Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya.
Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan lembut. Sedangkan Lika tidak tinggal diam, dia menjambak rambut Naka dengan beraninya. Sampai tangan Naka mulai berpindah ke arah depan, sesuatu yang pas di cakupan tangannya terasa kenyal dan lembut. “Pakk..” pekik Lika mendorong dada Naka karena meremas buah semangkanya. Hosh hohs hosh "Pelan-pelan bapak mau bunuh saya ya." kesalnya karena malah Naka yang melahap bibirnya. Niat ingin menggoda, malah dia yang kalah. “Tangannya nakal.” Pekiknya menutupi dada dengan kedua tangannya. Naka meringis, sialan gadis ini mengujinya saja. “Kamu mau menggoda saya? sengaja!” sindir Naka dengan wajah dinginnya. Sok-sok’an merasa jika ciuman itu tidak berarti apa-apa padahal ia sangat menikmatinya. “Lika mau disini saja pak. Nggak mau pindah ke gudang.” rengeknya. “Tidak! Keputusan saya sudah bulat, sekarang pergi saya banyak kerjaan.” Tegas Naka menurunkan kasar tubuh Lika dari pangkuannya. Segera Lika turun karena suaminya menyentak tubuhnya agar turun dari pangkuan. “Punya suami galak banget.” pekik Lika kesal, karena gagal merayu suaminya. Naka yang melihat kepergian Lika langsung menyenderkan kepalanya disenderan kursi. Menarik napas panjang dan menghelanya, dia memejamkan matanya. Mengusap bibirnya, ciuman tadi begitu indah dan sangat menenangkan baginya. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin menarik tubuh gadis itu ke ranjangnya, dan menghabiskan malam dengan hebatnya. Jujur Naka tertarik pada Lika, gadis itu sangat cantik. Bisa merasakan tubuhnya yang masih putih adalah hal yang tidak bisa ia lupaka, dia ingin lagi. Namun Naka harus menahan diri, khawatir jika Lika malah akan hamil jika ia menjeratnya lagi. * * Hahh.. Baru masuk gudang induk Lika sudah mendesah saja. Bos sialan yang sayangnya suaminya sendiri, dengan teganya memindahkannya ke bagian gudang. Kebanyakan karyawan disini adalah laki-laki, karena memang pekerjaannya berat dan banyak tenaga yang dibutuhkan. “Loh mbak Lika pindah kesini sekarang?” tanya beberapa rekan di gudang Lika mengangguk, iya dia dibuang suaminya ke divisi gudang. Jahat sekali suami barunya itu, menikah belum ada hitungan minggu ia sudah disiksa begini. Lika juga tadi menunggu nafkah, berupa uang jajan tapi suaminya malah anteng saja. Hari itu ia habiskan untuk mengenali tugas barunya, menjadi purchasing admin di gudang. Mencatat dan menghitung jumlah barang yang masuk dan keluar, juga jika beberapa bahan yang akan dipakai untuk pembangunan sebuah gedung maka Lika yang akan turun langsung sendiri. Mana barang yang akan habis dia harus mencatatnya, jangan sampai lupa sangat diperlukan sekali. “Lika, kamu pelajari ini dulu. Jangan sampai salah, nggak apa-apa kamu kan baru jadi belajar saja dulu.” kata pak Teo, kepala di divisi gudang. Ia hanya dapat mandat dari Bara agar mengajari Lika. Selebihnya biar gadis itu sendiri yang berusaha. Kebanyakan rekan kerja Lika tentu kaum Adam, karena gudang identik dengan pekerjaan berat. Sore menjelang tubuhnya langsung kaku, karena harus bolak balik ruangannya dan ruang workshop. “Mbak Lika mau pulang, mau bareng nggak nih?” tawar salah satu rekan kerja Lika di bagian gudang. “Bareng sampai stasiun kereta mau tidak. Lumayan mbak hemat ongkos.” Ujarnya lagi. Tawaran yang merupakan godaan mampir ke Lika, wajar saja biasa melihat batangan kini seorang gadis, mana cantik lagi semok. “Nggak usah pak, makasih.” Tolak Lika sopan. “Nggak usah malu-malu, nggak saya culik kok.” Memaksa sekali. Lika