Teka-Teki Yang Terkuak
Olive membaca gelagat aneh suaminya, saat menghadiri joint meeting kedua perusahaan tempat mereka bekerja, di kantor Olive. Refan terlihat gusar, siang itu. Sebentar-sebentar mengechek ponselnya, dilakukan Refan saat tengah mempresentasikan paparan inisialisasi proyek bersama ini.
Refan menjelaskan kontribusi perusahaan PT Osfon dalam perencanaan awal proyek ini, memaparkan komposisi sumber daya manusia, alat-alat, metode serta hal teknis lainnya. Tiba-tiba Refan meminta izin kepada pimpinan rapat untuk meninggalkan ruangan karena keperluan mendadak. Padahal, semestinya ia yang menempati posisi strategis dalam proyek bersama itu, tak boleh meninggalkan tahapan penting pendiskusian draft perencanaan proyek.
“Untuk penjelasan lebih lanjut dari perusahaan saya, akan dijelaskan oleh Bapak Rudy, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis, sebagai divisi langsung yang ikut bertanggung jawab atas kelancaran proyek bersama kita. Bapak Rudy, waktu dan tempat saya persilakan,’’jelas Refan di hadapan audience meeting.
Kebetulan, Tubagus juga hadir. Olive mengedipkan matanya ke Tubagus. Seolah mereka mengiyakan atau membenarkan ‘sesuatu’ tengah terjadi. Atau bahkan keduanya menyepakati ‘sesuatu’ untuk ditindaklanjuti.
Beberapa hari sebelumnya, mereka membahas kehambaran rumah tangganya berikut kejanggalan kelakuan suami Olive. Olive akhirnya juga sepakat menerima tawaran Tubagus, menyewa mata-mata, untuk mengintai pergerakan Refan yang mencurigakan. Kedipan mata Olive berarti memberi otorisasi Tubagus agar melakukan eksekusi. Tubagus menghubungi tenaga mata-mata sewaan yang telah disiapkan untuk menguntit Refan, sejak hari itu.
‘’Ya, kalau kapan itu, kan aku pikir kamu terburu-buru mencurigai suami kamu, nikah baru tiga bulan. Tapi setelah hari ini umur pernikahanmu 9 bulan, aku juga lihat dengan mata kepala sendiri keanehan Refan, OK aku ACC request kamu. Itu nomer WA paparazinya udah kukirim. Silakan hubungi sendiri. Aku udah bilangin ke mereka bahwa klien akan kontek langsung,’’jelas Tubagus kepada Rita segera kompakan minta izin ke toilet di tengah berlangsungnya rapat.
‘’Memangnya, bisa sekarang mereka bertindak?”tanya Rita. ‘’Coba aja. Siapa tahu bisa, mereka mangkal di lobby, untuk klien lain,’’jelas Bagus.
Olive mengirim pesan WhattsApp berisi perintah menguntit berikut foto Refan dan mobilnya, “Target bergerak ke lobby. Baju jas setelan atas bawah abu-abu, dalaman hem warna putih krem. Mobil diparkir di basemen 3 DF”.
“Siap, “balas sang agen. Tiga orang agen dikerahkan. Satu diantaranya wanita. Mereka bergerak dengan satu unit taxi, satu unit kendaraan pribadi dan satu unit motor ojek, menguntit pergerakan Refan dari pintu exit gedung menuju arah jalan protokol Thamrin, putar balik di patung kereta kuda Arjuna Wijaya di kawasan Monas, Gambir. Posisi perhentian kendaraan Refan akhirnya dikenali saat berbelok ke kiri ke jalanan kecil setelah Plaza Central.
Hanya dua puluh meter dari mulut jalan, kendaraan Refan Mercedenz Benz S Class hitam itu belok kanan ke parkiran RS Jakarta, lalu menuruni basemen rumah sakit. Agen yang terlebih dulu bergerak adalah wanita yang menguntit target dengan taxi.
