Share

Bab II

last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-10 03:01:15

Awalnya, Gara-gara OD

Suasana diskotek ramai. Refan bersama Jason menuju sofa bertuliskan “reserved”, di sudut ruangan. Refan merebahkan pundaknya di sandaran.

Seorang wanita kurus berkulit coklat exotis menjemput Jason. Jason beranjak, meninggalkan Refan sendirian. Seorang waitress menyapa dan mengangguk membaca bahasa isyarat Refan yang meminta  wine barley tercampur dua butir ekstasi, seperti biasa. Saat nampan sampai di mejanya, Refan langsung menenggaknya, segera membawanya ‘on’.

Namun, setengah jam kemudian, Refan berubah pikiran, teringat janji kencannya dengan Tunangannya, ke Sanur.

Sesosok perempuan berparas oriental mendatanginya, seorang PR (Public Relations). Melanie, namanya. Refan menarik Melanie duduk di sofa. “Cece, tolong panggil yang di pinggir meja sana,” pinta Refan menunjuk gadis bermata sipit, tinggi, berkulit putih, perkiraan berumur 25 tahun, rambut panjang sepinggang dan berdada tipis.

“Oh,  itu Fira, anak buah aku. Sebentar aku panggil.” Melanie bangkit dari sofa menghampiri Fira, seorang penari sexy dancer asal Sukamandi Subang, berbisik ke telinganya, dijawab anggukan Fira.

Fira segera menghampiri Refan . “Mau apa, Mas?”tanya Fira dengan logat medok Sunda Jawa. “Pil H5 (bahasa gaul dari untuk pil happy five) seperti tempo hari, kamu ada?” tanya Refan.

Refan sedang tidak moody ikutan tripping, terlanjur kekencengan akibat menenggak ekstasi. Ia teringat akan janji kencan dengan tunangannya, Olive. Bermaksud pamitan meninggalkan Jason dan menjemput Olive. Agar efek ‘on’ ekstasi segera hilang, ia berusaha menenggak H-5. Supaya ia aman berkendara.

Fira menyerahkan sebungkus rokok Esse ke meja Refan. Di dalamnya tersemat lipatan tissue berisi dua pil, yang segera ditenggak Refan. Namun setelah beberapa jengkal meninggalkan meja Refan, Fira baru sadar. Ia salah menyerahkan barang. Seharusnya memberikan pil Happy Five, tapi tertukar dengan ekstasi. Kebetulan warnanya sama, sama-sama kuning dan sama-sama bundar, temaram lampu diskotek membuatnya salah kasih.

Refan yang terlanjur menenggak dua butir pil terakhir dalam sebungkus rokok Esse inipun percaya saja, bahwa kondisi tubuhnya pasti akan segera kembali normal dari efek ‘on’, tak lama lagi.

Merasa berdosa dan ada beban mental untuk bertanggung jawab, Fira kepikiran. “Wah, gimana nih, gue salah kasih,’’gumam Fira dalam hati. Fira mengamati tubuh Refan dari kejauhan. Lima menit berlalu, masih belum apa-apa. Namun, lima belas menit kemudian, Fira dikejutkan oleh kerumunan orang di sekeliling Refan. Refan terkapar di sofa, mulut penuh busa, terengah-engah sesak napas.

Takut dituntut oleh Melanie, atasannya, Fira menyuruh seorang penari striptease yang kelar pentas, mendampingi Refan. “Ah, enggak mau. Kenal juga, enggak. Apaan, sih?”jawab si penari.

Panik. Lalu Fira pergi menjauh, menghindari hal-hal yang tak diinginkan menimpanya. Sementara orang  yang tadi se-table dengan Refan pun, pergi menjauh. Benar, Jason malah menjauh.

Sesosok perempuan muda, tak jauh dari meja Refan menghampiri pria sekarat itu. Tepat beberapa detik kemudian, security diskotek menyergapnya.

“Mba, keluarganya, apa temannya? Silakan ikut dampingi Bapak ini ke rumah sakit,’’jelas petugas berambut cepak itu memaksa.

Perempuan itupun melongo saat digelandang masuk ke mobil yang disiapkan oleh pihak manajemen untuk membawa para korban over dosis ke rumah sakit terdekat.

“Nama mba, siapa?”tanya petugas itu lagi. “Saya Rita, Pak. Sexy dancer baru. Baru kerja dua malam,”jelas perempuan berkulit sawo matang itu merapikan rambut pikokan coklat ikal panjang sepinggang ke arah depan, menutupi buah dadanya yang menyembul.

Rita yang baru diterima kerja di diskotek itu sebagai penari erotis, bak kerbau dicolok hidung. Ia gadis desa asal pelosok Cirebon, usia 23 tahun. Perempuan lugu belia, itu bingung harus bereaksi apa. Pekerja club lainnya menjauh, Rita malah mendekat. Maklum, pendatang baru, lugu dan belum ada pengalaman kerja di dunia malam.

Ia menuruti permintaan satpam agar mendampingi pria sekarat itu ke UGD rumah sakit di bilangan Semanggi, Jakarta. Ia menandatangani formulir isian pasien. Sampai akhirnya, dipindahkan ke bangsal perawatan satu jam kemudian, Rita masih mendampingi pria sekarat itu hingga pagi. Bahkan ia merelakan tidur di sofa paviliun ruang perawatan, seperti mendampingi keluarganya sendiri yang terbaring sakit.

Rita merasa terjebak profesi barunya ini. Hidup di desa saling tolong menolong gotong royong, mendidiknya tumbuh dengan karater suka menolong. Tapi ketika ia bekerja di kota besar, rasanya jadi kena getah, lantaran terlalu care. Pikirnya, mungkin mami PR (panggilan perekrut penari di club malam) atasannya, mengkondisikannya dengan settingan skenario ini. Ia harus mendampingi pria tak dikenal yang over dosis ke rumah sakit. Ataukah memang ini jadi bagian dari job desknya.

Menunggui pria tak dikenal itu semalaman, Rita berharap ponsel si pria berdering. Supaya ia bisa memberitahu keluarganya, bahwa orang ini dirawat di rumah sakit.

Pria itu terbangun, pukul 06.00 pagi, merasa asing. Refan membuka matanya, menyadari tubuhnya terbaring  berlilit infus di tangan. Ada perempuan tak dikenal tidur di sofa. Kaget tak habis pikir. Refan lalu memanggil perempuan yang tidur duduk dengan muka tertelungkup di meja sofa,  beberapa jengkal dari tempat ia terbaring.

“Mba, siapa?” Teriak Refan memanggil perempuan yang mengenakan tank top seksi dan rok mini itu. Ia mengulangi teriakannya agak keras, lantaran perempuan itu tidak bergeming.

“Ini saya dimana?”tanya Refan, mendapati perempuan itu bangun mengumpulkan nyawa. “Mba, siapa?” tanya Refan mengulangi lagi pertanyaan yang belum sempat dijawab.

“Ini di rumah sakit, Mas Refan. Betul nama Mas, Refan, kan? Maaf, saya ambil KTP Mas di dompet, lalu saya baca KTP Mas, tadi malam, buat ngisi formulir pendaftaran pasien. Oh, kenalkan, saya Rita, pekerja di club. Saya disuruh satpam mendampingi Mas. Semalam, Mas pingsan dan kejang. Saya baru kerja dua hari di sana. Pikir saya, mendampingi pengunjung club yang sakit seperti Mas adalah bagian dari pekerjaan saya. Apa begitu, ya?’’jelas Rita dengan nada bingung, berusaha tersenyum meski nyawanya belum ngumpul,  seolah menanyakan sesuatu baik ia dan si pria itu sama-sama tak paham apa jawabannya.

“Mas Refan sudah sehat?’’tanya Rita sembari merapikan kaki jenjangnya menyilang dan mengelap ujung bibirnya yang tipis, kuatir lipstiknya belepotan.    

Refan menegakkan tubuhnya dari posisi rebah, ia hendak duduk. Kemudian, ia merasa ingin ke kamar mandi untuk buang hajat. “Mau ke mana, Mas? Biar Rita bantu,’’sambil satu tangan memapah Refan ke kamar mandi, dan satu tangannya lagi memegangi botol infus. Tubuh Rita yang tingginya sekuping Refan, berusaha mengimbangi berat tubuh Refan yang tak sepadan. Cukup berat, memapah pria kekar jangkung itu menuju kamar mandi. Menyadari pria ini belum kuat betul untuk berjalan, Rita ikut sempoyongan. Namun berhasil membimbingnya kembali dari kamar mandi menuju ranjang rumah sakit.

“Mba Rita, kamu semalaman enggak tidur, gara-gara saya?” Tanya Refan berusaha akrab meski ekspresinya kaku. “Silakan istirahat lagi. Nanti kalau sudah berasa segeran, silakan boleh pergi. Tapi sebelum pergi, boleh saya minta nomor ponselnya?”

Rita menyodorkan ponselnya ke Refan, agar Refan menginput nomornya dan memiss call. “Panggil saya Rita aja, Mas. Umur saya baru 23, pastinya lebih muda dari Mas. Maklum, saya belum hapal nomor ponsel saya. Silakan input nomor ponsel Mas dan di miss call dari situ,’’kata Rita.  “Eh iya, ponselku, habis baterai. Tapi nomer aku ada di situ,ya, di panggilan keluar, “jelas Refan.

Tak berselang lama, seorang perawat pria masuk ke ruangan itu untuk memandikan pasien. Namun Refan menolak. “Sebentar lagi ada keluarga datang, mereka bisa bantu saya mandi. Tapi, saya boleh tanya ya Mas. Saya kok di bawa ke rumah sakit. Saya sakit apa, ya?’’tanya Refan.

“Ada visitasi dokter pagi ini. Bapak, silakan menanyakannya langsung ke dokter. Saya perawat, tidak bisa menjawab pertanyaan Bapak, hanya dokter yang boleh menjelaskan,’’jawab perawat itu sesaat setelah kelar merapikan ruangan.

Refan meminta Rita memapahnya kembali ke kamar mandi. Ia minta dibantu mandi. “Rita, bisa tolong bantu saya dulu, mau mandi. Tolong saya sebelum Rita  pergi dari sini. Tolong bawa kursi yang itu ke dalam kamar mandi,’’pinta Refan sambil menunjuk kursi khusus untuk tempat duduk pasien mandi.

Tak disadari, keduanya terjebak dengan sentuhan-sentuhan lawan jenis yang tak seharusnya. Ketika tubuh kekar itu dipapahnya. Ketika tangan halus Rita menyentuh tubuh Refan saat membuka kancing bajunya. Refan mencium sisa wangi parfum di tubuh dara berdada penuh itu. Bahkan saat Refan merasa tak perlu malu saat dilucuti. Pandangan mata Refan tertuju pada belahan dada Rita. Meski telah ditutupi rambut ikal panjang sepinggang, masih merangsang urat nafsunya.

Sentuhan-sentuhan Rita di tubuhnya pagi itu, membangkitkan gairah alami seorang pria. Meski Refan berusaha menahan, agar gairah yang tak semestinya itu bangkit mempermalukannya. Refan menikmati tiap sentuhan dara cantik langsing berkulit coklat berdada penuh ini.

Di benak Rita, ia merasa ini semua settingan. Tempat kerjanya menjebak dia temani tamu ke rumah sakit. Sementara Refan tersengat perhatian dan bantuan tulus perempuan yang tak dia kenal, saat ia sekarat. Oleh sebuah kebetulan mereka dipertemukan, namun benih cinta kemudian muncul di sana. Cinta bersemi di kamar mandi. Di benak Rita, ia tak berharap kebaikannya dikenang. Itu sebabnya, ia menolak pemberian uang tip Refan.

“Enggak usah, Mas. Rita tolongin Mas, tulus kok. Rita bukan malaikat. Jangan panggil Rita malaikat lagi, ya. Rita boleh pergi sekarang, ya Mas. Nomor ponsel Mas sudah aku simpan.”kata Rita berpamitan, menepis sanjungan Refan yang mengatakan ia bak malaikat penolong, sambil menjabat tangan Refan dan mengembalikan lembaran uang ratusan ribu pemberian Refan.  

Visitasi dokter pagi ini berlangsung pukul 09.00. Refan menanyakan pertanyaan yang tak bisa dijawab perawat. Ia akhirnya paham, semalam ia over dosis. Dalam hati ia berpikir, ‘’Jadi yang aku tenggak terakhir dua butir lagi semalem itu berarti bukan pil happy five. Wah, berarti ekstasi lagi. Pantesan aku OD,’’ Dokter internist itu menjelaskan agar  ia bed rest dua malam. Senin siang, baru boleh meninggalkan rumah sakit. Itupun dengan catatan jika kondisinya membaik.

Bab terkait

  • Siluet Cinta Olive    Bab III

    Pernikahan Yang DipaksakanDi sebuah rumah mewah, di bilangan Pondok Indah, Tante Anita menantikan kabar anak semata wayangnya. Ia telah membiasakan diri tidak sering menelfon anaknya, terutama saat weekend. Ia menghormati privasi anaknya yang telah dewasa.Hari itu, Sabtu siang, waktu terus berjalan. Makin lama, makin sore. Tante Anita mencoba memberanikan diri menelpon calon menantunya, menanyai keberadaan anaknya, Refan.“Olive, apa kabar, Nak? Kamu masih sama Refan?”“Oh...enggak, Tante. Saya juga nunggu kabar Refan sedari tadi malam. Kami ada rencana ke Bali liburan akhir pekan. Saya pikir bakal disamperin di kantor. Enggak tahunya, sampai hampir jam 21.00 malam, Refan malah suruh saya nunggu di kos-an, Tante. Pikir saya jadi liburan, Tante. Padahal saya udah packing. Enggak tahunya, nggak ada kabar sampai sekarang. Dan saya pun nggak berani ganggu privasi dia” jelas Olive.“Oh gitu ya, Nak. Coba

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Siluet Cinta Olive    Bab IV

    Diskursus Asal Usul Uang Gampang Kencan dengan Rita memang jauh beda dengan mengencani Olive. Kencan dengan Olive membedakan rupa, sensasi dan rasa. Packingannya sopan, alim, menjaga kesucian dan satu hal pasti, agak ‘dingin’, sedingin es. Refan bisa tampil alim di hadapan Olive. Meski sesungguhnya ia cukup nakal saat dilayani Rita. Di alam bawah sadar Refan, ia menyukai sosok binal yang mampu mengimbanginya mengarungi bahtera asmara. Rita bukan perempuan matre, itu nilai plusnya. Setidaknya ia cukup waktu menyimpulkan, dari enam bulan berselang tiap sabtu malam. Ketika menikmati suguhan cinta Rita. Sekalipun Rita bekerja di dunia malam, Refan melihat Rita berbeda dengan cewek-cewek lain. Rita bukan tukang porot. Namun, ia mengakui Rita memang tipe perempuan pemburu uang gampang. Malam itu, Refan memintanya berhenti dari pekerjaannya. Namun, buat Rita jenis pekerjaan yang baru setahunan dilakoninya ini mutlak, tak boleh

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14
  • Siluet Cinta Olive    bab V

    Profesi Baru: Selamat Tinggal KemiskinanPermintaan penghormatan atas privasi itu di mata Rita telah terkompensasi oleh sekrauk perhiasan aneka rupa, pemberian Sang Arjuna Tampan, suami orang, Mas Refan. Ada batu svarovsky, emas putih batangan, berlian hitam, dan juga batu akik mustika berwarna orange, dengan isian dua jin putih. Yang terakhir ini, tetap ia perhitungkan, meski bukan Rita yang akan mengenakannya, melainkan bapak Rita di kampung. Biar anak berbakti sama bapak.“Oh yang itu, Cece. Kata bapak, itu batu bertuah. Buat mengundang rejeki kekayaan dan asmara. Bapak aku yang mau pakai. Aku baru beli tadi, nanti nunggu Bapak mampir ke Jakarta, baru dikasiin,’’kata Rita kepada si bos, Melanie, di suatu sore pada kesempatan pertemuan berikutnya.Sore itu, Rita membawa bosnya, Melanie ke apartemennya, di bilangan kota tua Batavia, Jakarta Utara. Rita memamerkan koleksi perhiasannya. Ortu Rita meyakini uang gampang itu bisa m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • Siluet Cinta Olive    Bab VI

    Promosi Jabatan Merasa telah pensiun dini dari profesinya sebagai PSK dan tidak lagi kelayapan di diskotek, Rita memikirkan cara merekrut pekerja malam. Job desknya travelling menerbangi rute Jakarta – Penang atau Jakarta –Johor Bahru- Malaysia. Berangkat naik pesawat, pulang lewat laut dengan rute berbeda, naik kapal feri via Penang Port menyeberangi selat selama dua jam. Begitu sampai di Pelabuhan Sri Junjungan Dumai, lanjut jalan darat dengan mobil travel menuju Pekanbaru yang akan ditempuh delapan jam. Bermalam semalam di Pekanbaru, paginya kemudian lanjut dengan pesawat ke Jakarta. Untuk rute Jakarta-Johor Bahru, berangkat naik pesawat ke Batam, menyeberangi selat naik feri dua jam dari Batam Center sampai ke Port Klang-Stulang Laut Johor Bahru. Pulangnya, lewat jalur yang sama.“Cece, berangkatnya naik pesawat. Jakarta - KL, lanjut KL-Penang. Kok pulangnya kenapa harus susah-susah lew

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Siluet Cinta Olive    Bab VII

    Diskursus Uang Gampang,Tak TerbantahkanSepuluh perempuan telah diberangkatkan ke Malaysia, dan semuanya pulang dengan selamat. Rita membukukan pendapatan kotor uang komisian seminggu itu Rp 250 juta. Dibandingkan travelling sendiri menerbangi Rio de Jenairo-Jakarta, yang hanya Rp 50 juta dua bulan sekali, menurut Rita, mendingan yang ini, merekrut dan mengontrol perjalanan kurir. Iming-iming pekerjaan yang menjanjikan selamat tinggal kemiskinan itu akhirnya menjadi kenyataan. “Wah kalau aku terus jalani pekerjaan ini, memang bener, Selamat Tinggal Kemiskinan....”gumam Rita dalam hati.Semua dari kesepuluh kurir ini merasakan berkah uang gampang, kerja ringan gaji besar dengan bekerja di Ibu Rita, yang mengaku sebagai bos trader ekspor impor. Gaji Rp 15 juta hanya dua hari kerja, dibandingkan upah tukang jahit di garmen Rp 500.000 seminggu, buat Yati, perempuan berusia 20 tahun, terasa bedanya. Ia memakai hari liburnya u

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Siluet Cinta Olive    Bab VIII

    Lihai Penuh SiasatPernikahan Refan Vs Olive baru seumur jagung. Olive melontarkan kalimat pembuka membahas keanehan rumah tangganya. Suatu siang, ia curhat ke Tubagus. Di kalimat itu ada embel-embel versus di tengah nama mereka, bukannya ‘dan’. Versus artinya melawan. Seperti siaran kejuaraan tinju kelas berat Evander Holyfield Vs Mike Tyson. Pernikahan Refan melawan Olive.Pernikahan seumur jagung, sudah tidak ada kebersamaan dan kesehatian. Aroma pernikahan mereka penuh keanehan, bak masakan tanpa garam, suami tapi seperti orang lain bahkan orang asing, istri tapi serasa bukan. Menyisakan sebuah teka-teki besar dari sebuah kontradiksi. Bak teori psikoanalisa Sigmund Freud, kesadaran Olive akan keanehan dalam rumah tangganya ini, muncul ke permukaan seperti fenomena gunung es di tengah samudera. Kesadaran muncul hanya setitik nyembul.Topik curcol mengambil kalimat pembukaan dengan kata hubung

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Siluet Cinta Olive    Bab IX

    Teka-Teki Yang TerkuakOlive membaca gelagat aneh suaminya, saat menghadiri joint meeting kedua perusahaan tempat mereka bekerja, di kantor Olive. Refan terlihat gusar, siang itu. Sebentar-sebentar mengechek ponselnya, dilakukan Refan saat tengah mempresentasikan paparan inisialisasi proyek bersama ini.Refan menjelaskan kontribusi perusahaan PT Osfon dalam perencanaan awal proyek ini, memaparkan komposisi sumber daya manusia, alat-alat, metode serta hal teknis lainnya. Tiba-tiba Refan meminta izin kepada pimpinan rapat untuk meninggalkan ruangan karena keperluan mendadak. Padahal, semestinya ia yang menempati posisi strategis dalam proyek bersama itu, tak boleh meninggalkan tahapan penting pendiskusian draft perencanaan proyek.“Untuk penjelasan lebih lanjut dari perusahaan saya, akan dijelaskan oleh Bapak Rudy, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis, sebagai divisi langsung yang ikut bertanggung jawab atas kelancaran proy

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Siluet Cinta Olive    Bab X

    Puzzle Siluet PerselingkuhanPagi itu, Olive tiba di kantor. Dengan sasaran utama segera menuju ruang kerja Tubagus. Ia bermaksud menunjukkan rekaman audio visual suaminya bersama perempuan yang diduga kuat adalah simpanannya, membawa bayi baru lahir pasca melahirkan di RS Jakarta. “”Suamiku diambil kuntilanak, Gus......’’ jerit Olive lirih seraya menangis.Saat membuka laptopnya, Bagus menyergah. “Bener, kan, apa kataku dulu?” Tiga rekaman video pendek-pendek dengan durasi total 15 menit itu membeberkan, betapa benar pria yang menikahinya hanya memerankan skenario pernikahan sandiwara.“Trus, mau difollow up lagi?”tanya Bagus. Olive mengungkapkan rasa penasarannya mengungkap identitas perempuan yang melahirkan bayi dari suaminya ini. “Gus, kamu kan ahli IT yang pakar di software. Bisa tolong retas email pribadi Refan? Siapa tahu dari situ aku bisa ambil kesimpulan identitas dia, siapa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17

Bab terbaru

  • Siluet Cinta Olive    Bab CXIV

    Perlawanan Sayap Patah, Suami Tertebus Sore itu cukup panas. Suhu udara Jakarta 28 derajat. Hangat tergolong panas. Namun, sore itu sangat sejuk buat Refan dan Olive. Sementara buat sebelas orang pengacara kuasa hukum pembela Refan, cuaca hari itu sangat segar menyemangati mereka. Detik-detik pelepasan klien mereka sedang berlangsung. Kemenangan mereka di depan mata. ‘’Selamat, Bapak Refan, buat prestasinya, luput dari jerat hukum,’’Kompol Agung menyalami Refan dengan sebuah senyuman. Refan membalas dengan senyuman asli, benar-benar tersenyum. ‘’Selamat, Pak Irawan. Sukses dalam tugas, ya, Pak?” Kompol Agung juga menyalami Ketua Tim Kuasa Hukum beranggotakan 10 orang pengacara ini. ‘’Terima kasih, Bapak Agung,’’balas Irawan. ‘’Saran dan masukan saya buat Bapak Refan dan juga 11 orang kuasa hukumnya. Barangkali bisa disampaikan ke khalayak yang lain. Tapi secara khusus siang ini saya pesan buat Bapak Refan. Bahwa jerat hukum narkoba itu sulit buat mengurainya, buat lepas dari itu.

  • Siluet Cinta Olive    Bab CXIII

    Akhir dari Perang DinginIrawan dan Olive sedang mendiskusikan perihal keterkaitan keuangan suaminya dengan selingkuhannya. Namun, Irawan menggiring Olive agar ia memiliki strategi defensif yang lebih baik saat menghadapi suami yang berselingkuh. Irawan melihat Olive terlalu lembek menghadapi perselingkuhan suaminya. Sebagai akibatnya sangat fatal, kesehatan suaminya menjadi taruhan.‘’Saya punya klien orang-orang hebat sekelas Bapak Refan di habitat pekerjaannya masing-masing. Kasus pemakai narkoba. Kemiripannya sama. Mereka mengalami gangguan kejiwaan. Terlihat dari penjelasan keluarganya bahwa klien saya itu konsul ke dokter psikhiater. Umumnya mereka itu sama seperti Ibu, terlalu lembek, tidak mau sedikit galak. Akibatnya, racun narkoba masuk terus. Pemakaian narkoba jangka panjang bikin syaraf dan otak putus,’’ papar Irawan.‘’Bukannya Bapak pernah bilang, suami saya bukan sekedar dira

  • Siluet Cinta Olive    Bab CXII

    Pembuktian Dua Lacak Jejak TerakhirDari mana datangya lintah? Dari darat turun ke kali. Dari mana datangnya Rita? Dari diskotek turun ke kantor polisi. Ini peribahasa yang mencibir Refan sejak tadi. Ia mendengar seorang polisi berkelakar tentang perilaku selingkuhnya. Ia merasa sangat malu dan geram.Sepi kembali mencekam. Refan masih meniduri sofa panjang berlapis kain wool kuning. Berusaha tidur, namun ia gelisah. Dari terbaring, kembali berubah posisi ke duduk. Ia yakin Rita berada hanya berjarak beberapa meter dari gedung ini. Ia merasa sangat heran, kenapa kisah cinta yang ia tutup rapat seakan hanya dia dan iblis yang tahu, dipisahkan di tempat ini dengan cara ditelanjangi banyak pihak. Ketika rombongan pengacara, istri dan ibunya meninggalkannya di tempat itu seorang diri malam ini, ia merasakan lagi kesepian ini sebagai sebuah hukuman Tuhan. Sebuah karma. Jika bukan, tidak mungkin perasaan yang ia alami seperti ini.Ia mel

  • Siluet Cinta Olive    Bab CXI

    Harta Dalam Pernikahan dengan Mafia Narkoba, Disita Negara Refan adalah orang pertama yang kaget dan tidak bisa terima penjelasan itu. Namun ia menahan diri seolah tanpa ekspresi meski dalam batinnya marah, kecewa tak terperi. Yang jelas sedih mendengar hal itu adalah Olive. Ia berpikir, mulai malam ini ia beristirahat dari penat mengumpulkan data pembelaan untuk suaminya. Namun, Olive juga berusaha berwajah dingin seolah tak perlu bereaksi. Namun, yang wajahnya tak bisa dibohongi dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya adlah Tante Anita. ‘’Loh, kenapa?” Tanya Tante Anita. Irawan segera menghadap Kompol Agung dan membahas hal itu tidak di hadapan kliennya. Dari kejauhan terlihat Polisi dan Irawan terlibat negosiasi yang alot. Namun tak berapa lama kemudian, Irawan kembali ke ruangan di mana klien dan keluarganya sedang berkumpul. Tim kuasa hukum Refan berada di pihak yang diombang-ambingkan nasibnya. Di dalam hati s

  • Siluet Cinta Olive    Bab CX

    Detik-Detik Penentuan ''Kutunggu Cinta.Apakah berpihak kepadaku. Ku meminta jawab saat ini.''Sebuah puisi yang dituliskan entah oleh siapa di sebuah brosur sekolah playgroup yang sengaja dimasukkan orang ke celah di bawah pintu unit apertemennya. Olive berterima kasih atas tanda alam yang dianugerahkan Tuhan lewat brosur ini. Ia meminggirkannya ke tong sampah. Brosur itu ia baca sesaat sebelum meninggalkan apartemennya, malam itu Waktu menunjukkan pukul 20.10. Langit Jakarta tak segelap rona hidup yang baru saja melewati rumah tangga Olive-Refan. Olive dan mertuanya sedang dalam perjalanan menuju BNN Cawang. Mercedes Benz S-Class Hitam bernomor polisi B 1988 RO itu memasuki jalan besar Gatot Subroto menuju arah Cawang. Mereka masih membahas perselingkuhan Refan dengan penari striptis mafia narkoba, Rita Anastasia ‘’Nak, kamu memang beda dibandingkan para istri kebanyakan. Ekspresi kamu itu melihat kelakuan anak Tant

  • Siluet Cinta Olive    Bab CIX

    Mencerna Sebuah Kehilangan Hari ini pertempuran wanita murahan Vs wanita rumahan sepertinya segera berakhir, Olive mencerna makna kehilangan. Ia menemukan kembali hati suaminya utuh, meski raganya babak belur. Suaminya lolos dari lubang maut jerat hukum cinta sang mafia narkoba, Rita Anastasia. Bisa maut service ranjang Rita Anastasia yang merasuk di tubuh Refan juga telah habis. Refan Mananta akhirnya menyadari ia meminum racun mut setiap hari. Namun bersyukur ia punya Tuhan yang memberi dia seorang penolong, istri yang baik budi. Irawan menghubungi istri kliennya, Olivia Mananta memberitahukan bahwa malam itu sekitar pukul 11. 00 dalam tiga jam ke depan suaminya akan dibebaskan BNN. Irawan meminta Olive agar menyiapkan penyambutan terbaik atas kemenangan suaminya melawan mafia narkoba yang menjeratnya dalam masalah besar ini. Olive sedang kelelahan beristrahat di rumah. Namun ia siaga dengan ponselnya kalau-kalau pengac

  • Siluet Cinta Olive    Bab CVIII

    Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i

  • Siluet Cinta Olive    Bab CVII

    Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations

  • Siluet Cinta Olive    Bab CVI

    Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu

DMCA.com Protection Status