menolak kembali, karena dia lebih baik angkutan umum saja. “Beneran nih?” “Benar pak. Sudah sana pulang, sudah sore.” Pekik akhirnya tidak tahan juga. “Ya sudah mbak Lika, saya duluan ya.” “Iya pak.” Sahut Lika. Dia kemudian keluar area gudang dan akan menuju luar kantor. Seharian ini dia merasa tidak enak sekali, mungkin kena debu dan sesak karena dia juga memakai masker sepanjang bekerja. Namanya juga gudang ya penuh dengan debu. Lemas Lika ini, seperti tidak makan seharian. Padahal tadi makan siangnya banyak sekali, nasi padang. “Oh ya Tuhan, kenapa perjalanan jauh sekali.” Keluhnya menuju halte. * * Dikamar apartemennya yang sempit, Lika mengurut kakinya sendiri dengan minyak angin. Pegal sekalim seharian gadis itu mondar mandir kesana kemari. “Pegal banget sih.” Pekiknya. Maunya urut dengan terapis, namun Lika terlalu malas bepergian. Alhasil dia dirumah saja, urut sendiri. “Tega emang tuh suami. Berasa hidup sendiri aja.” Keluhnya. Ah Lika tersadar akhir-akhir ini dia banyak mengeluh, siapa lagi coba kalau bukan karena Bayanaka Rasyid Gasendra. Bos yang sudah menjadi suaminya. Suami bayangan, tidak terlihat sama sekali. Iseng Lika memainkan ponselnya. Lalu entah ide darimana dia mengetikkan nama suami di kolom pencarian. Keluarlah berita-berita tentang Naka. Umumnya tentang pencapaian karirnya sebagai seorang pengusaha dan pewaris tunggal kerajaan bisnis Gasendra. “Ganteng sih.. Sayang galak.” Gumam Lika sendirian. Ada banyak berita mengenai Naka, tak terkecuali berita tentang pernikahannya. Memberanikan diri Lika membuka foto istri Naka. Terpampanglah seorang perempuan cantik dengan tinggi semampai di samping Naka. “Cantik.” Lirihnya pelan. Memang cantik, Ivanka dulunya adalah seorang model. Dia berhenti dari dunia modelling semenjak menikah dengan Naka. Sampai sekarang tidak ada kabar lagi atau pun foto terbaru darinya. Hanya foto-foto lama saja. “Cocok banget sama Pak Naka. Ganteng dan cantik.” Lika mendesah, ah kalau bukan karena kesalahan satu malam dia dengan bosnya. Mungkin tidak akan seperti ini. dia seperti pelakor yang merebut suami orang. Tapi Lika juga perempuan biasa, yang mengalami kekhawatiran jika dia hamil diluar nikah dan tidak memiliki suami. Apa kata orang, ah tidak, Lika tidak peduli kata orang. Dia hanya mempedulikan kata keluarganya di Bandung. “Maaf ya ma.. Lika jadi anak yang nakal.” Lirihnya, selalu sedihjika mengingat mamanya yang seorang single parents itu. **Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.“Disana saja.” jawabnya tegas.Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruanganny
Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.“Iya, nanti di hubungi lagi.”“Lika.”“Apa?”“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.“Sama siapa?”“Teman.”
Lika mengerjap kaget ketika Naka mengatakan akan menginap disini. Maksudnya bagaimana, kenapa pak bosnya mau menginap di apartemen mungilnya ini. lebih enak dirumahnya sendiri, Lika yakin ranjang milik Naka lebih besar dari miliknya.“Kamu tidak tuli bukan?” sindir Naka kesal, karena Lika seolah menolak kehadirannya.“No. Big no, bapak pulang saja. Tempat ini terlalu sempit buat berdua.” Lika mendekati Naka dan menarik tangan bosnya itu. Enak saja menumpang nginap, memang ia tidak punya rumah."Kenapa? Kamu lupa kalau kita juga pernah tidur bersama. Bahkan tanpa pakaian." sinis Naka, mengingatkan Lika tragedi malam berdarahnya. Lika berdecak, kesal jika diingatkan akan malam itu.“Bapak nggak punya rumah, sampai menumpang menginap dirumah karyawannya?” sindir Lika.Namun tenaganya kalah dari Naka, dan malah ditarik balik oleh Naka, hingga mereka berdua jatuh diatas ranjang kecil itu. Naka menahan napasnya ketika Lika ada diatas tubuhnya. Kedua mata itu saling pandang, menegaskan jika