Tere menunggu target di depan lift lantai lobby. Sedangkan Refan masih berada di depan pusat informasi. Satu agen menunggu beberapa meter dekat lokasi parkir Mobil Refan. Satu agen lagi stand bye di lobby. Tere berhasil ikut memasuki lift yang sama dengan Refan.
Akhirnya, pergerakan Refan terbaca jelas memencet tombol lantai ruang bersalin di lantai lima. Hari itu, ketiga agen mata-mata berhasil mengumpulkan informasi disertai rekaman kamera jam tangan yang berhasil direkam oleh Agen Tere.
‘’Ibu, target berada di RS Jakarta, mengunjungi seseorang di unit perawatan bersalin,’’itu bunyi pesan WA agen Tere.
Team agen paparazzi berhasil menghimpun data pasien dengan nama dan alamat tempat tinggalnya. Nama pasien, Ny Rita Anastasia. Umur 24 tahun. Tinggal di Apartemen Aston Semanggi. Melahirkan anak pertama secara sesar, bayi perempuan dengan berat bayi 2,4 kg di rumah sakit itu. Pasien yang dikunjungi Refan di rumah sakit itu, diperkirakan masih berada di sana dua hari lagi. Para agen ini meminta instruksi lebih lanjut.
‘’Tolong sewakan saya di unit hunian di lantai yang sama dengan alamat Rita. Barangkali ada unit yang bisa disewa untuk sebulan? Bisa disewakan atas nama salah satu kalian. Saya bayar biaya sewa plus tipsnya. Silakan tinggal di sana untuk menghimpun informasi sebanyak mungkin. Saya minta investigasi di lokasi apartemen perempuan itu juga,’’jelas Olive kepada mereka saat melakukan janji temu di restoran gantung Plaza Semanggi, malam itu.
Olive berusaha mengontrol emosi akibat akumulasi penasaran yang akhirnya terjawab malam itu. Hati suaminya raib, pernikahannya hambar di ambang kehancuran. Suami tercinta hilang diambil kuntilanak. Pantesan, tiap kali weekend selalu saja ada alasan untuk tidak di rumah. Pantesan, jadi rajin bangun pagi dan menolak memberinya tumpangan kendaraan untuk berangkat ke kantor. Pantesan, tiap kali jam makan siang selalu menolak ajakan makan siang bareng yang ia tawarkan. Pantesan juga, meski jam kantor telah usai sejak sore pukul 4, Refan baru tiba di rumah pukul 11 malam. Kini, Olive menemukan alasan tepat untuk membongkar kedok mangkir jatah nafkah batin yang tidak ia terima di enam bulan terakhir.
Tepat pada jadwal hari kepulangan pasien wanita yang dikunjungi Refan selama 7 hari terakhir, ketiga agen mata-mata itu berhasil merekam sosok utuh perempuan menggendong orok memasuki mobil Refan. Gambar rekaman wajah wanita itu sangat jelas tampak depan dan samping. Gambar visual tubuh utuh perempuan itu juga tertangkap jelas oleh kamera para agen. Laporan rekaman audio visual kepulangan pasien wanita yang melahirkan di rumah sakit itu diserahkan para agen pada hari yang sama.
‘’Ibu Olive, yang kuat ya, Bu, “ujar Agen Tere ke Olive saat menyaksikan Olive hampir pingsan menyaksikan rekaman audio visual sosok perempuan yang selama ini merenggut kebahagiaan rumah tangganya, ditayangkan di laptop Agen Tere.
“File soft copynya mau saya kirim ke WA ibu, atau email aja?”tanya Agen Rere.
“Dua-duanya aja. Saya memerlukannya. Satu sama lain , saling jadi back up buat saya”jawab Olive lemas dengan mata berlinang tangis, menyalami ketiga agen mata-mata yang menemuinya di restoran tempat biasa mereka janjian.
Seluruh harapan Olive akan rumah tangganya luluh lantak. Bahkan ada keinginan untuk tidak mempertahankan pernikahan itu. Runtuhnya harapan Olive, seperti keruntuhan gedung WTC di Amerika. Ketenangan emosinya dan trust yang selama hampir satu tahun pernikahannya ini ia bangun kokoh bak batu karang, akhirnya hancur berkeping-keping.
