Pekik tangis keempat gadis itu memancing perhatian para tetangga, satu persatu para tetangga datang, bahkan bude sumi berlari ke rumah pak RT setelah mendengar kabar buruk tersebut.
Keempat gadis itu hanya bisa menangis tak lagi bisa mengontrol emosi mereka, beberapa tetangga wanita mencoba menenangkan para gadis tersebut. Pak polisi akhir nya menjelaskan pada pak RT kronologi kejadian kecelakaan yang menimpa bus yang di tumpangi ibu, menurut polisi tidak ada satu pun penumpang yang selamat, karena jurang nya lumayan dalam, bahkan proses evakuasi nya aja memakan waktu berjam jam . Jenazah ibu akan segera di antar kan setelah proses investigasi selesai. Semua tetangga bersiap menyambut kepulangan jenazah ibu, begitu lah tradisi di kampung mereka, jika ada kabar duka seperti ini seluruh warga bahu membahu membantu seluruh proses tanpa di minta. Rumah di bersihkan, sebuah kasur di gelar di tengah ruangan. Kursi kursi plastik dan tenda juga di gelar di depan rumah untuk tempat duduk para warga yang datang melayat. Para ibu ibu menemani keempat gadis yang masih menangis, empat gadis kecil kini tak lagi punya orang tua yang akan menjaga mereka, ayah minggat dengan janda kampung sebelah entah kemana dan ibu meninggal dengan tragis. Jam sepuluh pagi suara sirine ambulance membahana memasuki kampung mereka, mobil nya belum terlihat tapi suara nya sudah melengking memecah keheningan. Semakin dekat mobil nya semakin keras suara nya, suara nyanyian kematian yang mengantarkan kepedihan menuju tempat tujuan nya. Sirine berhenti tepat di depan rumah Namiya, warga langsung mengerumuni mobil tersebut. Dua petugas turun dan membuka pintu belakang lalu menarik keluar brankar di mana sosok ibu terbujur di selimuti kain putih. Pekik tangis kembali membahana, kali ini tidak hanya dari ke empat gadis tapi juga dari para warga,ibu ibu yang selama ini bergaul dengan ibu Nia sebagai tetangga,semua nya menangis sesegukan. Jenazah ibu di bawa ke dalam rumah dan di baringkan di kasur yang sudah di persiapkan oleh oleh semua warga. "Ibu... Ibu... Ibu... Ibu..." panggilan dari ke empat gadis saling bersahutan, panggilan yang membuat siapa saja semakin sedih mendengar nya. Panggilan penuh kepiluan dan putus asa. Para warga bahu membahu memegang dan memeluk ke empat gadis tersebut. Para warna mengganti kain putih dari rumah sakit dengan kain jarik yang mereka temukan di dalam lemari. Saat di buka wajah ibu Nia bersih tidak terlihat luka menganga yang besar seperti yang biasa di temukan di jenazah korban kecelakaan. Hanya ada beberapa goresan goresan tapi saat hijab nya tersingkap terlihat memar besar membiru di dada nya. * * * Karena tidak ada lagi yang alan di tunggu warga memutuskan untuk memulai seluruh proses pengurusan jenazah, memandikan dan mengkafani lalu seluruh warga berbondong bondong menuju masjid untuk shalat jenazah. allahummaghfirlaha warhamha wa'aafihi wa'fu'anha. Setelah selesai shalat jenazah berjamaah, ibu di antar kan menuju tempat peristirahatan yang terakhir nya di pemakaman kampung di ujung desa. Perjalanan terakhir ibu Nia di antar kan dengan iring iringan warga. Namiya bersyukur mereka tinggal desa, saat ada kematian seperti ini warga bahu membahu membantu menyelenggaran jenazah. Jika mereka tinggal di kota Namiya mendengar jika semua nya harus di bayar. Bahkan untuk menggali