Pagi ini mereka kembali ke negaranya, setelah tadi malam Naka tidak melihatnya, kini ia melihat wajah Lika yang nampak pucat. Semalam Lika tidak keluar kamar untuk makan malam, Naka membiarkan saja.
Keduanya memilih untuk mempertahankan sikap diam. Mereka meninggalkan hotel menuju bandara untuk pulang ke Indonesia. Meskipun berada dalam satu pesawat, namun suasana di antara mereka begitu dingin, dan Naka memutuskan untuk merenung dalam diam.
Lika, yang berada di sampingnya di kursi pesawat, mencoba memejamkan matanya karena kepanya sakit sejak semalam. Sejak diusir Naka dengan kasar, ia memilih untuk merenung hingga akhirnya menangis semalam, seperti lagu saja ia. Duduk di dekat jendela menatap keindahan malam di negeri Kangguru itu, baru pertama keluar negeri malah pengalaman tidak enak menimpanya. Ah sial sekali dirinya ini.
Sedangkan Naka tampak fokus pada majalah di tangannya, sementara pikirannya sepertinya melayang jauh. Rasa bersalah menimbun dalam hati, bersalah pada istrinya, Ivanka istrinya, juga gadis yang ia tiduri kemarin malam. Naka bukan pria bajingan, ia bahkan pria yang mudah tersentuh hatinya. Tapi memang tidak terlihat karena itu terlalu berisiko sebagai pengusaha.
Mengarungi awan-awan di langit, pesawat semakin mendekat ke Indonesia. Tiba-tiba, pesawat mengalami goncangan kecil. Naka menoleh ke arah Lika, matanya mencari-cari kepastian di mana asistennya.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya singkat. Lika merespon dengan anggukan ringan, tetapi keheningan tetap terjaga di antara mereka. Badannya sakit ia malas berdebat saja dengan bosnya. Naka memilih untuk menghormati anggukan Lika, dan tidak memaksakan pembicaraan lebih lanjut.
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Naka dan Lika meninggalkan pesawat dengan diam. Mereka berjalan bersama-sama mengambil koper mereka tanpa satu kata pun yang terucap. Taksi telah menunggu di luar bandara, dan mereka berdua duduk di kursi belakang dengan jarak yang terasa semakin besar.
Di luar bandara, taksi telah menunggu untuk membawa mereka pulang. Naka dan Lika duduk di kursi belakang dengan jarak yang terasa semakin jauh. Jalanan Jakarta yang ramai dan pemandangan malam yang indah tidak bisa meredakan keheningan di dalam taksi. Naka akan mengantar Lika pulang dulu, baru kemudian ia pulang.
Seharusnya Naka kembali dengan semangat baru dan tekad untuk menghadapi tantangan di masa depan. Cerita sukses ini bukan hanya tentang kesepakatan bisnis, tetapi juga tentang kolaborasi yang kuat antara seorang pemimpin dan tim yang penuh dedikasi.
Sayangnya Naka mencorengnya dengan insiden buruk yang menyebabkan asistennya, harus menanggung aib seumur hidupnya nanti.
*
*
Tiba dimansionnya, ia bertanya pada pelayan apa istrinya sudah minum obat. Itu terus yang Naka tanyakan jika pulang bekerja, mau bertanya apa karena istrinya hanya bisa berbaring di ranjang. Mansion ini tidak pernah dipenuhi suara gelak tawa dan kebahagiaan pernikahan mereka.
Dua tahun mereka menikah karena perjodohan, tidak ada cinta dihati Naka, namun ada cinta yang mendalam di hati Ivanka, istrinya.
Pernikahan mereka terguncang ketika istrinya didiagnosis menderita penyakit kanker darah, tahun lalu. Kabar ini menghantam pernikahan mereka seperti badai tak terduga yang merusak ketenangan hidup keluarga besar.
Mansion yang hampa semakin terasa hampa.
Naka, seorang pria yang biasanya tegar, terguncang oleh kabar tersebut. Meskipun mencoba menyembunyikan kecemasannya, kehidupan sehari-hari keluarga Naka berubah drastis.