Ia gontai kehilangan kendali dan kekuatan yang menjadi alasannya bertahan selama ini. Semua alasan ‘demi karir dan masa depan’ Refan, ternyata bohong semua. Ia teringat akan semua candaan dan nasihat Tubagus. Semuanya terbukti dan tidak disanksikan. Ia merasa begitu bodoh dicurangi tanpa perlawanan. Seperti sasaran pembunuhan berencana, yang korbannya pasrah menyerah bak kerbau dibawa ke pejagalan.
“”Ibu......., Tolong Olive, Bu.....Nggak kuat, Bu....,”dia berteriak dalam hati dengan dada sesak tak sanggup lagi bernafas serasa ingin sekali menangis di pelukan ibundanya. Bahkan ia juga sangat ingin menceritakan ini semua ke Tante Anita, Mamanya Refan. Ia sudah jarang makan sejak tujuh hari lalu. Berat badannya juga turun drastis akibat tekanan batin. Di tengah sholatnya siang itu, Olive meminta kekuatan Tuhan agar ia sanggup tampil biasa seperti tidak ada apa-apa di hadapan suaminya, malam ini.
Benar, meski Olive ada janji temu dengan para agen dan pulang agak larut, pukul 10 malam, Refan masih belum pulang. Usai mandi, ia masih sempat memake up matanya yang bengkak karena seharian menangis. Ia ingin tampil seperti tidak ada apa-apa di hadapan suaminya malam ini.
“”Ya, Say. Makanannya udah aku siapin di meja. Barangkali masih mau makan malam,’’jelas Olive sambil mencium pipi kanan kiri suaminya menyambut kepulangannya. Ia menunjuk meja makan yang penuh hidangan makan malam dengan lilin yang ia nyalakan. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan suaminya yang menerima anugerah lahirnya sang buah hati. Ia duduk di ujung meja, dengan gaun tidur hitam pertanda duka, menanti Refan usai mandi agar segera menuju ruang makan. Olive mematung.
“Sibuk sekali ya, hari ini?’tanya Olive memecah keheningan diantara diam seribu bahasanya mereka berdua setengah jam berlalu. Ia melihat mata Refan juga seakan tak mau menatapnya untuk menjawab pertanyaan sederhana itu.
“Enggak sibuk banget. Cuman ketemu klien kantor di jamuan makan malam,’’celetuk Refan seperlunya, sambil mengunyah menu steak sapi dan kentang tumbuk mashed potato, makanan favoritnya selama kuliah di Inggris 3 tahun meraih gelar Msi, master of science. Refan menyudahi makan malam kali itu dengan menyeka mulutnya dengan lap makan dan meninggalkan Olive sendirian. Seolah mengisyaratkan ‘enggak ada sesuatu yang penting untuk kita bahas’. Mereka berpisah di meja makan.
Sepertinya bahasa tubuh yang sama Olive tangkap namun tak terlalu jelas sejak sembilan bulan lalu, bahkan beberapa bulan sebelum menikah. Hanya karena waktu itu, agak samar dan tanpa bukti cukup. Ia tak tega menuduh suaminya dengan tuduhan yang mengada-ada. Namun, kini semuanya jelas telanjang. Secuek apapun kedok muka hambar yang dipasang Refan, kini Olive mengerti, ini sinyal merah untuk pernikahannya yang tidak ada harapan.
Olive cukup cerdas menyikapi. Tak ingin kecurigaannya terbaca suami. Ia merencanakan upaya memergoki secara tragis. Agar ia sanggup menyajikan fakta hitam di atas abu-abu yang selama ini begitu kabur di pikirannya tersemat dalam kalimat: Masa iya? Masa sih? Mana mungkin? Kenapa? Kok bisa seperti itu? Bahkan sampai kepada beberapa kalimat yang menyalahkan dirinya sendiri, ‘memang salahku ini apa? “kenapa aku tak membatalkan saja rencana pernikahan ini sejak itu? “Oh, betapa bodohnya aku. Kenapa harus aku yang mengalami ini semua?” sampai kalimat-kalimat itu kembali ke “aku salah apa, kok diperlakukan seperti ini? Dan terakhir ia menanyakan kepada dirinya sendiri,”harus kuapakan semua ini?” mengakhiri kalimat kontemplasi yang dilakukannya di kamar mandi sunyi yang ia kunci tiga jam sejak pukul satu dini hari. Ia menangis maratap di kamar mandi.
