Hari itu, ruangan klinik kandungan dipenuhi dengan rasa harap dan cemas. Naka memegang tangan Lika dengan erat saat mereka menunggu hasil USG. Cahaya lembut dari layar monitor memantulkan bayangan kecil yang bergerak-gerak, sebuah tanda kehidupan baru yang sedang tumbuh. Mata Lika berbinar, senyumnya merekah saat dokter mengonfirmasi bahwa ia hamil empat minggu."Kembar lagi tidak, Dok?" tanya Naka penuh harap, mengingat kenangan manis saat mereka dikaruniai anak kembar sebelumnya.Sayangnya, dokter menggeleng, "Untuk saat ini hanya satu, Pak Naka."Kekecewaan sejenak terlukis di wajah Naka, namun segera digantikan oleh senyum tulus. Satu atau dua, setiap kehadiran anak adalah berkah yang tak terhingga.Namun, ada hal lain yang mengusik Naka. Belakangan ini, ia sering merasa mual dan bahkan muntah. Ia mencurahkan perasaannya pada dokter yang memeriksanya dengan seksama."Ah, ini wajar, Pak Naka. Anda terkena sindrom kehamilan, sering terjadi pada suami yang sangat mencemaskan istrinya
Bumil ngidam maunya jalan-jalan terus, tapi bagaimana. Naka sedang sibuk-sibuknya di kantor, banyak pekerjaan. Apalagi beberapa bulan lalu, Naka sempat On-Off bekerjanya. Maklum sedang sindrom kehamilan, jadi selalu mual yang membuatnya tidak nyaman.Kalau meeting dengan beberapa klien yang menggunakan parfum segala rupa, makin-makin terasa mual perutnya. Daripada tidak enak, yang berujung sikap tidak sopan. Naka memutuskan cuti dua minggu, digantikan oleh Papa Ben yang merengut karena harus kembali bekerja.Tapi ketika Naka menjanjikan jika si kembar boleh diajak ke Belanda, Papa Ben langsung semangat. Mau mengenalkan beberapa Sejarah keluarga pada si kembar, Papa Ben. Tapi belum dapat izin dari putranya, karena merasa Gala dan Galen masih terlalu kecil untuk terbang jauh.“Mas kerja lagi?” tanya Lika dengan wajah sendunya.“Iya sayang, banyak banget lagi meetingnya.”“Kapan jalan-jalannya?”“Bukannya kemarin sudah jalan sama Mama Nyra ke mall?” Lika memang izin jalan sama Naka, tapi
Anulika Chandara tidak bisa menghentikan tangisnya kala ia terbangun dan melihat bosnya terbaring tepat di sampingnya. Dia baru sadar, jika dia ada di kamar hotel sang bos, membuat dirinya bertanya-tanya, kesalahan apa yang dia lakukan tadi malam? Sampai -sampai mereka harus tidur seranjang dan... tanpa busana.Hiks.. Hiks.. Hikss..Suara tangis yang awalnya pelan kini meraung mewarnai kamar hotel Australia yang megah dan mahal itu. “Diam dulu, Lika.” sentak Bayanaka Rasyid Gasendra, yang biasa dipanggil Naka. Pria itu mulai merasa terganggu karena gadis itu terus menangis, sementara ia pusing berusaha memutar otak.“Hiks, gimana saya mau diam pak. Saya habis kehilangan keperawanan saya, huaaaa!” Suara tangis itu makin menjadi.Pria berperawakan tinggi besar itu mengusap wajahnya frustasi, menyesali kelakuan dirinya sendiri yang di luar nalar. Tidak mendapat kehangatan selama hampir dua tahun dari istrinya, membuatnya khilaf menyentuh seorang gadis perawan yang sialnya adalah asisten
