplang dan setelah saya periksa, memang ada yang tidak beres, Non!”“Maksud kamu ada tikus di dalam perusahaanku?” Ama paling tidak suka ketika orang-orang yang dia