Ivanka memulai perjalanan panjangnya melawan penyakit ini dengan keberanian dan tekad, sementara Naka terlihat kehilangan arah.
Ada satu sisi dirinya yang masih ia sembunyikan, tentang ia yang ingin menggugat cerai di tahun kedua pernikahan. Namun kabar penyakit Ivanka tentu menjadi momok besar baginya, jika berbuat hal itu. Ia akan dicap sebagai suami tidak tahu diri yang meninggalkan istrinya ketika dalam keadaan yang terpuruk.
Naka tidak mau itu, nama besar perusahaan dan keluarganya tidak akan ia gadaikan. Begitu pun dengan keluarga Ivanka yang merupakan teman baik keluarganya.
Bukankah beban Naka sekarang jadi bertambah besar, istri yang sakit, dan gadis tidak berdosa ia renggut kesuciannya. Entah apa yang harus ia lakukan besok.
Pertama-tama, Naka mencoba untuk menjadi pendukung yang kuat bagi Ivanka. Namun, seiring berjalannya waktu, beban emosional yang dialami Naka membuatnya mencari pelarian dari kenyataan yang sulit itu.
Alih-alih menanggapi dengan bijak, Naka menyalahgunakan pekerjaannya sebagai pelarian. Ia mulai terlalu fokus pada pekerjaan, mengabaikan kebutuhan dan perasaan Ivanka yang seharusnya menjadi prioritas utamanya.
“Hai, sudah pulang?” sapa Ivanka duduk diatas ranjangnya. Naka yang baru masuk kamar, langsung menghampiri istrinya, tersenyum dan mengusap lembut wajah itu.
“Hmmm, sudah makan, minum obat?” tanya Naka beruntuk. Ivanka berdecak, selalu saja itu yang ditanyakan suaminya setahun belakangan ini.
"Babe, bosan ah pertanyaannya" ucapnya dengan suara yang rapuh. Naka tertawa pelan, “Karena obat itu harus kamu minum. Ayo cepat jawab, atau aku berikan hukuman.” candanya.
“Apa hukumannya?”
“Hmmm, memijat punggungku mungkin.”
“Ck, hukumannya ringan sekali.” balas Ivanka.
Naka tertawa, ia menunjukkan sisi lainnya didepan Ivanka, dan itu baru terjadi satu tahun belakangan ini.
Naka memberikan tatapan tajam, “Sudah bos, sudah makan, minum obat. Done!”
“Good.” seru Naka, mengusak rambut Ivanka.
“Istirahatlah, aku mandi dulu.” ujarnya, bangkit berdiri dari duduknya. Ivanka menahannya, “Tidur disini, aku merindukanmu.” lirihnya.
Naka melihat tatapan penuh permohonan dari mata indah yang kini sudah tidak bercahaya lagi itu. Naka tahu, Ivanka membutuhkan dukungan dan cinta dari suaminya, bukan penolakan.
“Oke, tapi aku mandi dulu. Hmmm, bisa teleponkan pelayan aku mau makan, lapar.” sahutnya berjalan menuju kamar mandi. Mau menolak rasanya, tapi dia juga tidak sanggup. Dokter pernah mengatakan padanya untuk membahagiakan Ivanka, namun dia harus bagaimana ketika semakin dijalani rasa cinta itu tidak juga kunjung datang. Malah kini dia melakukan kesalahan bodoh, ah bodoh.. Rasanya tidak, karena jujur Bayanaka Rasyid Gasendra selalu memikirkan gadis itu, bayangan malam panas mereka terlalu terekam di otaknya. Membuat Naka ingin mengulangnya lagi.. Ah, berpikir apa dia ini.
“Oke.” jawab sang istri riang.
Mereka tidur terpisah semenjak menikah, perjodohan membuat mereka berdua canggung. Keadaan sudah membaik Ketika mereka bercinta untuk pertama kalinya, beberapa malam Naka memutuskan tidur dikamarnya.
Namun keadaan kembali seperti semula, Ketika ia divonis penyakit mematikan itu. Sering Naka menemani Ivanka dikamarnya, membaringkan tubuhnya dan pindah ketika Ivanka terlelap. Ivanka tahu itu, dia mendiamkan, selama Naka bersikap baik padanya.
*
*
Sementara itu Anulika Chandara, gadis yang belum genap berusia 2 tahun itu duduk di sudut kamar apartemen kecilnya, pandangan mata kosong menatap langit-langit putih. Di luar jendela, lampu-lampu gemerlapan di ibu kota seolah menyanyikan lagu kehidupan yang penuh dengan dinamika.
Namun, hati Lika terasa semakin gelap, terikat oleh penyesalan yang memenuhi setiap sudut pikirannya.
Tepat dua bulan lalu, Lika dengan penuh semangat menerima tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Ia yang mnerupakan fresh gradute langsung diterima bekerja di Gasendra Corp, sebuah perusahaan mentereng di negaranya. Mimpi untuk meraih kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik menghantarkannya untuk mengambil pengalaman itu.
Namun, di dalam kamar kecil itu, keputusasaan mulai merayap saat Lika menyadari bahwa pekerjaannya telah merenggut kepolosan dan kejujuran yang pernah dimilikinya.
‘Duh bego banget sih. Kenapa mau-mauan gue dikasih minuman sialan itu,’ batin Lika.
Matanya terus menatap pada pemandangan malam di apartemennya, “Gimana kalau istrinya pak Naka tahu, atau gue dipecat. Nggak nggak jangan, jangan dipecat. Masa nganggur sih, apa kata teman-teman gue kalau baru dua bulan kerja udah dipecat.” gumam Lika gusar.
Seperti mengingat sesuatu, Lika tersentak. ‘Hamil’, ya bagaimana kalau dia hamil dan tidak memiliki suami. Apa kata keluarganya di Bandung, niat merantau untuk kaya malah bunting.
Anulika Chandrana bukan gadis kemarin sore, dia tahu konsekuensi jika berhubungan intim. Wajar kini pikirannya dipenuhi oleh ketakutan-ketakuan. Ditambah lagi dia masih punya keluarga yang harus dijaga nama baiknya. Menyesal, pasti. Berkali-kali Lika merutuki kebodohannya itu.
“Ngak bisa, gue cuma bikin malu saja kalau sampai hamil. Pak Naka harus tanggung jawab, dia harus nikahin gue!” jerit Lika menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Enak saja cuma ngambil madu gue, tapi nggak mau tanggung jawab!” tegasnya berbicara sendiri. **
Naka duduk di ruang kerjanya, tatapan matanya menatap layar komputer tanpa fokus. Rasa bersalah melingkupi hatinya seperti kabut tebal yang sulit dihindari. Ia merenung pada tindakan-tindakan yang telah dilakukannya, khususnya terhadap asistennya, Lika.Ia sudah menyiapkan solusi, namun sayangnya gadis itu sudah dua hari tidak masuk kerja, dengan alasan sakit. Hal itu membuat Naka harus sabar menunggu, padahal ia sudah tidak tahan untuk menyelesaikannya dengan cepat.Keputusan sudah diambilnya, ia menyadari bahwa tindakannya tidak hanya merugikan hubungan profesional mereka, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.Meski sedikit khawatir dengan kondisi Lika, namun Naka mencoba mengabaikannya. Lika gadis sehat dan kuat berbeda dengan Indira yang sangat membutuhkannya.Hingga hari ini, asistennya masuk kerja kembali. Posisi Lika kini kembali menjadi sekretaris Naka, baru masa percobaan. Tugasnya mudah hanya membantu Bara saja mengurus administrasi yang dibutuhkan Naka."