Pagi ini mereka kembali ke negaranya, setelah tadi malam Naka tidak melihatnya, kini ia melihat wajah Lika yang nampak pucat. Semalam Lika tidak keluar kamar untuk makan malam, Naka membiarkan saja.Keduanya memilih untuk mempertahankan sikap diam. Mereka meninggalkan hotel menuju bandara untuk pulang ke Indonesia. Meskipun berada dalam satu pesawat, namun suasana di antara mereka begitu dingin, dan Naka memutuskan untuk merenung dalam diam.Lika, yang berada di sampingnya di kursi pesawat, mencoba memejamkan matanya karena kepanya sakit sejak semalam. Sejak diusir Naka dengan kasar, ia memilih untuk merenung hingga akhirnya menangis semalam, seperti lagu saja ia. Duduk di dekat jendela menatap keindahan malam di negeri Kangguru itu, baru pertama keluar negeri malah pengalaman tidak enak menimpanya. Ah sial sekali dirinya ini.Sedangkan Naka tampak fokus pada majalah di tangannya, sementara pikirannya sepertinya melayang jauh. Rasa bersalah menimbun dalam hati, bersalah pada istrinya,
Naka duduk di ruang kerjanya, tatapan matanya menatap layar komputer tanpa fokus. Rasa bersalah melingkupi hatinya seperti kabut tebal yang sulit dihindari. Ia merenung pada tindakan-tindakan yang telah dilakukannya, khususnya terhadap asistennya, Lika.Ia sudah menyiapkan solusi, namun sayangnya gadis itu sudah dua hari tidak masuk kerja, dengan alasan sakit. Hal itu membuat Naka harus sabar menunggu, padahal ia sudah tidak tahan untuk menyelesaikannya dengan cepat.Keputusan sudah diambilnya, ia menyadari bahwa tindakannya tidak hanya merugikan hubungan profesional mereka, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.Meski sedikit khawatir dengan kondisi Lika, namun Naka mencoba mengabaikannya. Lika gadis sehat dan kuat berbeda dengan Indira yang sangat membutuhkannya.Hingga hari ini, asistennya masuk kerja kembali. Posisi Lika kini kembali menjadi sekretaris Naka, baru masa percobaan. Tugasnya mudah hanya membantu Bara saja mengurus administrasi yang dibutuhkan Naka."
Anulika Chandara duduk di tepi ranjangnya, tangannya menggenggam erat cek yang diberikan Naka. Matanya sayu memandang ke luar jendela, memikirkan keputusan yang harus dia ambil. "Aku tidak bisa menerima ini," gumamnya lirih, sambil memegang cek tersebut erat. Lika teringat akan semua yang telah terjadi, malam itu, tawaran itu, dan sekarang dilema yang menghantui pikirannya.“Tapi sayang, 10 miliar kan gede juga.” Ah jadi dilema Lika ini.Dia menghela napas berat, perasaan dilema menggelayuti setiap pikirannya. Lika tahu dia membutuhkan pekerjaan ini, tapi harga dirinya sebagai wanita juga penting baginya. "Bagaimana kalau aku hamil karena kesalahan malam itu?" pikirnya dengan rasa takut. Bayangan masa depan yang suram mulai menghantui, takut tak ada pria yang mau menerimanya lagi.Itu yang Anulika takutkan, hamil! Maka keadaan akan berubah semua. Hidupnya akan jungkir balik, apalagi jika tidak ada suami disisinya.Dengan keputusan yang masih terombang-ambing, Lika berdiri dan berjal
Esoknya, Bara yang tidak tahu apa-apa dibuat kelimpungan saat pak bos memintanya mencari penghulu, lebih terkejut lagi karena bosnya yang akan jadi pengantin. Tambah mengejutkan lagi dengan Anulika rekan kernya yang menjadi mempelai wanitanya. “Apa-apaan ini?” pekiknya sendirian, namun tetap saja dia mengerjakan apa yang diperintahkan sang bos. Sedangkan gadis cantik itu memberengut saja dari tadi, ia kira menikah dengan bos besar walau hanya secara agama, ia akan memakai gaun putih yang cantik dan mahal. Tapi ini apa, ia hanya memakai baju kerjanya. Sederhana namun terasa berat oleh beban yang tak kasat mata. Selendang putih menutupi kepala mereka berdua, simbol kesederhanaan yang mereka junjung. Dengan perasaan yang campur aduk, Lika menatap Naka yang kini resmi menjadi suaminya. Sesuai dengan kesepakatan, mereka menikah secara sederhana di ruangan kecil dengan hadirnya dua saksi yang seolah muncul begitu saja dari balik pintu. Setelah akad nikah yang berlangsung singkat dan diuc
Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya. Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan le
Bumil ngidam maunya jalan-jalan terus, tapi bagaimana. Naka sedang sibuk-sibuknya di kantor, banyak pekerjaan. Apalagi beberapa bulan lalu, Naka sempat On-Off bekerjanya. Maklum sedang sindrom kehamilan, jadi selalu mual yang membuatnya tidak nyaman.Kalau meeting dengan beberapa klien yang menggunakan parfum segala rupa, makin-makin terasa mual perutnya. Daripada tidak enak, yang berujung sikap tidak sopan. Naka memutuskan cuti dua minggu, digantikan oleh Papa Ben yang merengut karena harus kembali bekerja.Tapi ketika Naka menjanjikan jika si kembar boleh diajak ke Belanda, Papa Ben langsung semangat. Mau mengenalkan beberapa Sejarah keluarga pada si kembar, Papa Ben. Tapi belum dapat izin dari putranya, karena merasa Gala dan Galen masih terlalu kecil untuk terbang jauh.“Mas kerja lagi?” tanya Lika dengan wajah sendunya.“Iya sayang, banyak banget lagi meetingnya.”“Kapan jalan-jalannya?”“Bukannya kemarin sudah jalan sama Mama Nyra ke mall?” Lika memang izin jalan sama Naka, tapi
Hari itu, ruangan klinik kandungan dipenuhi dengan rasa harap dan cemas. Naka memegang tangan Lika dengan erat saat mereka menunggu hasil USG. Cahaya lembut dari layar monitor memantulkan bayangan kecil yang bergerak-gerak, sebuah tanda kehidupan baru yang sedang tumbuh. Mata Lika berbinar, senyumnya merekah saat dokter mengonfirmasi bahwa ia hamil empat minggu."Kembar lagi tidak, Dok?" tanya Naka penuh harap, mengingat kenangan manis saat mereka dikaruniai anak kembar sebelumnya.Sayangnya, dokter menggeleng, "Untuk saat ini hanya satu, Pak Naka."Kekecewaan sejenak terlukis di wajah Naka, namun segera digantikan oleh senyum tulus. Satu atau dua, setiap kehadiran anak adalah berkah yang tak terhingga.Namun, ada hal lain yang mengusik Naka. Belakangan ini, ia sering merasa mual dan bahkan muntah. Ia mencurahkan perasaannya pada dokter yang memeriksanya dengan seksama."Ah, ini wajar, Pak Naka. Anda terkena sindrom kehamilan, sering terjadi pada suami yang sangat mencemaskan istrinya
Lika memegang tangan Naka yang tampak pucat di atas ranjang sederhana mereka. suaminya sudah pulang dari rumah sakit, tidak dilakukan rawat inap. Dokter menyatakan suaminya kelelahan saja, lambung semua organ tubuh sudah dilakukan pengecekan dan aman.Keningnya berkerut ketika melihat suaminya itu muntah lagi. Naka hanya bisa meringis, mencoba menahan rasa mual yang tak kunjung reda. Ruangan itu seketika dipenuhi aroma parfum si kembar yang bermain di sudut kamar, membuat Naka mengerang pelan.“Nyengat banget sih Yang, si kembar parfumnya,” desis Naka."Mas, sakit apa sih?" Lika mengusap punggung Naka perlahan, suaranya terdengar bergetar karena kekhawatiran.Naka mencoba tersenyum lemah, "Aku nggak tahu,sayang. Tapi aku merasa lebih baik kalau kamu di sampingku." Ucapannya terhenti ketika mual datang lagi, memaksanya untuk menutup mulut dengan tangan.Lika semakin frustasi, matanya berkaca-kaca melihat suaminya yang tak kunjung membaik. Si kembar, yang sejak tadi asyik dengan permain
“Jangan sayang, ini bahaya.”Lika mengambil vas bunga yang dipegang salah satu anak kembarnya, ya ampun nakal sekali ah bukan, sedang aktif-aktifnya.Babysitter datang untuk menggendong mereka, namun si kembar tidak mau malah menangis histeris.“Iya sama mami deh, sini. Nggak apa Sus, sama saya saja.” Si kembar sedang manja sama maminya. Maunya sama Mami Lika terus.“Maaaa..” panggil Gala lucu sekali memberikan botol susunya pada Lika.Lika mengambil dan menepuk dahi sendiri, “Ampun ini anak-anak mami. Susu udah habis kok enggak ada yang tidur sih,” pekiknya, namun malah tertawa sendiri.“Masih mau main, Nya.” salah satu babysitter mengatakan pada Lika.“Iya, Sus. Kuat banget, nggak ada ngantuknya.” Lika mendesah, dia juga sudah ngantuk terbiasa tidur siang. Tapi si kembar malah masih anteng bermain.Sudah dibuatkan susu, pintar sekali dihabiskan. Tapi tidak mengantuk, mereka kembali bermain. Masalahnya, mereka tidak mau main mainan mereka. Tapi melempar segala sesuatu yang ada di rua
Usia baby Galen dan Gala genap berusia dua tahun hari ini. Anulika merayakan dengan pesta kecil-kecilan di rumah mereka. tadinya Naka mau di hotel berbintang saja, atau di tempat lain agar istrinya tidak repot. Tapi Lika bersikeras mengadakan di rumah saja, lebih hemat alasannya.Suka lupa Lika tuh, kalau suaminya konglomerat. Jadi biasa berhemat, Naka bisa apa selain mengabulkan keinginan sang istri.Pestanya akan berlangsung semarak, karena istrinya menyewa EO professional. Tadi dia sempat melihat si kembar, gagah sekali pakai kostum pemburu. Kemeja dan celana pendek warna cokelat lengkap dengan topinya. Mereka akan senada dengan kedua orangtuanya, Naka sudah merasa keren dengan kostum yang sama. Hingga dia melihat istrinya dan langsung melotot tajam.“Sayang!” pekiknya melihat sang istri mengenakan kostum yang sama dengannya, tapi celananya ampun pendek sekali. Belum lagi kemeja lengan pendek itu, kenapa jadi ketat sekali.Lika hanya mendongak, menunggu suara suaminya lagi. “Kamu n
Elvan Daarwish memandang mantan menantunya dengan tatapan tidak terbaca.sebuah kunci rumah dalam genggamannya, ya, Naka memenuhi janji terakhirnya pada Ivanka.“Itu janjiku pada Ivanka,” kata Naka tegas.Elvan mendesah, “Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini.”“Aku adalah pria yang menepati janji,” cetusnya cepat.“Terima kasih, Naka.” Elvan hanya bisa mengucapkan terima kasih, tidak menyangka Naka akan memenuhi keinginan terakhir putrinya itu.“Tiap bulan aku akan mengirimu uang bulanan. Akan ada toko, dan kau bisa mengurusnya.” Naka memang memberikan usaha, tidak besar. Hanya mini market saja, untuk kesibukan Elvan yang sudah tua itu.“Aku senang bisa bekerja kembali,” ungkap Elvan, daripada dia diam saja di rumah.“Adela dan Sarah, urusanku. Jangan ikut campur, mereka hanya akan menyusahkanmu. Lagipula Sarah juga bukan putrimu, tidak ada kewajibanmu untuk memberikannya nafkah,” kata Naka dengan kejamnya.Elvan menghela napasnya panjang, Naka sudah menceritakan semua keburukan ke
