Beranda / Urban / Si Bibir Merah - The Red Lips / TRL 6-Pandangan Pertama

Share

TRL 6-Pandangan Pertama

Penulis: Lelevil Lelesan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-14 16:16:07

Lovy membuka pintu dan tersenyum menawan kepada lelaki yang berdiri di depannya. Lelaki tersebut terdiam selama beberapa detik hingga menyadari ketololannya.

"Hai, aku mm ...." Lelaki itu gugup sembari menyodorkan tangan mengajak Lovy berjabat tangan.

Lovy menyambut jabat tangan itu dengan segera dan menunggu kelanjutan dari ucapan lelaki yang tak dikenalnya Namun, yang terjadi malah lelaki itu tak bicara lagi dan membuat Lovy mengambil alih.

"Aku Lovy, salam kenal," ucapnya memperkenalkan diri.

"Oh. Aku Sean. Senang mengenalmu," jawabnya yang kini ikut memperkenalkan diri. Lovy melepaskan jabat tangannya karena merasa cukup bersalaman dengan lelaki itu. "Aku anak dari pemilik perusahaan tempat kau akan bekerja besok, Lovy," ucapnya menambahkan.

"Oh, kau anak dari Tuan Wilver? Sean Wilver?" tanya Lovy memastikan.

Sean mengangguk pelan membenarkan. Lovy melihat lelaki itu menenteng sebuah tas. Lovy lalu mengajaknya masuk ke dalam apartement-nya. Lovy terlihat kikuk karena Sean bukan target dalam misi pembunuhannya. Ia menahan diri agar tak melukai dan berpikiran untuk menghabisi nyawanya.

"Sudah lama aku tak datang ke rumah ini. Kau tahu 'kan, jika ini dulu tempat tinggal keluargaku sebelum pindah," ucap Sean dan diangguki Lovy dengan kikuk.

Sean tampak santai saat berkeliling dibekas rumahnya dulu. Mengecek apakah perabotannya masih berfungsi dengan baik begitupula dengan struktur bangungan. Lovy menjaga jarak karena keinginan membunuhnya selalu muncul jika berdekatan dengan lelaki. Ia berusaha keras menahan dirinya dengan menggenggam kedua tangannya di depan perut sampai berkeringat.

'Dia bukan musuh, dia kawan, Lovy. Jangan membunuhnya ... jangan membunuhnya,' ucap Lovy dalam hati sembari memejamkan mata.

"Kau tak apa?" tanya Sean tiba-tiba yang berdiri persis di depannya, menatap Lovy seksama dengan cemas. Lovy terkejut saat membuka mata dan mundur tergesa. Sean berkerut kening karena sikap Lovy yang aneh itu. "Kau kenapa? Apa kau sakit? Pasti karena perjalanan jauh, ditambah udara masih cukup dingin di luar. Maaf jika aku mengganggu istirahatmu. Aku hanya ingin mengantarkan makanan pemberian ibuku sebagai salam perkenalan," ucap Sean ikut gugup sembari meletakkan tas berisi makanan itu di atas meja makan.

Lovy memegangi kepalanya dengan tubuh menyender pada dinding. Sean pamit pulang dan merasa tak enak hati karena datang tanpa pemberitahuan. Lovy juga ikut merasa tak enak hati karena sikapnya yang membuat Sean tak nyaman. Ia mengantarkan Sean sampai ke pintu depan rumahnya dan berterima kasih atas bingkisan tersebut.

"Jika kau butuh sesuatu, ini kartu namaku. Tak perlu sungkan untuk meneleponku. Aku pergi dulu, sampai jumpa, Lovy," ucap Sean dengan senyum menawan dan pergi meninggalkan rumahnya dulu.

Lovy memegangi kartu nama itu di depan dadanya dan bernapas lega. Ia lalu menutup pintunya dan mendekati meja makan itu. Lovy membuka tas berisi bingkisan pemberian ibu Sean. Ternyata itu sebuah pie apel yang masih hangat. Dirinya tergoda dan mengeluarkan pie yang masih terlapisi aluminium foil sebagai alas.

Lovy mengambil piring dan dengan sigap mengiris pie itu menjadi potongan simetris yang rapi dengan pisau dapur. Delapan irisan yang selalu ia buat untuk semua jenis makanan dan benda yang berbentuk lingkaran. Ia mengambil sebuah potongan ke dalam piring dan mulai menyuapi mulutnya yang kelaparan. Wanita cantik itu sampai memejamkan mata karena rasa dari pie buatan ibu Sean sungguh nikmat. Ia tak menyangka ada orang lain yang membuat pie selezat Elda, neneknya.

"Jika Elda tahu ia memiliki saingan pembuat pie, pasti dia akan sangat kesal," ledeknya yang dengan cepat memasukkan gigitan terakhir ke mulutnya.

Lovy baru menyadari jika ia belum menelepon Elda sejak kedatangannya ke Portland. Ia segera mengambil ponsel dari saku celana dan meneleponnya. Elda terdengar gembira karena Lovy tiba dengan selamat.

"Elda, aku tadi bertemu dengan Sean, anak tuan Wilver. Ia mungkin seumuran denganku," ucap Lovy sembari menusuk-nusuk potongan pie di piringnya.

"Oh, apakah dia tampan?" tanya Elda meledek.

"Mm, ya, cukup tampan. Dia gugup saat bicara denganku," timpal Lovy mengejek.

Elda terkekeh. Ia cukup yakin jika ucapan Lovy ada benarnya. Siapa lelaki yang tak terpesona dan jatuh hati dengan kecantikan cucunya itu.

"Ingat, Lovy. Ia kawan, bukan musuh. Jangan menyakitinya," ucap Elda serius dan Lovy tertegun karena Elda menyadari hal itu. Lovy salah tingkah, seakan Elda ada di depannya dan sedang menatap tajam.

"Aku tahu. Aku akan menjaga jarak dengannya agar ia tak terluka dengan sikapku nantinya," jawab Lovy tertunduk menatap potongan pie di piringnya yang sudah tak berbentuk karena ia menusuknya dengan garpu.

"Kau harus mencoba untuk berbaur, Lovy. Tak semua lelaki itu jahat. Nenek yakin, kau akan bertemu dengan lelaki baik yang mencintaimu setulus hati. Seperti cinta ayahmu pada ibumu," ucap Elda menasehati.

Lovy mengangguk dalam diamnya. Ia juga ingin sekali terlepas dari trauma dan mimpi buruknya selama ini, yang membuat dirinya menjadi seorang psikopat.

"Ya, Elda. Terima kasih. Kau jaga kesehatan, jangan lupa makan dan istirahat. Sampai jumpa," tutup Lovy dalam pembicaraan telepon.

"Nenek menyayangimu. Sampai jumpa."

Lovy meletakkan ponselnya dan kembali merapikan meja makan. Ia menyimpan pie itu di kulkas dan mulai bersiap dengan memakai boots yang lain. Ia ingin berjalan-jalan keluar untuk melihat daerah sekitar. Beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Lovy segera bersiap dan keluar dari apartmen nyamannya itu dengan senyum merekah. Ia merasa jika kota itu cukup indah. Ia belum pernah ke Portland sebelumnya. Lovy mengandalkan GPS untuk membawanya ke tempat-tempat yang dituju terutama supermarket besar.

"Hmm, tadinya aku lapar. Namun, pie itu cukup mengganjal perutku," ucap Lovy sambil melenggang menyusuri trotoar.

Hingga akhirnya, ia sampai di supermarket terdekat. Hanya membutuhkan waktu 20 menit berjalan kaki sampai ke tempat perbelanjaan tersebut. Lovy mengambil troli dan mulai berbelanja untuk keperluan hidupnya selama 1 bulan pertama di Portland.

Wanita cantik berambut panjang itu membeli banyak bahan makanan dan juga perlengkapan lain. Lovy yang fokus pada kegiatannya itu, sampai tak menyadari jika ia diawasi oleh sepasang mata yang mengikutinya sejak keluar dari gedung apartment.

Ia menghabiskan 1 jam untuk berbelanja kebutuhan pokok. Dirinya yang kembali merasa lapar, menyempatkan diri mampir ke sebuah tempat makan yang ada di kawasan perbelanjaan. Saat Lovy sedang menikmati makan malamnya, tiba-tiba sebuah nampan berisi sepiring burger dan soda diletakkan di depannya. Lovy terkejut seketika.

"Wah, Portland sungguh sempit! Kita bertemu lagi," ucap Sean dengan senyum merekah.

Lovy gugup seketika dan kembali salah tingkah. Ia diam saja saat Sean menarik kursinya dan duduk santai depan Lovy. Mantan sniper MI6 itu tak berani menatap Sean. Baru pertama kali ini ia seperti kehilangan nyali bertatapan dengan seorang pria. Biasanya, ia menebar pesona hingga para pria terlena dengan kecantikannya.

"Ibuku tiba-tiba menelepon dan memintaku untuk membeli pemanggang. Dia mau mengadakan pesta barbeque dan ingin mengundangmu. Hanya saja karena kau baru masuk kantor minggu depan dan aku tak memiliki nomor ponselmu, aku berpikir untuk kembali ke apartement dan memintanya. Namun, kita malah bertemu di sini," ucap Sean panjang lebar.

"Oh," jawab Lovy singkat.

"Dan bodohnya aku. Aku baru ingat jika aku bisa meminta nomor ponselmu dari ayahku. Hahahaha ... ah, aku kurang konsenterasi akhir-akhir ini. Mungkin karena pekerjaan," keluh Sean yang diikuti desahan lalu memasukkan burger ke mulutnya. Ucapan Sean malah membuat Lovy penasaran akan sosok lelaki di depannya ini.

"Apa pekerjaanmu?" tanya Lovy ramah di saat Sean masih sibuk mengunyah makanan di mulutnya.

"Polisi," jawabnya sembari menutup mulutnya agar tak menyembur ke wajah cantik Lovy.

Lovy diam mematung seketika. Matanya melebar dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia terlihat gugup dan berusaha untuk menenangkan diri. Lovy segera mengemasi barangnya dan bersiap untuk pergi. Sean merasa jika Lovy akan pergi meninggalkannya.

"Kau mau ke mana?" tanya Sean dengan kedua tangan masih memegang burger.

"Ah. Aku harus segera kembali. Aku ... baru ingat jika belum mematikan televisi saat pergi tadi. Ceroboh," sindir Lovy pada dirinya sendiri dan terlihat sibuk dengan barang belanjaannya.

"Akan aku antar," ucap Sean yang segera ikut berdiri dan memasukkan sisa potongan besar burger itu ke mulutnya dengan paksa.

"Tak perlu. Aku akan naik taxi," tolak Lovy sopan.

"Tidak. Aku memaksa," sahut Sean tegas.

Jantung Lovy berdebar tak karuan. Akhirnya, ia pasrah saat Sean mengantarkannya kembali ke apartment. Sean bahkan membawakan semua belanjaan Lovy dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Lovy melihat ada seragam polisi yang dilipat rapi pada sebuah tas transparant lengkap dengan atribut dan juga sepatu kerja.

Lovy berdiri diam mematung dan mencoba terlihat senormal mungkin agar Sean tak curiga tentang masa lalunya. Selama ini, Lovy merahasiakannya kepada semua orang. Hanya Elda dan orang MI6 yang tahu tentang dirinya.

"Ayo. Malam semakin larut," ucap Sean dan Lovy mengangguk.

Lovy duduk di sebelah Sean dengan gugup. Selama perjalanan ke apartment, mereka saling diam tak bicara. Hingga akhirnya, mereka sampai di depan gedung dan Lovy memaksa diturunkan di lobi tanpa Sean ikut naik ke atas bersamanya.

"Terima kasih, Sean. Hanya saja cukup sampai sini kau mengantarku," ucap Lovy sungkan.

"Baiklah. Aku akan datang menjemput Sabtu nanti ke acara pesta barbeque ibuku. Sampai jumpa," jawab Sean ramah sembari menutup bagasi mobil dengan senyum menawan.

Lovy mengangguk dengan dua kantong cokelat besar berisi barang belanjaan di kanan kirinya. Sean tersenyum dan segera menginjak pedal gas, meninggalkan gedung apartment Lovy. Cucu Elda tersebut segera masuk ke dalam gedung, menggunakan lift dan tergesa saat membuka pintu ruangannya. Ia meletakkan seluruh belanjaan di meja makan dan segera mengunci pintu serta jendela. Lovy melihat sekitar dan memastikan jika dirinya aman tak diikuti atau diincar oleh MI6, lagi.

Lelevil Lelesan

Duh maaf ya, Lele lagi super sibuk di mana2 jadinya up di sini telat. Baiklah buat nebus kemoloran up eps, lele kasih 5 sekaligus! Jangan lupa rate bintang 5, komen positif dan votenya ya. Lele padamu^^

| 2

Bab terkait

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 7-Pesta Barbeque

    Akhirnya hari yang dinantikan itu tiba. Lovy sudah berdandan cantik dengan make up natural. Tak terlihat seperti seorang psikopat pembunuh keji di balik sosok menawannya sore itu. Ia mengenakan dress setinggi lutut yang merekah dengan ornamen bunga-bunga besar berwarna pink. Lovy secantik bunga-bunga yang sedang bermekaran di musim semi kota Portland.Lovy sudah menunggu di lobi apartment di mana Sean berjanji menjemputnya hari itu. Ia yang sudah menyimpan nomor ponsel Sean, mencoba untuk meneleponnya. Polisi tersebut berjanji menjemput pukul 5 sore, tetapi sudah 30 menit ia tak kunjung datang.Lovy mendadak merasa cemas dan takut jika Sean diincar oleh MI6 yang mungkin ditangkap atau diinterogasi oleh mereka. Hal itu bisa saja terjadi karena kedekatannya dengan Lovy meski baru bertemu dua kali di hari yang sama. Lovy mondar-mandir dan terlihat bingung karena Sean tak mengangkat teleponnya itu. Semua orang yang melewati loby hanya melirik dan berbisik membicarakannya karena Lovy

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 8-Jembatan Air Mata

    Lovy menatap wanita itu saksama di mana kini Sean mencoba mendekati dan membujuknya agar tak melompat dari atas jembatan untuk bunuh diri. Semua orang menaruh harapan pada polisi muda itu. "Hei, hei, siapa namamu? Kemarilah, bicaralah padaku," panggil Sean dengan tenang mencoba mendekati wanita itu perlahan. Wanita berambut sepunggung itu sudah berderai air mata. Ia menoleh ke arah Sean dengan isak tangis yang masih terdengar. Sean tersenyum manis padanya dan wanita itu berusaha menghentikan tangisannya. "Apa kau polisi?" tanya wanita itu. "Ya, kemarilah. Kita bicarakan dan aku akan membantumu. Percaya padaku," ucap Sean mengulurkan kedua tangannya. "Percaya padamu? Percaya pada polisi maksudmu? Karena kalianlah hidupku menjadi seperti ini! Apanya yang membantu warga lemah tak berdaya! Kalian hanya membantu untuk orang-orang yang memiliki uang saja! Kalian sama saja dengan penjahat-penjahat itu!" teriak wanita tersebut dengan mata melotot. Praktis, ucapannya mengejutkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 9-Misi

    Merekapun tiba di apartment Lovy. Sean ikut turun dari mobil karena penasaran dengan pembicaraan antara Lovy dengan wanita bernama Nia. Lovy menyadari hal tersebut dan bersikap senormal mungkin. "Lovy, aku lihat yang kau berikan kepada wanita itu. Alamat siapa itu?" tanya Sean curiga. Lovy tersenyum manis dan menjawabnya dengan tenang. "Rumah nenekku, Elda. Aku meminta pada wanita itu agar tinggal sementara waktu di rumah nenek. Elda sendirian di rumah dan aku rasa mereka berdua akan cocok. Elda seorang motivator yang bagus." "Oh, begitu. Maaf, aku kira ...." ucap Sean terlihat kikuk seketika. "Kau pikir apa?" tanya Lovy yang malah kini mencurigai Sean. "Hmm, tak ada. Lalu kau menjanjikan apa pada wanita itu? Tak mudah membuat orang yang sudah membulatkan tekat untuk mengakhiri hidupnya bisa mundur begitu saja. Apa yang kau katakan pada wanita itu?" tanya Sean makin mendetail. "Aku hanya mengatakan akan mengenalkannya kepada seorang pengacara, kawan lamaku. Jadi, apa kau ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 10-Terperangkap

    Lovy mempersiapkan segala keperluan untuk menjalankan aksinya malam itu. Ia keluar dari pintu kamarnya dengan berkamuflase. Lovy mengenakan wig berwarna pirang lurus sampai ke punggung dengan poni rata menutup alis. Memakai lensa kontak berwarna biru menutupi warna aslinya dan anting besar berbentuk bulat di kedua telinga. Lovy bahkan mengganti sepatunya dengan sebuah heels setinggi 14 cm, menenteng sebuah clutch berwarna emas yang serasi dengan sepatu dan juga rambutnya. Ia bahkan mengganti pakaiannya dengan sebuah dress mini sepaha bercorak monochrome. Atasan tanpa lengan yang membuat belahan dadanya tampak begitu penuh. Lovy sengaja menanggalkan pakaian tempurnya karena melihat situasi untuk menyerang belum memungkinkan sebab target berada di hotel. Lovy berjalan menyusuri koridor dan melihat CCTV sekitar. Tas yang ia letakkan di depan perutnya itu memilki semacam kamera tersembunyi pada sisi kanan dan kiri. Komputer Peter yang sudah tersambung dengan mini cam itu ikut melihat se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 11-Selamat Tinggal

    Lovy gugup. Ia melirik Ramirez dan Geofani secara bergantian di mana pergelangan tangannya masih dicengkeram erat oleh target utama incarannya itu. Lovy yang tak ingin membuang waktunya lebih lama lagi karena ia sudah mendapatkan kesempatan melawan, segera meluncurkan aksinya. BUKK!! "Argh!" Ramirez merintih dan terkejut karena wanita yang mengaku bernama Patricia memukul wajahnya dengan tas miliknya. Tas tersebut memiliki tekstrur kasar yang membuat lelaki itu bisa merasakan benda kasar menggores wajahnya. Namun, cengkraman Ramirez tak terlepas. Lovy menambahkan serangan dengan menginjak kaki Ramirez menggunakan hak 14 cm dari sepatunya itu kuat. Heels tertancap di ujung sepatu lelaki tersebut. Sontak, pria tersebut mengerang kesakitan hingga matanya terpejam. Geofani terkejut. Ia meletakkan botol wine dan gelas crystal yang seharusnya menjadi teman bercengkrama mereka di malam yang hampir menjelang pagi itu. Saat Geofani akan mengeluarkan senjata dari laci meja dekat ia berdi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 12-Hujan Peluru

    Lovy kebingungan. Ia mencoba mencari celah untuk bisa kabur dari kejaran petugas. Ia keluar dari kamar Geofani dengan tergesa untuk mengunci pintu ruang utama. Lovy juga menarik heels yang tertancap di rahang bawah Geofani dengan mencabutnya paksa. Ia mengamankan dua sepatu heelsnya dan membungkusnya pada syal yang ia temukan di sofa kamar Geofani. Lovy mengambil sebuah tas yang digeletakkan begitu saja di sofa ruang tamu. Ia memasukkan wig, sepasang sepatu heels, pistol miliknya dan tas kecil ke dalam tas kantoran berwarna hitam itu. TOK! TOK! TOK! Lovy terkejut. Pintu ruang utama mulai diketuk. Ia segera membuka jendela kamar Geofani yang berseberangan dengan jendela kamar Ramirez. Lovy kembali menghubungi Peter yang masih tersambung dengannya dari earphone. "Peter. Matikan CCTV di sekitarku. Aku akan menyusuri pinggiran sampai ke kamar Ramirez," ucapnya tergesa di mana angin kencang terasa menghempaskan tubuh rampingnya. "Oke! Lalu, kau akan pergi lewat mana? Lantaimu masih san

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 13-Panik

    Lovy terbangun dari tidur lelap karena terkejut saat pintu kamar hotelnya diketuk dengan suara yang cukup kencang. Ia berjalan dengan terhuyung menuju ke pintu ruang utama hanya mengenakan kaos berwarna putih lengan pendek, tak memakai bra dan hanya memakai celana dalam.Membiarkan kaki jenjangnya terekspos karena ia memang terbiasa tidur dengan pakaian santai sebab tak ingin membebani tubuhnya. Ia ingin rileks saat tidur agar peredaran darahnya lancar. Lovy mengucek mata untuk mengembalikan fokus penglihatannya. Ia membiarkan rambutnya terlihat berantakan. Saat Lovy membuka pintu dengan cuek, tiga polisi yang berada di depan pintu kamar tertegun karena mendapati seorang gadis cantik berpakaian minim dan lekuk tubuhnya terlihat begitu menonjol terutama dibagian dada. Tiga polisi itu salah tingkah seketika."Selamat siang, Nona," sapa salah seorang polisi yang mencoba untuk tetap professional.Lovy terkejut karena polisi yang muncul di depannya. Lovy menelan ludah."Y-ya. Apa yang bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 14-Hari Baru

    Pagi itu, Lovy sudah bersiap untuk pergi ke kantor barunya. Ia mengenakan setelan layaknya seorang karyawan dengan jas, celana kain panjang, sepatu hak setinggi 7 cm dan kemeja putih. Ia menggulung rambut panjangnya ke atas dan memakai kacamata. Lovy terlihat seperti gadis kutu buku yang lugu dan pintar. Ia bahkan hanya ber-makeup natural tak mencolok seperti saat beraksi. Lovy mengendarai mobil Elda menuju kantor barunya. Hanya saja, ia belum tahu akan bekerja di bagian apa di perusahaan Travel Agent itu. Namun, mantan sniper MI6 tersebut siap untuk memulai kehidupan baru layaknya orang normal lainnya. Dirinya berharap bisa bersosialisasi dengan kawan-kawan baru yang akan ditemuinya nanti di kantor. Lovy yang lama tak bersosialisasi karena takut jika nafsu membunuhnya muncul lagi hanya karena sebuah percakapan yang menyinggung perasaannya, membuatnya ingin menghabisi nyawa seseorang terutama laki-laki. Untuk menghindari hal tersebut, ia memilih mengurung diri. Akhirnya, Lovy ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21

Bab terbaru

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 66-Tamat Season 1

    Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 65-Pemakaman

    Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 64-Selamat Tinggal, Sean

    VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 63-Kenapa Kau?

    Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 62-Panik!

    Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 61-Apa-apaan Ini?

    Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 60-Dia Datang Lagi

    Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 59-Hari Terakhir

    Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis

  • Si Bibir Merah - The Red Lips    TRL 58-Honeymoon Terindah

    Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat

DMCA.com Protection Status