Anulika Chandara duduk di tepi ranjangnya, tangannya menggenggam erat cek yang diberikan Naka. Matanya sayu memandang ke luar jendela, memikirkan keputusan yang harus dia ambil. "Aku tidak bisa menerima ini," gumamnya lirih, sambil memegang cek tersebut erat. Lika teringat akan semua yang telah terjadi, malam itu, tawaran itu, dan sekarang dilema yang menghantui pikirannya.“Tapi sayang, 10 miliar kan gede juga.” Ah jadi dilema Lika ini.Dia menghela napas berat, perasaan dilema menggelayuti setiap pikirannya. Lika tahu dia membutuhkan pekerjaan ini, tapi harga dirinya sebagai wanita juga penting baginya. "Bagaimana kalau aku hamil karena kesalahan malam itu?" pikirnya dengan rasa takut. Bayangan masa depan yang suram mulai menghantui, takut tak ada pria yang mau menerimanya lagi.Itu yang Anulika takutkan, hamil! Maka keadaan akan berubah semua. Hidupnya akan jungkir balik, apalagi jika tidak ada suami disisinya.Dengan keputusan yang masih terombang-ambing, Lika berdiri dan berjal
Esoknya, Bara yang tidak tahu apa-apa dibuat kelimpungan saat pak bos memintanya mencari penghulu, lebih terkejut lagi karena bosnya yang akan jadi pengantin. Tambah mengejutkan lagi dengan Anulika rekan kernya yang menjadi mempelai wanitanya. “Apa-apaan ini?” pekiknya sendirian, namun tetap saja dia mengerjakan apa yang diperintahkan sang bos. Sedangkan gadis cantik itu memberengut saja dari tadi, ia kira menikah dengan bos besar walau hanya secara agama, ia akan memakai gaun putih yang cantik dan mahal. Tapi ini apa, ia hanya memakai baju kerjanya. Sederhana namun terasa berat oleh beban yang tak kasat mata. Selendang putih menutupi kepala mereka berdua, simbol kesederhanaan yang mereka junjung. Dengan perasaan yang campur aduk, Lika menatap Naka yang kini resmi menjadi suaminya. Sesuai dengan kesepakatan, mereka menikah secara sederhana di ruangan kecil dengan hadirnya dua saksi yang seolah muncul begitu saja dari balik pintu. Setelah akad nikah yang berlangsung singkat dan diuc
Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya. Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan le
Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.“Disana saja.” jawabnya tegas.Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruanganny
Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.“Iya, nanti di hubungi lagi.”“Lika.”“Apa?”“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.“Sama siapa?”“Teman.”
Lika mengerjap kaget ketika Naka mengatakan akan menginap disini. Maksudnya bagaimana, kenapa pak bosnya mau menginap di apartemen mungilnya ini. lebih enak dirumahnya sendiri, Lika yakin ranjang milik Naka lebih besar dari miliknya.“Kamu tidak tuli bukan?” sindir Naka kesal, karena Lika seolah menolak kehadirannya.“No. Big no, bapak pulang saja. Tempat ini terlalu sempit buat berdua.” Lika mendekati Naka dan menarik tangan bosnya itu. Enak saja menumpang nginap, memang ia tidak punya rumah."Kenapa? Kamu lupa kalau kita juga pernah tidur bersama. Bahkan tanpa pakaian." sinis Naka, mengingatkan Lika tragedi malam berdarahnya. Lika berdecak, kesal jika diingatkan akan malam itu.“Bapak nggak punya rumah, sampai menumpang menginap dirumah karyawannya?” sindir Lika.Namun tenaganya kalah dari Naka, dan malah ditarik balik oleh Naka, hingga mereka berdua jatuh diatas ranjang kecil itu. Naka menahan napasnya ketika Lika ada diatas tubuhnya. Kedua mata itu saling pandang, menegaskan jika
Hari masih belum terang, ketika Naka terbangun karena mendengar suara pekikan dari arah kamar mandi. Meraba sisi ranjangnya, kosong. Lika di kamar mandi, dengan langkah gontai Naka menyusul gadis itu. Sempat melihat jam di dinding masih pukul 3 dini hari.Hoek..Lika sedang mengeluarkan semua isi perutnya di toilet, suaranya sangat mengenaskan.“Lika.. Kenapa?” tanya Naka, dia masuk ke dalam. Membantu gadis itu yang kesulitan dengan rambutnya. Rambut panjangnya Naka tangkup, dan memijit leher Lika.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Naka, mulai khawatir karena Lika tidak berhenti mengeluarkan isi perutnya.“Hmmm, keluar.” Usir Lika pelan. Tidak nyaman muntah ada orang lain. Naka mengabaikan, tetap ia pijat leher itu.Naka sadar dia pria dewasa, dalam kondisi ini Lika juga membutuhkannya. Sama ketika Ivanka sakit, Naka bersedia membantunya.Suara muntah itu memekikkan telinga, terlihat Lika berjuang mengeluarkan semua isi perutnya.“Sudah?” tanyanya, Lika mengangguk. Wajahnya merah, basah kar
Karyawan perusahaan Naka berkumpul di lapangan kantor, suasana ceria terlihat jelas pada wajah mereka. bagaimana tidak, mereka ini mau melakukan perjalanan wisata ke Ciwangun Indah Camp, dalam rangka gatering perusahaan Gasendra Corp.Lokasi gathering kali ini, banyak direkomendasikan untuk kegiatan wisata yang menarik dan dijamin seru, karena kawasannya yang merupakan terdiri dari perpaduan Hutan Pinus dan juga lokasi salah satu Perkebunan Teh di Bandung. Lokasi ini juga merupakan pilihan yang paling banyak dipilih oleh karyawan Gasendra Corp.Semua sudah antusias sekali, karena tempat wisatanya akan memiliki keindahan alam yang indah, berhawa sejuk dan udaranya bersih sambil jalan-jalan menyusuri tepian sungai situ lembang, menuruni lembah dan beristirahat di sebuah danau buatan yang seklilingnya terdapat saung.Fasilitas wisata yang menarik juga banyak seperti camping Ground, area outbound, saung, aula, gazebo, villa, kebun stroberi, saung makan. Jika semua bergembira menyambut hea
Pikiran Lika terhenti ketika Naka harus meninggalkannya untuk pulang. Naka sendiri dihubungi suster dirumah, mengatakan Ivanka tidak mau makan dan terus menanyakan dirinya.“Lika, aku harus pulang. Apa tidak apa kalau aku tinggal sendiri?” tanya Naka lembut.Lika terdiam, inginnya dia Naka disini bersamanya. Namanya juga sedang hamil, bawaannya mau dimanja terus. “Pengennya mas disini, temani aku,” ujarnya mellow. Ini bukan Lika yang seperti biasanya, tolong pahami, dia sedang mengandung.Ini yang Naka beratkan, dia tahu Lika sedang mengandung. Mellow begini, Naka tahu pengaruh hormon. Karena aslinya Lika termasuk gadis yang mandiri dan tidak lemah. Ah seketika dia menyesal, dialah yang membuat gadis kuat ini menjadi lemah.“Aku tahu, mas minta maaf. Tapi ada yang harus mas urus dirumah,” Kata Naka, dia mencoba menjelaskan sepelan mungkin.Lika mengangguk lemah, memberikan izin dengan hati yang berat. Seorang diri, ia kembali ke apartemen, mencoba fokus pada kandungannya yang kini sem
Dua..Deg!Rasanya tidak ada yang bisa menggantikan kebahagiaan Bayanaka Rasyid Gasendra, setelah dokter mengatakan detak jantung bayinya ada dua. Itu artinya, Naka akan memiliki bayi dua, kembar. Oh Tuhan, kebahagiaan Naka sampai membuatnya lemas, mulutnya terbuka tanpa berkata apa-apa, ingin berteriak tapi tidak bisa saking jantungnya pun berdetak kencang.Dokter pun menjelaskan bayi-bayi mereka tumbuh dengan baik. Naka memegang tangan Lika erat saat dokter menempatkan transduser pada perut Lika dan suara detak jantung bayi terdengar melalui speaker. Naka merasakan desiran emosi yang kuat, sebuah campuran antara kelegaan, kebahagiaan, dan keajaiban. Detak jantung itu, bukti nyata dari kehidupan baru yang sedang tumbuh dalam rahim Lika, adalah musik terindah yang pernah ia dengar.“Dua Lika, kita akan punya anak kembar,” serunya senang. Lika tersenyum, mata keduanya berkaca-kaca akan kabar gembira ini.Dokter pun tersenyum senang akan reaksi calon orangtua baru ini. “Selamat Pak Naka
Asisten Naka memberikan sebuah proposal, terkait acara gathering karyawan yang sebenarnya sudah diajukan ke Naka jauh-jauh hari. Namun karena kesibukannya, dia baru melihat isinya.“Kemana, Bara?” tanya Naka pada asistennya.“Vila di Puncak, pak.”Naka menganggukkan kepalanya, lalu memberi izin untuk acara hiburan karyawannya itu. Gathering diperlukan agar karyawan tidak stress menghadapi pekerjaan yang memusingkan. Healing gratisan, kalau kata karyawan Naka.“Kasih mereka bekal Bara. Bonus di gathering.”“Siap pak.”“Hmm.. Sama kasih hadiah hiburan. Belilah barang yang mewah, aku akan memberikannya dari uang pribadiku,” ucapnya. Naka memang bos yang tidak pelit, seperti sekarang dia memakai uang pribadi untuk memberi hadiah para karyawan yang sudah sangat loyal padanya.Lagipula, ini bentuk rasa bahagianya yang akan segera memiliki anak. Betapa Naka sangat gembira menyambut sang buah hati yang sudah lama ia nantikan itu.“Baik pak Naka,” seru Bara girang juga. Namun ada kebingungan j
“Babe..” lirih Ivanka, saat Naka malah membalik tubuhnya, dan dengan cepat Naka menyelimutinya.“Tidurlah, sudah malam.”Naka langsung keluar kamarnya, biarlah dia tidur di kamar lain. Meninggalkan Ivanka yang menangis dengan penolakan halus sang suami. Dia sadar diri kondisinya sakit, tapi Ivanka ingin melayani Naka seperti istri pada umumnya. Kesakitan tidak akan menghalangi Ivanka untuk terus memenuhi kebutuhan sang suami, tapi kenapa suaminya malah menolaknya.Segelintir pikiran negatif hinggap dikepala, mencoba mengindahkan. Selingkuh adalah hal utama, yang dia pikirkan. ‘Jangan selingkuh, please.’ Ivanka hanya bisa meminta itu didalam hatinya.Tidak kuat Ivanka jika menerima kenyataan suaminya memiliki wanita lain. Tapi Ivanka juga tahu, bagaimana dinginnya hati Naka, bagaimana pria itu jika bertemu wanita, pasti menghindar. Naka bukan pria murahan yang mengumbar hati dan tubuhnya, Ivanka tahu itu.Sedangkan Naka, kini dia mandi dikamar tamu. Dibawah guyuran shower dengan air di
Keadaan yang tidak memungkinkan, Lika dengan hormon kehamilannya yang membuatnya sering meledak tidak jelas. Naka dengan kebimbangan, karena memiliki dua pelabuhan yang sama-sama membutuhkannya.“Mau kemana kamu?” sentaknya menarik tangan Lika dan menahannya. Naka tidak jadi pergi, akan sangat berbahaya jika dia benar-benar melakukan itu. Lika pasti akan merasa Naka tidak mempedulikannya.“Aku mau pergi, ini kan apartemen mas. Bukan aku!” balasnya.“Dengarkan aku dulu!”"Tidak perlu jelaskan apa-apa, mas." potong Lika, suaranya lirih. "Aku tahu aku bukan satu-satunya. Tapi melihat kamu bersamanya, hatiku sakit."“Lika..” Desah Naka, tidak menyangka gadis ini akan mengatakan apa yang ia rasakan.Naka langsung menarik bahu gadis itu, menenggelamkannya kedalam pelukannya. Lika terisak, hatinya sakit. Tapi dia juga harus tahu diri, dia ada di posisi ini kuga karena kecelakaan yang terjadi diantara mereka berdua.“Jangan menangis, hatiku sakit melihatmu menangis.” Lirih Naka.Hiks …Naka m
