“Cih!” Antaguna mendengus. “Kukira Anda adalah seorang yang bijaksana, ternyata aku terlalu menganggap tinggi Anda.”“Jaga ucapanmu!” teriak si Balam Putiah. “Dasar penjahat, diberi hati malah minta jantung!”Rajo Bungsu hanya melirik kepada si Balam Putiah, dan itu sudah lebih daripada cukup untuk membuat si Datuk Hulubalang tersebut kembali diam.Meskipun dia sendiri juga merasa diejek oleh Antaguna, namun pria itu benar, pikir sang raja.“Kau sangat bersemangat sekali, Lorana,” Antaguna menyeringai pada si Balam Putiah. “Atau, haruskan aku memanggilmu dengan nama Bardan, hemm?”Si Balam Putiah membelalak lebar. Benar, gumamnya, orang yang dia maksudkan pasti adalah aku. Berengsek! Dari siapa dia mengetahui semua ini?“Bardan?” Rajo Bungsu mengernyit. Begitu juga dengan yang lainnya.“Paduko,” si Balam Putiah membungkuk pada sang raja. “Penjahat ini sepertinya memiliki ‘kasam yang tidak lepas’ terhadap patik. Mungkin dalam melaksanakan tugas dari Paduko selama ini, ada hal yang pati
Dua Datuk Hulubalang lainnya di sana tidak tahu harus berbuat apa, sebab mereka begitu teguh memegang ucapan sang raja. Dan sang raja, masih saja hening, tenggelam dalam pikirannya yang berandai-andai.Seperti seekor kerbau yang sedang mengamuk, Sukat yang juga bertubuh besar walau tidak setinggi Antaguna menyerang ganas, disusul pula oleh serangan dari si Balam Putiah.“Kau sudah keterlaluan, penjahat busuk!” si Kabau Sirah menghantamkan dua tinjunya sekaligus.Sementara dari atas si Balam Putiah melesat dengan gerakan indah, melancarkan serangan terhadap Antaguna.Antaguna melintangkan jaringnya dengan dua tangan, dua tinju dahsyat si Kabau Sirah dapat dengan mudah ia tahan, namun kekuatan serangan itu memaksanya bergeser jauh ke belakang.Dia menghentakkan kakinya, membuat tubuhnya melambung lebih jauh ke belakang, dan gerakan itu menghindarinya dari serangan susulan yang dilancarkan oleh si Balam Putiah.Sementara itu, Gadih Cimpago dan dua Datuk Hulubalang lainnya mendekati sang
Rajo Bungsu seolah teringat satu hal yang ia lupakan. Benar, pikirnya. Dari apa yang ia ketahui tentang peristiwa itu, Antaguna memang memiliki seorang adik perempuan.‘Lalu, di mana adik perempuannya itu sekarang?’“Bawa dia ke penjara!” ujar si Kabau Sirah memerintahkan para prajurit tersebut.Rajo Bungsu sepertinya masih memiliki sesuatu untuk ia tanyakan kepada Antaguna. Akan tetapi, sikap Antaguna yang keras itu seolah tidak memberikan pilihan kepadanya, dan itu membuatnya kembali berada dalam kebimbangan.Saat akan dibawa oleh para prajurit tersebut, Antaguna menurut saja, namun ketika ia menemukan bahwa si Balam Putiah menyeringai seolah mengejek kepadanya, hal ini membuat Antaguna kembali berpikir ulang.‘Tidak baik, bila si gadis bodoh itu tahu nanti, dia pasti akan marah kepadaku!’“Sudahkah Anda memeriksa penjara bawah tanah?”Semua orang terkejut mendengar ucapan Antaguna yang sepertinya mengandung satu rahasia di dalamnya. Termasuk sang raja sendiri. Bahkan si Balam Putia
“Lorana?!” ucap Rajo Bungsu dengan tatapan penuh selidik.“P-Paduko,” si Balam Putiah semakin pucat dan ketakutan. “P-Patik…” bahkan untuk mereguk ludah saja ia menjadi kesulitan.“Hei!” bentak si Kabau Sirah pada kedua prajurit yang masih berlutut itu. “Jawab dengan jujur, apa yang telah terjadi, hah?!”“Am-Ampun Datuk,” keduanya semakin ketakutan. Terlebih lagi, tatapan sang raja yang begitu sulit untuk mereka tantang.“Da-Dalam masa sepekan ini,” ujar prajurit yang satu lagi. “Da-Datuk Balam Putiah mengatakan bahwa,” dan dia mereguk ludah dengan tubuh yang menggigil, “bahwa beliaulah yang akan memberikan makan pada tahanan.”“Benar, Paduko,” ujar yang satu lagi. “K-Kami tidak diizinkan memasuki penjara bawah tanah.”“Lorana!” bentak si Kabau Sirah. “Katakan pada kami semua, apa yang kau rencanakan, hah? Jangan bilang bahwa kau adalah duri dalam daging itu?” dia menjambak kerah baju si Balam Putiah dengan kencang. “Katakan!”“Sukat!” sahut Rajo Bungsu. “Bisakah kau lebih tenang, hah
