Si Buta dari Sungai Ular berkata lagi, "Dewi Awan Putih, terima kasih atas petunjukmu itu."
"Apakah kau hendak ke sana?"
Manggala menganggukkan kepalanya dan berkata dalam hati, "Sebenarnya... aku harus menemukan Ayu Wulan dulu. Tetapi keadaan ini sangat mendesak. Baiklah... sambil lalu aku akan mencarinya juga."
Dewi Awan Putih nampak hendak membuka mulut, tetapi segera dikatupkan lagi. Melihat gadis berpakaian ringkas warna jingga itu seperti ragu-ragu, Manggala berkata, "Adakah yang hendak kau katakan, Ratna Sari?"
Setelah menghela napas dan menindih segenap perasaannya, Dewi Awan Putih berkata, "Manggala... bisakah kau mengajakku ke sana?"
Kali ini Manggala tak segera menjawab."Sejak semula aku dibingungkan oleh sikap gadis ini. Juga dibingungkan oleh tempat yang bernama Bulak Batu Bulan seperti yang diceritakan Wong Hadiguna. Menurut Wulung Seta dan Sri Kunting, Guru telah menungguku di tempat itu. Dan tanpa kusangka kalau akhirnya aku mendapa
"Kau melihat wajahnya?"Ayu Wulan menggelengkan kepala. Handaka mendesis lega. "Kalau memang demikian, bagaimana caranya kau bisa mengenali orang itu?""Aku tidak tahu. Tetapi kuharap keadaan gadis berpakaian jingga itu baik-baik saja."Di balik ranggasan semak, Dayang Kemilau yang semula memutuskan untuk segera melanjutkan langkah dan mengurungkan niatnya untuk mandi, sekarang menyipitkan sepasang matanya ke arah Pangeran Pencabut Nyawa."Keparat! Bukankah itu pemuda lancang yang mengaku bernama Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa? Jahanam! Beberapa waktu lalu dia mempermainkan Dayang-dayang Dasar Neraka? Huh! Akan kukepruk dia sekarang!"Tetapi gadis berjubah hitam ini justru segera menindih niatnya. Kali ini pandangannya dialihkan pada Ayu Wulan. '"Menurut guru, gadis yang sedang dicari Si Buta dari Sungai Ular berpakaian putih dengan sulaman bunga mawar di atas dada sebelah kanan. Dan aku ingat... gadis yang waktu lalu kujumpai bersam
MENDAPATI Pangeran Pencabut Nyawa telah lancarkan serangan, Dayang Kemilau tak tinggal diam. Segera tubuhnya mencelat ke depan dengan gerakkan kedua tangannya. Kendati demikian, gadis berhidung mancung dengan kedua pipi yang selalu merona ini, masih meyakini kalau apa yang didengarnya hanyalah bualan belaka.Dess! Dess!Masing-masing jotosan yang dilancarkan keduanya bertemu. Seketika itu juga keduanya langsung surut ke belakang dengan wajah geram. Pangeran Pencabut Nyawa yang tak mau kebohongannya selama ini terbongkar, sudah lancarkan serangan kembali disertai seruan keras, "Ayu Wulan! Mengapa kau masih terdiam! Jangan membuang waktu lagi! Aku khawatir Si Buta dari Sungai Ular sudah tewas di tangan mereka!"Gadis jelita berpakaian putih bersih yang di bagian atas dada sebelah kanannya terdapat sulaman bunga mawar, keluarkan geraman dingin. Pandangannya sengit pada Dayang Kemilau yang sedang menghindari labrakan Handaka.Menghadapi dua serangan dahsyat s
Dayang Kemilau kertakkan rahangnya. Dengan pelipis mengerut menahan sakit, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka ini perlahan-lahan bangkit dengan kesiagaan penuh.Kedudukannya sangat goyah dan darah semakin banyak keluar dari sela-sela bibirnya. Lalu dengan suara geram dia berkata, "Ayu Wulan! Aku memang menginginkan nyawa Si Buta dari Sungai Ular! Tetapi... apa yang kau tuduhkan itu salah!"Mengkelap wajah Ayu Wulan mendengar kata-kata orang."Jangan memaksaku untuk bertindak kejam!""Peduli setan hendak kau apakan diriku sekarang! Tetapi, apa yang kukatakan tadi benar!"Di seberang, Handaka diam-diam membatin, "Celaka kalau gadis berjubah hitam itu membuka mulut! Ini tak boleh kubiarkan terlalu lama!"Lalu katanya pada Ayu Wulan, "Ayu! Untuk apa berlama-lama! Sudah tentu dia tak akan mau mengatakan apa yang terjadi sebenarnya!"Sebelum Ayu Wulan membuka mulut, Dayang Kemilau sudah berkata dengan sorot mata tajam pada Handak
“Tak ada maksud apa-apa. Aku hanya melihat kalau gadis berjubah hitam itu sudah tak berdaya," kata Ayu Wulan tetap tak mengalihkan pandangan pada Handaka. Diam-diam gadis ini dapat merasakan geraman dalam suara Handaka.Sebelum Handaka membuka mulut, Dayang Kemilau sudah membentak, "Jangan bicara ngaco! Apakah kau pikir aku sudah tak mampu menghadapi kalian berdua!"Bentakan Dayang Kemilau tak membuat Ayu Wulan bergeming. Pandangannya tetap tajam. Namun tetap pula dia tak melakukan apa-apa. "Aku tak mengatakan demikian.""Jahanam! Jangan berbangga dulu, Ayu Wulan!""Kau salah menduga apa yang kumaksudkan!""Perjelas kata-katamu! Tanganku jadi semakin gatal untuk merobek niulutmu!""Kau pasti sudah jelas dengan kata-kataku.""Keparat! Ingin kulihat lagi apa yang kau bisa, hah!"Sebelum Ayu Wulan menyahut, Handaka sudah mendahului, "Kau dengar sendiri apa yang dikatakannya, Ayu Wulan! Gadis semacam dia tak perlu dikasihani!
Makanya, dengan gerakan yang tak kalah cepatnya gadis berjubah hitam itu menggebrak ke depan. Untuk kedua kalinya terdengar letupan yang sangat keras. Akibat bentrokan dua pukulan tadi, tanah segera muncrat dan menutupi pandangan. Dalam naungan tanah yang menghalangi itu, mendadak terdengar seruan keras,"Dayang Kemilau! Kelak kita berjumpa lagi!"Menggeram keras Dayang Kemilau mendengarnya. Diterobosnya debu-debu itu. Namun dia sudah tak melihat lagi sosok pemuda berpakaian hitam."Setan keparat! Justru kelak kau yang tak akan pernah kumaafkan!" geramnya sengit seraya lepaskan pukulan ke depan.Dua batang pohon tersambar pukulannya. Sesaat pohon itu bergetar dan dedaunannya berguguran. Di saat lain terdengar suara menggemuruh hebat, menyusul suara berdebam dua kali yang menimpa ranggasan semak yang langsung berpentalan.Di tempatnya, Dayang Kemilau terdiam dengan dada naik turun. Wajahnya tampak diliputi kegeraman dalam. "Aku tahu apa yang kau hen
Sunyi mengerjap dalam. Beberapa daun kering berguguran dihembusi angin senja. Di ufuk barat Sana, matahari mulai menurunkan kegarangannya. Dan perlahan-lahan segera berangkat pulang ditemani oleh burung-burung camar yang di kejauhan beterbangan membentuk siluet-siluet indah.Dewi Awan Putih bertanya, "Apakah kita hanya berdiam di sini saja?""Untuk sementara, memang itulah yang bisa kita lakukan.""Apakah kau lapar, Manggala?" tanya Dewi Awan Putih lagi.Manggala menganggukkan kepalanya. "Ya.""Kalau begitu... kau tunggu saja dulu di sini. Aku akan mencari....""Tidak," kata Manggala sambil menggelengkan kepalanya. "Kau tetap di sini.""Jadi kau yang hendak mencari pengisi perut?""Tidak juga."Kali ini Dewi Awan Putih mengernyitkan kening. Dipandanginya baik-baik pemuda yang di dadanya terdapat rajahan petir itu. Tatkala dia hendak mengutarakan keheranannya, Si Buta dari Sungai Ular sudah mendahului, "Kita tunda dulu la
Sebelum kita ikuti perjalanan Si Buta dari Sungai Ular dan Dewi Awan Putih menuju Bulak Batu Bulan, serta kejadian apa yang akan dialami mereka, sebaiknya kita lihat dulu siapa yang telah menyelamatkan Dayang Harum dari kematian yang hendak diturunkan oleh Ratu Jagat Raya. Saat itu, Ratu Jagat Raya yang hendak menurunkan tangan maut pada Dayang Harum, bukan main terkejutnya mendapati seseorang yang bergerak secepat angin telah melesat dan menyambar tubuh Dayang Harum. Menyusul dengan gerakan yang benar-benar susah diikuti oleh mata, orang yang menyambar tubuh Dayang Harum sudah berkelebat sedemikian cepat dan lenyap dari pandangan hingga serangan yang dilepaskan oleh Ratu Jagat Raya hanya menghantam sebuah pohon.Di sebuah ngarai yang teduh, orang yang ternyata mengenakan pakaian berwarna biru agak kehijauan, menghentikan kelebatannya. Tanpa pandangi lagi sekelilingnya seolah orang itu sudah sangat hafal dengan tempat yang dipijaknya, enteng saja dilemparnya tubuh Dayang Haru
Dayang Harum benar-benar tak mengerti melihat sikap aneh si kakek. Lalu dengan berhati-hati dia berkata, "Ratu Jagat Raya adalah guruku."Seketika kepala si kakek menoleh."Edan! Sudah edan zaman barangkali! Jangan-jangan... kau sama kejinya dengan nenek busuk itu! Huh! Menyesal aku telah menolongmu!"Kali ini perlahan-lahan Dayang Harum menganggukkan kepalanya. Perasaannya mendadak sedih mendengar kata-kata si kakek. Sambil menghela napas panjang dia berkata dalam hati, "Mungkin dalam soal kekejian, hampir seimbang kekejian yang kumiliki dengan guruku sendiri. Tetapi... kini semuanya mulai berubah. Dan aku harus mengubahnya. Apa yang dikatakan Si Buta dari Sungai Ular memang benar. Bisa jadi pula kalau ternyata yang membunuh kedua orang tuaku adalah guruku sendiri...."Merasa tak ada sahutan dari si gadis, Manusia Angin berkata, "Mengapa kau mau menjadi muridnya, hah!"Dayang Harum kembali tak segera menjawab. Kembali ingatannya beralih pada Si Bu