Puzzle Siluet PerselingkuhanPagi itu, Olive tiba di kantor. Dengan sasaran utama segera menuju ruang kerja Tubagus. Ia bermaksud menunjukkan rekaman audio visual suaminya bersama perempuan yang diduga kuat adalah simpanannya, membawa bayi baru lahir pasca melahirkan di RS Jakarta. “”Suamiku diambil kuntilanak, Gus......’’ jerit Olive lirih seraya menangis.Saat membuka laptopnya, Bagus menyergah. “Bener, kan, apa kataku dulu?” Tiga rekaman video pendek-pendek dengan durasi total 15 menit itu membeberkan, betapa benar pria yang menikahinya hanya memerankan skenario pernikahan sandiwara.“Trus, mau difollow up lagi?”tanya Bagus. Olive mengungkapkan rasa penasarannya mengungkap identitas perempuan yang melahirkan bayi dari suaminya ini. “Gus, kamu kan ahli IT yang pakar di software. Bisa tolong retas email pribadi Refan? Siapa tahu dari situ aku bisa ambil kesimpulan identitas dia, siapa
Konsultasi Penasihat Kekacauan RanjangSetelah menunggu keluarnya hasil investigasi team agen paparazzi selama dua pekan, para paparazzi melaporkan bahwa kuntilanak itu telah resign dari tempat kerjanya sejak enam bulan lalu. Refan masih bertandang ke club itu, hanya mengantar atasannya, seorang pria bule. Tidak ada aroma perselingkuhan atau kedekatan dengan perempuan lain di club itu. Pasangan selingkuh Refan juga tidak pernah lagi mangkal di diskotek bekas tempat kerjanya. Kini Olive bingung, upaya menggali lebih jauh sepak terjang kuntilanak itupun mentok.Sedangkan menyerahkan nomer kontak WA dan HP suaminya ke polisi, kata Bagus, itu berisiko. ’Itu sama halnya, membeberkan hal-hal pribadi, termasuk sepak terjang suami kamu ke polisi. Apa kamu nggak takut, kamu bisa kebawa-bawa juga? Pertimbangkan baik-baik, Non,’’Kata Bagus menasehati.Meski telah diwanti-wanti, Olive merasa enggak paham juga. Bagaimanapun, r
Training Service RanjangSepuluh menit berselang, Mba Widya akhirnya kembali. Olive makin penasaran dengan apa yang dituturkan konsultan ini. Seumur-umur baru ia dengar sekarang.Pensiunan penari erotis ini, melanjutkan kisahnya. Ia mengaku pernah punya side job sebagai LC (lady companion/ yang bertugas nemenin tamu) dan therapist. Untuk pekerjaan side job sebagai therapist, ia bekerja sebagai tenaga pemijit di spa plus-plus. Ia membenarkan terkenal sebagai therapist sekwilda lantaran daya tariknya ada di sekitar wilayah dada. Mendengar penuturan panjang lebar Widya, Olive merasa begitu plain alias tawar, bloon, lantaran tak punya pegangan apapun untuk memuaskan suaminya di ranjang.‘’Pelanggan saya, hampir semua tipe pelanggan setia. Kalau saya enggak masuk kerja, yang mereka cari tetap saya dan tidak mau digantikan LC atau penari lain, atau therapist lain,’’jelasnya.Ia menjelaskan se
Gulana Yang Menyulut Petaka Mau dibawa ke mana rumah tangga kita? Kalimat itu menjadi pijakan Olive dalam menetapkan keputusan. Sikap apa yang akan ia kemukakan di hadapan Refan. Ia masih mempertimbangkan nasihat Tubagus, agar ia tak perlu melangkah jauh untuk menyadap percakapan telfon maupun WA. Sebab, konsultan IT yang Tubagus tawarkan adalah seorang polisi. Jika ia tak yakin Refan bersih, sebaiknya ia menahan diri. Olive mengingat nasihat itu. Makanya, ia memilih diam di enam bulan terakhir ini, mungkin sampai satu setengah tahun ke depan. Sampai joint project yang ia kepalai mencapai tahap penutupan. Kendati, ia menyadari, makin lama tidak ada lagi yang perlu dinanti dari pernikahannya ini. Menunggu jabang bayi, menurutnya itu jauh asap dari api. Ia tak kunjung digauli. Sudah setahun enam bulan. Ia menganggap pengabaian hak-haknya selaku istri, menjadi sepi omongan, sepi keributan, juga tidak ada mekanisme
