Pagi itu, Lovy sudah bersiap untuk pergi ke kantor barunya. Ia mengenakan setelan layaknya seorang karyawan dengan jas, celana kain panjang, sepatu hak setinggi 7 cm dan kemeja putih. Ia menggulung rambut panjangnya ke atas dan memakai kacamata. Lovy terlihat seperti gadis kutu buku yang lugu dan pintar. Ia bahkan hanya ber-makeup natural tak mencolok seperti saat beraksi. Lovy mengendarai mobil Elda menuju kantor barunya. Hanya saja, ia belum tahu akan bekerja di bagian apa di perusahaan Travel Agent itu. Namun, mantan sniper MI6 tersebut siap untuk memulai kehidupan baru layaknya orang normal lainnya. Dirinya berharap bisa bersosialisasi dengan kawan-kawan baru yang akan ditemuinya nanti di kantor. Lovy yang lama tak bersosialisasi karena takut jika nafsu membunuhnya muncul lagi hanya karena sebuah percakapan yang menyinggung perasaannya, membuatnya ingin menghabisi nyawa seseorang terutama laki-laki. Untuk menghindari hal tersebut, ia memilih mengurung diri. Akhirnya, Lovy ti
Akhirnya breafing pagi itu selesai pukul 8.30 pagi seperti biasa. Semua karyawan bersiap kembali ke pekerjaannya masing-masing karena kantor akan dibuka tepat pukul 9. Akan banyak telepon masuk dan layanan via online untuk reservasi fasilitas bagi para customer yang ingin mengambil paket liburan di Travel Agent Paradise tempat Lovy bekerja sekarang. Para operator berada di lantai dua sejumlah 30 orang yang telah siap di meja kerja berbilik dengan sekat, headphone dengan mic sebagai alat komunikasi dan set komputer serta peralatan alat tulis lainnya. Ruangan itu tempat paling sibuk di antara divisi lainnya yang berada di perusahaan tersebut. Lovy menunggu di lantai 4 di ruangan eksekutif tempatnya bekerja nanti. Ternyata, ruangan besar itu hanya diisi olehnya, Bob dan Isabel. Ruangan Tuan Wilver berada satu ruangan dengan mereka bertiga. Hanya terpisah sebuah skat dengan pintu dan jendela kaca untuk bisa masuk ke ruangannya. Lovy duduk di sofa dengan gugup tak seperti biasanya. Mun
Lovy dan Sophia bercengkrama sepanjang jalan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah rumah di pinggir jalan. Sophia meminta pada Lovy untuk menurunkannya di tempat itu. Sophia teman kantor baru Lovy menunjuk rumah tersebut sebagai tempat tinggalnya."Masuklah. Aku ingin mengenalkanmu kepada ayah dan ibuku. Sepertinya kakakku juga sudah kembali. Sebentar saja," pinta Sophia sebelum turun dari mobil."Baiklah karena kau memaksa. Jika aku minta secangkir teh dan kue jangan protes, ya," ucap Lovy balas menyindir.Sophia terkekeh karena Lovy membalasnya seperti saat ia memaksanya memberikan tumpangan. Lovy masuk dengan gugup dan sungkan. Hingga akhirnya, kedatangan mereka disambut oleh ayah dan ibu Sophia.Mereka senang karena Sophia mengajak kawan baru ke rumah di mana sudah hampir satu bulan tak ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Lovy heran dan menanyakan hal itu, tapi Sophia seperti enggan menceritakan. Hingga akhirnya, kakak Sophia ikut bergabung. Terlihat ia seperti habis mandi."Oh,
Sean mengantarkan Lovy sampai di rumahnya. Lovy berterima kasih kepada polisi muda itu. "Sean, jika boleh tahu, apa kau seorang detektif?" tanya Lovy sebelum keluar dari mobil. "Kau tahu? Apa aku terlalu mencolok?" tanya Sean kagum. "Sebenarnya aku tahu dari Bob, salah satu karyawan di kantor yang sekarang menjadi mentorku," jawab Lovy tersenyum. "Ka-kau satu ruangan dengan Bob? Di lantai 4 ruang eksekutif?" tanya Sean terlihat serius seketika. "Ya. Aku masih dalam masa percobaan selama satu bulan. Setelah itu, tergantung performa kerjaku. Jika aku dinyatakan lulus sesuai kriteria, aku akan dijadikan pegawai tetap dan manager," jawab Lovy terlihat senang. Namun, Sean hanya mengangguk. Ia terlihat masam mendengar kabar tersebut. "Kenapa? Apa kau kenal Bob?" tanya Lovy penasaran. "Ya, begitulah. Maaf, Lovy bukan bermaksud melarang atau terkesan membatasimu dalam berkawan. Hanya saja, Bob itu ...." ucap Sean yang terlihat berpikir ulang untuk melanjutkan ucapannya. "Kena
Lovy masuk ke ruang kerjanya di lantai 4 dimana Isabel sudah datang lebih awal dan terlihat sedang kerepotan dengan semua pekerjaannya."Good morning, Bella," sapanya ramah, tapi Isabel tak menggubrisnya.Lovy menatapnya saksama dari kejauhan. Ia mulai menyadari jika Isabel tipe workaholic meskipun ia kini berumur 33 tahun, tetapi belum berencana untuk menikah karena lebih mementingkan karirnya.Bahkan menurut gosip di kantor, Isabel sudah dijodohkan oleh seorang Direktur Muda sebuah perusahaan yang bergerak di bidang retail, tetapi masih enggan untuk menikah. Lovy mendekatinya perlahan karena karakter Isabel mengingatkannya akan seseorang saat di militer dulu. Ia memulainya dengan senyuman."Nona Isabel. Jika kau tak keberatan, kau boleh membagi pekerjaanmu padaku. Bukankah, aku dipekerjakan menjadi asistenmu?" tanya Lovy berdiri di depan meja kerjanya.Pandangan Isabel naik seketika dan menatap Lovy tajam."Memangnya kau bisa?" tanyanya ketus.Lovy tersenyum manis."Belum dicoba, ya
"Hahahahaha!" Tuan Wilver malah tertawa terbahak saat Lovy terkejut akan ucapannya barusan itu. TIN! TIN! Lovy kembali terkejut dan segera menginjak pedal gas mobilnya lagi. Ia yang kaget karena ucapan ayah Sean, menghentikan laju mobilnya tiba-tiba. "Tuan Wilver, jangan menggodaku," ucap Lovy cemberut. "Ahh, kau sangat menggemaskan. Pantas saja jika Sean menyukaimu. Kau memang pantas untuk dicintai, Lovy," ucapnya dengan senyum mengembang Lovy diam tertunduk. Entah kenapa ucapan Tuan Wilver malah membuat jantungnya berdebar kencang. Akhirnya, mereka tiba tepat pukul 11 pagi di Hotel Blue Sky. Lovy berjalan berdampingan dengan Tuan Wilver langsung ke lantai 7 untuk bertemu Manager Marketing dan Promosi yang akan mengurus kerjasama dengan Travel Agent Paradise. Lovy terlihat gugup karena ia akan semakin bertemu banyak orang setelah memutuskan untuk hidup layaknya orang normal. Sekretaris kantor mengantarkan mereka dan meminta untuk menunggu di ruang tamu. Tuan Wilver dan Lovy dud
Lovy dan Tuan Wilver tiba di ruang makan khusus yang tampak mewah layaknya tamu VIP. Terlihat lelaki berumur sekitar 50 tahunan, seumuran dengan Tuan Wilver, sedang mengobrol dengan wanita cantik yang tak lain adalah sekretarisnya.Mata Lovy kembali terbelalak saat mengenali wanita tersebut. Lovy langsung melirik Teddy yang menundukkan wajah seperti cemburu antara kedekatan wanita itu dengan bosnya."Oh, Tuan Wilver. Maaf aku baru bisa menemuimu karena rapat dewan. Aku tak tahu jika ternyata memakan waktu lama," ucapnya sembari mengulurkan tangan mengajak bersalaman."Bukan masalah, Tuan Fernandez. Untung saja aku ditemani oleh asistenku yang senang mengobrol. Jadi, aku tak kesepian," ucapnya sembari melirik Lovy.Lovy terkejut dan malah salah tingkah. Tuan Fernandez ikut melirik Lovy dan menyadari sesuatu sembari melepas jabat tangannya."Oh. Aku kira dia tadi Isabel, ternyata bukan. Apa dia karyawan baru?" tanya Tuan Fernandez menatap Lovy saksama dari atas ke bawah dengan tatapan p
Hari itu, seperti biasa, di kantor Travel Agent Paradise. Isabel sudah terlihat sibuk dengan setumpuk dokumen yang harus segera diselesaikan karena ia menjabat sebagai sekretaris perusahaan. "Hai, selamat pagi, Bella," sapa Bob ramah. "Hai," jawabnya singkat dan melirik sekilas. Bob tersenyum kecut. Menurutnya, sebagai seorang sekretaris, meski Isabel terbilang cantik dan pintar, tapi kepribadiannya kurang menyenangkan. Isabel hanya dekat dengan Tuan Wilver, Sophia, Bob dan Lovy saja. Sedangkan dengan karyawan lain, ia enggan berkomunikasi selain urusan pekerjaan. Bob melihat meja Lovy masih kosong. Padahal 5 menit lagi jam operasional kantor dimulai. Tak lama, Tuan Wilver muncul. Ia terlihat sibuk berbincang melalui ponsel ketika memasuki ruangannya. Bos perusahaan itu tak melihat para anak buahnya yang ada di ruangan. Isabel dan Bob memakluminya. Mereka berdua fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bob yang membuat kopi di ruangan tersebut, berdiri sembari menyeruput
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat
Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis
Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat