"Iya, Nak, Ibu juga tau hal itu. Makanya, walaupun nanti kalian berdua telah resmi berpisah. Kamu harus tetap menengok mertuamu, berilah contoh yang baik untuk Azka, supaya kamu juga mendapat menantu yang baik pula nantinya." Ibu menasehatiku, sambil tangannya terus meracik bumbu.Ibu memberi petuah kepadaku, supaya aku tetap berbuat baik terhadap mertuaku, walaupun nanti aku dan Mas Romi berpisah."Iya, Bu, itu sih sudah pasti. Karena aku masih tetap bertahan disana juga, bukan karena aku cinta mati sama Mas Romi, tetapi karena aku begitu menyayangi Bu Rahma," terangku."Bu, Mbak Iren ke mana? Kok dia nggak bantuin Ibu memasak, sebentar lagi kan suaminya pulang? Apa selalu seperti ini yang dia lakukan setiap hari?" tanyaku.Aku kepo tentang keberadaan Mbak Iren, yang tidak membantu Ibu memasak."Ya seperti itulah Iren, Nak. Kalau harus Ibu jujur, Ibu juga sudah tidak tahan, dengan sikapnya yang tidak ada sopan santunnya itu. Tetapi mesti bagaimana lagi, jika Kakakmu begitu mencintain
"Iya, Mas, makanya dia mau tinggal di sini bareng kita," sahut Mbak Iren."Kurang ajar sekali si Romi ini, seenaknya saja ia menduakan adikku satu-satunya. Dulu saja dia begitu memperjuangkan Amira, tetapi setelah didapatkan. Adikku malah disia-siakan," sungut Mas Raka.Ia benar-benar Marah, saat mendengar aku disia-siakan Mas Romi. Siapa juga orangnya yang tidak akan geram, jika mendengar salah satu keluarganya disakiti. Baik itu disakiti secara lahir, maupun batin."Ya sudah, lebih baik sekarang kita makan dulu! Nanti kita lanjutkan lagi, membicarakan hal ini, setelah kita makan." Bapak memberi saran, supaya tidak membicarakan hal yang membuat emosi, saat akan makan. "Benar, Nak, kita makan dulu saja ya," timpal Ibu.Kami pun akhirnya makan dengan tenang, tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami. Padahal pikiranku saat ini sedang traveling ke mana-mana.Seusai makan, aku dan Mbak Iren membereskan piring kotor, kemudian mencucinya bersama perabot kotor lainnya. "Amira, k
"Mira, jadi sebenarnya bagaimana duduk persoalannya? Kok bisa si Romi selingkuh, ia selingkuh dengan siapa?" tanya Mas Raka memberondong pertanyaan."Mas Romi selingkuh dengan Lisa teman aku, Mas. Mereka ketahuan selingkuh, saat aku mengekorinya ke kantor. Saat sampai kantor, aku langsung ke ruangan Mas Romi dan ternyata ada Lisa, ia sedang duduk di pangkuan Mas Romi, sambil menyuapinya. Saat itu juga sebenarnya aku ingin pergi dari rumahnya Mas Romi, Mas. Tetapi entah mengapa, aku bisa kembali luluh dan memberi kesempatan kedua. Tetapi ternyata Mas Romi malah menyalah gunakan kesempatan itu. Makanya aku kini memilih pergi dan tidak akan memberi kesempatan ketiga dan selanjutnya." Aku panjang lebar, menceritakan persoalan, yang sedang aku hadapi kepada Kakakku.Ia menanggapi penuntutanku, dengan manggut-manggut."Oh, jadi seperti itu awalnya, ya Amira. Terus sekarang kamu banar-benar ingin pergi, dari kehidupannya Romi? Apa kamu sudah siap dengan semua konsekuensinya?" tanya Mas Raka
Ternyata pada kenyataannya, kalau dia itu tidak mampu untuk merawatnya. Ia malah masih saja membutuhkan bantuanku. Tapi sayangnya, ia tidak bisa membuat aku bertahan untuk tetap berada di sampingnya. Mas Romi malah menghianati aku, ia berselingkuh dengan Lisa teman dekatku."Maaf, Mas, bukannya aku tidak peduli sama Ibu. Tapi sebagai seorang anak, kamu dan adik-adik kamu itu harus tetap berusaha dong, buat merawat orang tua kalian sendiri. Jangan bisanya hanya mengandalkan bantuan orang lain, apalagi yang mesti dirawat hanya tinggal Ibu seorang." Aku menasehati Mas Romi, siapa tahu dia mau mendengarnya."Ya sudah, kalau memang kamu tidak mau membantu, nggak perlu banyak omong. Ternyata percuma juga aku korbankan egoku, hanya demi meminta bantuanmu. Ternyata hati kamu sekarang sekeras batu, kamu tidak mau lagi peduli terhadap orang lain. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Ibu, kamu jangan pernah menyesal," sungutnya.Setelah itu ia mematikan telepon, tanpa mengucapkan salam terlebih dah
"Waalaikumsalam," sahutnya sambil berlalu pergi.Walaupun menjawab salam, nada suara Mbak Iren tetap saja kedengarannya begitu sinis. Aku pun kemudian melangkahkan kakiku menuju teras depan, sebab Azka sudah menunggu di sana, sedang bercanda bersama Oma dan juga Opanya."Sayang, ayo kita pergi!" ajakku."Iya, Bunda," sahutnya, sambil turun dari pangkuan sang Opa."Oma, Opa, Azka pergi sekolah dulu ya, assalamualaikum," pamit Azka, sambil mencium punggung tangan kedua orang tuaku.Anakku memang sudah terbiasa seperti itu, makanya ia tidak canggung lagi melakukannya."Waalaikumsalam, Sayang, kamu yang pintar ya di sekolahnya! Awas, jangan nakalin teman-temannya," pesan Ibu."Nggak dong Oma, aku kan anak baik," jawab Azka.Setelah itu, aku pun pamit kepada kedua orang tuaku, serta memberitahu rencanaku seusai mengantar Azka. Aku dan Azka pun menaiki motor matic milikku, kemudian aku pacu menuju jalan raya. Sesampainya di sekolah Azka, aku menitipkan Azka kepada gurunya, baru aku pergi m
Jelas Mas Romi tidak dapat mengenaliku, sebab aku memakai cadar dan berpenampilan lain dari biasanya. Sebab biasanya aku memakai pakaian setelan, serta kerudung segi empat. Tetapi kini aku memakai gamis sar'i, serta kerudung panjang. Wajah pun tertutup dengan cadar.Jadi Mas Romi tidak mengenali gestur tubuhku. Aku juga memakai kacamata supaya menyempurnakan penampilanku."Ya sudah, aku akan menerima saudara Mbak Nova untuk bekerja merawat Ibu. Tetapi jika ada kendala, yaitu Ibu tidak mau dirawat olehnya. Maaf sebelumnya, bila aku harus memberhentikannya." Mas Romi menyetujuinya, kalau aku yang sedang menyamar sebagai Naira, bekerja merawat ibunya."Oke, Romi, tidak masalah. Karena Naira juga sudah mengerti tentang hal itu. Ini hanya mencoba saja dulu, tidak ada salahnya bukan? Siapa tau, Ibu Rahma menyukai kinerjanya Naira," ujar Mbak Nova."Iya, Mbak. Apa bisa di mulai hari ini? Soalnya semenjak Amira pergi, Ibu jadi susah makan. Minum obatnya juga jadi tidak teratur," pinta Mas Rom
"Sudahlah, Bu, Ibu nggak usah bersedih lagi. Karena sekarang Amira sudah datang untuk merawat Ibu. Tapi nanti Ibu jangan kaget ya, ketika ada Mas Romi ataupun yang lain, aku memakai cadar dan namaku bukan Amira tetapi Naira. Sebab Amira sekarang sedang menyamar, menjadi seorang perawatnya Ibu. Maafkan Amira ya, Bu. Sebab Amira butuh pemasukan karena nanti Amira dan Mas Romi akan berpisah," terangku berbisik di telinga Ibu.Bu Rahma pun meresponnya dengan anggukan. Itu merupakan tanda setuju, dengan apa yang aku katakan. Aku pun bahagia, ternyata Bu Rahma memahami posisiku saat ini."Terima kasih ya, Bu," ucapku.Bu Rahma pun kembali mengangguk lagi, kemudian aku membantu Bu Rahma bangun dan mendudukkannya di kursi Roda. Setelah itu aku bawa keluar, serta tidak lupa aku memasang cadarku kembali sebelum keluar kamar. Aku mendorong kursi roda melewati ruang keluarga terlebih dahulu untuk menuju ruang makan. Ternyata di ruang keluarga ada Mas Romi dan juga Lisa, mereka berdua sedang be
"Oke deh, Mas, aku percaya sama kamu. Tapi tetap kamu harus waspada, bisa saja dia pintar menggoda," tuduh Lisa, sambil menunjuk kearahku dengan dahinya."Nggak lah, nggak akan mungkin, Sayang. Sudah ah, jangan cemburu buta seperti itu. Sebentar ya, Mas mau menunjukan ruang makan dulu," pamitnya.Setelah berkata seperti itu, Mas Romi membawaku ke ruang makan, di sana ternyata ada Bi Sumi yang sedang menyiapkan makanan di meja. Kemudian Mas Romi kembali ke ruang keluarga untuk menemui Lisa. Sedangkan aku menanyai Bi Sumi, sebab akan menyiapkan makanan buat Bu Rahma."Bi, apa makanan buat Ibu sudah siap apa belum ya?" tanyaku."Sudah, Mbak. Itu ada di meja makan," tunjuk Bi Asmi."Terima kasih ya, Bi," ucapku.Kemudian aku menyiapkan makan buat Bu Rahma, tapi aku akan menyuapinya di luar sambil berjemur. Mumpung cuacanya bagus, sebab semua itu sangat baik untuk kesehatan.Selesai menyiapkan makan buat Bu Rahma, aku pun segera berpamitan kepada Bi SuMi. Akan menyuapi makan Ibu di luar.S