Bab 3
Mas Romi ternyata lebih memilih mempertahankan aku, ketimbang Lisa selingkuhannya. Tetapi aku merasa ragu, jika ini nyata dari hatinya Mas Romi. Karena aku takut, jika ini hanya triknya semata. Tetapi jika melihat dari emosinya Mas Romi dan juga Lisa, sepertinya mereka benar-benar nyata, bukan sekedar rekayasa.Aku pun kini menjadi bingung, aku harus bagaimana mengambil sikap. Apa aku tetap memilih pergi, atau tetap diam di rumah ini? Tapi aku juga ragu, apa aku bisa melanjutkan semuanya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa? Jujur hatiku masih begitu perih dan belum bisa memaafkan perselingkuhan Mas Romi tersebut.Aku masih terbayang jelas, saat Lisa duduk di pangkuannya Mas Romi, sambil menyuapinya makan. Mas Romi juga begitu kesenangan, dengan apa yang dilakukan Lisa tersebut. Jika ingat semua itu, ingin rasanya aku pergi dari kehidupan Mas Romi dan meninggalkan semua ini."Jadi maksudnya, kamu lebih memilih Amira dibanding aku, Mas?" Lisa bertanya tentang keputusan Mas Romi."Iya, Lisa, aku lebih memilih Amira. Karena kehadiran Amira lebih bermanfaat, serta bisa diandalkan ketimbang kamu," jawab Mas Romi tegas.Mas Romi membenarkan pertanyaan Lisa, jika dia tidak memilihnya tetapi malah memilih aku."Maaf, Mas, seharusnya kamu juga bertanya dulu kepadaku. Apakah aku masih mau atau tidak menerima kamu lagi, setelah apa yang kamu lakukan dibelakangku," ujarku."Lho kok kamu ngomongnya begitu sih, Dek. Memangnya kenapa, Dek? Mas kan sudah menyuruh Lisa untuk mundur, Mas lebih memilih kamu lho ini," ujar Mas Romi.Ia berkata seenaknya, seakan ini bukanlah masalah besar baginya. Aku bahkan merasa, kalau dia itu berusaha mendesakku, supaya aku tetap bertahan bersamanya. Mas Romi juga menatapku, dengan tatapan penuh harap. Tatapan yang membuat hatiku selalu luluh kembali, kalau dia sudah melakukan kesalahan."Mas, tapi kesalahan kamu ini, kesalahan yang paling fatal lho. Walaupun aku bisa bertahan dengan rumah tangga ini, tetapi aku belum tentu masih mau meladeni kamu sebagai suamiku. Maaf, jika nanti aku juga tidak akan begitu mengurus Ibumu seperti biasanya. Tapi kamu jangan pernah menyalahkan aku, sebab semua perubahan sikap aku ini juga karena ulah kamu, Mas." Aku berkata panjang lebar memberitahu Mas Romi, jika sikap aku juga kemungkinan pasti banyak berubah."Mas mengerti kok, Dek. Tsletapi buat, Mas. Kamu masih mau mendampingi Mas saja, Mas sudah merasa bahagia. Apalagi jika sikap kamu bisa kembali seperti dulu," ujarnya."Kamu jangan terlalu berharap banyak , Mas. Karena hatiku tidak sekuat itu," terangku.Aku akan mencoba untuk tetap bertahan, semoga saja Mas Romi benar-benar bisa merubah sikap dan perilakunya, menjadi lebih baik lagi."Ya sudah, lebih baik aku pergi. Karena aku sudah tidak dibutuhkan lagi disini," ucap Lisa, sambil berlalu pergi meninggalkan kami."Tunggu dulu, Lisa. Aku masih belum selesai berbicara denganmu," pintaku."Kamu mau ngapain lagi sih, Amira, aku mau pergi nih? Ayo buruan, kamu mau ngomong apa," tanya Lisa dengan nada tinggi.Lisa memasang wajah jutek kepadaku, ia juga melipat tangannya di dada. Padahal biasanya, ia tidak pernah seperti ini. Dia selalu memasang wajah semanis mungkin, jika bertemu denganku. Tapi kini setelah semua kelakuannya terbongkar, ia berubah drastis seperti ini.Memang dasar, Lisa seorang sahabat yang kini menjadi pelakor. Sepertinya ia tidak mikir, justru akulah yang dia dzolimi. Jadi tidak seharusnya ia bersikap seperti itu terhadapku, membuat aku semakin ilfill saja kepadanya."Aku nggak mau ngapa-ngapain kamu kok, Lisa. Aku hanya mau bilang sama kamu, kalau kamu jangan pernah mengganggu rumah tanggaku lagi. Kamu juga jangan menganggap aku sebagai sahabat, sebab persahabatan kita telah hancur, setelah kamu ketahuan selingkuh dengan suamiku. Jangan