Weekend, seharusnya Naka mengunjungi Lika melihat keadaannya. Namun sang istri dirumah juga harus ia perhatikan. Naka tahu begini konsekuensi dari pilihannya, maka Naka pun akan membuat semua semudah mungkin. Selesai mengajak Ivanka jalan, dia akan pergi ke apartemen gadis itu.Melirik jam ditangan, Naka berpikir Lika pasti tidur semalam ia menghubungi gadis itu, dan Lika tidak bisa tidur karena mual. Tidak tega Naka ini, inginnya dia menginap disana. Namun apa daya, Ivanka juga membutuhkannya.Di tengah hiruk pikuk mal yang ramai, Ivanka yang ceria berjalan-jalan. Wajah Ivanka berseri, tidak menunjukkan tanda-tanda sakit yang ia derita lama. Naka fokus mendorong kursi roda, sedangkan suster dan Bara sang sekretaris mengikuti mereka. Naka memang butuh bantuan, jika Ivanka mendadak sakit.“Aku senang sekali, babe.” Ivanka terus tersenyum, Naka membawanya ke sebuah butik atas permintaan Ivanka.Naka adalah bos yang baik, dia juga meminta suster dan Bara membeli apa yang dia mau.“Habis
Di tengah keramaian kantin Gasendra Companys, yang penuh sesak, suara tawa dan canda tumpah ruah mengisi udara. Lika, dengan pakaian kerjanya yang rapi, berdiri di tengah kerumunan, menjadi pusat perhatian setelah insiden yang hampir menimpanya."Berasa jadi pegawai kesayangan nih, habis di tolong big bos." ujar Kimberly dengan nada sinis, sambil menatap Lika dari kejauhan. Wajah Lika tampak tenang, senyumnya terkembang saat dia membalas. "Ceuceu Kim selalu iri dengan gadis sederhana ini." kata Lika dengan nada santainya. Tawa renyah pecah di antara kerumunan, membuat Kimberly semakin geram.“Ngapain juga iri sama gadis kampung kaya kamu!” cemooh Kim.Lika heran, darimana dia kampungnya sih. Dia berasal dari bandung kota, disana infrastruktur sudah bagus, malah menyamai Jakarta.“kalau-kalau Kakak Kim lupa, aku dari Bandung loh. Orang Jakarta saja liburan ke Bandung. Lalu darimana letak kampungannya?” kekeh Lika menantang dengan suara tawa yang menyebalkan ditelinga Kimberly.Geram su
Mereka pulang bersama-sama, dengan Lika yang menyelinap masuk ke mobil Naka. Sebenarnya Naka tidak mau begini, tapi dia juga sadar jika dia sudah beristri. Kasihan Naka melihat Lika yang harus bersembunyi seperti ini.Akan ada waktunya, Lika dan dirinya tidak main kucing-kucingan begini. Saat Lika sudah masuk, Naka langsung menjalankan mobilnya.“Mau makan apa?” tanya Naka lembut, jauh dari kebiasaannya.“Emmm.. Aku ngantuk, tapi lapar.”Naka bingung mendengarnya, tapi tahu jika istrinya sedang hamil, makanya dia tidka banyak protes. “Nanti aku suapi.” Rasanya Naka ingin selalu memanjakan Anulika, karena sedang mengandung anaknya.“Mau makan telur sama kecap saja.” Serunya. Naka malas sekali, dikira dia tidak mampu memberi makan anak dan istrinya.“Harus ada sayur, Lika.”“Ckk, repot sekali.”“Memang, namanya juga sedang hamil.”“Ya sudah kamu yang buatkan.” Jawabnya mengagetkan Naka. “Kenapa aku?”“Anaknya maunya kamu, mas.” cicit Lika, memang Naka memintanya memanggil mas, jika seda