Para prajurit lantas menjauhkan tangan mereka dari Antaguna, bahkan mengembalikan sabuk merah dan pedang lebarnya.Antaguna melilitkan kembali Jaring Jerat Naga-nya ke pinggangnya, menempatkan kembali pedang lebar itu ke sarungnya di punggungnya.Lalu dengan langkah yang gontai sebab ia menderita luka dalam yang tidak kecil, dia meninggalkan halaman belakang istana, bermaksud hendak pergi dari kawasan itu selama-lamanya.Para prajurit menjadi ragu, sebagian mereka membiarkan saja pria tinggi besar itu berlalu, namun sebagian lainnya hendak mencoba mencegahnya. Namun gerakan tangan sang raja, membuat para prajurit menghentikan apa pun yang hendak mereka lakukan kepada Antaguna.“Antaguna!”Antaguna pun menghentikan langkahnya demi mendengar panggilan sang raja, dia melirik ke belakang dari ujung bahunya.“Apakah Anda kurang puas?” ujarnya masih dengan nada yang tidak bersahabat. “Atau Anda berubah pikiran? Ingin memancung leherku?”Para prajurit saling pandang, mereka dapat merasakan k
Dalam sekelipan mata saja, sosok itu telah berdiri di hadapan Antaguna, dan dia tidak lain adalah Gadih Cimpago.“Sebegitu kecewanyakah engkau sehingga kau langsung hendak meninggalkan kawasan ini?”Antaguna mendengus halus, ia terus melangkah dengan menggiring kudanya, Gadih Cimpago terpaksa mengiringi langkahnya dari samping kiri.“Tidak ada yang bisa melarangku untuk aku pergi ke mana pun aku suka,” ujar Antaguna. “Toh, tidak ada gunanya lagi aku berlama-lama di sini.”“Apakah kau mengenaliku?” tanya sang wanita.Pria tinggi besar dan berotot itu menyeringai. “Secara pribadi, tidak. Tapi aku mengenal jurus yang kau gunakan untuk menyerangku tadi,” dia tertawa tanpa suara. “Kau bahkan berniat membunuhku dengan Telapak Marapi.”“Begitu, ya?” Gadih Cimpago tersenyum sembari mengangguk-angguk, lalu menepuk-nepuk pelan tangan kiri sang pria. “Maaf tentang itu,” ujarnya. “Semenjak wafatnya Bundo Kanduang, aku ditugaskan oleh Rajo Bungsu untuk menjaga sang ratu dan putra mahkota.”“Tidak
“Apakah kau benar-benar tidak mengetahui hal ikhwal semua itu?” tanya Gadih Cimpago.Sang wanita duduk berjuntai kaki di tepi lantai balai-balai, begitu juga dengan Antaguna yang duduk di sebelah kiri sang wanita.Dia menggeleng lemah. “Setiap orang di Martapura yang mengetahui kejadian itu, selalu berkata bahwa ibuku seorang pelacur, setiap kali aku bertanya. Atau ayahku yang menggunakan guna-guna untuk memikat ibuku.”Tatapan pria itu begitu nanar memandangi langit malam. Gadih Cimpago menghela napas dalam-dalam.“Begitu, ya?” Dan semakin lengkap sudah penderitaannya, pikirnya. “Tapi dari apa yang aku dengar ketika itu, Sutan Rana sesungguhnya menyukai ibumu, menginginkan dia untuk menjadi istrinya sebagai penguasa Martapura di bawah perintah Paduko Rajo terdahulu.”“Aku tahu, tapi itu bukan berarti mereka bisa memfitnah ibu dan ayahku.”Gadih Cimpago tersenyum tipis, dan itu terlihat cukup menyedihkan. “Kau tidak akan tahu seperti apa busuknya hati manusia bila sesuatu yang diidam-
Ketika berusia 25 tahun, Antaguna yang tidak lagi dapat menahan-nahan dendamnya, lalu kembali ke Tanah Andalas. Hal pertama yang dia lakukan adalah membantai habis semua perampok di kawasan hutan paling selatan Andalas tanpa pandang bulu.Nama Antaguna mulai diperhitungkan oleh orang-orang dunia persilatan, dan dia sengaja melakukan itu agar orang-orang menjadi lengah sebab tidak ada yang mengetahui bahwa sesungguhnya dia adalah Tarigan.Saat tiba di Martapura, Antaguna menjadi bertambah berang. Dia baru mengetahui bahwa ternyata Sutan Rana yang bertanggung jawab atas kematian ayah dan ibunya justru telah lama mati dengan menggantung dirinya di satu pohon beringin.Kabar mengatakan bahwa Sutan Rana bunuh diri setelah dua purnama hidup dalam kegelisahan semenjak membantai ibu dan ayah Antaguna.Dendam di dalam dadanya tidak menghilang sama sekali, justru semakin berkobar mengerikan sebab dia tidak tahu lagi harus melampiaskan sakit hatinya itu kepada siapa. Setiap orang di Martapura ya