Naka duduk di ruang kerjanya, tatapan matanya menatap layar komputer tanpa fokus. Rasa bersalah melingkupi hatinya seperti kabut tebal yang sulit dihindari. Ia merenung pada tindakan-tindakan yang telah dilakukannya, khususnya terhadap asistennya, Lika.
Ia sudah menyiapkan solusi, namun sayangnya gadis itu sudah dua hari tidak masuk kerja, dengan alasan sakit. Hal itu membuat Naka harus sabar menunggu, padahal ia sudah tidak tahan untuk menyelesaikannya dengan cepat.
Keputusan sudah diambilnya, ia menyadari bahwa tindakannya tidak hanya merugikan hubungan profesional mereka, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.
Meski sedikit khawatir dengan kondisi Lika, namun Naka mencoba mengabaikannya. Lika gadis sehat dan kuat berbeda dengan Indira yang sangat membutuhkannya.
Hingga hari ini, asistennya masuk kerja kembali. Posisi Lika kini kembali menjadi sekretaris Naka, baru masa percobaan. Tugasnya mudah hanya membantu Bara saja mengurus administrasi yang dibutuhkan Naka.
"Masuk." kata Naka dengan suara berat. Ia memang menyuruh Lika untuk menemuinya, dua hari tidak bertemu wajah Lika memang nampak pucat, ia menutupinya dengan make up yang sedikit tebal.
‘Apa-apaan gadis ini, kenapa jadi seperti ondel-ondel dengan make up tebal itu,’ batin Naka.
“Ada yang bisa dibantu pak Naka?” tanya Lika professional.
Naka mengambil nafas dalam-dalam sebelum berbicara. "Duduk! saya ingin bicara denganmu." ucap Naka dengan suara rendah.
Lika menatap Naka dengan sedikit kecurigaan namun mengangguk. Ia duduk dengan tenang di kursi seberang Naka, matanya berani menatap bosnya itu, berbeda dengan yang lain, hanya Lika yang berani menatapnya Ketika sedang berbicara.
"Saya menyadari bahwa saya telah berperilaku tidak baik kepadamu dalam beberapa waktu terakhir. Saya minta maaf." kata Naka dengan tulus.
Lika menatap Naka dengan tatapan yang campur aduk antara kejutan dan keraguan. Namun, ia memilih untuk memberi kesempatan pada Naka untuk menjelaskan diri.
"Saya benar-benar menyesal atas tindakan saya. Saya sadar bahwa itu tidak hanya merugikan hubungan kita di tempat kerja, tetapi juga merusak semangat kerja kita. Saya ingin memperbaiki kesalahan itu dan menghilangkannya agar tidak ada perasaan tidak nyaman." jelas Naka.
Lika merenung sejenak, lalu tersenyum tipis. "Saya menghargai kejujuran pak Naka. Mari kita mulai lagi dari awal. Seperti yang bapak bilang, ini kesalahan kita berdua jadi kita yang tanggung berdua.” tutur Lika.
Naka mengangguk, dan menyodorkan secarik kertas. Lika meragu, kemudian Naka mengangguk, “Ambilah.” ucap Naka.
Lika mengambil dan membacanya, ia tidak bodoh itu cek dengan nominal besar sekali ditulisnya. “Itu untuk kamu Lika. Saya harap kamu menerimanya, dan melupakan kejadian malam itu.” tegas Naka.
Lika mendongak, masih belum mengerti maksud Naka. “Maksudnya?.”
“Itu cek senilai 10 miliar, bisa kamu gunakan untuk kehidupan kamu ke depannya. Dengan syarat, lupakan malam itu jangan beritahu siapa-siapa soal itu. Dan,” Naka menjeda pernyataannya.
“Saya minta kamu meninggalkan kantor saya hari ini juga, kamu diberhentikan Lika Chandara!” ucap Naka dalam dengan sorotan mata menatap Lika dingin. Ia harus mengambil Keputusan ini, sepihak memang. Tapi apa lagi yang bisa ia lakukan, selain melakukan ini. Ya sama saja, dia membayar tubuh Lika semalam dengan harga fantastis.
“Apa!” pekik Lika, dia paham maksudnya. Tapi kenapa tega sekali bos nya ini. “Maksud pak Naka apa? Memberikan saya cek, seolah saya adalah Wanita bayaran yang menghangatkan ranjang Pak Naka semalam, begitu!” serunya, Naka mulai memijat keningnya, sakit kepala mendengarnya.
Lika mengamuk, dia kembali melanjutkan umpatannya. “Terus bapak mecat saya gitu! Enak saja, sudah mengambil keperawanan saya, bapak seenaknya membuang saya. Saya nggak mau!” jerit Lika berdiri dengan lantangnya.
“Tenang Lika.” Bentak Naka. Meski ruangan ini kedap suara, tetap saja dia khawatir ada yang mendengarnya.
“Pak Naka bikin saya emosi.”
“Kita bicarakan baik-baik.” Kata Naka.
“Baik-baik bagaimana? Ini Keputusan sepihak pak, bapak untung saya rugi. Sama saja Pak Naka membayar keperawanan saya.” Ujarnya dan bersuara lirih di kalimat terakhirnya.Hal itu membuat Naka berdesir mendengar, dia memang bos dingin, ketus dan galak. Tapi Naka masih punya hati Nurani, tidak tega juga mendengar Lika dengan nada lirih seolah gadis itu sangat kecewa dan sakit hati.
“Hanya ini yang bisa saya lakukan.” Terang Naka, berharap Lika akan mengerti maksud dan tujuannya. “Bukan saya merendakan kamu. Tapi kamu paham status saya. Saya tidak bisa lebih dengan kamu.” Tutur Naka.
“Saya terima cek-nya. Tapi nggak mau berhenti, masa sudah tidak perawan, nganggur lagi pak! Tega banget, pak.” Polosnya berteriak lagi, padahal baru saja ditenangkan Naka.
Spontan Naka ikut berdiri dan menenangkan gadis itu, “Lika jangan berteriak, nanti ada yang mendengar.” ketusnya.
“Biarin, biar semua tahu Tindakan bapak, yang melecehkan saya,” ancamnya.
“Kamu ngancam saya Lika?” desis Naka.
“Tidak, tapi bapak yang maksa saya.” desahnya, ia luruh dikursi duduk kembali. Namun cek senilai 10 miliar itu masih ia pegang dengan erat. Jangan sampai lecek nanti tidak laku di bank.
“Ini yang terbaik Lika.” geram Naka.
“Terbaik untuk bapak, bukan untuk Lika. Bapak nggak mikir mana ada yang mau sama Lika yang udah nggak gadis lagi.” Lirihnya. Kata mamanya, anak gadis dijaga baik-baik, lalu serahkan ke suami. Ini malah ke bos, mau dibilang anak apa Lika ini.
“Bapak mau Lika jomblo seumur hidup, nggak punya suami karena sudah tidak suci lagi. Lika nggak suci gara-gara siapa, gara-gara bapak tahu nggak.. Hiks hiks huaaaaaa.” jerit Lika.
Naka memijit pelipisnya yang terasa sakit kembali, usai mendengar gadis itu menangis.
“Lika hentikan, saya pusing dengar tangisan kamu!” bentaknya.
“Bapak pikir saya nggak pusing, tiap hari dengar bentakan bapak.” balasnya polos.
“Lika!” desis Naka.
“Pak saya serius, gimana dengan nasib saya. Belum menikah tapi sudah tidak virgin!”
Naka tersentak dengan ucapan Lika. Terasa jika gadis itu tengah menyindirnya sebagai seorang pria. Hei dia mungkin pria yang tidak mempermasalahkan soal virginitas seorang gadis. Bahkan Ivanka, istrinya sudah tidak suci lagi ketika ia menidurinya, bagi Naka itu bukan hal utama dalam hal mencintai. Cinta akan mengalahkan logika soal suci atau tidak.
“Saya doain kamu dapat pria yang bisa menerima kamu Lika.” hanya itu saja yang Naka ucapkan. Pasti ada, buktinya Naka bisa menerima Ivanka istrinya dalam keadaan tidak suci lagi. Naka tidak munafik, dulu ia pernah melakukan itu dengan beberapa wanita sebelum menikah.
“Hah, masa itu saja. Pak, bagaimana kalau saya hamil, apa bapak nggak mikir kesana?” pekik Lika, seketika membuat Naka berdetak jantungnya dengan kencang.
Dia melupakan hal itu, kemarin karena pusing dengan tangisan Lika juga meeting yang harus ia hadiri, Naka lupa memberikan gadis itu pil darurat pencegah kehamilan.
Jika dengan Ivanka, dia sadar melakukannya. Karena itu dia selalu mengeluarkannya di luar. Naka tidak mau istrinya hamil, di saat belum ada cinta dihatinya. Tidak mau anak itu menjadi dilemma baginya, jika dia tidak cocok dengan Ivanka. Kini setelah Ivanka sakit, dokter juga memvonisnya akan sulit punya momongan.
“Double shit!” umpat Naka.
“Double shit kan.. Sama!” balas Lika, “Pokoknya pak Naka harus nikahin saya. Atau saya hmmm, apa ya?” Lika berpikir kalau dia akan mengadukan Naka ke siapa, masa ke istrinya nanti malah ia yang dikira pelakor.
“Saya aduin ke polisi.” akhirnya dia bersuara lagi.
Naka berdecak, polisi. Tentunya dengan cepat dia akan membereskan masalah itu jika berhubungan dengan hukum.
“Kamu tahu siapa saya tidak sih Lika. Kamu berani melawan saya?” Naka sengaja mengintimidasi Lika.
“Saya nggak takut sama pak Naka. Kalau bapak nggak mau tanggung jawa, saya.. Ah saya viralkan di toktok.” serunya merasa menang.
“Kamu yang malu Lika.” balas Naka, kini sudah duduk kembali dikursinya.
“Tidak apa, kan wajah saya bisa disamarkan. Kalau sebut nama bapak kan mudah, gugel saja kenal bapak.” serunya kembali.
Naka menatap tajam gadis itu, apa jawaban ini sudah disiapkan Lika sebelumnya.
“Lika, saya jadi curiga sama kamu. Apa jangan-jangan kamu sengaja merayu saya malam itu, agar mau meniduri kamu dan kamu akan memanfaatkan saya?” tudingnya dengan tenang.
Lika terperanjat dengan ucapan Naka, “Enak saja. Pak, saya memang pengen punya pacar kaya raya. tapi tidak dengan menggadaikan harga diri seperti ini. Saya hanya menegakkan norma untuk harga diri saya. Mana ada pria yang mau jika gadis yang dinikahkan sudah tidak suci.” seru Lika tidak mau kalah.
“Kalau saya mengaku saya janda, mungkin akan jauh lebih terhormat. Artinya saya gadis baik-baik, bukan murahan.” ketusnya. Kesal Lika sama Naka masa dia mengatakan Lika sengaja menjebaknya.
“Ah dan satu lagi pak. Saya kalau mau jebak juga mikir-mikir, masa sama tua bangka yang bedanya sama saya belasan tahun sih!”
“Kamu menghina saya Lika!” desis Naka.
“Siapa yang menghina, yang saya katakan kenyataan kok. Justru pak Naka yang menghina saya.” serunya galak, dan memilih keluar dari ruangan mewah bosnya.
“Sialan Pak Naka!” gumamnya.
“Sialan Pak Naka..” beo Bara, asisten Naka yang asli baru tiba dari meeting diluar.
“Eh hmmm nggak pak Bara. Bukan Naka yang didalam, Naka yang lagi viral di toktok.” elaknya, langsung kabur. Bara menggeleng, usia Lika ia rasa sudah cukup, tapi Bara melihatnya seperti anak kecil saja.**
Anulika Chandara duduk di tepi ranjangnya, tangannya menggenggam erat cek yang diberikan Naka. Matanya sayu memandang ke luar jendela, memikirkan keputusan yang harus dia ambil. "Aku tidak bisa menerima ini," gumamnya lirih, sambil memegang cek tersebut erat. Lika teringat akan semua yang telah terjadi, malam itu, tawaran itu, dan sekarang dilema yang menghantui pikirannya.“Tapi sayang, 10 miliar kan gede juga.” Ah jadi dilema Lika ini.Dia menghela napas berat, perasaan dilema menggelayuti setiap pikirannya. Lika tahu dia membutuhkan pekerjaan ini, tapi harga dirinya sebagai wanita juga penting baginya. "Bagaimana kalau aku hamil karena kesalahan malam itu?" pikirnya dengan rasa takut. Bayangan masa depan yang suram mulai menghantui, takut tak ada pria yang mau menerimanya lagi.Itu yang Anulika takutkan, hamil! Maka keadaan akan berubah semua. Hidupnya akan jungkir balik, apalagi jika tidak ada suami disisinya.Dengan keputusan yang masih terombang-ambing, Lika berdiri dan berjal
Esoknya, Bara yang tidak tahu apa-apa dibuat kelimpungan saat pak bos memintanya mencari penghulu, lebih terkejut lagi karena bosnya yang akan jadi pengantin. Tambah mengejutkan lagi dengan Anulika rekan kernya yang menjadi mempelai wanitanya. “Apa-apaan ini?” pekiknya sendirian, namun tetap saja dia mengerjakan apa yang diperintahkan sang bos. Sedangkan gadis cantik itu memberengut saja dari tadi, ia kira menikah dengan bos besar walau hanya secara agama, ia akan memakai gaun putih yang cantik dan mahal. Tapi ini apa, ia hanya memakai baju kerjanya. Sederhana namun terasa berat oleh beban yang tak kasat mata. Selendang putih menutupi kepala mereka berdua, simbol kesederhanaan yang mereka junjung. Dengan perasaan yang campur aduk, Lika menatap Naka yang kini resmi menjadi suaminya. Sesuai dengan kesepakatan, mereka menikah secara sederhana di ruangan kecil dengan hadirnya dua saksi yang seolah muncul begitu saja dari balik pintu. Setelah akad nikah yang berlangsung singkat dan diuc
Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya. Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan le
Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.“Disana saja.” jawabnya tegas.Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruanganny
Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.“Iya, nanti di hubungi lagi.”“Lika.”“Apa?”“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.“Sama siapa?”“Teman.”
Lika mengerjap kaget ketika Naka mengatakan akan menginap disini. Maksudnya bagaimana, kenapa pak bosnya mau menginap di apartemen mungilnya ini. lebih enak dirumahnya sendiri, Lika yakin ranjang milik Naka lebih besar dari miliknya.“Kamu tidak tuli bukan?” sindir Naka kesal, karena Lika seolah menolak kehadirannya.“No. Big no, bapak pulang saja. Tempat ini terlalu sempit buat berdua.” Lika mendekati Naka dan menarik tangan bosnya itu. Enak saja menumpang nginap, memang ia tidak punya rumah."Kenapa? Kamu lupa kalau kita juga pernah tidur bersama. Bahkan tanpa pakaian." sinis Naka, mengingatkan Lika tragedi malam berdarahnya. Lika berdecak, kesal jika diingatkan akan malam itu.“Bapak nggak punya rumah, sampai menumpang menginap dirumah karyawannya?” sindir Lika.Namun tenaganya kalah dari Naka, dan malah ditarik balik oleh Naka, hingga mereka berdua jatuh diatas ranjang kecil itu. Naka menahan napasnya ketika Lika ada diatas tubuhnya. Kedua mata itu saling pandang, menegaskan jika
Hari masih belum terang, ketika Naka terbangun karena mendengar suara pekikan dari arah kamar mandi. Meraba sisi ranjangnya, kosong. Lika di kamar mandi, dengan langkah gontai Naka menyusul gadis itu. Sempat melihat jam di dinding masih pukul 3 dini hari.Hoek..Lika sedang mengeluarkan semua isi perutnya di toilet, suaranya sangat mengenaskan.“Lika.. Kenapa?” tanya Naka, dia masuk ke dalam. Membantu gadis itu yang kesulitan dengan rambutnya. Rambut panjangnya Naka tangkup, dan memijit leher Lika.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Naka, mulai khawatir karena Lika tidak berhenti mengeluarkan isi perutnya.“Hmmm, keluar.” Usir Lika pelan. Tidak nyaman muntah ada orang lain. Naka mengabaikan, tetap ia pijat leher itu.Naka sadar dia pria dewasa, dalam kondisi ini Lika juga membutuhkannya. Sama ketika Ivanka sakit, Naka bersedia membantunya.Suara muntah itu memekikkan telinga, terlihat Lika berjuang mengeluarkan semua isi perutnya.“Sudah?” tanyanya, Lika mengangguk. Wajahnya merah, basah kar
Lika baru saja memasuki area kantor ketika dia dihadang oleh Kimberly, rekan kerjanya yang selalu mencari-cari kesalahan. Entah apa yang Kim irikan padanya, padahal Lika termasuk gadis yang biasa saja. Tidak seperti dia yang heboh sekali kalau ke kantor."Eh, ada gadis gudang. Kasihan sekali, hitam deh keliling terus." sindir Kimberly dengan nada mengejek.Lika berusaha mengabaikan komentar sinis tersebut karena kepalanya yang sedang sakit, tetapi Kimberly tidak berhenti. Dari Lika pertama masuk ke kantor ini, Kimberly memang sudah jahil padanya."Mulutmu iseng sekali ya. Berasa yang punya kantor ya." balas Lika, mencoba menahan emosinya. "Ya didoakan saja," sahut Kimberly dengan nada santai, seolah tidak terpengaruh oleh kemarahan Lika.“Terserahlah.” Abai Lika mencoba berjalan kembali.Kepala Lika semakin berdenyut dan tubuhnya terasa tidak enak, namun dia memilih untuk pergi meninggalkan Kimberly. Baru saja melangkah, tiba-tiba Kimberly dengan sengaja menyelengkat kakinya sehingga
Karyawan perusahaan Naka berkumpul di lapangan kantor, suasana ceria terlihat jelas pada wajah mereka. bagaimana tidak, mereka ini mau melakukan perjalanan wisata ke Ciwangun Indah Camp, dalam rangka gatering perusahaan Gasendra Corp.Lokasi gathering kali ini, banyak direkomendasikan untuk kegiatan wisata yang menarik dan dijamin seru, karena kawasannya yang merupakan terdiri dari perpaduan Hutan Pinus dan juga lokasi salah satu Perkebunan Teh di Bandung. Lokasi ini juga merupakan pilihan yang paling banyak dipilih oleh karyawan Gasendra Corp.Semua sudah antusias sekali, karena tempat wisatanya akan memiliki keindahan alam yang indah, berhawa sejuk dan udaranya bersih sambil jalan-jalan menyusuri tepian sungai situ lembang, menuruni lembah dan beristirahat di sebuah danau buatan yang seklilingnya terdapat saung.Fasilitas wisata yang menarik juga banyak seperti camping Ground, area outbound, saung, aula, gazebo, villa, kebun stroberi, saung makan. Jika semua bergembira menyambut hea
Pikiran Lika terhenti ketika Naka harus meninggalkannya untuk pulang. Naka sendiri dihubungi suster dirumah, mengatakan Ivanka tidak mau makan dan terus menanyakan dirinya.“Lika, aku harus pulang. Apa tidak apa kalau aku tinggal sendiri?” tanya Naka lembut.Lika terdiam, inginnya dia Naka disini bersamanya. Namanya juga sedang hamil, bawaannya mau dimanja terus. “Pengennya mas disini, temani aku,” ujarnya mellow. Ini bukan Lika yang seperti biasanya, tolong pahami, dia sedang mengandung.Ini yang Naka beratkan, dia tahu Lika sedang mengandung. Mellow begini, Naka tahu pengaruh hormon. Karena aslinya Lika termasuk gadis yang mandiri dan tidak lemah. Ah seketika dia menyesal, dialah yang membuat gadis kuat ini menjadi lemah.“Aku tahu, mas minta maaf. Tapi ada yang harus mas urus dirumah,” Kata Naka, dia mencoba menjelaskan sepelan mungkin.Lika mengangguk lemah, memberikan izin dengan hati yang berat. Seorang diri, ia kembali ke apartemen, mencoba fokus pada kandungannya yang kini sem
Dua..Deg!Rasanya tidak ada yang bisa menggantikan kebahagiaan Bayanaka Rasyid Gasendra, setelah dokter mengatakan detak jantung bayinya ada dua. Itu artinya, Naka akan memiliki bayi dua, kembar. Oh Tuhan, kebahagiaan Naka sampai membuatnya lemas, mulutnya terbuka tanpa berkata apa-apa, ingin berteriak tapi tidak bisa saking jantungnya pun berdetak kencang.Dokter pun menjelaskan bayi-bayi mereka tumbuh dengan baik. Naka memegang tangan Lika erat saat dokter menempatkan transduser pada perut Lika dan suara detak jantung bayi terdengar melalui speaker. Naka merasakan desiran emosi yang kuat, sebuah campuran antara kelegaan, kebahagiaan, dan keajaiban. Detak jantung itu, bukti nyata dari kehidupan baru yang sedang tumbuh dalam rahim Lika, adalah musik terindah yang pernah ia dengar.“Dua Lika, kita akan punya anak kembar,” serunya senang. Lika tersenyum, mata keduanya berkaca-kaca akan kabar gembira ini.Dokter pun tersenyum senang akan reaksi calon orangtua baru ini. “Selamat Pak Naka
Asisten Naka memberikan sebuah proposal, terkait acara gathering karyawan yang sebenarnya sudah diajukan ke Naka jauh-jauh hari. Namun karena kesibukannya, dia baru melihat isinya.“Kemana, Bara?” tanya Naka pada asistennya.“Vila di Puncak, pak.”Naka menganggukkan kepalanya, lalu memberi izin untuk acara hiburan karyawannya itu. Gathering diperlukan agar karyawan tidak stress menghadapi pekerjaan yang memusingkan. Healing gratisan, kalau kata karyawan Naka.“Kasih mereka bekal Bara. Bonus di gathering.”“Siap pak.”“Hmm.. Sama kasih hadiah hiburan. Belilah barang yang mewah, aku akan memberikannya dari uang pribadiku,” ucapnya. Naka memang bos yang tidak pelit, seperti sekarang dia memakai uang pribadi untuk memberi hadiah para karyawan yang sudah sangat loyal padanya.Lagipula, ini bentuk rasa bahagianya yang akan segera memiliki anak. Betapa Naka sangat gembira menyambut sang buah hati yang sudah lama ia nantikan itu.“Baik pak Naka,” seru Bara girang juga. Namun ada kebingungan j
“Babe..” lirih Ivanka, saat Naka malah membalik tubuhnya, dan dengan cepat Naka menyelimutinya.“Tidurlah, sudah malam.”Naka langsung keluar kamarnya, biarlah dia tidur di kamar lain. Meninggalkan Ivanka yang menangis dengan penolakan halus sang suami. Dia sadar diri kondisinya sakit, tapi Ivanka ingin melayani Naka seperti istri pada umumnya. Kesakitan tidak akan menghalangi Ivanka untuk terus memenuhi kebutuhan sang suami, tapi kenapa suaminya malah menolaknya.Segelintir pikiran negatif hinggap dikepala, mencoba mengindahkan. Selingkuh adalah hal utama, yang dia pikirkan. ‘Jangan selingkuh, please.’ Ivanka hanya bisa meminta itu didalam hatinya.Tidak kuat Ivanka jika menerima kenyataan suaminya memiliki wanita lain. Tapi Ivanka juga tahu, bagaimana dinginnya hati Naka, bagaimana pria itu jika bertemu wanita, pasti menghindar. Naka bukan pria murahan yang mengumbar hati dan tubuhnya, Ivanka tahu itu.Sedangkan Naka, kini dia mandi dikamar tamu. Dibawah guyuran shower dengan air di
Keadaan yang tidak memungkinkan, Lika dengan hormon kehamilannya yang membuatnya sering meledak tidak jelas. Naka dengan kebimbangan, karena memiliki dua pelabuhan yang sama-sama membutuhkannya.“Mau kemana kamu?” sentaknya menarik tangan Lika dan menahannya. Naka tidak jadi pergi, akan sangat berbahaya jika dia benar-benar melakukan itu. Lika pasti akan merasa Naka tidak mempedulikannya.“Aku mau pergi, ini kan apartemen mas. Bukan aku!” balasnya.“Dengarkan aku dulu!”"Tidak perlu jelaskan apa-apa, mas." potong Lika, suaranya lirih. "Aku tahu aku bukan satu-satunya. Tapi melihat kamu bersamanya, hatiku sakit."“Lika..” Desah Naka, tidak menyangka gadis ini akan mengatakan apa yang ia rasakan.Naka langsung menarik bahu gadis itu, menenggelamkannya kedalam pelukannya. Lika terisak, hatinya sakit. Tapi dia juga harus tahu diri, dia ada di posisi ini kuga karena kecelakaan yang terjadi diantara mereka berdua.“Jangan menangis, hatiku sakit melihatmu menangis.” Lirih Naka.Hiks …Naka m
Weekend, seharusnya Naka mengunjungi Lika melihat keadaannya. Namun sang istri dirumah juga harus ia perhatikan. Naka tahu begini konsekuensi dari pilihannya, maka Naka pun akan membuat semua semudah mungkin. Selesai mengajak Ivanka jalan, dia akan pergi ke apartemen gadis itu.Melirik jam ditangan, Naka berpikir Lika pasti tidur semalam ia menghubungi gadis itu, dan Lika tidak bisa tidur karena mual. Tidak tega Naka ini, inginnya dia menginap disana. Namun apa daya, Ivanka juga membutuhkannya.Di tengah hiruk pikuk mal yang ramai, Ivanka yang ceria berjalan-jalan. Wajah Ivanka berseri, tidak menunjukkan tanda-tanda sakit yang ia derita lama. Naka fokus mendorong kursi roda, sedangkan suster dan Bara sang sekretaris mengikuti mereka. Naka memang butuh bantuan, jika Ivanka mendadak sakit.“Aku senang sekali, babe.” Ivanka terus tersenyum, Naka membawanya ke sebuah butik atas permintaan Ivanka.Naka adalah bos yang baik, dia juga meminta suster dan Bara membeli apa yang dia mau.“Habis
Di tengah keramaian kantin Gasendra Companys, yang penuh sesak, suara tawa dan canda tumpah ruah mengisi udara. Lika, dengan pakaian kerjanya yang rapi, berdiri di tengah kerumunan, menjadi pusat perhatian setelah insiden yang hampir menimpanya."Berasa jadi pegawai kesayangan nih, habis di tolong big bos." ujar Kimberly dengan nada sinis, sambil menatap Lika dari kejauhan. Wajah Lika tampak tenang, senyumnya terkembang saat dia membalas. "Ceuceu Kim selalu iri dengan gadis sederhana ini." kata Lika dengan nada santainya. Tawa renyah pecah di antara kerumunan, membuat Kimberly semakin geram.“Ngapain juga iri sama gadis kampung kaya kamu!” cemooh Kim.Lika heran, darimana dia kampungnya sih. Dia berasal dari bandung kota, disana infrastruktur sudah bagus, malah menyamai Jakarta.“kalau-kalau Kakak Kim lupa, aku dari Bandung loh. Orang Jakarta saja liburan ke Bandung. Lalu darimana letak kampungannya?” kekeh Lika menantang dengan suara tawa yang menyebalkan ditelinga Kimberly.Geram su
Mereka pulang bersama-sama, dengan Lika yang menyelinap masuk ke mobil Naka. Sebenarnya Naka tidak mau begini, tapi dia juga sadar jika dia sudah beristri. Kasihan Naka melihat Lika yang harus bersembunyi seperti ini.Akan ada waktunya, Lika dan dirinya tidak main kucing-kucingan begini. Saat Lika sudah masuk, Naka langsung menjalankan mobilnya.“Mau makan apa?” tanya Naka lembut, jauh dari kebiasaannya.“Emmm.. Aku ngantuk, tapi lapar.”Naka bingung mendengarnya, tapi tahu jika istrinya sedang hamil, makanya dia tidka banyak protes. “Nanti aku suapi.” Rasanya Naka ingin selalu memanjakan Anulika, karena sedang mengandung anaknya.“Mau makan telur sama kecap saja.” Serunya. Naka malas sekali, dikira dia tidak mampu memberi makan anak dan istrinya.“Harus ada sayur, Lika.”“Ckk, repot sekali.”“Memang, namanya juga sedang hamil.”“Ya sudah kamu yang buatkan.” Jawabnya mengagetkan Naka. “Kenapa aku?”“Anaknya maunya kamu, mas.” cicit Lika, memang Naka memintanya memanggil mas, jika seda