Di depan, orang berselubung merah merandek dingin. Entah apa yang kemudian dilakukannya, mendadak saja tempat itu seperti didera panas yang sungguh luar biasa. Sosok Wulung Seta dan Sri Kunting yang sama-sama telah terluka dalam, mundur beberapa tindak ke belakang dengan wajah pias.
Kejap itu pula terdengar teriakan orang berselubung kain merah yang sangat keras tetap dengan kedudukan tak bergeser. Menyusul menggebraknya hawa panas yang langsung membuat rerumputan mengering ke arah Wulung Seta dan Sri Kunting.
Whos!
Namun bersamaan dengan itu, mendadak saja satu gelombang api dahsyat yang bergulung-gulung laksana topan badai api mengarah pada sosok orang berselubung kain merah yang melengak. Dan untuk pertama kalinya dia bergeser dari tempat berdirinya dengan cara melompat ke samping!
Rumput di padang itu langsung tercabut dan beterbangan entah ke mana! Kejap lain, terdengar teriakan mengguntur, membahana dahsyat, "Ghraaghhh!"
Menyusul ledakan kera
Sementara itu Wulung Seta dan Sri Kunting yang tidak mengerti apa maksud Garaga, saling pandang sejenak. Kejap lain arahkan pandangan pada orang berselubung kain merah yang terdiam dengan tatapan waspada!"Mengapa dia seolah menghentikan niat?" bisik Wulung Seta pelan."Aku tidak tahu! Kalau memang kita tak bisa menghadapinya dan Garaga juga kelihatan tidak sanggup, sebaiknya kita menyelamatkan diri saja. Dalam ilmu silat, bila kita tak mampu bukankah lebih baik mundur? Itu tandanya kita sadar akan kemampuan yang kita miliki.""Kau benar. Itu lebih baik... heiii!" suara Wulung Seta terputus, tatkala pandangannya menangkap satu bayangan melangkah ringan ke arah mereka.Sementara suara Garaga terus berteriak-teriak keras tanpa keliatan wujudnya, "Ghraaaggghhh"-o0o-Seorang lelaki berwajah arif bijaksana, melangkah dengan gerakan yang sangat ringan. Bibirnya nampak tersenyum saat dia melangkah. Berjarak dua tombak dari hadapan Wulung Seta dan
"Jahanam!" geram orang ini gusar. Yang jadi sasaran kemarahannya kemudian, adalah tanah-tanah di sana. Yang langsung terbongkar rengkah membentuk beberapa buah lubang terhantam pukulan demi pukulannya.Di sela-sela letupan demi letupan yang terdengar dan memuncratkan tanah ke udara, terdengar teriakannya yang keras, "Aku bersumpah demi langit dan bumi... akan kubunuh kau. Raja Siluman Ular Putih!"Tatkala semua sirap dan kembali pada keheningan, sosok Rantak Ganggang sudah tak nampak di depan mata.-o0o-Pada saat yang bersamaan, di sebuah tempat yang jauh dari sana, pemuda berpakaian dari kulit ular nampak melompat dari balik ranggasan semak. Begitu kedua kakinya dijejakkan di tanah, segera diedarkan pandangan ke sekelilingnya."Wah! Ke mana lagi harus kususuri jejak Ayu Wulan" Ke mana dia sebenarnya? Apakah gadis itu marah padaku hingga memutuskan untuk meninggalkanku, atau ada sebab-sebab lain?"Pemuda yang tak lain Si Buta dari Sungai Ul
Hantu Caping Baja arahkan pandangan ke kanan. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. Lalu terdengar kata-katanya, "Kalau tidak salah, gadis itu bernama Ratna Sari, atau yang berjuluk Dewi Awan Putih. Pada suatu ketika, aku pernah berjumpa dengannya. Dia banyak sekali menanyakan persoalan hidup di dunia ini. Persoalan yang ternyata membuatku jadi banyak bicara dan menjawab setiap pertanyaannya. Sampai kemudian, secara tak sengaja aku menyinggung tentang Kitab Pamungkas. Ini juga bermula karena aku tak sadar kalau dia menjebakku dengan pertanyaan aku hendak ke mana. Mungkin pula karena tuturnya yang lembut dan sikapnya yang santun, aku jadi mengatakan tentang Kitab Pamungkas. Lalu dengan cerdiknya gadis itu menjebakku terus hingga banyak yang kuceritakan tentang Kitab Pamungkas. Saat itu, memang tidak terjadi apa-apa." Hantu Caping Baja terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Tetapi entah sengaja atau tidak, aku bertemu lagi dengan gadis itu tiga hari kemudian. Dan mulailah terlihat
Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Ayu Wulan? Sebaiknya kita tengok dulu kejadian beberapa hari yang lalu. Setelah Manggala meninggalkannya untuk mencari pengisi perut, murid Dewa Pemarah ini menarik napas dalam-dalam. Lamat-lamat dihembuskan napasnya hingga terasa sedemikian segar."Aku tak tahu apakah yang kulakukan tadi salah atau tidak," katanya bagai bisikan. "Tak seharusnya aku menolak larangan Kang Manggala. Kemungkinan yang dikatakannya memang benar. Urusan yang sedang dihadapinya begitu panjang membentang dan belum ada kepastian. Tetapi bersama-sama dengannya, tak ada yang perlu kutakutkan. Menyeberangi lautan api sekalipun asalkan bersamanya, tetap akan kulakoni. Tadi kelihatannya Kang Manggala agak sedikit gelisah. Mungkin pula kecewa karena aku tetap bersikeras mengikutinya. Biar bagaimanapun juga, aku sangat mencintainya dan ingin selalu bersamanya."Lalu perlahan-lahan gadis jelita berhidung mancung ini duduk di atas rumput. Kedua kakinya ditekuk ke dada
Kembali dibuat wajahnya meringis menahan sakit. Sementara itu, Ayu Wulan telah selesai bersemadi. Keringat yang mengalir tadi telah lenyap dan dirasakan tubuhnya mulai segar kembali. Begitu kedua matanya dibuka, yang pertama kali dilihatnya adalah sosok pemuda berpakaian hitam.Buru-buru murid Dewa Pemarah ini mendekat. Sambil berlutut dia berkata, "Bagaimana keadaanmu?"Dengan berlagak masih kesakitan, Pangeran Pencabut Nyawa membuka kedua matanya. Sejenak dipandanginya wajah si gadis yang sedang tersenyum."Luar biasa! Kecantikannya sungguh luar biasa! Aku ingin menikmatinya sekarang, tetapi tidak dengan cara memaksa!" kata Handaka dalam hati. Lalu dengan suara dibuat parau dia berkata, "Terima kasih atas bantuanmu....""Ayu Wulan.""Ayu Wulan.""Sudahlah. Tak perlu berbasa-basi seperti itu. Lebih baik kau bersandar saja di bawah pohon itu. Ayo, kubantu kau...."Gairah Pangeran Pencabut Nyawa semakin naik, tatkala mencium aroma alam
Pangeran Pencabut Nyawa memasang wajah bimbang. Diam-diam dia berkata dalam hati, "Ternyata begitu mudah mengelabuinya. Ada dua keuntungan yang kudapatkan. Pertama, aku akan mendapatkan gadis ini tanpa susah payah. Kedua, gadis ini akan menjadi barang berharga untuk barter dengan Kitab Pembangkit Mayat, sebagai petunjuk untuk menemukan Kitab Pamungkas. Dan aku tak percaya kalau Kitab Pembangkit Mayat berada di tangan perempuan berjuluk Dewi Topeng Perak dan Buang Totang Samudero, seperti yang dikatakan Dayang-dayang Dasar Neraka."Lalu katanya, "Baiklah. Mengingat kau telah menolongku, aku akan membalas semuanya.""Aku tidak mengharapkan balasan apa-apa! Tetapi kali ini aku butuh bantuanmu agar aku dapat menyelamatkan Kang Manggala!"Pangeran Pencabut Nyawa mengangguk dan perlahan-lahan berdiri, "Kita berangkat sekarang!"Dengan kecemasan yang menggayuti dadanya, Ayu Wulan mengangguk dan mendahului. Di belakang, Pangeran Pencabut Nyawa menyeringai lebar.
Sri Kunting berkata, "Kakang Wulung... apakah kita ikuti Kakek itu atau tidak?"Wulung Seta menggelengkan kepalanya."Kurasa jangan, karena sepertinya tak ada tanda-tanda agar kita mengikutinya. Kakek itu penuh keterusterangan, tetapi mengapa sepertinya masih ada yang tak diberitahukannya kepada kita?""Dan bagaimana menurutmu dengan misteri di Bulak Batu Bulan?""Aku tidak tahu sama sekali. Tetapi, aku cukup dibuat kaget tadi karena lelaki sakti itu tahu jalan pikiran kita. Dan kuharap, apa yang dikatakannya tadi kalau kita juga akan tiba di Bulak Batu Bulan, akan menjadi kenyataan. Saat ini, entah mengapa dendamku pada Raja Setan Seruling Maut yang membunuh guruku telah lenyap....""Hei!" Sri Kunting terkejut. "Begitu pula denganku, Kakang Wulung. Aku seolah sudah melupakan segala dendam yang ada di hatiku."Pemuda berpakaian abu-abu yang terbuka di bagian dada dan memperlihatkan dadanya yang bidang mengangguk-anggukkan kepalanya."
Sambil terus berkelebat melewati jalan setapak, Manggala berkata dalam hati, "Mudah-mudahan Garaga sudah bertemu dengan Guru dan mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai persoalan yang membentang ini."Masih terus berkelebat, Manggala menghentikan kata batinnya. Lamat-lamat dia menyambung, "Tetapi... bisa jadi kalau ternyata dia belum bertemu dengan Guru."Karena memikirkan yang kedua itulah Manggala belum memutuskan untuk memanggil Garaga. Pemuda ini terus berkelebat. Baginya, dia harus melawan waktu. Kendati seluruh ilmu peringan tubuhnya dipergunakan, tetap saja tak ada keringat yang mengalir. Ini disebabkan karena kekuatan Tenaga Inti ‘Geledek’ pada tubuhnya. Benaknya dipenuhi bermacam pikiran yang coba dirangkaikan. Semuanya seperti tumpang tindih. Sambil berkelebat, kali ini Manggala coba mengosongkan diri. Namun, begitu dia hampir mencapai penghujung jalan setapak itu, mendadak saja dihentikan kelebatannya.Sekarang kedua kakinya berdiri t