Merekapun tiba di apartment Lovy. Sean ikut turun dari mobil karena penasaran dengan pembicaraan antara Lovy dengan wanita bernama Nia. Lovy menyadari hal tersebut dan bersikap senormal mungkin. "Lovy, aku lihat yang kau berikan kepada wanita itu. Alamat siapa itu?" tanya Sean curiga. Lovy tersenyum manis dan menjawabnya dengan tenang. "Rumah nenekku, Elda. Aku meminta pada wanita itu agar tinggal sementara waktu di rumah nenek. Elda sendirian di rumah dan aku rasa mereka berdua akan cocok. Elda seorang motivator yang bagus." "Oh, begitu. Maaf, aku kira ...." ucap Sean terlihat kikuk seketika. "Kau pikir apa?" tanya Lovy yang malah kini mencurigai Sean. "Hmm, tak ada. Lalu kau menjanjikan apa pada wanita itu? Tak mudah membuat orang yang sudah membulatkan tekat untuk mengakhiri hidupnya bisa mundur begitu saja. Apa yang kau katakan pada wanita itu?" tanya Sean makin mendetail. "Aku hanya mengatakan akan mengenalkannya kepada seorang pengacara, kawan lamaku. Jadi, apa kau ak
Lovy mempersiapkan segala keperluan untuk menjalankan aksinya malam itu. Ia keluar dari pintu kamarnya dengan berkamuflase. Lovy mengenakan wig berwarna pirang lurus sampai ke punggung dengan poni rata menutup alis. Memakai lensa kontak berwarna biru menutupi warna aslinya dan anting besar berbentuk bulat di kedua telinga. Lovy bahkan mengganti sepatunya dengan sebuah heels setinggi 14 cm, menenteng sebuah clutch berwarna emas yang serasi dengan sepatu dan juga rambutnya. Ia bahkan mengganti pakaiannya dengan sebuah dress mini sepaha bercorak monochrome. Atasan tanpa lengan yang membuat belahan dadanya tampak begitu penuh. Lovy sengaja menanggalkan pakaian tempurnya karena melihat situasi untuk menyerang belum memungkinkan sebab target berada di hotel. Lovy berjalan menyusuri koridor dan melihat CCTV sekitar. Tas yang ia letakkan di depan perutnya itu memilki semacam kamera tersembunyi pada sisi kanan dan kiri. Komputer Peter yang sudah tersambung dengan mini cam itu ikut melihat se
Lovy gugup. Ia melirik Ramirez dan Geofani secara bergantian di mana pergelangan tangannya masih dicengkeram erat oleh target utama incarannya itu. Lovy yang tak ingin membuang waktunya lebih lama lagi karena ia sudah mendapatkan kesempatan melawan, segera meluncurkan aksinya. BUKK!! "Argh!" Ramirez merintih dan terkejut karena wanita yang mengaku bernama Patricia memukul wajahnya dengan tas miliknya. Tas tersebut memiliki tekstrur kasar yang membuat lelaki itu bisa merasakan benda kasar menggores wajahnya. Namun, cengkraman Ramirez tak terlepas. Lovy menambahkan serangan dengan menginjak kaki Ramirez menggunakan hak 14 cm dari sepatunya itu kuat. Heels tertancap di ujung sepatu lelaki tersebut. Sontak, pria tersebut mengerang kesakitan hingga matanya terpejam. Geofani terkejut. Ia meletakkan botol wine dan gelas crystal yang seharusnya menjadi teman bercengkrama mereka di malam yang hampir menjelang pagi itu. Saat Geofani akan mengeluarkan senjata dari laci meja dekat ia berdi
Lovy kebingungan. Ia mencoba mencari celah untuk bisa kabur dari kejaran petugas. Ia keluar dari kamar Geofani dengan tergesa untuk mengunci pintu ruang utama. Lovy juga menarik heels yang tertancap di rahang bawah Geofani dengan mencabutnya paksa. Ia mengamankan dua sepatu heelsnya dan membungkusnya pada syal yang ia temukan di sofa kamar Geofani. Lovy mengambil sebuah tas yang digeletakkan begitu saja di sofa ruang tamu. Ia memasukkan wig, sepasang sepatu heels, pistol miliknya dan tas kecil ke dalam tas kantoran berwarna hitam itu. TOK! TOK! TOK! Lovy terkejut. Pintu ruang utama mulai diketuk. Ia segera membuka jendela kamar Geofani yang berseberangan dengan jendela kamar Ramirez. Lovy kembali menghubungi Peter yang masih tersambung dengannya dari earphone. "Peter. Matikan CCTV di sekitarku. Aku akan menyusuri pinggiran sampai ke kamar Ramirez," ucapnya tergesa di mana angin kencang terasa menghempaskan tubuh rampingnya. "Oke! Lalu, kau akan pergi lewat mana? Lantaimu masih san
Lovy terbangun dari tidur lelap karena terkejut saat pintu kamar hotelnya diketuk dengan suara yang cukup kencang. Ia berjalan dengan terhuyung menuju ke pintu ruang utama hanya mengenakan kaos berwarna putih lengan pendek, tak memakai bra dan hanya memakai celana dalam.Membiarkan kaki jenjangnya terekspos karena ia memang terbiasa tidur dengan pakaian santai sebab tak ingin membebani tubuhnya. Ia ingin rileks saat tidur agar peredaran darahnya lancar. Lovy mengucek mata untuk mengembalikan fokus penglihatannya. Ia membiarkan rambutnya terlihat berantakan. Saat Lovy membuka pintu dengan cuek, tiga polisi yang berada di depan pintu kamar tertegun karena mendapati seorang gadis cantik berpakaian minim dan lekuk tubuhnya terlihat begitu menonjol terutama dibagian dada. Tiga polisi itu salah tingkah seketika."Selamat siang, Nona," sapa salah seorang polisi yang mencoba untuk tetap professional.Lovy terkejut karena polisi yang muncul di depannya. Lovy menelan ludah."Y-ya. Apa yang bis
Pagi itu, Lovy sudah bersiap untuk pergi ke kantor barunya. Ia mengenakan setelan layaknya seorang karyawan dengan jas, celana kain panjang, sepatu hak setinggi 7 cm dan kemeja putih. Ia menggulung rambut panjangnya ke atas dan memakai kacamata. Lovy terlihat seperti gadis kutu buku yang lugu dan pintar. Ia bahkan hanya ber-makeup natural tak mencolok seperti saat beraksi. Lovy mengendarai mobil Elda menuju kantor barunya. Hanya saja, ia belum tahu akan bekerja di bagian apa di perusahaan Travel Agent itu. Namun, mantan sniper MI6 tersebut siap untuk memulai kehidupan baru layaknya orang normal lainnya. Dirinya berharap bisa bersosialisasi dengan kawan-kawan baru yang akan ditemuinya nanti di kantor. Lovy yang lama tak bersosialisasi karena takut jika nafsu membunuhnya muncul lagi hanya karena sebuah percakapan yang menyinggung perasaannya, membuatnya ingin menghabisi nyawa seseorang terutama laki-laki. Untuk menghindari hal tersebut, ia memilih mengurung diri. Akhirnya, Lovy ti
Akhirnya breafing pagi itu selesai pukul 8.30 pagi seperti biasa. Semua karyawan bersiap kembali ke pekerjaannya masing-masing karena kantor akan dibuka tepat pukul 9. Akan banyak telepon masuk dan layanan via online untuk reservasi fasilitas bagi para customer yang ingin mengambil paket liburan di Travel Agent Paradise tempat Lovy bekerja sekarang. Para operator berada di lantai dua sejumlah 30 orang yang telah siap di meja kerja berbilik dengan sekat, headphone dengan mic sebagai alat komunikasi dan set komputer serta peralatan alat tulis lainnya. Ruangan itu tempat paling sibuk di antara divisi lainnya yang berada di perusahaan tersebut. Lovy menunggu di lantai 4 di ruangan eksekutif tempatnya bekerja nanti. Ternyata, ruangan besar itu hanya diisi olehnya, Bob dan Isabel. Ruangan Tuan Wilver berada satu ruangan dengan mereka bertiga. Hanya terpisah sebuah skat dengan pintu dan jendela kaca untuk bisa masuk ke ruangannya. Lovy duduk di sofa dengan gugup tak seperti biasanya. Mun
Lovy dan Sophia bercengkrama sepanjang jalan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah rumah di pinggir jalan. Sophia meminta pada Lovy untuk menurunkannya di tempat itu. Sophia teman kantor baru Lovy menunjuk rumah tersebut sebagai tempat tinggalnya."Masuklah. Aku ingin mengenalkanmu kepada ayah dan ibuku. Sepertinya kakakku juga sudah kembali. Sebentar saja," pinta Sophia sebelum turun dari mobil."Baiklah karena kau memaksa. Jika aku minta secangkir teh dan kue jangan protes, ya," ucap Lovy balas menyindir.Sophia terkekeh karena Lovy membalasnya seperti saat ia memaksanya memberikan tumpangan. Lovy masuk dengan gugup dan sungkan. Hingga akhirnya, kedatangan mereka disambut oleh ayah dan ibu Sophia.Mereka senang karena Sophia mengajak kawan baru ke rumah di mana sudah hampir satu bulan tak ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Lovy heran dan menanyakan hal itu, tapi Sophia seperti enggan menceritakan. Hingga akhirnya, kakak Sophia ikut bergabung. Terlihat ia seperti habis mandi."Oh,
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat
Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis
Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat