Pagi itu, Lovy yang sudah bersiap dan berdandan layaknya gadis manis nan anggun, duduk di salah satu kursi meja makan yang terbuat dari kayu. Elda sudah menunggunya dengan senyum menawan sembari menuangkan susu cokelat kemasan untuk cucu cantiknya itu.
"Terima kasih, Nek," ucap Lovy dengan senyum mengembang.
Elda membalasnya dengan senyum merekah. Ia lalu ikut duduk di seberang Lovy sembari menyendok sup ayam yang masih panas di hari yang dingin itu.
"Nenek. Apa benar kau tak apa jika kutinggal dan menetap di Portland? Siapa yang akan membantumu membereskan rumah?" tanya Lovy memelas.
Elda kembali tersenyum sembari mengaduk supnya yang masih panas.
"Jangan khawatirkan aku. Mungkin aku memang sudah tua, tapi aku masih sangat sanggup melakukan apapun. Pergilah," ucap Elda meyakinkan.
"Baiklah, jika itu memang maumu. Hanya saja, aku akan ke Portland saat musim semi nanti. Aku harus mencari tempat tinggal baru selama di sana," jawab Lovy tegas.
"Kau tak usah mencemaskan tempat tinggalmu. Nenek sudah mempersiapkannya. Bahkan tempat itu sudah siap kau huni sejak 3 bulan yang lalu. Jangan ditunda lagi, kau harus melanjutkan hidupmu, Lovy," ucap Elda menasehati dengan tatapan penuh harap.
Lovy menghela napas. Ia akhirnya mengangguk setuju dengan permintaan sang nenek karena terus mengingatkannya seperti weker alarm. Lovy dan Elda akhirnya menikmati sarapan pagi itu dengan penuh kehangatan layaknya keluarga meski hanya berdua saja. Elda segera mengubungi kenalannya itu untuk memberitahukan jika Lovy siap pindah dan bekerja awal musim semi nanti. Tentu saja pemilik usaha Travel Agent itu gembira dengan kabar menggembirakan dari Elda.
Dua bulan lagi musim dingin baru berakhir. Elda meminta agar Lovy untuk fokus dalam mengasah ilmunya dalam mendalami bahasa yang lama tak ia gunakan semenjak dirinya memutuskan keluar dari MI6 sebagai sniper. Lovy menguasai 8 bahasa. Ia bisa berbahasa Inggris, Jerman, Rusia, Arab, Jepang, Mandarin, Spanyol dan Korea.
Ia juga bisa ilmu bela diri Judo dan bertarung dengan tangan kosong. Meski demikian, Lovy termasuk gadis yang jenius jika sedang bertugas menjalankan misi bersama team. Saat Lovy memasukkan sebagian barang-barang dalam koper yang akan ia bawa ke Portland, ia menemukan sebuah bingkai foto di mana ada dia dan team-nya saat tugas terakhir, sebelum ia memutuskan mundur dari badan intelijen tersohor tersebut.
Lovy yang cerdas sejak menginjak bangku sekolah dasar, ternyata dilirik oleh mata-mata dari MI6 yang melihat kemampuannya dalam berbahasa. Hal itu terjadi ketika ia diikutkan dalam lomba-lomba bergengsi entah hanya dalam cakupan kota ataupun antar negara bagian. Lovy yang juga jenius dalam berhitung, pernah memenangkan lomba olimpiade matematika dan mendapatkan juara satu.
Namanya yang melejit di antara para kalangan jenius muda, membuat MI6 ingin merekrutnya menjadi salah satu agent-nya. Namun, siapa sangka. Saat ia menjalani tes, ternyata Lovy memiliki ketertarikan dalam dunia senjata. Hal ini dibuktikannya saat melihat salah satu instruktur yang melatih para tentara dalam menembak, melakukan gerakan-gerakan secara terstruktur dan akurat ketika ia memasukkan peluru, mengkokang senjata dan cara membidik.
Lovy kagum dengan yang dilakukan oleh instruktur pria tersebut. Lovy yang selalu ingin tahu itu, memberanikan diri mendekati instruktur tersebut dan meminta mengajarinya cara menggunakan senjata tersebut. Semua orang di sana kagum dengan kemampuan Lovy yang cepat dalam memahami instruksi. Saat Lovy membidik pistolnya itu, ada sebuah papan sasaran tembak berjarak 200 meter. Sang instruktur, membisikkan sesuatu pada gadis muda itu.
"Bayangkan ... jika papan itu adalah para lelaki yang memperkosa ibumu dan membuat ayahmu bunuh diri. Dengarkan jeritan ibumu yang tak berdaya saat para lelaki bejat itu menyetubuhinya, mengerang dalam kenikmatan dan ...."
"ARGGHHH!"
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
Instruktur itu terkejut seketika saat Lovy menekan pelatuk itu dengan teriakan lantang dan sorot mata penuh kebencian. Ia terus menembak sasaran tembak itu hingga habis peluru. Saat Lovy menyadari jika pelurunya habis, ia melempar pistolnya dan memegangi kepalanya kuat hingga rambutnya berantakan.
Ia teringat kejadian saat para penjahat itu tertawa puas, mendengar rintihan dan permohonan dari ayah ibunya agar diampuni. Namun, bukan ampunan yang diberkan, malah mereka menyiksa keduanya dengan keji. Instruktur itu terkejut saat papan sasaran tembak di dekatkan dan semua tembakan Lovy masuk dalam lingkaran poin, meski tak semuanya mengenai titik tengah.
Tentara wanita yang mendampingi Lovy segera memeganginya karena terlihat seperti orang depresi dan trauma. Lovy segera pergi meninggalkan area latihan tembak. Para petinggi dan instruktur yang tahu latar belakang Lovy memanfaatkan hal ini. Ia yang awalnya hanya akan dipekerjakan sebagai penerjemah dan bagian pengoperasian sistem, mulai dilatih untuk menjadi salah satu agent muda berbakat, seorang sniper.
Nenek Lovy, Elda sempat khawatir jika Lovy akan terluka atau tak sanggup dengan pelatihan berat militer. Namun, pihak MI6 mengatakan jika Lovy gadis yang memiliki banyak potensi. Selain itu, Lovy menginginkannya. Elda yang merasa jika didikan dan lingkungan militer bisa menyembuhkan trauma masa kecil Lovy, mempercayakan pihak militer untuk mengasuhnya di usia 18 tahun.
Namun, pada kenyataannya, trauma Lovy makin memburuk dan menjadikannya seorang psikopat, pembunuh yang keji. Lovy tak akan berhenti menyiksa musuhnya sampai ia memastikan lawannya itu tak bernyawa. Pelatihan berat ala militer dijalankannya dengan penuh kesungguhan karena ia memiliki ambisi untuk membasmi seluruh penjahat di muka Bumi, terutama para lelaki bejat seperti orang-orang yang membunuh kedua orangtuanya.
Tubuh Lovy menjadi begitu padat dan atletis. Ia memotong rambut panjangnya dan memendekkannya sebahu. Lovy juga diajarkan cara berkamuflase menjadi orang lain dengan mempelajari gaya bicara dan bersikap orang-orang dari berbagai negara. Lovy yang pandai menyamar dan berakting itu, tentu saja membuat kagum dan bangga para petinggi militer dan negara.
Selain pintar, Lovy yang juga cantik dan seksi, disukai oleh banyak kaum Adam dalam agensi. Lovy yang mudah bergaul itupun, memiliki banyak teman di manapun ia berada. Ia mulai diikutkan dalam misi saat berumur 20 tahun dan masuk dalam pasukan yang beranggotakan 10 wanita dalam satu team termasuk satu komandan.
Namun, sebuah petaka datang padanya dan membuat Lovy memutuskan keluar dari agensi tersebut dengan penuh kebencian dan amarah. Perasaan yang sama seperti ketika tragedi menimpa ayah ibunya. Bahkan, Lovy meninggalkan pesan ancaman pada orang-orang tertentu dalam agensi itu saat ia memutuskan pergi.
"Berani kalian mengusik hidupku dan nenekku, Elda. Aku pastikan, seluruh keluarga kalian akan mati mengenaskan seperti kedua orang tua dan team-ku. Ingat itu baik-baik! Aku akan datang sebagai malaikat mautmu," ucapnya keji dan semua orang yang berada di ruangan itu bergidik ngeri.
Mereka yang sudah tahu kemampuan Lovy hanya bisa membiarkan gadis lugu yang kini diliputi dendam dan kebencian itu pergi, meninggalkan tempat yang sudah mendidik dan membesarkan dirinya menjadi wanita tangguh. Meski di balik itu semua, terdapat nepotisme yang dilakukan oleh para pejabat-pejabat korup yang sengaja memanfaatkan keahlian Lovy.
Lovy selalu diawasi ketat selama 3 tahun, tapi tak ada tanda-tanda gadis itu melakukan tindak kejahatan. Lovy bahkan melanjutkan sekolahnya dengan kuliah jurusan Hubungan Internasional sesuai dengan kemahirannya. Kasus Lovy ditutup dan tak pernah diungkap lagi dalam agensi itu. Bahkan, nama dan jasanya dalam setiap misi yang ia jalankan dulu seakan tenggelam dalam tumpukan dokumen yang tertata rapi dalam lemari arsip brankas tersembunyi di MI6.
Bukan Lovy namanya jika ia tak tahu jika selama ini dintai oleh MI6. Lovy menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan cumlaude. Elda bangga padanya. Namun setelah itu, pembantaian pun mulai dilakukan oleh Lovy dengan tujuan melenyapkan para lelaki bejat dan hidung belang yang ia temukan untuk dimusnahkan dari muka bumi selama-lamanya.
Lovy memberikan pelukan hangat kepada neneknya itu. Lovy yang sudah tinggal dengannya selama 5 tahun di Amerika meninggalkan Inggris, menatap neneknya dengan sedih."Aku akan selalu berkunjung tiap bulan. Kenapa kau tak ikut denganku saja, Elda?" tanya Lovy menggenggam kedua tangan Elda erat menahan air mata kesedihannya."Kau sudah dewasa. Mulailah jalani hidupmu. Nenek akan selalu menunggumu di rumah. Datanglah kapan pun kau mau, jangan kau paksakan pulang jika sibuk. Nenek bisa mengerti," ucap Elda sembari mengusap air mata yang menetes dari mata cantik cucunya.Lovy mengangguk dan mengecup kening Elda dengan penuh kasih sayang. Elda memejamkan mata merasakan ketulusan hati Lovy yang begitu menyayanginya. Elda merelakan Lovy pergi membawa mobil tuanya ke Portland. Ia memasukkan segala perlengkapan ke dalam bagasi dan menyalakan GPS menuju Portland.Lovy melambaikan tangan dan tersenyum manis kepada Elda. Nenek itu balas melambai dan menahan air matanya agar tak menetes. Pagi itu, s
Malam hari di kota Manhattan, Amerika Serikat. Hiruk pikuk kota metropolitan dengan gemerlap lampu berwarna-warni memanjakan mata, menjadikan suasana malam itu begitu indah meski tak terlihat kilauan bintang di langit. Bagaikan serangga, orang-orang dari berbagai ras berkumpul di kota itu untuk menikmati indahnya malam pergantian tahun di sekitar kawasan Midtown yang akan berlangsung dua jam lagi.Semua orang datang berbondong-bondong bersama kekasih, teman, saudara, bahkan keluarga untuk ikut memeriahkan acara pesta kembang api yang akan diselenggarakan di tempat itu. Namun, terlihat seorang wanita berambut hitam panjang sepunggung dan memiliki gelombang indah tergerai menutupi tubuhnya yang molek. Sorot mata tajam, hidung mancung dan bibir tebal karena sebuah lipstik merah menyala menghiasi bibir cantiknya.Wanita bertubuh atletis yang terlihat dari kedua lengannya karena sedikit berotot. Kaki jenjang yang tertutupi celana jeans panjang dan sepatu boots beronamen bunga di samping se
Tak terasa, hari sudah berganti lagi, seolah begitu cepat. Memori indah terekam oleh beberapa orang karena kemeriahan pesta kembang api merayakan pergantian tahun di Midtown. Pesta kembang api selalu memberikan kesan tersendiri bagi beberapa orang yang merayakannya. Namun, seorang wanita yang terlibat baku tembak dan aksi pembunuhan lima orang lelaki semalam, ternyata memberikan kesan tersendiri bagi makhluk bertubuh seksi itu.Ia tidur dalam bak mandi, menutupi dirinya dengan selimut karena hanya mengenakan pakaian dalam saja. Ia menggunakan bantal sebagai alas kepala. Ranjang empuk di kamar mewahnya tak ia gunakan dan dibiarkan sendirian tanpa seorang pun yang tidur di atasnya. Ia sudah membuka matanya pagi itu. Televisi ia biarkan menyala semalaman untuk melihat dan mendengar laporan berita kriminal tentang aksi pembunuhan yang dilakukannya.Hingga akhirnya, ia mendengar berita yang dinantikannya. Ia diam saja di dalam bak. Riasan yang telah dihapus dari wajah cantik polosnya, memb
Malam itu ...."Tidak, tolong ... jangan ... kalian silakan ambil apapun yang kalian inginkan, tapi tolong jangan sakiti keluargaku, tolong ...." ucap seorang lelaki paruh baya memohon dengan sangat.Namun, "Richard!" teriak seorang wanita yang kedua tangannya sudah dipegangi dengan erat oleh dua lelaki berwajah bengis. Dia yang sadar jika kalah kekuatan, membuatnya berdiri tak berdaya dengan air mata sudah menggenangi wajah cantiknya."Uhuk ... uhuk ... aggg," rintih lelaki bernama Richard. Ia sudah menggelepar di atas lantai dengan wajah babak belur berlumuran darah.Seorang gadis kecil membungkam mulutnya rapat menahan teriakannya di dalam sebuah almari, tempat ayahnya menyimpan koleksi kulit hewan hasil buruannya untuk dijadikan karpet."Seperti permintaanmu. Akan kuambil semua barang berharga yang ada di rumah ini!" teriak lelaki yang menodongkan pistol di kepala Richard.Pria itu, memerintahkan kepada dua anak buahnya untuk merampok seluruh kekayaan milik keluarga Richard. Namun