kubur pun harus di bayar. Sedangkan di sini, kuburan di gali oleh bapak bapak yang membantu dengan ikhlas. Saat tubuh ibu yang sudah di bungkus pakaian terakhirnya di masukkan ke dalam liang lahat tangisan kembali pecah dari ke empat gadis tapi kali ini berbeda, Namiya tidak lagi menangis keras, air mata nya hanya mengalir saja dengan tangan kurus nya dia memeluk ke tiga adik nya. Namiya ingin ibu melihat keteguhan nya, sebagai anak tertua, agar ibu bisa pergi dengan tenang, ibu bisa mempercayakan ketiga adik nya dalam pengawasan dan penjagaan nya. Namiya mengangkat dagu nya, sebagai bukti jika dia akan kuat mulai sekarang, tidak akan lagi lemah, karena saat ini kelansungan hidup dan masa depan adik adik nya berada di tangan nya. Setelah semua selesai satu persatu warga pamit, dan memberi ucapan bela sungkawa pada ke empat gadis yang masih belum bergerak dari tempat nya. Saat hanya tersisa mereka berempat, Namiya menarik adik adik nya mendekati gundukan tanah merah bertabur kelopak mawar dan melati serta aroma wangi daun pandan dan air mawar. Mereka berlutut tanpa suara, mata di pejamkan dengan bibir bergerak membacakan doa buat sang ibu yang sudah bersama sang pencipta. "Kalian duluan aja... Mbak masih mau di sini sebentar lagi" ucap Namiya "Jangan lama lama ya mbak" ucap Nalisa yang di jawab dengan anggukan kepala Namiya. "Bu... Semalam sebelum ibu berangkat ibu bilang ibu nitip adik adim sama Miya karena Miya adalah yang tertua, apa ibu bilang begitu karena ibu tau kalau ibu mau meninggalkan kami selama nya?" "Ibu nggak usah khawatir, Miya akan melakukan segala nya bu agar adik adik bisa hidup, bisa punya pendidikan,bisa punya masa depan yang cemerlang." "Miya sombong ya bu kalau bilang begitu? Tapi Miya janji bu... Miya akan mengusahan yang terbaik buat mereka bertiga bu, jadi ibu bisa pergi dengan tenang, ibu bisa mempercayakan mereka bertiga sama Miya" ucap Namiya lirih. "Bu... Miya pamit ya... Karena ibu sudah dekat dengan Allah, ibu mintakan sama Allah agar Miya bisa kuat ya bu... Agar selalu ada jalan buat Miya dan agar Pintu rezki Miya dan adik adik terbuka dengan lebar" ucap Miya sambil mengusap nisan kayu bertuliskan nama sang ibu. Namiya segera berdiri dan membalikkan tubuh, tiba tiba sebuah angin lembut menyapu tubuh mungil nya. Hijab pasmina nya bergerak mengikuti gerakan angin. Namiya memejamkan mata, dia seakan merasa angin lembut itu adalah pelukan terakhir sang ibu. Pelukan yang membuat semangat Namiya seakan kembali. * * * "Saya dari pihak jasa rahardja mbak, karena ibu mbak mengalami kecelakaan angkutan umum dan memiliki tiket resmi, ahli waris berhak mendapat santunan dari pemerintah, besok pagi bawa lah fotocopi surat surat ini dan datang lah ke kantor jasa rahardja, dengan begitu klaim asuransi nya bisa segera di cairkan" seorang pria muda yang sudah di rumah saat Namiya dan ke tiga adik nya sampai di rumah menyampaikan maksud dan tujuan nya. Namiya memandang ketiga adik nya. "Bahkan saat ibu sudah pergi, ibu masih meninggalkan pada kami biaya hidup sementara hingga kami masih bisa hidup hingga aku menemukan pekerjaan." bisik Namiya di dalam hati nya ***"Tok... Tok... Tok..." pintu rumah di ketuk dengan keras dari luar, Namiya yang sedang memasak untuk makan siang ketiga adik nya beranjak menuju pintu depan.Sudah dua minggu sejak kepergian