Tertangkap BasahDunia tak selebar daun kelor. Suatu siang esok hari di hypermart Plaza Semanggi. Olive menggunakan jam makan siangnya yang sempit itu membeli bingkisan untuk Om Alex, rekan kerja yang adalah atasan Bagus. Om Alex baru mengkhitankan anaknya. Pikirnya, ia yang tak sempat datang ke acaran khitanan kemarin, akan menyerahkan bingkisan itu sebelum bubaran kantor.Namun sial, ia memergoki Refan tengah mendorong troli belanja menemani seorang perempuan muda yang ia tahu itu adalah si Kuntilanak Rita. Ia berpapasan di belokan salah satu lorong rak display pempers bayi. Moncong ketemu moncong. Refan tak bisa mengelak lagi.‘’Eh, Live. Aku nemenin pacar si Bos, belanja bentar. Tolong, kenalin ini Rita,’’jelas Refan yang sangat percaya diri memperkenalkan perempuan selingkuhannya itu sebagai pacar Jason, atasannya. Dalihnya, Bos Jason memang mengoleksi banyak wanita yang disebut teman kencan.‘&rsq
Istri Vs PiaraanRefan merasa istrinya begitu polos untuk memahami perselingkuhan tingkat tinggi yang ia ciptakan skenarionya. Olive dianggapnya tidak update terhadap Rita yang begitu nerimo setahun terakhir ini hanya dinafkahinya Rp 1 juta sebulan tanpa embel-embel pemberian lain-lain. Rita yang sangat nrimo itu mengalami penyusutan kucuran tunjangan pensiun lantaran keuangan Refan terkonsentrasi untuk pembayaran angsuran cash keras tiga unit apartemennya.Namun Refan memaklumi dan menghargai kepedulian istrinya dengan mengatakan ia cukup hati-hati dengan perempuan itu, termasuk mengantisipasi dampak perempuan itu terhadap keuangannya. Refan menjamin perempuan itu tak akan bisa merugikannya secara finansial.”Rita sangat mandiri. Bahkan tanpa aku kasih apa apapun, dia tetap bisa hidup cukup bahkan hidup mewah. Dasar Olive, kamu ini ngomong apa. Memangnya kamu tahu apa. Ah udah deh, kamu nggak tahu apa-apa.” Guma
Berkaca di Cermin Pecah Olive mengamati bayi mungil hasil perselingkuhan suaminya, bak berkaca di cermin pecah. Bayi itu sangat mirip Refan. Rambut lurus, hidung mancung namun agak mendongak, mata agak lancip bak mata kucing, juga dagu bawahnya belah. Tapi warna kulitnya persis Rita, coklat gelap. “”Siapa namanya?””Tanya Olive ke bayi yang belum bisa bicara itu. ”Fanta Anatasia, Bu,’’Jawab Rita. Hmmmm....Fanta, artinya apa? Olive berspekulasi memikirkan perkara kecil, hanya sebuah nama bayi, namun menjadi cikal bakal besar penyebab stressnya hari ini. Perkara kecil, ia besar-besarkan. Coba aku cari di mesin pencaria
Dendam Terbalas Hutang Budi, Belum Impas ‘’Ehm” Olive berdehem membangunkan Rita dari lamunannya. Dengan gelagepan, Rita terhenyak. ‘’Oh iya, saya bisa carikan baby sitter, kalau Ibu mau. Cuman buat Ibu aja. Bukan atas nama yayasan saya, ya Bu. Saya bantu Ibu. Ibu tidak usah bayar biaya admin. Gajinya ibu bayar langsung ke yang bersangkutan. Nanti Ibu saya kabari kalau saya sudah ada yang untuk baby sitter. ‘’jelasnya sebelum berpamitan dengan rivalnya itu. Mendengar penjelasan Rita menjalankan bisnis outsourcing tenaga pembantu rumah tangga dan punya yayasan, Olive berusaha mencerna penjelasan itu. Jangan-jangan, memang benar begitu. Apa iya itu benar bisnis ART. Sebab yang datang ke apartemennya dari segala umur. Ada yang tua 60 tahun ke atas, ada yang ABG, yang dewasa juga lebih sering. Namun kedatangan mereka hampir berpasang-pasangan seperti pasangan kekasih, kecuali yang nenek-nenek. Kedua pasang mata yang saling beradu si
Perlawanan Sayap Patah, Suami Tertebus Sore itu cukup panas. Suhu udara Jakarta 28 derajat. Hangat tergolong panas. Namun, sore itu sangat sejuk buat Refan dan Olive. Sementara buat sebelas orang pengacara kuasa hukum pembela Refan, cuaca hari itu sangat segar menyemangati mereka. Detik-detik pelepasan klien mereka sedang berlangsung. Kemenangan mereka di depan mata. ‘’Selamat, Bapak Refan, buat prestasinya, luput dari jerat hukum,’’Kompol Agung menyalami Refan dengan sebuah senyuman. Refan membalas dengan senyuman asli, benar-benar tersenyum. ‘’Selamat, Pak Irawan. Sukses dalam tugas, ya, Pak?” Kompol Agung juga menyalami Ketua Tim Kuasa Hukum beranggotakan 10 orang pengacara ini. ‘’Terima kasih, Bapak Agung,’’balas Irawan. ‘’Saran dan masukan saya buat Bapak Refan dan juga 11 orang kuasa hukumnya. Barangkali bisa disampaikan ke khalayak yang lain. Tapi secara khusus siang ini saya pesan buat Bapak Refan. Bahwa jerat hukum narkoba itu sulit buat mengurainya, buat lepas dari itu.
Akhir dari Perang DinginIrawan dan Olive sedang mendiskusikan perihal keterkaitan keuangan suaminya dengan selingkuhannya. Namun, Irawan menggiring Olive agar ia memiliki strategi defensif yang lebih baik saat menghadapi suami yang berselingkuh. Irawan melihat Olive terlalu lembek menghadapi perselingkuhan suaminya. Sebagai akibatnya sangat fatal, kesehatan suaminya menjadi taruhan.‘’Saya punya klien orang-orang hebat sekelas Bapak Refan di habitat pekerjaannya masing-masing. Kasus pemakai narkoba. Kemiripannya sama. Mereka mengalami gangguan kejiwaan. Terlihat dari penjelasan keluarganya bahwa klien saya itu konsul ke dokter psikhiater. Umumnya mereka itu sama seperti Ibu, terlalu lembek, tidak mau sedikit galak. Akibatnya, racun narkoba masuk terus. Pemakaian narkoba jangka panjang bikin syaraf dan otak putus,’’ papar Irawan.‘’Bukannya Bapak pernah bilang, suami saya bukan sekedar dira
Pembuktian Dua Lacak Jejak TerakhirDari mana datangya lintah? Dari darat turun ke kali. Dari mana datangnya Rita? Dari diskotek turun ke kantor polisi. Ini peribahasa yang mencibir Refan sejak tadi. Ia mendengar seorang polisi berkelakar tentang perilaku selingkuhnya. Ia merasa sangat malu dan geram.Sepi kembali mencekam. Refan masih meniduri sofa panjang berlapis kain wool kuning. Berusaha tidur, namun ia gelisah. Dari terbaring, kembali berubah posisi ke duduk. Ia yakin Rita berada hanya berjarak beberapa meter dari gedung ini. Ia merasa sangat heran, kenapa kisah cinta yang ia tutup rapat seakan hanya dia dan iblis yang tahu, dipisahkan di tempat ini dengan cara ditelanjangi banyak pihak. Ketika rombongan pengacara, istri dan ibunya meninggalkannya di tempat itu seorang diri malam ini, ia merasakan lagi kesepian ini sebagai sebuah hukuman Tuhan. Sebuah karma. Jika bukan, tidak mungkin perasaan yang ia alami seperti ini.Ia mel
