Aku sebenarnya bukan hanya mendekati Romi, terapi aku juga mengincar pria kaya yang mata keranjang. Hingga Amira melihatku sedang jalan bersama pria lain. Ia pun mengancamku akan membongkar rahasiaku, jika aku membongkar rahasianya yang menyamar menjadi perawat Ibunya Romi.Aku pun menuruti apa maunya Amira, hingga uang yang aku dapat dari Mas Romi pun aku kirim kepadanya. Supaya Amira titip mulut, tetapi ternyata rahasia Amira pun terbongkar. Kini Amira pun tidak lagi bekerja menjadi perawat Ibunya Romi. Apalagi Bu Rahma juga sudah mulai membaik keadaannya.Setelah Amira pergi dari rumah Romi, aku selalu mendesak Romi, supaya ia mau menjadikan aku istrinya. Romi pun akhirnya menuruti permintaanku, aku dinikahi olehnya setelah ia resmi bercerai dengan Amira. Saat akan mengadakan resepsi, aku meminta Romi, supaya ia mengundang mantan istrinya itu.Aku ingin melihat reaksinya Amira, saat aku berada di pelaminan bersama matan suaminya. Tetapi ternyata ia malah membuat kaget semua orang.
"Mas Rendi dan juga Mama Marta, aku memang sudah menimbang, tentang lamaran, yang Mas Rendi utarakan beberapa bulan lalu. Aku sudah memikirkan matang-matang, rentan semua itu. Dan jawabannya ...," ucapku, sengaja menggantung ucapan biar mereka semua penasaran."Terus jawabannya apa, Amira? Ayo jawab jangan bikin Mama penasaran," pinta Bu Marta."Iya, Amira, jawab saja dengan jujur,walapun jawabannya bisa membuatku sakit hati. Aku nggak apa-apa kok nggak akan sakit hati juga," Mas Rendi juga kembali menimpali ucapan Mamanya.Selain Mas Rendi dan juga Bu Marta, orang-orang yang hadir pun ikut berteriak meminta jawaban dariku, termasuk keluargaku. Mereka juga memintaku, supaya segera menjawabnya karena mereka ingin tahu jawabanku tersebut.Raut wajah mereka begitu penasaran, bahkan terlihat menunggu jawaban dariku. Aku yakin jika mereka ingin mendengar jawaban aku tersebut, apakah nanti aku menjawab iya atau tidak, atas permintaan Mas Rendi tersebut."Baiklah, kalau memang kalian pen
"Pak Romi, kamu kenapa? Kok murung begitu," tanya Mas Rendi."Maafkan aku Pak Rendi, ternyata aku tidak bisa membohongi diriku. Aku ternyata merasa sedih, ketika melihat Amira dimiliki orang lain. Kini aku sadar, bagaimana perasaan Amira waktu itu. Ia pasti merasakan sakit hati, ketika dia mengetahui, kalau aku berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi waktu itu kami masih berstatus suami istri. Aku saja sekarang merasa sedih, padahal kami sudah bukan suami istri," sahut Mas Romi mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Romi merasa sedih, ketika melihat aku bersanding dengan Mas Rendi. Lagian salah sendiri, kenapa ia dulu malah berselingkuh. Coba saja ia setia, aku juga tidak mungkin meminta cerai darinya. Jadi percuma saja kini ia mau merasakan apa yang aku rasa, sebab semuanya sudah terlambat."Maksud kamu apa, Mas Romi? Kok kamu bicaranya seperti itu sih," tanyaku."Amira, maafkan aku ya! Ternyata aku baru sadar sekarang, setelah kamu pergi meninggalkan aku. Amira, hidup aku hancu
Bab 1"Iya, Sayang. Sebentar lagi ya. Kamu tunggu di sana, sebab Mas juga akan segera ke sana kok. Kamu tunggu, ya Sayang," ucap Mas Romi lembut.'Lho, Mas Romi sedang bicara sama siapa ya? Kok dia memanggil orang tersebut dengan panggilan sayang? Padahal sama aku saja, tidak pernah sekalipun mengucapkan sayang,' tanyaku dalam hati.Aku merasa heran dan curiga saat mendengar semua ini. Aku yang tadinya berniat memanggil Mas Romi, buat sarapan malah menjadi kepo, dengan apa yang sedang dibicarakan suamiku tersebut. Karena tadi ia menyebut sayang kepada seseorang, tetapi entah kepada siapa. Saat aku mendengar Mas Romi sedang teleponan, bahkan ia memanggil sayang, kepada orang tersebut. Aku tidak langsung memanggilnya, tetapi aku menunggu Mas Romi, supaya dia menyelesaikan dulu pembicaraannya itu sekalian menguping. Aku ingin tahu, apa yang dibicarakan Mass Romi selanjutnya. Setelah ia mengakhiri panggilan teleponnya, baru aku masuk untuk menemuinya dan mengajaknya untuk sarapan bareng
Bab 2"A-Amira, kok kamu ada di sini?" tanyanya dengan gugup dan juga heran."Kenapa, Mas, kamu kaget? Kok melihat aku seperti melihat hantu saja sih, Mas? Kamu pasti tidak menyangka bukan, kalau aku bisa memergoki kamu seperti ini? Kamu begitu kaget melihat kedatangan istrimu, tetapi kamu sangat bahagia, jika yang datang itu perempuan ini. Perempuan yang berkedok sahabat, tetapi ternyata ia seorang pelakor," sungutku.Aku begitu emosi, saat melihat kenyataan ini. Kenyataan jika suamiku menghianatiku."Heh, Lisa, kalau kamu mau, jangan cuma menyuapi makan suamiku doang dong, sebab dia masih sehat. Tapi beri makan juga mertuaku, yang memang tidak bisa makan, jika tidak di suapi. Kamu mau tidak, Lisa, mengganti posisiku," tanyaku kepada pelakor itu, yang memang bernama Lisa.Dek, sabar dong! Kamu jangan marah-marah dulu, coba kamu dengarkan dulu penjelasan, Mas," pinta Mas Romi."Sudahlah Mas, kamu nggak perlu lagi menjelaskan apa-apa kepadaku. Karena semuanya sudah jelas dan sudah ter
Bab 3Mas Romi ternyata lebih memilih mempertahankan aku, ketimbang Lisa selingkuhannya. Tetapi aku merasa ragu, jika ini nyata dari hatinya Mas Romi. Karena aku takut, jika ini hanya triknya semata. Tetapi jika melihat dari emosinya Mas Romi dan juga Lisa, sepertinya mereka benar-benar nyata, bukan sekedar rekayasa. Aku pun kini menjadi bingung, aku harus bagaimana mengambil sikap. Apa aku tetap memilih pergi, atau tetap diam di rumah ini? Tapi aku juga ragu, apa aku bisa melanjutkan semuanya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa? Jujur hatiku masih begitu perih dan belum bisa memaafkan perselingkuhan Mas Romi tersebut.Aku masih terbayang jelas, saat Lisa duduk di pangkuannya Mas Romi, sambil menyuapinya makan. Mas Romi juga begitu kesenangan, dengan apa yang dilakukan Lisa tersebut. Jika ingat semua itu, ingin rasanya aku pergi dari kehidupan Mas Romi dan meninggalkan semua ini."Jadi maksudnya, kamu lebih memilih Amira dibanding aku, Mas?" Lisa bertanya tentang keputusan Mas Romi.
Bab 4"Ya sudah, Bi, silakan lanjutkan memasaknya. Aku akan ke kamar dulu ya," "Iya, Bu, silakan," sahut Bi Asmi.Kemudian aku pun pergi dari dapur menuju kamarku. Setelah sampai ke kamar, aku pun segera mencari handphoneku. Aku ingin menelepon suamiku, sebenarnya dia sedang ada di mana?Kalau saja, aku punya nomernya Mas Doni atau istrinya. Aku pasti akan langsung bertanya kepadanya. Tapi sayang sekali, aku tidak memiliki nomornya Mas Doni, atau istrinya tersebut."Mas, kamu ada di mana? Apa masih ada di rumahnya Mas Doni?" tanyaku."I-iya, Dek, kenapa memangnya?" tanya Mas Romi.Ia berkata dengan berbisik, hampir saja aku tidak mendengarnya. Beruntung tadi sengaja aku loudspeaker, supaya bisa mendengar jelas suaranya. Ini juga mengantisipasi, kalau ada yang terdengar, yang sekiranya mencurigakan di seberang sana."Nggak kok, Mas. Aku cuma mau nanya aja," sahutku."Sayang, ini kopinya," ucap seorang perempuan.Entah kepada siapa, dia mengatakan sayang. Tapi kalau memang benar Mas Ro
Bab 5Ia bertanya kepadaaku, sambil menatapku heran."Kita pergi ke rumah Oma ya, Nak. Mulai hari ini kita pindah ke rumahnya," jawabku, sambil menyeret dua koper, seperti yang aku lakukan dulu."Lho, kok pindah sih, Bunda? Memangnya kenapa, kalau kita tinggal di sini? Kan kalau tinggal di rumah Oma, aku malah lebih jauh pergi ke sekolahnya?" tanya Azka lagi."Nggak kok, Nak, cuma beda beberapa menit saja. Nanti juga Ibu akan mengantar jemput kamu kok, ayo kita berangkat," ajakku lagi.Azka pun menurut apa kataku, kami pun akhirnya berjalan keluar dari rumah yang selama ini kami huni. Saat sampai ke depan, mobil online pesananku sudah terparkir dengan cantik, di depan rumah. Aku segera berjalan lebih cepat lagi, supaya segera sampai.Aku kini sudah tidak peduli, dengan masa depan rumah tanggaku, yang ada dalam pikiranku saat ini aku ingin pergi dari rumah ini. Aku sudah benar-benar nekat mau hidup dengan caraku, tanpa diatur oleh yang namanya kepala rumah tangga. Apalagi kepala rumah