pernah jamu nongol lagi kerumah ini, atau pun he kantornya Mas Romi. Kamu juga jangan pernah mengontak Mas Romi lagi, kamu faham, Lisa?" tanyaku, setelah aku panjang kebar memberi tahu Lisa, tentang apa saja yang nggak boleh Lisa lakukan kedepannya."Lisa, lebih baik kamu turuti semua perintah Amira. Sebab semua ini terjadinya juga karena kamu yang duluan datang dan menggoda aku. Kalau saja kamu tidak terus-terusan datang dan menggodaku, aku juga tidak mungkin berkhianat kepada Amira." Mas Romi juga menimpali ucapanku."Ih dasar kamu ini, Mas. Baik aku akan pergi, tapi kita lihat saja nanti. Apa yang akan terjadi kedepannya," ucap Lisa lalu pergi.Aku merasa heran, dengan apa yang diucapkan Lisa barusan. Apa maksud ucapannya itu? Aku merasa ada yang ganjil, dengan ucapan Lisa ini. Setelah Lisa pergi, aku juga kembali ke dalam rumah. Aku masuk, sambil kembali menarik dua koper, yang berisi pakaianku dan juga pakaian Azka.Setelah kejadian itu, Mas Romi berubah menjadi lebih perhatian lagi kepadaku. Setelah kemarin-kemarin berkurang perhatiannya karena terbagi kepada perempuan lain. Aku merasa bersyukur dengan adanya perubahan sikap, yang ditunjukan suamiku tersebut."Dek, tolong bikinkan kopi dong," pinta Mas Romi."Maaf, Mas, saat ini aku sedang repot ngurusin Ibu. Kamu minta tolong saja sama Bi Asmi, biar dia yang bikinkan kamu kopi," sahutku.Jujur, aku masih merasa terlalu sakit hati, makanya aku suka kurang respek, dengan apa pun yang menyangkut suamiku. Walaupun ia sudah bersikap lebih baik sekalipun."Oh, ya sudah nggak jadi, Dek. Mas lupa, kalau Mas sudah ada janji sama Doni. Mas hari ini berjanji mau main ke rumahnya. Ya sudah, Mas pergi dulu ya, Dek, assalamualaikum," ucap Mas Romi.Kemudian ia pergi begitu saja, tanpa menunggu persetujuanku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak mau melayaninya. Biarin saja, biar dia juga tahu, kalau rasa sakit hati ini belum bisa hilang, walau sudah berlalu berbulan-bulan lamanya.Setelah selesai mengurusi Bu Rahma, aku pergi ke dapur untuk membantu Bi Asmi memasak. Karena kebetulan mertuaku juga sudah minum obat, jadi aku bisa mengurus yang lainnya."Bu, tadi Bapak mau pergi ke mana? Kok dia rapi banget sih, padahal ini kan hari libur," tanya Bi Asmi, saat aku bertemu dia di dapur."Memang Mas Romi serapi apa sih, Bi? Kok aku jadi penasaran?" Aku balik bertanya kepada Bi Asmi.Aku pun mengorek keterangan dari asisten rumah tanggaku ini. Aku benar-benar penasaran, dengan apa yang dimaksud Bi Asmi barusan. Karena dia bilang, kalau Mas Romi berangkat, tetapi dengan berdandan rapi."Itu, Bu, penampilan Bapak tadi klimis sekali. Bahkan ia memakai parfum, yang wanginya begitu cetar, Bu." Bi Asmi memberitahuku maksud dari pertanyaannya tadi."Jadi penampilan Mas Romi tadi rapi banget ya, Bi?" tanyaku memastikan."Iya, Bu," sahut Bi Asmi.Perasaanku menjadi tidak enak, saat mendengar perkataan Bi Asmi barusan, tentang Mas Romi suamiku. Apa mungkin, Mas Romi kembali melakukan perbuatan yang dulu? Padahal ia telah berjanji kepadaku, kalau ia tidak akan mengulanginya lagi.Karena penuturan Bi Asmi tadi, menurutku sepertinya sangat berlebihan sekali, jika Mas Romi berpenampilan serapi itu. Padahal ia bilang, hanya akan bertamu ke rumahnya Mas Doni, yang merupakan partner kerjanya.Aku pun penasaran dan ingin memastikan dia ada di mana saat ini.Bersambung ...Bab 4"Ya sudah, Bi, silakan lanjutkan memasaknya. Aku akan ke kamar dulu ya," "Iya, Bu, silakan," sahut Bi Asmi.Kemudian aku pun pergi dari dapur menuju kamarku. Setelah sampai ke kamar, aku pun segera mencari handphoneku. Aku ingin menelepon suamiku, sebenarnya dia sedang ada di mana?Kalau saja, aku punya nomernya Mas Doni atau istrinya. Aku pasti akan langsung bertanya kepadanya. Tapi sayang sekali, aku tidak memiliki nomornya Mas Doni, atau istrinya tersebut."Mas, kamu ada di mana? Apa masih ada di rumahnya Mas Doni?" tanyaku."I-iya, Dek, kenapa memangnya?" tanya Mas Romi.Ia berkata dengan berbisik, hampir saja aku tidak mendengarnya. Beruntung tadi sengaja aku loudspeaker, supaya bisa mendengar jelas suaranya. Ini juga mengantisipasi, kalau ada yang terdengar, yang sekiranya mencurigakan di seberang sana."Nggak kok, Mas. Aku cuma mau nanya aja," sahutku."Sayang, ini kopinya," ucap seorang perempuan.Entah kepada siapa, dia mengatakan sayang. Tapi kalau memang benar Mas Ro
Bab 5Ia bertanya kepadaaku, sambil menatapku heran."Kita pergi ke rumah Oma ya, Nak. Mulai hari ini kita pindah ke rumahnya," jawabku, sambil menyeret dua koper, seperti yang aku lakukan dulu."Lho, kok pindah sih, Bunda? Memangnya kenapa, kalau kita tinggal di sini? Kan kalau tinggal di rumah Oma, aku malah lebih jauh pergi ke sekolahnya?" tanya Azka lagi."Nggak kok, Nak, cuma beda beberapa menit saja. Nanti juga Ibu akan mengantar jemput kamu kok, ayo kita berangkat," ajakku lagi.Azka pun menurut apa kataku, kami pun akhirnya berjalan keluar dari rumah yang selama ini kami huni. Saat sampai ke depan, mobil online pesananku sudah terparkir dengan cantik, di depan rumah. Aku segera berjalan lebih cepat lagi, supaya segera sampai.Aku kini sudah tidak peduli, dengan masa depan rumah tanggaku, yang ada dalam pikiranku saat ini aku ingin pergi dari rumah ini. Aku sudah benar-benar nekat mau hidup dengan caraku, tanpa diatur oleh yang namanya kepala rumah tangga. Apalagi kepala rumah
"Iya, Amira, coba kamu ceritakan segamblang mungkin, supaya Ibu dan Bapak mengerti, apa yang membuat kamu malah meninggalkan rumahmu." Ibu menimpali ucapan Bapak dan meminta penjelasan kepadaku.Aku pun menarik napas, lalu menghembuskannya lagi, sebelum menjawab dan menceritakan permasalahanku."Bu, Pak, aku tidak sanggup lagi melanjutkan rumah tangga dengan Mas Romi," terangku, memulai cerita."Lho ... memangnya kenapa? Ada permasalahan apa, yang membuat kamu menyerah berumah tangga dengannya? Bukankah Romi orang yang baik? Itu kan pria pilihan kamu, Nak?" tanya Bapak lagi.Bapak bertanya, sambil memangku dan mengusap kepala Azka, dengan penuh kasih sayang. "Iya, Nak, dulu kamu lho yang memaksa Ibu dan Bapak untuk merestui pernikahan kalian. Padahal Ibu dan Bapak dulu kurang setuju, dengan pilihan kamu itu," ujar Ibu seakan menyindirku, sebab dulu aku yang ngotot ingin dinikahkan dengan Mas Romi dan menolak lamaran pria pilihan kedua orang tuaku."Maafkan Amira ya, Bu, Pak! Amira t
"Ibu tidak menyangka, jika Romi bisa sejahat itu sama kamu, Nak. Padahal dulu ia memohon-mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bisa menikah denganmu. Tetapi setelah kamu didapatkan olehnya, kamu malah disia-siakan. Tega betul si Romi itu, padahal kamu itu kurang apa lagi untuk jadi seorang istri. Cantik iya, baik iya, penurut juga iya. Bahkan kamu juga rela, merawat mertua kamu yang sedang sakit. Jujur, Nak, Ibu tidak terima anak Ibu dimanfaatkan begini." Ibu mengomentari tindak-tanduk Mas Romi, yang di luar ekspektasinya."Iya benar, apa yang dikatakan Ibumu itu semuanya benar. Ternyata si Romi hanya ingin memanfaatkan kebaikan dan keluguan kamu, Nak. Ternyata kita semua telah kecolongan, dengan keluguan sikapnya," timpal Bapak."Tapi kamu punya buktinya kan, Nak, kalau si Romi telah berselingkuh?" tanya Ibu lagi.Ia menanyakan tentang bukti perselingkuhan suamiku tersebut."Ada kok, Bu," sahutku."Syukurlah kalau memang ada. Sebab Ibu takut, jika dia nanti berkelit, atau malah membalika
Sepertinya Mas Romi merasa tersinggung, dengan ucapan Ibu barusan. Karena sebenarnya tenaga yang aku keluarkan untuk merawat Bu Rahma ini gratisan, tidak ada bayarannya sama sekali.Aku pun merasa puas, dengan perkataan Ibu barusan, sebab Ibu telah mewakili perasaanku. Sebenarnya perkataan itu yang ingin aku katakan, ketika Mas Romi ketahuan selingkuh dengan Lisa. "Romi, apa boleh Bapak bertanya sesuatu?" "Iya, Pak, boleh. Memangnya Bapak mau tanya apa ya," tanya Mas Romi, sambil mengelap keringat dengan tisu."Lho, Nak Romi, kok kamu keringetan begitu sih? Memangnya gerah ya, Nak? Padahal cuaca sedang adem, kamu juga datang kemari membawa mobil kan ya," tanya Ibu.Ibu bertanya kepada Mas Romi, sebab wajah Mas Romi kini sudah dipenuhi dengan keringat. Apalagi dibagian keningnya, ia seperti orang yang sedang kepanasan. Padahal di rumah ini hawanya adem, serta cuaca juga tidak terlalu panas. Pantas saja jika Ibu bertanya demikian kepada Mas Romi."I-iya, Bu, Romi bawa mobil. Tapi ngg
"Sudahlah, Mas, lebih baik kamu berterus terang saja. Kamu tidak perlu berpura-pura lagi sekarang, dengan apa yang kita alami. Karena aku sudah memberitahu Bapak dan Ibu tentang permasalahan kita," terangku."Apa, Dek, kamu sudah memberitahu Bapak dan Ibu?" Mas Romi bertanya, kepadaku seakan meyakinkanku. Mungkin ia mengira aku belum mengatakan semuanya, makanya ia begitu berharap kepadaku untuk menutupi semuanya. Mas Romi sepertinya tidak percaya, jika Bapak juga sudah tahu. Karena sikap Bapak Padanya biasa-biasa saja, sehingga ia mengira aku belum berbicara apa-apa terhadap kedua orang tuaku. Bapak tidak ada marah ataupun mendikte dia, malah bertanya dengan lemah lembut. Makanya Mas Romi tidak percaya, dengan apa yang diucapkan olehku. Kalau aku sudah memberitahu Bapak tentang ais yang telah ia lakukan terhadapku. "Ia, Mas, aku sudah membicarakannya. Orang tuaku sudah tahu, kenapa aku pulang sambil membawa koper besar. Jadi kamu nggak perlu drama lagi deh sekarang," ujarku."J
Aku akhirnya membongkar semuanya di hadapan semuanya, kalau aku berbuat demikian itu karena sudah dua kali diselingkuhin sama Mas Romi. Aku pergi dari hidupnya itu, bukan karena aku sudah tidak sayang dan tidak cinta lagi kepada suamiku. Tetapi karena aku sadar, jika hidup rumah tangga itu bukan hanya berlandaskan kasih dan sayang, tetapi juga kejujuran. Jadi jika salah satu pasangan kita, sudah berbuat kesalahan dan kita telah memberikan peringatan. Tetapi dia kembali melakukan kesalahan yang sama, maka itu sudah fik, lebih baik kita tinggalkan saja. Itu memang sudah menjadi prinsipku, supaya aku tetap bisa menjaga kewarasanku. Makanya sekarang aku memilih pergi, sebab sudah tidak seiring sejalan lagi dengan suamiku. "Nak Romi, bukannya Bapak mau membenarkan pendapat Amira, tentang perceraian. Tetapi jika permasalahannya, tentang perselingkuhan. Maaf, Bapak tidak dapat memberikan wejangan apa-apa. Bapak juga tidak akan memaksa Amira untuk tetap bertahan untuk mempertahankan rumah t
"Amira, jadi kamu mau melawan aku nih ceritanya," tanya Mbak Iren dengan ketus."Ya terserah tanggapan Mbak saja sih, mau menganggap aku bagaimana. Lagian ya Mbak, aku tidak meminta pendapat kamu kok tentang semua ini. Kamu bisa berkata seperti itu karena Kak Raka tidak pernah selingkuh, tapi jika Mas Raka satu tipe dengan Mas Romi, aku yakin kamu juga akan sependapat denganku." Aku meminta Mbak Iren untuk tidak ikut campur dengan urusanku."Sudah-sudah, kalian jangan saling menyalahkan satu sama lain. Karena semua itu tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada, malah nantinya akan menimbulkan masalah baru." Bapak meminta aku dan Mbak Iren, supaya tidak berkepanjangan berangkatnya.Tetapi permasalahannya bukannya aku, yang tidak mau akur dengan ipar. Tetapi Mbak Iren sendiri, yang selalu membuat gara-gara denganku. Ia selalu merampas apa yang menjadi milikku, ia menyingkirkan aku seolah aku ini anak pungut. Mbak Iren mengambil punyaku, mulai dari kamar tidur, hingga perabotan mili