"Pak Romi, kamu kenapa? Kok murung begitu," tanya Mas Rendi."Maafkan aku Pak Rendi, ternyata aku tidak bisa membohongi diriku. Aku ternyata merasa sedih, ketika melihat Amira dimiliki orang lain. Kini aku sadar, bagaimana perasaan Amira waktu itu. Ia pasti merasakan sakit hati, ketika dia mengetahui, kalau aku berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi waktu itu kami masih berstatus suami istri. Aku saja sekarang merasa sedih, padahal kami sudah bukan suami istri," sahut Mas Romi mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Romi merasa sedih, ketika melihat aku bersanding dengan Mas Rendi. Lagian salah sendiri, kenapa ia dulu malah berselingkuh. Coba saja ia setia, aku juga tidak mungkin meminta cerai darinya. Jadi percuma saja kini ia mau merasakan apa yang aku rasa, sebab semuanya sudah terlambat."Maksud kamu apa, Mas Romi? Kok kamu bicaranya seperti itu sih," tanyaku."Amira, maafkan aku ya! Ternyata aku baru sadar sekarang, setelah kamu pergi meninggalkan aku. Amira, hidup aku hancu
Bab 1"Iya, Sayang. Sebentar lagi ya. Kamu tunggu di sana, sebab Mas juga akan segera ke sana kok. Kamu tunggu, ya Sayang," ucap Mas Romi lembut.'Lho, Mas Romi sedang bicara sama siapa ya? Kok dia memanggil orang tersebut dengan panggilan sayang? Padahal sama aku saja, tidak pernah sekalipun mengucapkan sayang,' tanyaku dalam hati.Aku merasa heran dan curiga saat mendengar semua ini. Aku yang tadinya berniat memanggil Mas Romi, buat sarapan malah menjadi kepo, dengan apa yang sedang dibicarakan suamiku tersebut. Karena tadi ia menyebut sayang kepada seseorang, tetapi entah kepada siapa. Saat aku mendengar Mas Romi sedang teleponan, bahkan ia memanggil sayang, kepada orang tersebut. Aku tidak langsung memanggilnya, tetapi aku menunggu Mas Romi, supaya dia menyelesaikan dulu pembicaraannya itu sekalian menguping. Aku ingin tahu, apa yang dibicarakan Mass Romi selanjutnya. Setelah ia mengakhiri panggilan teleponnya, baru aku masuk untuk menemuinya dan mengajaknya untuk sarapan bareng
Bab 2"A-Amira, kok kamu ada di sini?" tanyanya dengan gugup dan juga heran."Kenapa, Mas, kamu kaget? Kok melihat aku seperti melihat hantu saja sih, Mas? Kamu pasti tidak menyangka bukan, kalau aku bisa memergoki kamu seperti ini? Kamu begitu kaget melihat kedatangan istrimu, tetapi kamu sangat bahagia, jika yang datang itu perempuan ini. Perempuan yang berkedok sahabat, tetapi ternyata ia seorang pelakor," sungutku.Aku begitu emosi, saat melihat kenyataan ini. Kenyataan jika suamiku menghianatiku."Heh, Lisa, kalau kamu mau, jangan cuma menyuapi makan suamiku doang dong, sebab dia masih sehat. Tapi beri makan juga mertuaku, yang memang tidak bisa makan, jika tidak di suapi. Kamu mau tidak, Lisa, mengganti posisiku," tanyaku kepada pelakor itu, yang memang bernama Lisa.Dek, sabar dong! Kamu jangan marah-marah dulu, coba kamu dengarkan dulu penjelasan, Mas," pinta Mas Romi."Sudahlah Mas, kamu nggak perlu lagi menjelaskan apa-apa kepadaku. Karena semuanya sudah jelas dan sudah ter
Bab 3Mas Romi ternyata lebih memilih mempertahankan aku, ketimbang Lisa selingkuhannya. Tetapi aku merasa ragu, jika ini nyata dari hatinya Mas Romi. Karena aku takut, jika ini hanya triknya semata. Tetapi jika melihat dari emosinya Mas Romi dan juga Lisa, sepertinya mereka benar-benar nyata, bukan sekedar rekayasa. Aku pun kini menjadi bingung, aku harus bagaimana mengambil sikap. Apa aku tetap memilih pergi, atau tetap diam di rumah ini? Tapi aku juga ragu, apa aku bisa melanjutkan semuanya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa? Jujur hatiku masih begitu perih dan belum bisa memaafkan perselingkuhan Mas Romi tersebut.Aku masih terbayang jelas, saat Lisa duduk di pangkuannya Mas Romi, sambil menyuapinya makan. Mas Romi juga begitu kesenangan, dengan apa yang dilakukan Lisa tersebut. Jika ingat semua itu, ingin rasanya aku pergi dari kehidupan Mas Romi dan meninggalkan semua ini."Jadi maksudnya, kamu lebih memilih Amira dibanding aku, Mas?" Lisa bertanya tentang keputusan Mas Romi.
Bab 4"Ya sudah, Bi, silakan lanjutkan memasaknya. Aku akan ke kamar dulu ya," "Iya, Bu, silakan," sahut Bi Asmi.Kemudian aku pun pergi dari dapur menuju kamarku. Setelah sampai ke kamar, aku pun segera mencari handphoneku. Aku ingin menelepon suamiku, sebenarnya dia sedang ada di mana?Kalau saja, aku punya nomernya Mas Doni atau istrinya. Aku pasti akan langsung bertanya kepadanya. Tapi sayang sekali, aku tidak memiliki nomornya Mas Doni, atau istrinya tersebut."Mas, kamu ada di mana? Apa masih ada di rumahnya Mas Doni?" tanyaku."I-iya, Dek, kenapa memangnya?" tanya Mas Romi.Ia berkata dengan berbisik, hampir saja aku tidak mendengarnya. Beruntung tadi sengaja aku loudspeaker, supaya bisa mendengar jelas suaranya. Ini juga mengantisipasi, kalau ada yang terdengar, yang sekiranya mencurigakan di seberang sana."Nggak kok, Mas. Aku cuma mau nanya aja," sahutku."Sayang, ini kopinya," ucap seorang perempuan.Entah kepada siapa, dia mengatakan sayang. Tapi kalau memang benar Mas Ro
Bab 5Ia bertanya kepadaaku, sambil menatapku heran."Kita pergi ke rumah Oma ya, Nak. Mulai hari ini kita pindah ke rumahnya," jawabku, sambil menyeret dua koper, seperti yang aku lakukan dulu."Lho, kok pindah sih, Bunda? Memangnya kenapa, kalau kita tinggal di sini? Kan kalau tinggal di rumah Oma, aku malah lebih jauh pergi ke sekolahnya?" tanya Azka lagi."Nggak kok, Nak, cuma beda beberapa menit saja. Nanti juga Ibu akan mengantar jemput kamu kok, ayo kita berangkat," ajakku lagi.Azka pun menurut apa kataku, kami pun akhirnya berjalan keluar dari rumah yang selama ini kami huni. Saat sampai ke depan, mobil online pesananku sudah terparkir dengan cantik, di depan rumah. Aku segera berjalan lebih cepat lagi, supaya segera sampai.Aku kini sudah tidak peduli, dengan masa depan rumah tanggaku, yang ada dalam pikiranku saat ini aku ingin pergi dari rumah ini. Aku sudah benar-benar nekat mau hidup dengan caraku, tanpa diatur oleh yang namanya kepala rumah tangga. Apalagi kepala rumah
"Iya, Amira, coba kamu ceritakan segamblang mungkin, supaya Ibu dan Bapak mengerti, apa yang membuat kamu malah meninggalkan rumahmu." Ibu menimpali ucapan Bapak dan meminta penjelasan kepadaku.Aku pun menarik napas, lalu menghembuskannya lagi, sebelum menjawab dan menceritakan permasalahanku."Bu, Pak, aku tidak sanggup lagi melanjutkan rumah tangga dengan Mas Romi," terangku, memulai cerita."Lho ... memangnya kenapa? Ada permasalahan apa, yang membuat kamu menyerah berumah tangga dengannya? Bukankah Romi orang yang baik? Itu kan pria pilihan kamu, Nak?" tanya Bapak lagi.Bapak bertanya, sambil memangku dan mengusap kepala Azka, dengan penuh kasih sayang. "Iya, Nak, dulu kamu lho yang memaksa Ibu dan Bapak untuk merestui pernikahan kalian. Padahal Ibu dan Bapak dulu kurang setuju, dengan pilihan kamu itu," ujar Ibu seakan menyindirku, sebab dulu aku yang ngotot ingin dinikahkan dengan Mas Romi dan menolak lamaran pria pilihan kedua orang tuaku."Maafkan Amira ya, Bu, Pak! Amira t
"Ibu tidak menyangka, jika Romi bisa sejahat itu sama kamu, Nak. Padahal dulu ia memohon-mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bisa menikah denganmu. Tetapi setelah kamu didapatkan olehnya, kamu malah disia-siakan. Tega betul si Romi itu, padahal kamu itu kurang apa lagi untuk jadi seorang istri. Cantik iya, baik iya, penurut juga iya. Bahkan kamu juga rela, merawat mertua kamu yang sedang sakit. Jujur, Nak, Ibu tidak terima anak Ibu dimanfaatkan begini." Ibu mengomentari tindak-tanduk Mas Romi, yang di luar ekspektasinya."Iya benar, apa yang dikatakan Ibumu itu semuanya benar. Ternyata si Romi hanya ingin memanfaatkan kebaikan dan keluguan kamu, Nak. Ternyata kita semua telah kecolongan, dengan keluguan sikapnya," timpal Bapak."Tapi kamu punya buktinya kan, Nak, kalau si Romi telah berselingkuh?" tanya Ibu lagi.Ia menanyakan tentang bukti perselingkuhan suamiku tersebut."Ada kok, Bu," sahutku."Syukurlah kalau memang ada. Sebab Ibu takut, jika dia nanti berkelit, atau malah membalika