Harta Dalam Pernikahan dengan Mafia Narkoba, Disita Negara Refan adalah orang pertama yang kaget dan tidak bisa terima penjelasan itu. Namun ia menahan diri seolah tanpa ekspresi meski dalam batinnya marah, kecewa tak terperi. Yang jelas sedih mendengar hal itu adalah Olive. Ia berpikir, mulai malam ini ia beristirahat dari penat mengumpulkan data pembelaan untuk suaminya. Namun, Olive juga berusaha berwajah dingin seolah tak perlu bereaksi. Namun, yang wajahnya tak bisa dibohongi dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya adlah Tante Anita. ‘’Loh, kenapa?” Tanya Tante Anita. Irawan segera menghadap Kompol Agung dan membahas hal itu tidak di hadapan kliennya. Dari kejauhan terlihat Polisi dan Irawan terlibat negosiasi yang alot. Namun tak berapa lama kemudian, Irawan kembali ke ruangan di mana klien dan keluarganya sedang berkumpul. Tim kuasa hukum Refan berada di pihak yang diombang-ambingkan nasibnya. Di dalam hati s
Detik-Detik Penentuan ''Kutunggu Cinta.Apakah berpihak kepadaku. Ku meminta jawab saat ini.''Sebuah puisi yang dituliskan entah oleh siapa di sebuah brosur sekolah playgroup yang sengaja dimasukkan orang ke celah di bawah pintu unit apertemennya. Olive berterima kasih atas tanda alam yang dianugerahkan Tuhan lewat brosur ini. Ia meminggirkannya ke tong sampah. Brosur itu ia baca sesaat sebelum meninggalkan apartemennya, malam itu Waktu menunjukkan pukul 20.10. Langit Jakarta tak segelap rona hidup yang baru saja melewati rumah tangga Olive-Refan. Olive dan mertuanya sedang dalam perjalanan menuju BNN Cawang. Mercedes Benz S-Class Hitam bernomor polisi B 1988 RO itu memasuki jalan besar Gatot Subroto menuju arah Cawang. Mereka masih membahas perselingkuhan Refan dengan penari striptis mafia narkoba, Rita Anastasia ‘’Nak, kamu memang beda dibandingkan para istri kebanyakan. Ekspresi kamu itu melihat kelakuan anak Tant
Mencerna Sebuah Kehilangan Hari ini pertempuran wanita murahan Vs wanita rumahan sepertinya segera berakhir, Olive mencerna makna kehilangan. Ia menemukan kembali hati suaminya utuh, meski raganya babak belur. Suaminya lolos dari lubang maut jerat hukum cinta sang mafia narkoba, Rita Anastasia. Bisa maut service ranjang Rita Anastasia yang merasuk di tubuh Refan juga telah habis. Refan Mananta akhirnya menyadari ia meminum racun mut setiap hari. Namun bersyukur ia punya Tuhan yang memberi dia seorang penolong, istri yang baik budi. Irawan menghubungi istri kliennya, Olivia Mananta memberitahukan bahwa malam itu sekitar pukul 11. 00 dalam tiga jam ke depan suaminya akan dibebaskan BNN. Irawan meminta Olive agar menyiapkan penyambutan terbaik atas kemenangan suaminya melawan mafia narkoba yang menjeratnya dalam masalah besar ini. Olive sedang kelelahan beristrahat di rumah. Namun ia siaga dengan ponselnya kalau-kalau pengac
Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i
Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations
Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu