Rantak Ganggang yang telah diliputi nafsu untuk mendapatkan taring-taring Garaga, tak mau membuang waktu. Segera saja dia kembali lancarkan serangan berikut. Dua gelombang angin dahsyat mencelat dari tangan kanan dan kirinya.
Melihat hal itu Manggala mendengus dan segera membuang tubuh ke samping kanan. Dua serangan Rantak Ganggang luput dan menghantam beberapa semak belukar yang langsung pecah berantakan. Di depan, orang berselubung kain merah merandek dingin dengan kedua tangan bergetar tanda kemarahan semakin dalam merasuki hatinya.
"Keparat! Ternyata pemuda ini tak bisa dipandang sebelah mata! Dua kali seranganku luput dari sasaran! Baik! Akan kuperlihatkan siapa aku sebenarnya!" Habis memaki geram dalam hati, orang tinggi besar ini mundur satu tindak. Diiringi teriakan mengguntur, didorong kedua tangannya ke depan. Segera saja satu gelombang angin melabrak ke arah Manggala.
Begitu dahsyatnya labrakan angin itu hingga suara yang ditimbulkan gebahan ang
Kali ini darah bukan hanya merembas di sela-sela bibirnya, melain mengalir dari hidungnya. Berjarak delapan langkah di depan, sosok Rantak Ganggang jatuh terduduk dengan napas memburu. Kejap lain lelaki tinggi besar ini sudah berdiri kembali dengan kedua tangan disilangkan di depan dada.Berada di samping kanan Si Buta dari Sungai Ular dan disamping kiri Rantak Ganggang, telah berdiri satu sosok tubuh ramping berparas jelita dengan rambut hitam tergerai. Sosok gadis yang diatas bibir sebelah kanannya terdapat sebuah tahi lalat kecil ini mengenakan pakaian ringkas warna jingga. Dan di pinggangnya yang ramping melilit seutas tali.Si Buta dari Sungai Ular yang mengenali siapa gadis itu mendesis, "Dewi Awan Putih.... Bagaimana tahu-tahu dia bisa muncul di sini? Dan mengapa dia membantuku?"Sementara Rantak Ganggang sudah kertakkan rahangnya sambil palingkan kepala pada gadis bertahi lalat di sebelah bibir atas bagian kanan. Menyusul hardikannya yang sangat keras, "
Bukkkk!Yang terjadi kemudian memang mengejutkan. Karena begitu dadanya digedor, tubuh tinggi besar itu melayang deras ke belakang. Dan baru berhenti setelah menabrak sebatang pohon besar!Tubuhnya ambruk ke depan dengan wajah menghantam tanah. Sedangkan pohon yang tadi tertabrak oleh punggungnya, segera menggugurkan dedaunan.Apa yang dirasakan oleh lelaki tinggi besar ini sungguh menyakitkan. Rasa nyeri yang luar biasa mendera dadanya. Dengan susah payah dia bangkit sambil memegangi dadanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya menuding ke arah Manggala yang tegak berdiri masih memegang Tulang Ekor Naga Emas. Selubung kain merah yang menutupi wajahnya nampak basah. Berarti ada darah yang keluar entah dari mulut atau hidung!"Keparaattt!""Tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah menjadi kejam! Karena, orang seperti kau memang tak layak untuk hidup!" sahut Manggala dengan pandangan tajam.Bergetar Rantak Ganggang mendengar ucapan orang. Seje
"Tak kusangka. Jadi bukan urusan Kitab Pamungkas," kata Manggala dalam hati.Kemudian dia berkata, "Lalu kau menafsirkan kalau yang membunuh gurumu itu salah seorang dari mereka?"Dewi Awan Putih mengangguk. ?"Bagaimana bila kedua-duanya?" tanya Manggala yang segera berpikir cepat."Bisa jadi kedua-duanya. Dan aku akan terus memburu mereka satu persatu!""Bagaimana bila yang membunuh gurumu itu orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya?"Dewi Awan Putih melengak. Mulutnya berkemikkemik tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Manggala melanjutkan kata-katanya lagi, "Lantas... bagaimana bila ternyata Hantu Caping Baja justru datang pada saat Gurumu masih hidup?"Mendengar kata-kata Manggala, Dewi Awan Putih terdiam. Manggala berkata dalam hati, “Ternyata masih belum jelas apa yang diduga oleh gadis ini."Lalu katanya lagi, "Setelah Hantu Caping Baja berlalu, kemudian datang orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya. Dan orang itulah yan