Dua pekan sudah usai kepergian Ivanka, semua berusaha untuk berjalan seperti semula. Anulika dan Naka yang disibukkan dengan dua bayi kembar mereka, beruntung bantuan datang. Mama Elise yang masih di sana membantu Lika, Mama Nyra yang sudah berhubungan baik dengan menantunya, juga Papa Ben yang siap membantu.Huaaaa.. Hoek hoek hoek..Suara tangis si kembar memecah keheningan siang, Lika yang baru memejamkan mata sepuluh menit saja, langsung ditarik kesadarannya untuk bangun.Dengan cepat dia beranjak ke boks bayi di kamar si kembar, “Sayang mami kenapa?” tanya Lika dengan penuh kasih.Seketika kepalanya terasa pusing, efek kurang tidur dan dibangunkan dengan paksa.“Aduh kepala mami pusing, sayang.” Lika memegang kepalanya yang terasa sangat berat.Ceklek..Pintu dibuka, Mama Nyra yang sedang berkunjung masuk begitu mendengar suara tangis cucunya. Tadinya hanya satu yang menangis, kini menjadi dua bagi sekaligus yang menangis.“Bangun yah,” kata Mama Nyra dengan ramah.Lika menoleh,
Pemakaman Ivanka disiapkan dengan penuh penghormatan. Naka memastikan segala sesuatunya sempurna, dari bunga-bunga yang Ivanka sukai hingga foto-foto Ivanka yang menghiasi sisi-sisi peti mati. Saat prosesi pemakaman, Naka berdiri dengan kepala tertunduk, merenungi semua kenangan yang pernah mereka bagi, berharap dia bisa memberikan lebih banyak lagi untuk Ivanka, berharap ada lebih banyak waktu. Namun, semua hanya tinggal kenangan yang terpahat dalam hatinya, sebuah luka yang akan selalu dia bawa.“Kuatlah son, papa yakin Ivanka sudah tenang di sana,” kata Papa Ben menenangkan dan menguatkan putranya.Pemakaman itu terletak di sebuah bukit yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan yang tinggi dan rindang. Udara dingin berhembus perlahan, membawa aroma tanah yang baru digali dan bunga-bunga segar yang diletakkan di atas kuburan. Bebatuan nisan berdiri tegak, seolah-olah menjadi penjaga bagi mereka yang telah pergi.Sejumlah besar orang berkumpul, wajah-wajah mereka penuh dengan kesedihan
Kamar rumah sakit yang sunyi itu hanya terdengar desah napas yang berat dari Ivanka, istri pertama Naka yang sudah lama berjuang melawan kanker. Lika, istri kedua Naka, yang baru saja melahirkan anak kembar, terpaku di depan pintu, menatap lemahnya sosok wanita yang telah banyak berbagi cerita dengannya selama penyakit itu menggerogoti tubuhnya.Dengan langkah gontai, Lika mendekati tempat tidur Ivanka. "Kak Iva," suaranya serak, penuh emosi. Ivanka, mendengar suara Lika, perlahan membuka mata yang sudah sangat sayu, dan dengan sisa kekuatan yang ada, dia mencoba mengedipkan mata sebagai isyarat bahwa dia mendengar.“Kak Iva.. Ini Lika,” lirihnya. Ivanka bahkan menganggap Lika sebagai adiknya, karena memang Lika masih sangat muda.Dalam detik-detik terakhir, keinginan terbesar Ivanka adalah bertemu dengan Lika sekali lagi. Dia ingin memeluk Lika, memberikan seluruh cinta dan restunya, sebuah pelukan terakhir yang penuh dengan harapan dan doa untuk kebahagiaan keluarga yang akan diting