Hari masih belum terang, ketika Naka terbangun karena mendengar suara pekikan dari arah kamar mandi. Meraba sisi ranjangnya, kosong. Lika di kamar mandi, dengan langkah gontai Naka menyusul gadis itu. Sempat melihat jam di dinding masih pukul 3 dini hari.Hoek..Lika sedang mengeluarkan semua isi perutnya di toilet, suaranya sangat mengenaskan.“Lika.. Kenapa?” tanya Naka, dia masuk ke dalam. Membantu gadis itu yang kesulitan dengan rambutnya. Rambut panjangnya Naka tangkup, dan memijit leher Lika.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Naka, mulai khawatir karena Lika tidak berhenti mengeluarkan isi perutnya.“Hmmm, keluar.” Usir Lika pelan. Tidak nyaman muntah ada orang lain. Naka mengabaikan, tetap ia pijat leher itu.Naka sadar dia pria dewasa, dalam kondisi ini Lika juga membutuhkannya. Sama ketika Ivanka sakit, Naka bersedia membantunya.Suara muntah itu memekikkan telinga, terlihat Lika berjuang mengeluarkan semua isi perutnya.“Sudah?” tanyanya, Lika mengangguk. Wajahnya merah, basah kar
Lika baru saja memasuki area kantor ketika dia dihadang oleh Kimberly, rekan kerjanya yang selalu mencari-cari kesalahan. Entah apa yang Kim irikan padanya, padahal Lika termasuk gadis yang biasa saja. Tidak seperti dia yang heboh sekali kalau ke kantor."Eh, ada gadis gudang. Kasihan sekali, hitam deh keliling terus." sindir Kimberly dengan nada mengejek.Lika berusaha mengabaikan komentar sinis tersebut karena kepalanya yang sedang sakit, tetapi Kimberly tidak berhenti. Dari Lika pertama masuk ke kantor ini, Kimberly memang sudah jahil padanya."Mulutmu iseng sekali ya. Berasa yang punya kantor ya." balas Lika, mencoba menahan emosinya. "Ya didoakan saja," sahut Kimberly dengan nada santai, seolah tidak terpengaruh oleh kemarahan Lika.“Terserahlah.” Abai Lika mencoba berjalan kembali.Kepala Lika semakin berdenyut dan tubuhnya terasa tidak enak, namun dia memilih untuk pergi meninggalkan Kimberly. Baru saja melangkah, tiba-tiba Kimberly dengan sengaja menyelengkat kakinya sehingga
Naka tidak jadi mengantarkan Lika ke dokter, istrinya memintanya untuk pulang cepat. Naka memenuhi keinginan itu, biasanya Ivanka akan minta dimanja, entah makan disuapi, minum obat atau tidur bersama.Naka harus memenuhi itu, Ivanka sedang sakit ia tidak mau istrinya merasa tidak ia perhatikan. Meski Ivanka juga mengerti akan kesibukannya diperusahaan.Niatnya meminta Bara untuk mengajak Lika ke dokter, namun dipikir lagi Naka suka menyusahkan Bara. Maka ia meminta Lika pergi sendiri, yang hanya dibalas iya saja.“Hai” sapa Naka, masuk ke dalam kamar Ivanka.“Sibuk sekali, aku sampai dilupakan.” Rajuk Ivanka, melihat suami tampannya. Tangannya mengulur, minta digapai sang suami. Naka yang mengerti lalu menggapai tangan itu, dan mengenggamnya.“Hmm.. Sedang banyak pekerjaan. Sudah makan?” tanya Naka, dan Ivanka menggeleng pelan, “Mau aku suapi?” tanya Naka, tentu saja ia mengangguk senang.“Lapar banget tidak, aku mandi dulu ya. Kotor kena debu.” Kata Naka, ia usahakan jika bertemu Iv
Cukup lama Naka mandi, karena sambil melamun. Ditambah dia tadi menghubungi Lika dan memikirkan gadis itu yang seenaknya saja pergi dengan laki-laki lain. Apa maunya Lika itu, pikir Naka.Usai memakai baju juga tidak langsung ke kamar Ivanka, dia malah menghubungi Lika kembali, dan gadis itu masih diluar. Bagaimana Naka tidak menggeram kesal.“Lama sekali mandinya.” Kata Ivanka menyambut kemunculan Naka.“Maaf, tadi habis terima telepon.” Ucapnya, langsung mengambil piring dan menyuapi Ivanka.“Maaf.”“Untuk?”“Karena merepotkanmu. Harusnya aku yang melayanimu, malah kamu yang melayani aku.” Ucap Ivanka sendu. Sebagai istri tentu Ivanka sedih, tidak dapat melakukan tugasnya.Naka tersenyum, ia mengusap kening wanita berwajah pucat itu. “Tidak apa. Nanti kalau kamu sudah sehat, aku akan menagihnya.” Canda Naka. Ivanka tertawa, “Tentu, tagih aku. Dan seumur hidup aku akan melayanimu.” Ucapnya sumringah. Senyum Naka berubah jadi ringisan, ia malah hendak membebaskan Ivanka jika wanita itu
Lika membuka matanya, mengerjapkan untuk menyesuaikan dengan Cahaya pagi, yang masuk melalui celah jendela kecilnya dari balik tirai. Ah, sudah pagi. Ini kenapa tubuhnya sakit semua, terasa lelah sekali. Dan inti tubuhnya, sial, terasa nyeri. Mengusap matanya, Lika menoleh kesamping, pria yang bermalam dan menyiksanya masih memeluk pinggang Lika dengan erat. Terlihat Naka sangat nyaman dipelukan Lika, meski matanya masih tertutup rapat.Lika menatap wajah tidur Naka, menikmati ketampanan pria yang memiliki selisih usai jauh diatasnya. Pria yang semalam menyiksanya dalam kenikmatan, meski ia sudah meronta untuk minta dilepaskan. Wajah Lika memanas mengingat betapa liarnya Naka tadi malam, jauh dibanding ketika pertama kali mereka melakukannya. Lika juga tidak sepenuhnya ingat, karena dia sedang mabuk kala itu.Mengingat tadi malam, Lika mendesah. Kalau begini sih dipastikan dia akan hamil. Mereka tidak menggunakan pengaman apapun coba. Jujur, Naka memberikan warna baru bagi hidupnya. T
Karyawan perusahaan Naka berkumpul di lapangan kantor, suasana ceria terlihat jelas pada wajah mereka. bagaimana tidak, mereka ini mau melakukan perjalanan wisata ke Ciwangun Indah Camp, dalam rangka gatering perusahaan Gasendra Corp.Lokasi gathering kali ini, banyak direkomendasikan untuk kegiatan wisata yang menarik dan dijamin seru, karena kawasannya yang merupakan terdiri dari perpaduan Hutan Pinus dan juga lokasi salah satu Perkebunan Teh di Bandung. Lokasi ini juga merupakan pilihan yang paling banyak dipilih oleh karyawan Gasendra Corp.Semua sudah antusias sekali, karena tempat wisatanya akan memiliki keindahan alam yang indah, berhawa sejuk dan udaranya bersih sambil jalan-jalan menyusuri tepian sungai situ lembang, menuruni lembah dan beristirahat di sebuah danau buatan yang seklilingnya terdapat saung.Fasilitas wisata yang menarik juga banyak seperti camping Ground, area outbound, saung, aula, gazebo, villa, kebun stroberi, saung makan. Jika semua bergembira menyambut hea
Pikiran Lika terhenti ketika Naka harus meninggalkannya untuk pulang. Naka sendiri dihubungi suster dirumah, mengatakan Ivanka tidak mau makan dan terus menanyakan dirinya.“Lika, aku harus pulang. Apa tidak apa kalau aku tinggal sendiri?” tanya Naka lembut.Lika terdiam, inginnya dia Naka disini bersamanya. Namanya juga sedang hamil, bawaannya mau dimanja terus. “Pengennya mas disini, temani aku,” ujarnya mellow. Ini bukan Lika yang seperti biasanya, tolong pahami, dia sedang mengandung.Ini yang Naka beratkan, dia tahu Lika sedang mengandung. Mellow begini, Naka tahu pengaruh hormon. Karena aslinya Lika termasuk gadis yang mandiri dan tidak lemah. Ah seketika dia menyesal, dialah yang membuat gadis kuat ini menjadi lemah.“Aku tahu, mas minta maaf. Tapi ada yang harus mas urus dirumah,” Kata Naka, dia mencoba menjelaskan sepelan mungkin.Lika mengangguk lemah, memberikan izin dengan hati yang berat. Seorang diri, ia kembali ke apartemen, mencoba fokus pada kandungannya yang kini sem
Dua..Deg!Rasanya tidak ada yang bisa menggantikan kebahagiaan Bayanaka Rasyid Gasendra, setelah dokter mengatakan detak jantung bayinya ada dua. Itu artinya, Naka akan memiliki bayi dua, kembar. Oh Tuhan, kebahagiaan Naka sampai membuatnya lemas, mulutnya terbuka tanpa berkata apa-apa, ingin berteriak tapi tidak bisa saking jantungnya pun berdetak kencang.Dokter pun menjelaskan bayi-bayi mereka tumbuh dengan baik. Naka memegang tangan Lika erat saat dokter menempatkan transduser pada perut Lika dan suara detak jantung bayi terdengar melalui speaker. Naka merasakan desiran emosi yang kuat, sebuah campuran antara kelegaan, kebahagiaan, dan keajaiban. Detak jantung itu, bukti nyata dari kehidupan baru yang sedang tumbuh dalam rahim Lika, adalah musik terindah yang pernah ia dengar.“Dua Lika, kita akan punya anak kembar,” serunya senang. Lika tersenyum, mata keduanya berkaca-kaca akan kabar gembira ini.Dokter pun tersenyum senang akan reaksi calon orangtua baru ini. “Selamat Pak Naka
Asisten Naka memberikan sebuah proposal, terkait acara gathering karyawan yang sebenarnya sudah diajukan ke Naka jauh-jauh hari. Namun karena kesibukannya, dia baru melihat isinya.“Kemana, Bara?” tanya Naka pada asistennya.“Vila di Puncak, pak.”Naka menganggukkan kepalanya, lalu memberi izin untuk acara hiburan karyawannya itu. Gathering diperlukan agar karyawan tidak stress menghadapi pekerjaan yang memusingkan. Healing gratisan, kalau kata karyawan Naka.“Kasih mereka bekal Bara. Bonus di gathering.”“Siap pak.”“Hmm.. Sama kasih hadiah hiburan. Belilah barang yang mewah, aku akan memberikannya dari uang pribadiku,” ucapnya. Naka memang bos yang tidak pelit, seperti sekarang dia memakai uang pribadi untuk memberi hadiah para karyawan yang sudah sangat loyal padanya.Lagipula, ini bentuk rasa bahagianya yang akan segera memiliki anak. Betapa Naka sangat gembira menyambut sang buah hati yang sudah lama ia nantikan itu.“Baik pak Naka,” seru Bara girang juga. Namun ada kebingungan j
“Babe..” lirih Ivanka, saat Naka malah membalik tubuhnya, dan dengan cepat Naka menyelimutinya.“Tidurlah, sudah malam.”Naka langsung keluar kamarnya, biarlah dia tidur di kamar lain. Meninggalkan Ivanka yang menangis dengan penolakan halus sang suami. Dia sadar diri kondisinya sakit, tapi Ivanka ingin melayani Naka seperti istri pada umumnya. Kesakitan tidak akan menghalangi Ivanka untuk terus memenuhi kebutuhan sang suami, tapi kenapa suaminya malah menolaknya.Segelintir pikiran negatif hinggap dikepala, mencoba mengindahkan. Selingkuh adalah hal utama, yang dia pikirkan. ‘Jangan selingkuh, please.’ Ivanka hanya bisa meminta itu didalam hatinya.Tidak kuat Ivanka jika menerima kenyataan suaminya memiliki wanita lain. Tapi Ivanka juga tahu, bagaimana dinginnya hati Naka, bagaimana pria itu jika bertemu wanita, pasti menghindar. Naka bukan pria murahan yang mengumbar hati dan tubuhnya, Ivanka tahu itu.Sedangkan Naka, kini dia mandi dikamar tamu. Dibawah guyuran shower dengan air di
Keadaan yang tidak memungkinkan, Lika dengan hormon kehamilannya yang membuatnya sering meledak tidak jelas. Naka dengan kebimbangan, karena memiliki dua pelabuhan yang sama-sama membutuhkannya.“Mau kemana kamu?” sentaknya menarik tangan Lika dan menahannya. Naka tidak jadi pergi, akan sangat berbahaya jika dia benar-benar melakukan itu. Lika pasti akan merasa Naka tidak mempedulikannya.“Aku mau pergi, ini kan apartemen mas. Bukan aku!” balasnya.“Dengarkan aku dulu!”"Tidak perlu jelaskan apa-apa, mas." potong Lika, suaranya lirih. "Aku tahu aku bukan satu-satunya. Tapi melihat kamu bersamanya, hatiku sakit."“Lika..” Desah Naka, tidak menyangka gadis ini akan mengatakan apa yang ia rasakan.Naka langsung menarik bahu gadis itu, menenggelamkannya kedalam pelukannya. Lika terisak, hatinya sakit. Tapi dia juga harus tahu diri, dia ada di posisi ini kuga karena kecelakaan yang terjadi diantara mereka berdua.“Jangan menangis, hatiku sakit melihatmu menangis.” Lirih Naka.Hiks …Naka m
Weekend, seharusnya Naka mengunjungi Lika melihat keadaannya. Namun sang istri dirumah juga harus ia perhatikan. Naka tahu begini konsekuensi dari pilihannya, maka Naka pun akan membuat semua semudah mungkin. Selesai mengajak Ivanka jalan, dia akan pergi ke apartemen gadis itu.Melirik jam ditangan, Naka berpikir Lika pasti tidur semalam ia menghubungi gadis itu, dan Lika tidak bisa tidur karena mual. Tidak tega Naka ini, inginnya dia menginap disana. Namun apa daya, Ivanka juga membutuhkannya.Di tengah hiruk pikuk mal yang ramai, Ivanka yang ceria berjalan-jalan. Wajah Ivanka berseri, tidak menunjukkan tanda-tanda sakit yang ia derita lama. Naka fokus mendorong kursi roda, sedangkan suster dan Bara sang sekretaris mengikuti mereka. Naka memang butuh bantuan, jika Ivanka mendadak sakit.“Aku senang sekali, babe.” Ivanka terus tersenyum, Naka membawanya ke sebuah butik atas permintaan Ivanka.Naka adalah bos yang baik, dia juga meminta suster dan Bara membeli apa yang dia mau.“Habis
Di tengah keramaian kantin Gasendra Companys, yang penuh sesak, suara tawa dan canda tumpah ruah mengisi udara. Lika, dengan pakaian kerjanya yang rapi, berdiri di tengah kerumunan, menjadi pusat perhatian setelah insiden yang hampir menimpanya."Berasa jadi pegawai kesayangan nih, habis di tolong big bos." ujar Kimberly dengan nada sinis, sambil menatap Lika dari kejauhan. Wajah Lika tampak tenang, senyumnya terkembang saat dia membalas. "Ceuceu Kim selalu iri dengan gadis sederhana ini." kata Lika dengan nada santainya. Tawa renyah pecah di antara kerumunan, membuat Kimberly semakin geram.“Ngapain juga iri sama gadis kampung kaya kamu!” cemooh Kim.Lika heran, darimana dia kampungnya sih. Dia berasal dari bandung kota, disana infrastruktur sudah bagus, malah menyamai Jakarta.“kalau-kalau Kakak Kim lupa, aku dari Bandung loh. Orang Jakarta saja liburan ke Bandung. Lalu darimana letak kampungannya?” kekeh Lika menantang dengan suara tawa yang menyebalkan ditelinga Kimberly.Geram su
Mereka pulang bersama-sama, dengan Lika yang menyelinap masuk ke mobil Naka. Sebenarnya Naka tidak mau begini, tapi dia juga sadar jika dia sudah beristri. Kasihan Naka melihat Lika yang harus bersembunyi seperti ini.Akan ada waktunya, Lika dan dirinya tidak main kucing-kucingan begini. Saat Lika sudah masuk, Naka langsung menjalankan mobilnya.“Mau makan apa?” tanya Naka lembut, jauh dari kebiasaannya.“Emmm.. Aku ngantuk, tapi lapar.”Naka bingung mendengarnya, tapi tahu jika istrinya sedang hamil, makanya dia tidka banyak protes. “Nanti aku suapi.” Rasanya Naka ingin selalu memanjakan Anulika, karena sedang mengandung anaknya.“Mau makan telur sama kecap saja.” Serunya. Naka malas sekali, dikira dia tidak mampu memberi makan anak dan istrinya.“Harus ada sayur, Lika.”“Ckk, repot sekali.”“Memang, namanya juga sedang hamil.”“Ya sudah kamu yang buatkan.” Jawabnya mengagetkan Naka. “Kenapa aku?”“Anaknya maunya kamu, mas.” cicit Lika, memang Naka memintanya memanggil mas, jika seda