Si Buta dari Sungai Ular berkata lagi, "Dewi Awan Putih, terima kasih atas petunjukmu itu.""Apakah kau hendak ke sana?"Manggala menganggukkan kepalanya dan berkata dalam hati, "Sebenarnya... aku harus menemukan Ayu Wulan dulu. Tetapi keadaan ini sangat mendesak. Baiklah... sambil lalu aku akan mencarinya juga."Dewi Awan Putih nampak hendak membuka mulut, tetapi segera dikatupkan lagi. Melihat gadis berpakaian ringkas warna jingga itu seperti ragu-ragu, Manggala berkata, "Adakah yang hendak kau katakan, Ratna Sari?"Setelah menghela napas dan menindih segenap perasaannya, Dewi Awan Putih berkata, "Manggala... bisakah kau mengajakku ke sana?"Kali ini Manggala tak segera menjawab."Sejak semula aku dibingungkan oleh sikap gadis ini. Juga dibingungkan oleh tempat yang bernama Bulak Batu Bulan seperti yang diceritakan Wong Hadiguna. Menurut Wulung Seta dan Sri Kunting, Guru telah menungguku di tempat itu. Dan tanpa kusangka kalau akhirnya aku mendapa
"Kau melihat wajahnya?"Ayu Wulan menggelengkan kepala. Handaka mendesis lega. "Kalau memang demikian, bagaimana caranya kau bisa mengenali orang itu?""Aku tidak tahu. Tetapi kuharap keadaan gadis berpakaian jingga itu baik-baik saja."Di balik ranggasan semak, Dayang Kemilau yang semula memutuskan untuk segera melanjutkan langkah dan mengurungkan niatnya untuk mandi, sekarang menyipitkan sepasang matanya ke arah Pangeran Pencabut Nyawa."Keparat! Bukankah itu pemuda lancang yang mengaku bernama Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa? Jahanam! Beberapa waktu lalu dia mempermainkan Dayang-dayang Dasar Neraka? Huh! Akan kukepruk dia sekarang!"Tetapi gadis berjubah hitam ini justru segera menindih niatnya. Kali ini pandangannya dialihkan pada Ayu Wulan. '"Menurut guru, gadis yang sedang dicari Si Buta dari Sungai Ular berpakaian putih dengan sulaman bunga mawar di atas dada sebelah kanan. Dan aku ingat... gadis yang waktu lalu kujumpai bersam
MENDAPATI Pangeran Pencabut Nyawa telah lancarkan serangan, Dayang Kemilau tak tinggal diam. Segera tubuhnya mencelat ke depan dengan gerakkan kedua tangannya. Kendati demikian, gadis berhidung mancung dengan kedua pipi yang selalu merona ini, masih meyakini kalau apa yang didengarnya hanyalah bualan belaka.Dess! Dess!Masing-masing jotosan yang dilancarkan keduanya bertemu. Seketika itu juga keduanya langsung surut ke belakang dengan wajah geram. Pangeran Pencabut Nyawa yang tak mau kebohongannya selama ini terbongkar, sudah lancarkan serangan kembali disertai seruan keras, "Ayu Wulan! Mengapa kau masih terdiam! Jangan membuang waktu lagi! Aku khawatir Si Buta dari Sungai Ular sudah tewas di tangan mereka!"Gadis jelita berpakaian putih bersih yang di bagian atas dada sebelah kanannya terdapat sulaman bunga mawar, keluarkan geraman dingin. Pandangannya sengit pada Dayang Kemilau yang sedang menghindari labrakan Handaka.Menghadapi dua serangan dahsyat s
Dayang Kemilau kertakkan rahangnya. Dengan pelipis mengerut menahan sakit, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka ini perlahan-lahan bangkit dengan kesiagaan penuh.Kedudukannya sangat goyah dan darah semakin banyak keluar dari sela-sela bibirnya. Lalu dengan suara geram dia berkata, "Ayu Wulan! Aku memang menginginkan nyawa Si Buta dari Sungai Ular! Tetapi... apa yang kau tuduhkan itu salah!"Mengkelap wajah Ayu Wulan mendengar kata-kata orang."Jangan memaksaku untuk bertindak kejam!""Peduli setan hendak kau apakan diriku sekarang! Tetapi, apa yang kukatakan tadi benar!"Di seberang, Handaka diam-diam membatin, "Celaka kalau gadis berjubah hitam itu membuka mulut! Ini tak boleh kubiarkan terlalu lama!"Lalu katanya pada Ayu Wulan, "Ayu! Untuk apa berlama-lama! Sudah tentu dia tak akan mau mengatakan apa yang terjadi sebenarnya!"Sebelum Ayu Wulan membuka mulut, Dayang Kemilau sudah berkata dengan sorot mata tajam pada Handak
“Tak ada maksud apa-apa. Aku hanya melihat kalau gadis berjubah hitam itu sudah tak berdaya," kata Ayu Wulan tetap tak mengalihkan pandangan pada Handaka. Diam-diam gadis ini dapat merasakan geraman dalam suara Handaka.Sebelum Handaka membuka mulut, Dayang Kemilau sudah membentak, "Jangan bicara ngaco! Apakah kau pikir aku sudah tak mampu menghadapi kalian berdua!"Bentakan Dayang Kemilau tak membuat Ayu Wulan bergeming. Pandangannya tetap tajam. Namun tetap pula dia tak melakukan apa-apa. "Aku tak mengatakan demikian.""Jahanam! Jangan berbangga dulu, Ayu Wulan!""Kau salah menduga apa yang kumaksudkan!""Perjelas kata-katamu! Tanganku jadi semakin gatal untuk merobek niulutmu!""Kau pasti sudah jelas dengan kata-kataku.""Keparat! Ingin kulihat lagi apa yang kau bisa, hah!"Sebelum Ayu Wulan menyahut, Handaka sudah mendahului, "Kau dengar sendiri apa yang dikatakannya, Ayu Wulan! Gadis semacam dia tak perlu dikasihani!