Siluet, Terang tampak Depan, Gelap di Belakang
Langit pagi di sepanjang Jalan Panjang – Arteri, Pondok Indah hingga hulu jalan protokol Sudirman Jakarta Selatan semburat biru. Mentari pagi baru terbit setengah jam lalu, menyisakan gurat pelangi. Olive duduk di jok depan Mercedes Benz S-Class hitam menemani tunangannya Refan tengah mengemudi.
Ia menurunkan kaca jendela sebelah kiri. Mematikan tombol indikator penyala pendingin ruangan, lantas menurunkan juga kaca jendela kemudi. Pagi itu, kisah cinta Refan-Olive memasuki babak baru, mengenali pria di tengah keluarganya.
“Refan, semoga meeting kantor kita nggak berbelit-belit ya? Aku capek, sayang. Bagaimanapun, kesepaktaan harga tidak bisa melibatkan banyak audiens rapat. Semestinya, masing-masing perusahaan sudah fix dengan proyeksi penawaran harga. Supaya nantinya satu harga disepakati, biar enak ikutan tendernya,” jelas Olive menghela napas sambil mengibas rambutnya yang lurus sebahu terhembus angin.
Si tampan berkulit kuning bening, tinggi jangkung berdada kekar itu membalas dengan mengangkat kedua bahu dan menimpali satu kalimat, “Lagian, perumusan harga tender, kan, nggak boleh banyak orang tahu, entar bocor ke pasar tender.”
Jalanan sepi sepanjang Sudirman, membawa keduanya tiba di kantor tempat Refan bekerja, PT Osfon Pacific, sebuah perusahaan pengeboran minyak penanaman modal asing (PMA) asal Inggris.
Olive menunggu Refan di lobi reception. Sementara kekasihnya itu tengah memarkir mobil di basement, panggilan telepon dari W******p masuk di telepon genggam Olive.
“Iya, Tante. Refan masih di basement, parkir mobil. Mungkin lima menit lagi, HP Refan baru dapat sinyal,” jawab Olive menerima telpon dari calon mertuanya yang kesulitan menghubungi anaknya itu.
Sepuluh menit kemudian, executive muda yang menanjak karirnya di usia 35 itu muncul dan membimbing Olive, tunangannya masuk ruang rapat.
“Sebaiknya telpon mama kamu dulu. Tadi mama telpon aku, nanyain kamu, Fan. Daripada nanti rapat dimulai, kamu nggak bisa jawab telpon,”jelas Olive menyeka jidatnya yang kuning langsat berkeringat usai melewati tangga darurat.
Pagi itu, pasangan tunangan itu mengawali awal pekan rapat bersama di kantor Refan, setelah menghabiskan weekend bersama di rumah Refan di bilangan Pondok Indah. Olive memberikan sekian masukan kepada kekasihnya mengenai product knowledge material pipanisasi distribusi gas jalur Donggi – Senoro yang akan dibahas pagi itu.
Di tengah rapat Olive melamun, berharap ada workshop dengan kantor tunangannya, akhir pekan ini. Sebab jika tidak, Refan akan clubbing bersama atasannya. Sementara, ia manyun di kosan.
Meski telah satu tahun tunangan, Refan-Olive cukup sulit menemukan waktu pacaran. Penatnya pikiran akibat beban kerja, menyisakan ekspresi kaku di raut muka yang kelelahan lantaran padatnya kesibukan mereka. Sering, janjian makan malam mereka batalkan, entah sepihak, entah keduanya tiba-tiba kompak.
###
“Sayang,” sapa Refan ke Olive mengawali pembicaraan telfon, di suatu pagi jelang akhir pekan. “Malam minggu besok kita ke Sanur. Beli tiket pesawatnya yang go-show, aja. Jumat sore pulang kantor aku jemput. Kita ke bandara,” kata Refan.
“Mahal dong, sayang, kalau beli go-show. Mending booking sekarang,”jawab Olive semangat.
“Jangan,lah, kayak nggak tahu adat atasan aku aja. Kalau tiba-tiba dia minta ditemenin clubbing ke Shangri –La, gimana?”jawab Refan mematahkan semangat Olive yang tadinya berbunga-bunga jadi kecewa. Mengulang janji palsu di tiap malam minggu. Seolah malam minggu selalu kelabu.
Meski merasakan firasat angin syurga, Olive tetap packing di kamis malam. Satu travel bag penuh, menyambut mimpi, kencan indah akhir pekan, di Sanur. Travel bag siap jinjing itu berdiri di pojok kamarnya, menanti impian pulau dewata.
Pagi itu, Olive berangkat ke kantor dengan semangat 45. Semoga nanti malam kebagian Air Asia, meski waiting list dini hari, begitu pikirnya saat melangkahkan kaki di lorong halte transjakarta Tosari.
Jumat pagi, akhir pekan ini, seharusnya pencapaian kinerja divisi purchasing yang ia pimpin memenangi rapat akhir bulan di penghujung tahun anggaran berjalan. Ia layak menepuk dada. Apresiasi dari kantor tempat ia bekerja seharusnya memberi kesegaran buat menyemangati program kerja divisi ini, tahun depan.
Namun, bagi dara lulusan S-1Teknik Geologi ITB ini, kehidupan pribadinya membutuhkan kestabilan. Tepatnya tentang pertunangan dia dengan Refan. Ada tuntutan moral, lantaran usianya sudah 30 tahun, meski belum dibilang perawan tua.
Berspekulasi segera menikah, itu bagus kata orang tua. Ia akan punya kesempatan kebersamaan yang ia dapatkan otomatis jika menyandang gelar istri. Hidup satu atap.
Jumat sore, semua karyawan berkemas pulang kantor, Olive mematung di meja kerjanya. Olive memandangi ponselnya yang sedari tadi tergeletak di sana. Di sudut ruangan ada Tubagus, karyawan IT yang baru diterima kerja di perusahaan itu. Tubagus yang biasa dipanggil Bagus, mengenal Olive sejak bersama-sama duduk di bangku kuliah. Pernah sahabatan. Beda Fakultas, tapi satu kampus di ITB Bandung. Mengawali kariernya, bekerja sebagai engineer IT di salah satu anak perusahaan BUMN telekomunikasi yang membidangi provider internet. Tahun ini Bagus mencoba peruntungannya melamar di perusahaan BUMN oil and gas tempat Olive bekerja. Beruntung, ia diterima. Keakraban lima tahun selama menjadi teman kuliah juga sahabat, terjalin kembali.
“Masih menunggu jemputan, Live?” tanya Bagus yang dijawab anggukan Olive. “Kenapa kusut begitu?” tanya Bagus lagi. “Kan, sebentar lagi kamu menikah, Live? Harusnya, kamu semangat dong.”
“Iya, begitulah Gus. Semoga sih, cepat nikah. Doain, ya. Kalau dipikir-pikir, makin kami nanjak di karir, makin susah buat punya waktu berdua. Kalau nikah, pasti serumah. Jadi, nggak pusing curi-curi waktu pacaran,”tukas Olive.
Waktu terus berjalan, Olive menyalakan kembali LCD desk topnya, ia membereskan sisa rekap purchasing menjelang tutup bulan. Hingga pukul 21.00, dia baru sadar, ia masih di kantor. Dan, tak kunjung ada telpon masuk dari kekasihnya. Hanya sebuah pesan WA dari Refan.
“Aku antar bosku dulu jam 11 malam ini ke Pacific Place SCBD. Dia mau clubbing. Baik-baik ya, sayang. Semoga kita masih kebagian pesawat dini hari. Tunggu aku di kosan.”
Olive mematikan desk top, beringsut pulang. Menyusuri trotoar Sudirman, berharap masih kebagian transjakarta. Beruntung dia tak membawa serta travel bag yang penuh khayalan kencan ke Sanur, kencan ngelantur.
Sejauh pacaran setahun yang ia jalani, monoton dari satu pembatalan kencan ke pembatalan berikutnya. Bisa dihitung, setahun yang hanya dua belas bulan, dia pacaran cuman di lima kali kebersamaan, dengan satu paket cinta lokasi di kepulauan Bintan tiga bulan.
Di Pulau Bintan, ia kenal Refan. Saat itu kantornya ikut andil bersama sejumlah perusahaan lain, terlibat dalam pekerjaan infrastruktur pengeborsn lepas pantai, dan pemasangan Rig lepas pantai di perairan Pulau Bintan. Pulau Bintan penuh kenangan. Mempertemukannya dengan pasangan sepadan.
Refan, executive muda berumur lima tahun lebih tua, lulusan S-2 teknik perminyakan Oxford University, lulus cum laude. Sementara ia hanya mencetak IPK 3,33 lumayan untuk ukuran lulusan S-1 Geologi ITB.
Di sudut ruang IT, ia masih melihat Bagus bercengkrama dengan server IT. Sesekali Bagus menengok laptopnya. Bersama Bagus masih ada atasannya, Om Alex yang juga berjibaku dengan daftar check list instalasi IT yang berstatus pemasangan baru untuk kantor cabang Pulau Bintan. Tubagus dan Om Alex, partner kerja workaholic itu masih mengambil lembur di Jumat malam.
Olive menghampiri pembatas kaca ruang kerjanya yang bersebelahan dengan ruangan IT, mengetuk kaca dan berpamitan. Melambaikan tangan, sayonara. Berbalas jempol OK dari Om Alex dan Tubagus. Alis tebal Bagus terangkat, saat berusaha memahami apa maksud rekan kerjanya itu. Pria bertubuh gempal itu mengangkat telapak tangan kirinya yang kekar, sembari tangan kanannya memegangi cangkir kopi yang masih mengepul.
Wajahnya berminyak semburat coklat, saat uap kopi merambat di separo wajahnya yang tertarik mendongak. Bagus berusaha menjawab anggukan atas sapaan pamit Olive.
Olive tiba di kosannya di Karbela, alias Jl Karet Belakang. Merebahkan diri di ranjang sebelum sempat mandi dan ganti baju kantor. Rebah lalu pulas, setelah melamunkan peristiwa weekend pekan lalu, sehari semalam bersama Refan dan Tante Anita – mama Refan, di rumah mereka, di kawasan elite Perumahan Pondok Indah.
Memasak bersama calon mertua dan calon suami, akur. Sebelumnya mereka mengawali acara fiaance gathering itu bak siaran TV cooking show bersama chef terkenal. Di awali dengan belanja bareng ke supermarket. Sebuah paket liburan kencan yang cukup berkesan bagi Olive. Mengenal Refan dan keluarganya.
Pembicaraan penting terjadi di meja makan Sabtu malam, seminggu lalu. Ketiganya menyepakati pernikahan pada April tahun depan, tepat di hari jadi pacaran mereka 27 April. Mereka akan menunjuk Wedding Organizer, menikah di gedung, Balai Sudirman.
Namun Olive merasa setahun mengenal Refan belum cukup. Maksud hati, ingin menambah dua tahun lagi agar ia mengenal Refan luar dalam. Di Weekend pekan lalu, dia berkesempatan mengobservasi kamar Refan yang penuh dengan lemari buku sekeliling. Memberinya kesan, Refan kutu buku, professional muda yang hidupnya nggak macam-macam. Anak tunggal, anak mama.
Pacaran di rumah calon mertua berjalan wajar dalam batas koridor norma kesusilaan. Paling intim bergandeng tangan di supermarket. Paling hot cuman berpelukan. Refan memeluk Olive di samping kolam ikan saat mereka bercengkrama memandangi koi belang sambil menebar pakan.
Mengenang kemesraan yang cukup membekas di benaknya, bikin Olive ketiduran. Sementara Refan tengah nyetir mendampingi atasannya Jason, pria paruh baya berkebangsaan Australia. Refan mengantar atasannya dari ShangriLa Hotel ke Pacific Place SCBD ke sebuah club malam.
Sejak dua tahun terakhir Jason bergabung dengan perusahaan perminyakan PT Osfon Pacific Oil & Gas, Refan selalu menemani bosnya di tiap Jumat malam dan bahkan keesokannya lagi, Sabtu malam. Maklum, Refan orang kepercayaan si bos. Kecuali jika Refan dinas luar kota atau sedang ke job site pengeboran off shore – lepas pantai. Refan baru bisa absen.
Awalnya, Gara-gara ODSuasana diskotek ramai. Refan bersama Jason menuju sofa bertuliskan “reserved”, di sudut ruangan. Refan merebahkan pundaknya di sandaran.Seorang wanita kurus berkulit coklat exotis menjemput Jason. Jason beranjak, meninggalkan Refan sendirian. Seorang waitress menyapa dan mengangguk membaca bahasa isyarat Refan yang meminta wine barley tercampur dua butir ekstasi, seperti biasa. Saat nampan sampai di mejanya, Refan langsung menenggaknya, segera membawanya ‘on’.Namun, setengah jam kemudian, Refan berubah pikiran, teringat janji kencannya dengan Tunangannya, ke Sanur.Sesosok perempuan berparas oriental mendatanginya, seorang PR (Public Relations). Melanie, namanya. Refan menarik Melanie duduk di sofa. “Cece, tolong panggil yang di pinggir meja sana,” pinta Refan menunjuk gadis bermata sipit, tinggi, berkulit putih, perkiraan berumur 25 tahun, rambut panjang sepinggang dan be
Pernikahan Yang DipaksakanDi sebuah rumah mewah, di bilangan Pondok Indah, Tante Anita menantikan kabar anak semata wayangnya. Ia telah membiasakan diri tidak sering menelfon anaknya, terutama saat weekend. Ia menghormati privasi anaknya yang telah dewasa.Hari itu, Sabtu siang, waktu terus berjalan. Makin lama, makin sore. Tante Anita mencoba memberanikan diri menelpon calon menantunya, menanyai keberadaan anaknya, Refan.“Olive, apa kabar, Nak? Kamu masih sama Refan?”“Oh...enggak, Tante. Saya juga nunggu kabar Refan sedari tadi malam. Kami ada rencana ke Bali liburan akhir pekan. Saya pikir bakal disamperin di kantor. Enggak tahunya, sampai hampir jam 21.00 malam, Refan malah suruh saya nunggu di kos-an, Tante. Pikir saya jadi liburan, Tante. Padahal saya udah packing. Enggak tahunya, nggak ada kabar sampai sekarang. Dan saya pun nggak berani ganggu privasi dia” jelas Olive.“Oh gitu ya, Nak. Coba
Diskursus Asal Usul Uang Gampang Kencan dengan Rita memang jauh beda dengan mengencani Olive. Kencan dengan Olive membedakan rupa, sensasi dan rasa. Packingannya sopan, alim, menjaga kesucian dan satu hal pasti, agak ‘dingin’, sedingin es. Refan bisa tampil alim di hadapan Olive. Meski sesungguhnya ia cukup nakal saat dilayani Rita. Di alam bawah sadar Refan, ia menyukai sosok binal yang mampu mengimbanginya mengarungi bahtera asmara. Rita bukan perempuan matre, itu nilai plusnya. Setidaknya ia cukup waktu menyimpulkan, dari enam bulan berselang tiap sabtu malam. Ketika menikmati suguhan cinta Rita. Sekalipun Rita bekerja di dunia malam, Refan melihat Rita berbeda dengan cewek-cewek lain. Rita bukan tukang porot. Namun, ia mengakui Rita memang tipe perempuan pemburu uang gampang. Malam itu, Refan memintanya berhenti dari pekerjaannya. Namun, buat Rita jenis pekerjaan yang baru setahunan dilakoninya ini mutlak, tak boleh
Profesi Baru: Selamat Tinggal KemiskinanPermintaan penghormatan atas privasi itu di mata Rita telah terkompensasi oleh sekrauk perhiasan aneka rupa, pemberian Sang Arjuna Tampan, suami orang, Mas Refan. Ada batu svarovsky, emas putih batangan, berlian hitam, dan juga batu akik mustika berwarna orange, dengan isian dua jin putih. Yang terakhir ini, tetap ia perhitungkan, meski bukan Rita yang akan mengenakannya, melainkan bapak Rita di kampung. Biar anak berbakti sama bapak.“Oh yang itu, Cece. Kata bapak, itu batu bertuah. Buat mengundang rejeki kekayaan dan asmara. Bapak aku yang mau pakai. Aku baru beli tadi, nanti nunggu Bapak mampir ke Jakarta, baru dikasiin,’’kata Rita kepada si bos, Melanie, di suatu sore pada kesempatan pertemuan berikutnya.Sore itu, Rita membawa bosnya, Melanie ke apartemennya, di bilangan kota tua Batavia, Jakarta Utara. Rita memamerkan koleksi perhiasannya. Ortu Rita meyakini uang gampang itu bisa m
Promosi Jabatan Merasa telah pensiun dini dari profesinya sebagai PSK dan tidak lagi kelayapan di diskotek, Rita memikirkan cara merekrut pekerja malam. Job desknya travelling menerbangi rute Jakarta – Penang atau Jakarta –Johor Bahru- Malaysia. Berangkat naik pesawat, pulang lewat laut dengan rute berbeda, naik kapal feri via Penang Port menyeberangi selat selama dua jam. Begitu sampai di Pelabuhan Sri Junjungan Dumai, lanjut jalan darat dengan mobil travel menuju Pekanbaru yang akan ditempuh delapan jam. Bermalam semalam di Pekanbaru, paginya kemudian lanjut dengan pesawat ke Jakarta. Untuk rute Jakarta-Johor Bahru, berangkat naik pesawat ke Batam, menyeberangi selat naik feri dua jam dari Batam Center sampai ke Port Klang-Stulang Laut Johor Bahru. Pulangnya, lewat jalur yang sama.“Cece, berangkatnya naik pesawat. Jakarta - KL, lanjut KL-Penang. Kok pulangnya kenapa harus susah-susah lew
Diskursus Uang Gampang,Tak TerbantahkanSepuluh perempuan telah diberangkatkan ke Malaysia, dan semuanya pulang dengan selamat. Rita membukukan pendapatan kotor uang komisian seminggu itu Rp 250 juta. Dibandingkan travelling sendiri menerbangi Rio de Jenairo-Jakarta, yang hanya Rp 50 juta dua bulan sekali, menurut Rita, mendingan yang ini, merekrut dan mengontrol perjalanan kurir. Iming-iming pekerjaan yang menjanjikan selamat tinggal kemiskinan itu akhirnya menjadi kenyataan. “Wah kalau aku terus jalani pekerjaan ini, memang bener, Selamat Tinggal Kemiskinan....”gumam Rita dalam hati.Semua dari kesepuluh kurir ini merasakan berkah uang gampang, kerja ringan gaji besar dengan bekerja di Ibu Rita, yang mengaku sebagai bos trader ekspor impor. Gaji Rp 15 juta hanya dua hari kerja, dibandingkan upah tukang jahit di garmen Rp 500.000 seminggu, buat Yati, perempuan berusia 20 tahun, terasa bedanya. Ia memakai hari liburnya u
Lihai Penuh SiasatPernikahan Refan Vs Olive baru seumur jagung. Olive melontarkan kalimat pembuka membahas keanehan rumah tangganya. Suatu siang, ia curhat ke Tubagus. Di kalimat itu ada embel-embel versus di tengah nama mereka, bukannya ‘dan’. Versus artinya melawan. Seperti siaran kejuaraan tinju kelas berat Evander Holyfield Vs Mike Tyson. Pernikahan Refan melawan Olive.Pernikahan seumur jagung, sudah tidak ada kebersamaan dan kesehatian. Aroma pernikahan mereka penuh keanehan, bak masakan tanpa garam, suami tapi seperti orang lain bahkan orang asing, istri tapi serasa bukan. Menyisakan sebuah teka-teki besar dari sebuah kontradiksi. Bak teori psikoanalisa Sigmund Freud, kesadaran Olive akan keanehan dalam rumah tangganya ini, muncul ke permukaan seperti fenomena gunung es di tengah samudera. Kesadaran muncul hanya setitik nyembul.Topik curcol mengambil kalimat pembukaan dengan kata hubung
Teka-Teki Yang TerkuakOlive membaca gelagat aneh suaminya, saat menghadiri joint meeting kedua perusahaan tempat mereka bekerja, di kantor Olive. Refan terlihat gusar, siang itu. Sebentar-sebentar mengechek ponselnya, dilakukan Refan saat tengah mempresentasikan paparan inisialisasi proyek bersama ini.Refan menjelaskan kontribusi perusahaan PT Osfon dalam perencanaan awal proyek ini, memaparkan komposisi sumber daya manusia, alat-alat, metode serta hal teknis lainnya. Tiba-tiba Refan meminta izin kepada pimpinan rapat untuk meninggalkan ruangan karena keperluan mendadak. Padahal, semestinya ia yang menempati posisi strategis dalam proyek bersama itu, tak boleh meninggalkan tahapan penting pendiskusian draft perencanaan proyek.“Untuk penjelasan lebih lanjut dari perusahaan saya, akan dijelaskan oleh Bapak Rudy, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis, sebagai divisi langsung yang ikut bertanggung jawab atas kelancaran proy
Perlawanan Sayap Patah, Suami Tertebus Sore itu cukup panas. Suhu udara Jakarta 28 derajat. Hangat tergolong panas. Namun, sore itu sangat sejuk buat Refan dan Olive. Sementara buat sebelas orang pengacara kuasa hukum pembela Refan, cuaca hari itu sangat segar menyemangati mereka. Detik-detik pelepasan klien mereka sedang berlangsung. Kemenangan mereka di depan mata. ‘’Selamat, Bapak Refan, buat prestasinya, luput dari jerat hukum,’’Kompol Agung menyalami Refan dengan sebuah senyuman. Refan membalas dengan senyuman asli, benar-benar tersenyum. ‘’Selamat, Pak Irawan. Sukses dalam tugas, ya, Pak?” Kompol Agung juga menyalami Ketua Tim Kuasa Hukum beranggotakan 10 orang pengacara ini. ‘’Terima kasih, Bapak Agung,’’balas Irawan. ‘’Saran dan masukan saya buat Bapak Refan dan juga 11 orang kuasa hukumnya. Barangkali bisa disampaikan ke khalayak yang lain. Tapi secara khusus siang ini saya pesan buat Bapak Refan. Bahwa jerat hukum narkoba itu sulit buat mengurainya, buat lepas dari itu.
Akhir dari Perang DinginIrawan dan Olive sedang mendiskusikan perihal keterkaitan keuangan suaminya dengan selingkuhannya. Namun, Irawan menggiring Olive agar ia memiliki strategi defensif yang lebih baik saat menghadapi suami yang berselingkuh. Irawan melihat Olive terlalu lembek menghadapi perselingkuhan suaminya. Sebagai akibatnya sangat fatal, kesehatan suaminya menjadi taruhan.‘’Saya punya klien orang-orang hebat sekelas Bapak Refan di habitat pekerjaannya masing-masing. Kasus pemakai narkoba. Kemiripannya sama. Mereka mengalami gangguan kejiwaan. Terlihat dari penjelasan keluarganya bahwa klien saya itu konsul ke dokter psikhiater. Umumnya mereka itu sama seperti Ibu, terlalu lembek, tidak mau sedikit galak. Akibatnya, racun narkoba masuk terus. Pemakaian narkoba jangka panjang bikin syaraf dan otak putus,’’ papar Irawan.‘’Bukannya Bapak pernah bilang, suami saya bukan sekedar dira
Pembuktian Dua Lacak Jejak TerakhirDari mana datangya lintah? Dari darat turun ke kali. Dari mana datangnya Rita? Dari diskotek turun ke kantor polisi. Ini peribahasa yang mencibir Refan sejak tadi. Ia mendengar seorang polisi berkelakar tentang perilaku selingkuhnya. Ia merasa sangat malu dan geram.Sepi kembali mencekam. Refan masih meniduri sofa panjang berlapis kain wool kuning. Berusaha tidur, namun ia gelisah. Dari terbaring, kembali berubah posisi ke duduk. Ia yakin Rita berada hanya berjarak beberapa meter dari gedung ini. Ia merasa sangat heran, kenapa kisah cinta yang ia tutup rapat seakan hanya dia dan iblis yang tahu, dipisahkan di tempat ini dengan cara ditelanjangi banyak pihak. Ketika rombongan pengacara, istri dan ibunya meninggalkannya di tempat itu seorang diri malam ini, ia merasakan lagi kesepian ini sebagai sebuah hukuman Tuhan. Sebuah karma. Jika bukan, tidak mungkin perasaan yang ia alami seperti ini.Ia mel
Harta Dalam Pernikahan dengan Mafia Narkoba, Disita Negara Refan adalah orang pertama yang kaget dan tidak bisa terima penjelasan itu. Namun ia menahan diri seolah tanpa ekspresi meski dalam batinnya marah, kecewa tak terperi. Yang jelas sedih mendengar hal itu adalah Olive. Ia berpikir, mulai malam ini ia beristirahat dari penat mengumpulkan data pembelaan untuk suaminya. Namun, Olive juga berusaha berwajah dingin seolah tak perlu bereaksi. Namun, yang wajahnya tak bisa dibohongi dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya adlah Tante Anita. ‘’Loh, kenapa?” Tanya Tante Anita. Irawan segera menghadap Kompol Agung dan membahas hal itu tidak di hadapan kliennya. Dari kejauhan terlihat Polisi dan Irawan terlibat negosiasi yang alot. Namun tak berapa lama kemudian, Irawan kembali ke ruangan di mana klien dan keluarganya sedang berkumpul. Tim kuasa hukum Refan berada di pihak yang diombang-ambingkan nasibnya. Di dalam hati s
Detik-Detik Penentuan ''Kutunggu Cinta.Apakah berpihak kepadaku. Ku meminta jawab saat ini.''Sebuah puisi yang dituliskan entah oleh siapa di sebuah brosur sekolah playgroup yang sengaja dimasukkan orang ke celah di bawah pintu unit apertemennya. Olive berterima kasih atas tanda alam yang dianugerahkan Tuhan lewat brosur ini. Ia meminggirkannya ke tong sampah. Brosur itu ia baca sesaat sebelum meninggalkan apartemennya, malam itu Waktu menunjukkan pukul 20.10. Langit Jakarta tak segelap rona hidup yang baru saja melewati rumah tangga Olive-Refan. Olive dan mertuanya sedang dalam perjalanan menuju BNN Cawang. Mercedes Benz S-Class Hitam bernomor polisi B 1988 RO itu memasuki jalan besar Gatot Subroto menuju arah Cawang. Mereka masih membahas perselingkuhan Refan dengan penari striptis mafia narkoba, Rita Anastasia ‘’Nak, kamu memang beda dibandingkan para istri kebanyakan. Ekspresi kamu itu melihat kelakuan anak Tant
Mencerna Sebuah Kehilangan Hari ini pertempuran wanita murahan Vs wanita rumahan sepertinya segera berakhir, Olive mencerna makna kehilangan. Ia menemukan kembali hati suaminya utuh, meski raganya babak belur. Suaminya lolos dari lubang maut jerat hukum cinta sang mafia narkoba, Rita Anastasia. Bisa maut service ranjang Rita Anastasia yang merasuk di tubuh Refan juga telah habis. Refan Mananta akhirnya menyadari ia meminum racun mut setiap hari. Namun bersyukur ia punya Tuhan yang memberi dia seorang penolong, istri yang baik budi. Irawan menghubungi istri kliennya, Olivia Mananta memberitahukan bahwa malam itu sekitar pukul 11. 00 dalam tiga jam ke depan suaminya akan dibebaskan BNN. Irawan meminta Olive agar menyiapkan penyambutan terbaik atas kemenangan suaminya melawan mafia narkoba yang menjeratnya dalam masalah besar ini. Olive sedang kelelahan beristrahat di rumah. Namun ia siaga dengan ponselnya kalau-kalau pengac
Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i
Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations
Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu