Beranda / Urban / Si Bibir Merah - The Red Lips / TRL 1- Selamat Tahun Baru

Share

Si Bibir Merah - The Red Lips
Si Bibir Merah - The Red Lips
Penulis: Lelevil Lelesan

TRL 1- Selamat Tahun Baru

Penulis: Lelevil Lelesan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-04 20:59:50

Malam hari di kota Manhattan, Amerika Serikat.

Hiruk pikuk kota metropolitan dengan gemerlap lampu berwarna-warni memanjakan mata, menjadikan suasana malam itu begitu indah meski tak terlihat kilauan bintang di langit.

Bagaikan serangga, orang-orang dari berbagai ras berkumpul di kota itu untuk menikmati indahnya malam pergantian tahun di sekitar kawasan Midtown yang akan berlangsung dua jam lagi.

Semua orang datang berbondong-bondong bersama kekasih, teman, saudara, bahkan keluarga untuk ikut memeriahkan acara pesta kembang api yang akan diselenggarakan di tempat itu.

Namun, terlihat seorang wanita berambut hitam panjang sepunggung dan memiliki gelombang indah tergerai menutupi tubuhnya yang molek. 

Sorot mata tajam, hidung mancung dan bibir tebal karena sebuah lipstik merah menyala menghiasi bibir cantiknya. Wanita itu bertubuh atletis yang terlihat dari kedua lengannya karena sedikit berotot.

Kaki jenjang yang tertutupi celana jeans panjang dan sepatu boots beronamen bunga di samping setinggi betis, membuat wanita itu terlihat begitu modis dan garang di malam pergantian tahun itu.

Wanita itu segera berdiri dari tempatnya duduk di teras sebuah balkon hotel tempatnya menginap.  Ia yang mengenakan kaos hitam tanpa lengan berjalan masuk ke kamar dan mengambil mantel bulu karena cuaca cukup dingin.

Si cantik mengenakan topi rajutan di kepala serta sarung tangan kulit untuk membungkus dua tangannya. Ia juga bermake-up untuk memberikan kesan seksi pada rona wajahnya.

Bahkan ia juga melukis kukunya dengan cat berwarna merah yang senada dengan bibirnya. Wanita itu lantas pergi dengan membawa sebuah tas slempang cantik berwarna merah menyala.

Sepertinya, wanita itu penyuka warna merah.

Ia berjalan melenggang dan berpapasan dengan beberapa orang yang meliriknya. Siapa yang bisa menolak auranya karena kharisma wanita itu begitu terpancar dari cara ia memandang. 

Ditambah lengkungan dari bibirnya ketika ia tersenyum, praktis menghipnotis para kaum Adam yang melihatnya.

Wanita itu menengok ke kanan dan ke kiri seperti memastikan sesuatu. Ia pun ikut berjalan menyusuri trotoar, berkerumun dengan orang-orang yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.

Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk duduk di kursi sebuah cafe dekat dengan pesta kembang api akan dilangsungkan. 

Ia memesan secangkir Black Coffee dan sepotong kue brownies sebagai teman hitam pekatnya itu.

Pesona dan kemolekan tubuhnya tentu saja menarik perhatian para lelaki di sekitarnya atau hanya sekedar melintas di depannya. 

Para lelaki itu mulai berbisik seperti merencanakan strategi ampuh untuk bisa menggaet wanita tersebut hingga jatuh dalam pelukan mereka.

Hingga akhirnya, seorang lelaki berambut pirang memberanikan diri mendekati wanita itu dengan senyum menawan.

"Hai, hallo. Kau sendirian?" tanya lelaki itu ramah.

"Ya. Kau mau menemaniku duduk sembari menunggu kembang api?" tanya wanita itu dengan balasan senyum merekah.

"Ya, tentu saja," sahut lelaki itu terlihat gembira.

Dua insan itupun saling bercengkrama dan terlihat mulai akrab.

Entah apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat seperti sepasang kekasih padahal baru bertemu beberapa menit.

"Aku punya spot bagus untuk melihat kembang api ketimbang di sini. Mau ikut denganku?" tanya lelaki itu.

"Ya, tentu saja, Paul," jawab wanita itu sembari menyambut ajakan lelaki yang memperkenalkan dirinya bernama Paul Roland.

Paul memberikan lengannya dan wanita itupun merangkulnya dengan mesra. Paul merasa senang karena ia mendapatkan gadis cantik untuk malam kencan di pesta tahun baru dengan begitu mudah.

"Wah, suara pembukaan dari petasan kembang api mulai terdengar! Apakah sudah akan dimulai?" tanya wanita itu dengan mata berbinar menunjuk sebuah kembang api kecil meluncur dan mengeluarkan percikan indah di langit.

"Ya, 30 menit lagi. Tempatnya tak begitu jauh. Ayo, kita harus segera bergegas ke sana," ajak Paul dengan semangat.

Wanita itu mengangguk hingga akhirnya mereka pergi menjauh dari keramaian menuju ke taman yang mulai sepi ditinggalkan orang-orang.

Wanita itu heran dan tiba-tiba ....

"Aggg!"

Sebuah mobil van muncul dan pintu tengahnya terbuka. Wanita itu ditarik paksa untuk masuk.

Di dalam mobil, sudah ada empat lelaki yang telah menantinya. Wanita itu terkejut dan matanya sampai melotot karena panik.

"Tolong!" teriak wanita itu meronta, mencoba melepaskan diri dari dekapan kuat keempat lelaki yang berhasil membawanya masuk ke mobil dan mendudukkannya.

Wanita itu diapit di tengah dan dilakban mulutnya. Kedua tangannya dipegang kuat oleh dua lelaki yang berada di kanan kirinya. 

Paul yang menjadikan dirinya umpan tersenyum miring saat salah satu wanita incarannya berhasil masuk dalam perangkap.

Lelaki yang duduk di samping kemudi melemparkan segepok uang kepada Paul dan ia pun dengan sigap menerimanya.

"Kerja bagus, Paul. Sampai jumpa," ucap lelaki yang memiliki brewok dan berwajah garang.

"Selamat bersenang-senang!" jawab Paul sembari melambaikan tangan setelah keluar dari mobil.

Pintu mobil bagian tengah ditutup rapat begitupula jendela lelaki yang tadi melemparkan uang pada Paul. Wanita itu ketakutan dan panik.

Ia berusaha berteriak dan melepaskan diri, tetapi tak bisa berkutik.

"Wow, kali ini pilihan Paul sangat bagus. Ini di atas rata-rata!" seru salah seorang lelaki yang memegangi tangan wanita itu di sebelah kiri.

"Bos pasti akan suka. Cepat pergi, sebelum jalanan makin padat dan bius dia," sahut lelaki yang memberikan uang kepada Paul dengan seringainya.

Wanita itu terkejut dan semakin berusaha kuat untuk melepaskan diri. Saat mobil sudah berbalik arah, tiba-tiba mobil itu menabrak sebuah tiang listik dan membuatnya berhenti seketika.

Paul yang masih berada di kawasan itu karena sibuk menghitung uangnya, terkejut. Ia berdiri mematung di kejauhan, menatap mobil van yang membawa wanita tadi dengan curiga.

Ia mendekati mobil van itu dengan ragu dan DOR!

Paul terkejut saat melihat sebuah percikan kembang api yang mulai meluncur dan kini menghiasi langit malam. 

Suara petasan mulai bersahut-sahutan merayakan pergantian tahun di Manhattan.

Paul menatap langit malam yang terlihat indah malam itu, tapi entah kenapa ia tak tertarik dengan semua kemeriahan pesta kembang api.

Ia kini terfokus dengan mobil van yang berjarak 10 meter dengannya.

Paul memasukkan uangnya ke dalam saku jaket bagian dalam dan berjalan mengendap sembari menyiagakan pistol dalam kedua genggaman tangannya. 

Saat Paul melangkah maju mendekati kaca depan sopir, tiba-tiba, Paul roboh seketika dengan sebuah lubang tepat berada di dahinya.

Mata dan mulut Paul terbuka lebar karena terkejut akan serangan yang tiba-tiba itu. 

Paul masih menggenggam pistol di salah satu tangannya. Ia tergeletak begitu saja di pinggir aspal dan tewas.

Hingga akhirnya, pintu mobil bagian tengah terbuka. Sebuah sepatu boots beronamen bunga terlihat di sana. 

Wanita yang tadi disekap dan dilakban mulutnya turun dengan anggun sembari mengibaskan rambut yang panjang bergelombang ke salah satu bahunya.

Ia menggenggam sebuah pistol saat berjalan melenggang dengan mata memindai sekitar.

Ia melepas lakban yang membelenggu bibirnya lalu membalik tubuhnya.

Ia menatap semua lelaki yang berada dalam mobil itu telah tewas mengenaskan bersimbah darah dengan luka robek di sekujur tubuh mereka, tapi tak terlihat benda tajam di sana.

Darah mengucur dari sayatan di leher, tusukan di perut dan mata, hingga bau anyir mulai tercium di sana. 

Wanita itu mengambil korek api gas dari saku mantelnya. Ia menggenggamnya sembari melepaskan mantel yang dipakainya dan melemparkannya ke dalam mobil karena sudah berlumuran darah.

Pistol yang masih dalam genggamannya ia gunakan untuk menembak tangki bahan bakar dan membuat bensin mengucur di aspal.

Wanita itu kembali melemparkan pistol yang dipakainya ke dalam mobil. Ia berjalan mendekati mayat Paul dan merogoh dalam saku jaketnya di mana ia menyimpan uang tadi.

Wanita itu kembali berdiri dan menatap mobil itu dengan santai. Ia menyalakan korek api gas itu dan melemparkan ke arah tangki bahan bakar.

Seketika, ledakan hebat santer terdengar hingga membuat mobil itu terbakar dalam kobaran api yang dasyat.

Wanita itu tersenyum tipis sembari memasukkan uang tersebut dalam tas slempangnya lalu membetulkan topi rajutan yang ia kenakan karena terasa miring.

"Uh, dingin. Sebaiknya aku segera kembali ke hotel," ucapnya sembari mendekap kedua lengannya dengan kedua tangan yang masih terbungkus dengan sarung tangan kulit.

Wanita itu pergi begitu saja meninggalkan kekacauan yang ia buat, seakan apa yang baru saja terjadi hanya sebuah percikan petasan yang hilang setelah memberikan kesan di langit.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sowlekahh
absen Yee Mak.. guwweh hadir...
goodnovel comment avatar
Niecha
LAP hdir mbk aju...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 2-Tentang Aku

    Tak terasa, hari sudah berganti lagi, seolah begitu cepat. Memori indah terekam oleh beberapa orang karena kemeriahan pesta kembang api merayakan pergantian tahun di Midtown. Pesta kembang api selalu memberikan kesan tersendiri bagi beberapa orang yang merayakannya. Namun, seorang wanita yang terlibat baku tembak dan aksi pembunuhan lima orang lelaki semalam, ternyata memberikan kesan tersendiri bagi makhluk bertubuh seksi itu.Ia tidur dalam bak mandi, menutupi dirinya dengan selimut karena hanya mengenakan pakaian dalam saja. Ia menggunakan bantal sebagai alas kepala. Ranjang empuk di kamar mewahnya tak ia gunakan dan dibiarkan sendirian tanpa seorang pun yang tidur di atasnya. Ia sudah membuka matanya pagi itu. Televisi ia biarkan menyala semalaman untuk melihat dan mendengar laporan berita kriminal tentang aksi pembunuhan yang dilakukannya.Hingga akhirnya, ia mendengar berita yang dinantikannya. Ia diam saja di dalam bak. Riasan yang telah dihapus dari wajah cantik polosnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 3-Mimpi

    Malam itu ."Tidak, tolong ... jangan ... kalian silakan ambil apapun yang kalian inginkan, tapi tolong jangan sakiti keluargaku, tolong ...." ucap seorang lelaki paruh baya memohon dengan sangat.Namun, "Richard!" teriak seorang wanita yang kedua tangannya sudah dipegangi dengan erat oleh dua lelaki berwajah bengis. Dia yang sadar jika kalah kekuatan, membuatnya berdiri tak berdaya dengan air mata sudah menggenangi wajah cantiknya."Uhuk ... uhuk ... aggg," rintih lelaki bernama Richard. Ia sudah menggelepar di atas lantai dengan wajah babak belur berlumuran darah.Seorang gadis kecil membungkam mulutnya rapat menahan teriakannya di dalam sebuah almari, tempat ayahnya menyimpan koleksi kulit hewan hasil buruannya untuk dijadikan karpet."Seperti permintaanmu. Akan kuambil semua barang berharga yang ada di rumah ini!" teriak lelaki yang menodongkan pistol di kepala Richard.Pria itu, memerintahkan kepada dua anak buahnya untuk merampok seluruh kekayaan milik keluarga Richard. Namun,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 4-Kenangan

    Pagi itu, Lovy yang sudah bersiap dan berdandan layaknya gadis manis nan anggun, duduk di salah satu kursi meja makan yang terbuat dari kayu. Elda sudah menunggunya dengan senyum menawan sembari menuangkan susu cokelat kemasan untuk cucu cantiknya itu."Terima kasih, Nek," ucap Lovy dengan senyum mengembang.Elda membalasnya dengan senyum merekah. Ia lalu ikut duduk di seberang Lovy sembari menyendok sup ayam yang masih panas di hari yang dingin itu."Nenek. Apa benar kau tak apa jika kutinggal dan menetap di Portland? Siapa yang akan membantumu membereskan rumah?" tanya Lovy memelas.Elda kembali tersenyum sembari mengaduk supnya yang masih panas."Jangan khawatirkan aku. Mungkin aku memang sudah tua, tapi aku masih sangat sanggup melakukan apapun. Pergilah," ucap Elda meyakinkan."Baiklah, jika itu memang maumu. Hanya saja, aku akan ke Portland saat musim semi nanti. Aku harus mencari tempat tinggal baru selama di sana," jawab Lovy tegas."Kau tak usah mencemaskan tempat tinggalmu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 5-Portland, AS

    Lovy memberikan pelukan hangat kepada neneknya itu. Lovy yang sudah tinggal dengannya selama 5 tahun di Amerika meninggalkan Inggris, menatap neneknya dengan sedih."Aku akan selalu berkunjung tiap bulan. Kenapa kau tak ikut denganku saja, Elda?" tanya Lovy menggenggam kedua tangan Elda erat menahan air mata kesedihannya."Kau sudah dewasa. Mulailah jalani hidupmu. Nenek akan selalu menunggumu di rumah. Datanglah kapan pun kau mau, jangan kau paksakan pulang jika sibuk. Nenek bisa mengerti," ucap Elda sembari mengusap air mata yang menetes dari mata cantik cucunya.Lovy mengangguk dan mengecup kening Elda dengan penuh kasih sayang. Elda memejamkan mata merasakan ketulusan hati Lovy yang begitu menyayanginya. Elda merelakan Lovy pergi membawa mobil tuanya ke Portland. Ia memasukkan segala perlengkapan ke dalam bagasi dan menyalakan GPS menuju Portland.Lovy melambaikan tangan dan tersenyum manis kepada Elda. Nenek itu balas melambai dan menahan air matanya agar tak menetes. Pagi itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 6-Pandangan Pertama

    Lovy membuka pintu dan tersenyum menawan kepada lelaki yang berdiri di depannya. Lelaki tersebut terdiam selama beberapa detik hingga menyadari ketololannya."Hai, aku mm ...." Lelaki itu gugup sembari menyodorkan tangan mengajak Lovy berjabat tangan.Lovy menyambut jabat tangan itu dengan segera dan menunggu kelanjutan dari ucapan lelaki yang tak dikenalnya Namun, yang terjadi malah lelaki itu tak bicara lagi dan membuat Lovy mengambil alih."Aku Lovy, salam kenal," ucapnya memperkenalkan diri."Oh. Aku Sean. Senang mengenalmu," jawabnya yang kini ikut memperkenalkan diri. Lovy melepaskan jabat tangannya karena merasa cukup bersalaman dengan lelaki itu. "Aku anak dari pemilik perusahaan tempat kau akan bekerja besok, Lovy," ucapnya menambahkan."Oh, kau anak dari Tuan Wilver? Sean Wilver?" tanya Lovy memastikan.Sean mengangguk pelan membenarkan. Lovy melihat lelaki itu menenteng sebuah tas. Lovy lalu mengajaknya masuk ke dalam apartement-nya. Lovy terlihat kikuk karena Sean bukan tar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 7-Pesta Barbeque

    Akhirnya hari yang dinantikan itu tiba. Lovy sudah berdandan cantik dengan make up natural. Tak terlihat seperti seorang psikopat pembunuh keji di balik sosok menawannya sore itu. Ia mengenakan dress setinggi lutut yang merekah dengan ornamen bunga-bunga besar berwarna pink. Lovy secantik bunga-bunga yang sedang bermekaran di musim semi kota Portland.Lovy sudah menunggu di lobi apartment di mana Sean berjanji menjemputnya hari itu. Ia yang sudah menyimpan nomor ponsel Sean, mencoba untuk meneleponnya. Polisi tersebut berjanji menjemput pukul 5 sore, tetapi sudah 30 menit ia tak kunjung datang.Lovy mendadak merasa cemas dan takut jika Sean diincar oleh MI6 yang mungkin ditangkap atau diinterogasi oleh mereka. Hal itu bisa saja terjadi karena kedekatannya dengan Lovy meski baru bertemu dua kali di hari yang sama. Lovy mondar-mandir dan terlihat bingung karena Sean tak mengangkat teleponnya itu. Semua orang yang melewati loby hanya melirik dan berbisik membicarakannya karena Lovy

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 8-Jembatan Air Mata

    Lovy menatap wanita itu saksama di mana kini Sean mencoba mendekati dan membujuknya agar tak melompat dari atas jembatan untuk bunuh diri. Semua orang menaruh harapan pada polisi muda itu. "Hei, hei, siapa namamu? Kemarilah, bicaralah padaku," panggil Sean dengan tenang mencoba mendekati wanita itu perlahan. Wanita berambut sepunggung itu sudah berderai air mata. Ia menoleh ke arah Sean dengan isak tangis yang masih terdengar. Sean tersenyum manis padanya dan wanita itu berusaha menghentikan tangisannya. "Apa kau polisi?" tanya wanita itu. "Ya, kemarilah. Kita bicarakan dan aku akan membantumu. Percaya padaku," ucap Sean mengulurkan kedua tangannya. "Percaya padamu? Percaya pada polisi maksudmu? Karena kalianlah hidupku menjadi seperti ini! Apanya yang membantu warga lemah tak berdaya! Kalian hanya membantu untuk orang-orang yang memiliki uang saja! Kalian sama saja dengan penjahat-penjahat itu!" teriak wanita tersebut dengan mata melotot. Praktis, ucapannya mengejutkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 9-Misi

    Merekapun tiba di apartment Lovy. Sean ikut turun dari mobil karena penasaran dengan pembicaraan antara Lovy dengan wanita bernama Nia. Lovy menyadari hal tersebut dan bersikap senormal mungkin. "Lovy, aku lihat yang kau berikan kepada wanita itu. Alamat siapa itu?" tanya Sean curiga. Lovy tersenyum manis dan menjawabnya dengan tenang. "Rumah nenekku, Elda. Aku meminta pada wanita itu agar tinggal sementara waktu di rumah nenek. Elda sendirian di rumah dan aku rasa mereka berdua akan cocok. Elda seorang motivator yang bagus." "Oh, begitu. Maaf, aku kira ...." ucap Sean terlihat kikuk seketika. "Kau pikir apa?" tanya Lovy yang malah kini mencurigai Sean. "Hmm, tak ada. Lalu kau menjanjikan apa pada wanita itu? Tak mudah membuat orang yang sudah membulatkan tekat untuk mengakhiri hidupnya bisa mundur begitu saja. Apa yang kau katakan pada wanita itu?" tanya Sean makin mendetail. "Aku hanya mengatakan akan mengenalkannya kepada seorang pengacara, kawan lamaku. Jadi, apa kau ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16

Bab terbaru

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 66-Tamat Season 1

    Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 65-Pemakaman

    Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 64-Selamat Tinggal, Sean

    VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 63-Kenapa Kau?

    Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 62-Panik!

    Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 61-Apa-apaan Ini?

    Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 60-Dia Datang Lagi

    Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 59-Hari Terakhir

    Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 58-Honeymoon Terindah

    Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status