ibu, Namiya merasa tubuh nya masih belum pulih dari rasa kehilangan. Memang mereka sudah kembali ke sekolah, Miya kelas 3 SMA, Nalisa kelas 2 SMA, Namira kelas 3 SMP dan si bungsu Nafisa kelas enam SD.Awalnya Namiya berniat untuk berhenti sekolah dan mencari kerja, tapi kedatangan pihak jasa rahardja ke rumah nya merubah segala nya. Namiya yang datang ke kantor jasa rahardja bersama bude Lilis tetangga yang selalu membantu keluarga mereka, pulang dengan membawa uang dengan nominal yang sangat besar bagi Namiya. Lima puluh juta yang di masukkan ke dalan rekening yang baru saja di buat dengan menggunakan uang bude Lilis sebagai uang pangkal.Tangan Namiya bergetar."Bude sebenarnya mau mengucapkan selamat nduk atas uang nya, tapi bude sadar uang sebanyak ini tidak sebanding dengan kehilangan k
"Tapi juragan Namiya masih kecil dia baru saja naik kelas tiga SMA." ucap bude Lilis "Benar juragan, dia masih di bawah umur, juragan bisa kena masalah menikahi gadis di bawah umur" ucap kang Dirman. "Alah... Apa sih yang nggak bisa kalau pakai uang, nikah siri itu gampang, tinggal baca ijab qabul, kasih mahar dan kasih amplop buat penghulu, udah selesai" ucap juragan Kasman dengan arogan. "Saya menginginkan gadis itu, jiwa muda saya bergelora saat melihat nya, jadi bagaimana dek Miya, kamu mau kan jadi istri ke empat mas, mas janji akan membahagiakan kan kamu lahir bathin, mas ini masih sangat perkasa dan uang mas sangat banyak, mas bisa memberikan apapun buat kamu" ucap juragan Kasman. Rasa jijik di hati Miya membuat perut nya melilit... Mual... Ingin muntah... Panggilan mas yang di selipkan oleh juragan Kasman pada diri nya membuat Namiya ingin muntah. "Tidak perlu kek... Kami akan segera pindah, hari ini juga" sebuah suara menjawab ucapan juragan Kasman. Tiga gadi
"Tapi mbak...""Lis, mbak insyaallah akan baik baik saja, mbak akan manjaga diri, mbak akan mencari pekerjaan yang lebih baik nanti di jakarta,pekerjaan ini hanya sementara, jika ada kesempatan mbak akan nyari kerja yang lebih baik," ucap Namiya "Ya udah kalau mbak sudah yakin," ucap Nalisa. "Lis, mbak titip adik adik sama kamu ya,kalau nanti mbak udah ketemu kerjaan yang lebih bagus mbak akan nyari kontrakan yang agak besar dan kita semua bisa pindah ke kota, kalian bisa melanjutkan sekolah ke kota" ucap Namiya "Iya Mbak nggak usah khawatir, aku akan jaga mereka berdua." ucap Namiya. "Ini kemarin mbak narik uang 13 juta, dan mbak sisa kan 10 juta sebagai uang darurat kita sepuluh juta, mbak harap uang itu jangan sampai terpakai dulu sampai mbak dapat gaji" ucap Namiya."Akan aku usahakan mbak" jawab Nalisa "Ini mbak ambil ya dua juta buat pegangan mbak ke kota, dua juta buat uang pangkal dan uang seragam Namira masuk SMA, satu juta uang pangkal Nafisa masuk SMP. Satu juta persia
"Mbak Nuri yakin ini restoran?" tanya Namiya dengan suara bergetar, tampilan bangunan yang mereka tuju tidak seperti bayangan Namiya, tidak seperti restoran restoran yang Namiya lihat di televisi. Setelah perpisahan penuh air mata akhir nya di sini lah Namiya sekarang, di sebuah tempat dengan pencahayaan yang minim dengan dua pria bertubuh besar dengan kaos hitam pas badan berdiri menjaga pintu. "Iya ini memang restoran yang akan kita tuju, beda nya dengan restoran yang lain, restoran ini hanya buka mulai dari jam 11 malam saja, tapi kita karyawan sudah harus berkumpul sejak jam sembilan malam" ucap Nuri. "Tapi mbak, aku pikir restoran nya buka pagi tutup nya malam, restoran apa yang buka nya malah malam" ucap Namiya. "Sama aja, udah... ayo masuk, mbak kenalin sama madam Lesti pemilik restoran ini" ucap mbak Nuri sambil mencekal lengan Namiya dan menarik nya masuk ke dalam. "Tapi mbak... perasaan ku nggak enak... entah kenapa rasa nya ada yang salah" ucap Namiya sambil beru
Namiya dan gadis bernama Putri yang di kurung di kamar yang sama di dandani oleh dua orang gadis di bawah pengawasan oleh wanita seperti bos yang di panggil madam tersebut.Namiya dan Putri tidak bisa berontak karena selain ada sosok madam tersebut juga ada dua bodyguard bertubuh besar yang mendampingi madam itu.Di depan kedua bodyguard itu Namiya dan Putri di telanjangi dan di pakaian kan pakaian baru, sebuah gaun pendek setengah paha nyaris transparan berwarna merah menyala buat Namiya dan hitam pekat buat Putri.Saat pakaian nya di lucuti di hadapan dua pria tanpa ekskresi tersebut rasa nya harga diri Namiya sudah hancur seluruh nya.Setelah selesai kedua gadis itu di seret oleh kedua pria tersebut Namiya dan Putri hanya bisa melangkah terseok mengikuti pria pria tersebut.Namiya dan Putri dia bawa ke sebuah ruangan tertutup, di sana sudah ada lika gadis lain yang menggunakan pakaian kurang bahan yang sama seperti mereka berdua.Walaupun ada tujuh gadis di dalan ruang tersebut tap
"Dokter maaf apa boleh saya meminjam telepon saya harus menghubungi adik adik saya, mereka pasti sangat cemas..." tanya Namiya pada dokter di depan nya."Tentu saja..." ucap Dokter tersebut sambil menyerahkan ponsel nya pada Namiya setelah dia membuka kan kunci layar nya Namiya menekan dua belas nomor di ponsel tersebut, dua belas nomor yang dia ingat dan hapal di luar kepala, nomor ponsel adik adik nya di kampung. Saat Namiya membawa ponsel nya ke telinga di mendengar nada sambung hingga pada nada keempat panggil nya akhirnya di angkat oleh salah satu adik nya di kampung."Hallo siapa ini?" tanya sebuah suara dari seberang, dari gaya bicara dan suara nya Namiya sangat tau kalau itu adalah adik ke tiga nya Namira, si tombol yang gampang marah."Mira... Ini mbak" ucap Namiya lirih."Astagfirullah mbak... Mbak kemana aja...? Aku sudah menghubungi mbak dari dua hari yang lalu, Setelah mbak menelpon kami setelah bilang sampai di ibukota ponsel mbak nggak bisa lagi di hubungi," ucap Nami
"Bik... Bibik mau balik ke rumah sakit lagi menjaga anak itu?" Tanya seorang wanita cantik berusia pertengahan tiga puluhan menyapa bibik yang seperti nya akan segera berangkat. "Iya nyonya, kasihan anak itu di rumah sakit sendirian, apa lagi nyonya dan tuan memberikan dia kamar VIP, dia akan sendirian saja di dalam ruangan itu" ucap Bibik "Bagaimana keadaan anak itu bik?" Tanya sang Nyonya "Nyonya Moana tenang saja, semua sudah baik baik saja, kondisi Namiya juga sudah baik baik saja secara fisik, tapi tidak mental nya" ucap Bibik dengan nada sendu. "Jadi nama nya Namiya, nama yang indah,tapi apa maksud bibik? Apa dia mengalami PTSD setelah kecelakaan itu, astaga apa yang sudah kami lakukan" ucap wanita cantik bernama Moana tersebut. "Bukan nyonya, bukan kecelakaan itu yang membuat nya trauma, dia malah merasa sangat bersyukur telah di tabrak oleh mobil nyonya dan tuan, kejadian sebelum sebelum itu lah yang membuat nya trauma" ucap bibik. "Bibik ayo duduk dulu ceritakan ap
Allarick menatap Moana yang tertidur lelap di sisi nya, wanita yang dullu ceria dan energik kini kuyu dan kehilangan rona nya akibat kanker yang menjangkiti tubuh nya dua tahun terakhir. Walaupun saat ini sel kanker nya bisa di bilang sudah berhasil di bunuh tapi efek panjang pengobatan nya meninggalkan beksa yang terlihat jelas.Rambut yang nyaris botak, kulit kusam dan bersisik, tubuh kurus lemah dan sinar mata yang meredup tapi tidak sedikit pun cinta allarick berkurang pada Moana, malah melihat perjuangan wanita nya, cinta Allarick semakin besar saja dari waktu ke waktu.Allarick mencintai hati dan jiwa Moana, kecantikan fisik bagi Allarick bisa di cari, dengan perawatan puluhan hingga ratusan juta kecantikan fisik Moana bisa di kembalikan dengan mudah.Allarick merasa permintaan Moana tadi sore sangat berat, menikah lagi adalah hal yang tidak pernah ada dalam rencana hidup Allarick, dia sudah merasa cukup bersama Moana, tapi entah ide dari mana sejak satu bulan terakhir Moana se
Namiya masuk ke sebuah kawasan sekolah elite internasional dengan menggunakan taxi online sembari menggandeng tangan sang putri yang terlihat sangat antusias. ini pertama kali nya Arunika masuk sekolah, dia akan mulai dari preschool karena usia nya belum genap lima tahun dan sekolah ini adalah sekolah pilihan nya mommy Noura. Menurut mommy Noura sekolah ini adalah sekolah terbaik di kawasan. "Kamu senang mau sekolah?" tanya Namiya pada sang anak yang seperti akan terbang jika tidak pegang erat erat. "Senang... aku tidak sabar bertemu teman teman," ucap Arunika dengan penuh semangat. "ingat yang mommy bilang, jangan pakai bahasa jepang, bicara sama teman teman pakai bahasa Indonesia oke..." ucap Namiya. "Oke mommy..." ucap nya lantang, kepala nya mengangguk hingga dua kuncir kuda di sisi kiri dan kanan kepala nya bergerak dengan lucu. "selamat pagi bunda... selamat datang di sekolah... siapa ini murid Miss nama nya?" seorang wanita muda menyambut Arunika dengan ramah.
"Daddy Daddy... apa Daddy tau tadi Kalla melihat ada Tante cantik dengan anak nya, anak nya juga cantik Daddy, tapi kenapa Kalla rasa nya kenal ya Daddy sama anak perempuan dan mommy nya itu" "entah kenapa rasa nya Kalla sayang sama mereka, aneh bukan Daddy?" tanya Niscalla yang sedang di gendong dan di peluk oleh sang ayah. "benarkah? siapa mereka?" tanya Allarick "nggak tau Daddy, tapi Kalla suka sama mereka" ucap Niscalla. Allarick menatap adik tiri nya Alya yang berdiri di samping nya. "Tadi kayak nya Kalla nabrak wanita muda gitu mas, dia bawa anak perempuan seusia Kalla, tapi entah kenapa rasa nya saat melihat anak perempuan wanita itu seakan aku melihat Kalla versi cewek hanya saja anak perempuan itu memiliki rambut lebat yang panjang hingga ke pinggang dan sedikit ikal" ucap Alya dengan pandangan menerawang. tubuh Allarick menegang karena perasaan familiar yang dia rasakan. "apa mungkin itu Namiya dan Arunika, apa kalian akhirnya kembali ke Daddy?" ucap Allarick
Anak di depan nya pasti lah Niscalla nya, bayi yang dia peluk dengan erat di atas meja bersalin sebelum di serahkan pada istri pertama suami nya. Anak itu adalah anak nya... Anak yang tidak pernah lagi dia lihat sejak saat itu, debaran jantung ini bukti nya, dada nya bergemuruh membuncah. Niscalla nya... Itu adalah putra nya... Tidak mungkin tidak. Ingin rasa nya Namiya merengkuh tubuh mungil ini ke dalam pelukan nya, tapi pikiran rasional nya membuat nya dengan cepat sadar. "Siapa nama mu nak?" Tanya Namiya dengan senyum indah terukir di bibir nya. "Kalla... di mana kamu... Kalla..." belum sempat bocah dengan wajah mirip dengan Arunika tersebut menjawab sebuah panggilan terdengar keras memanggil nya "Astaga Kalla, Tante udah nyariin kamu dari tadi, kamu kemana saja, daddy udah tungguin kamu dari tadi, sebentar lagi pesawat Daddy akan take off" seorang wanita berlari dengan terdengah dan berhenti tepat di hadapan Namiya. "maaf ya mbak, apa keponakan saya ganggu mbak nya? d
"Onee-sama... Arigatou... Terima kasih untuk selama ini, terima kasih sudah jadi ibu kedua yang menjaga Arunika selama aku kuliah, terima kasih karena sudah mencintai kami empat tahun terakhir"Tangis Namiya pecah saat Masayu dan Ryuku serta kedua anak mereka Yuka dan Yuki mengantar mereka bertiga ke bandara.Hari ini setelah empat setengah tahun lama nya dia tinggal di Jepang untuk meraih pendidikan di sana, akhir nya hari ini dia harus pulang.Meninggal kan keluarga Inosuke yang sudah menemani nya empat tahun terakhir."Jaga diri baik baik di sana, sering sering telpon ke rumah oke... Aku juga akan menghubungi kalian kalau aku merindukan Ru-chan kesayangan ku" ucap Masayu."Ru-chan... Jangan lupa kan Oka-sama ya, Oka-sama akan sering menelepon mu, baik baik di sana, sekolah yang rajin dan dengar kan kata kata mommy, wakarimasu ka...?""Wakattta oka-sama" jawab Arunika dengan kepala mengangguk cepat."Sudah waktu nya kalian berangkat," ucap Inosuke Ryuku sembari memberikan ketiga tik
Namiya berjalan masuk ke rumah besar keluarga Inosuke dengan langkah kecil sembari menggendong Arunika, di belakang nya mbak Sri berjalan dengan menarik dua koper besar.Setelah bersembunyi dari orang suruhan Allarick selama tiga bulan di sebuah villa keluarga Inosuke pinggir kota, akhir hari ini setelah ketiga utusan Allarick kembali ke Indonesia Namiya datang ke rumah keluarga Inosuke.Keluarga Inosuke dulu nya saat zaman kakek buyut nya Allarick adalah keluarga Yakuza dengan ribuan anak buah, tapi semakin bergeser nya zaman mereka mulai meninggalkan tradisi lama dan mulai masuk dunia yang baru.Mereka mulai dengan bisnis properti dan e-commers, lalu perlahan mulai merambah dunia ekspor impor hingga bisa membuka cabang di Indonesia.Di sana lah Inosuke ojii-sama berkenalan dengan seorang wanita yang akhirnya menjadi teman seumur hidup nya, dan dari pernikahan mereka lahir lah dua orang anak.Anak pertama nya sudah meninggal dan dari nya kakek memiliki satu cucu laki laki bernama Ino
Sudah tiga bulan lama nya Allarick mencari jejak Namiya dan Arunika, dia menjadi sangat terobsesi dengan pencarian nya.Berdasarkan penyelidikan yang dia lakukan dia berhasil mendapat kan tiga penerbangan internasional atas nama Namiya dan Arunika. Penerbangan menuju Jepang, ke Malaysia dan ke new york, amerika serikat.Tentu saja kecurigaan terbesar Allarick pelarian Namiya adalah ke Jepang, Karena di sana lah kampung halaman sang ibu, bahkan kakek dan paman nya masih tinggal di sana bersama sepupu nya Inosuke Ryoku dan istri nya Masayu.Tapi bisa jadi juga itu hanya jebakan agar Allarick berfikir demikian. Jadi nya saat itu Allarick ingin ke Jepang untuk mencari tau sendiri kebenaran nya, tapi... Kondisi Niscalla memburukDemam nya semakin tinggi hingga dia harus di rawat di rumah sakit, dia menjadi kolokan dan tidak bisa di tinggal, dia lengket seperti lem pada Allarick, hanya Allarick.Tidak ada satu orang lain pun yang dia izinkan memeluk diri nya kecuali sang ayah. Niscalla se
"Apa maksud mommy? Tas ASI terakhir buat Niscalla? Kenapa? Di mana Namiya mom? Seharus nya dia sudah di rumah karena ini minggu ini jatah nya aku di bersama nya""Apa dia masih di restoran? Tapi ini sudah lewat isya?"Allarick berdiri di ruang tengah sembari memegang tas ASI yang baru saja di serahkan oleh Mommy Noura pada nya.Allarick sungguh tidak mengerti dengan maksud sang ibu yang mengatakan jika ini adalah Stock ASI terakhir buat sang putra."Namiya sudah pergi, dia ingin meminta cerai dari mu," ucap mommy Noura singkat."Cerai? Tidak mom... Aku tidak ingin menceraikan nya, aku tidak bisa kehilangan Namiya dan Arunika, mereka adalah milik ku" ucap Allarick dengan mata memancarkan kemarahan."Mommy tidak berhak ikut campur dengan keputusan yang di buat oleh Namiya, jika kamu ingin tau kamu bisa membaca surat yang di tinggalkan oleh Namiya" ucap mommy Noura sambil menyerah surat beramplop putih yang di pegang nya sejak tadi."Pergi dan hanya meninggal kan sepucuk surat... Ha.. Ha
Bandara Narita, tokyo Jepang adalah bandara tersibuk di negara matahari terbit tersebut. Namiya turun di terminal dua bandara dengan mata bengkak, selama hampir delapan jam dalam penerbangan nonstop itu Namiya sering sekali menangis.Begitu juga Arunika, gadis kecil berusia enam setengah bulan itu juga rewel dan sering menangis, entah karena tidak nyaman di pesawat dengan ketinggian ribuan kaki itu atau karena di pisah kan dengan paksa dengan sang ayah yang begitu dekat dengan nya.Arunika adalah tipe anak perempuan yang suka sekali dengan sentuhan sang ayah, saat sedang rewel bersama Namiya jika Allarick datang dan dia di gendong tangis nya langsung berubah jadi tawa.Saat tidur pun dia lebih suka di pelukan sang ayah dari pada pelukan sang ibu.Setelah segala urusan imigrasi selesai, Namiya berjalan keluar menggendong Arunika di ikuti suster Sri yang mendorong stroller berisi tiga koper besar dan beberapa tas tangan kecil."Arunika... Oji-sama merindukan mu, aitakatta Arunika" Buka
Enam bulan berlalu begitu saja, seperti yang Namiya janjikan pada diri nya sendiri, dia akan pergi, sejauh mungkin untuk menghilang dari kehidupan yang kelam sebagai simpanan.Istri kedua yang tersembunyi. Enam bulan terakhir Namiya menghabiskan waktu mengumpulkan jutaan kenangan indah bersama sang suami, saat suami nya bersama diri nya.Namiya tau saat ini Moana sendiri sudah sangat berat hidup memiliki madu, Walaupun dia sendiri yang membawa madu itu ke rumah nya.Dahulu, saat Namiya hamil tidak sekali pun Moana memanggil Allarick yang harus nya bersama diri nya pulang ke rumah nya.Dahulu saat jatah Allarick pulang ke rumah Namiya, Moana tidak pernah memanggil Allarick untuk pulang ke rumah nya.Tapi sekarang, saat Allarick pulang ke rumah Namiya, Moana sering menelpon Allarick menyuruh nya buat pulang ke rumah nya dengan berbagai alasan.Dan alasan nya selalu tentang Niscalla. Entah Niscalla rewel lah, Niscalla nggak mau tidur lah, bahkan dia pernah mengatakan Niscalla yang baik