Malam itu ....
"Tidak, tolong ... jangan ... kalian silakan ambil apapun yang kalian inginkan, tapi tolong jangan sakiti keluargaku, tolong ...." ucap seorang lelaki paruh baya memohon dengan sangat.
Namun, "Richard!" teriak seorang wanita yang kedua tangannya sudah dipegangi dengan erat oleh dua lelaki berwajah bengis. Dia yang sadar jika kalah kekuatan, membuatnya berdiri tak berdaya dengan air mata sudah menggenangi wajah cantiknya.
"Uhuk ... uhuk ... aggg," rintih lelaki bernama Richard. Ia sudah menggelepar di atas lantai dengan wajah babak belur berlumuran darah.
Seorang gadis kecil membungkam mulutnya rapat menahan teriakannya di dalam sebuah almari, tempat ayahnya menyimpan koleksi kulit hewan hasil buruannya untuk dijadikan karpet.
"Seperti permintaanmu. Akan kuambil semua barang berharga yang ada di rumah ini!" teriak lelaki yang menodongkan pistol di kepala Richard.
Pria itu, memerintahkan kepada dua anak buahnya untuk merampok seluruh kekayaan milik keluarga Richard. Namun, para perampok berjumlah 5 orang itu seperti tak puas dengan harta yang sudah dirampasnya. Ketua perampok itu malah mendekati wanita yang kini diikat kedua tangannya karena sedari tadi mencoba melawan. Mulutnya disumpal dengan kain. Wanita itu ketakutan dan menangis karena lelaki berwajah bengis itu mendekatinya dengan senyum penuh maksud.
"Isterimu cantik sekali, Richard. Kau tak keberatan untuk membaginya, 'kan?" ucap ketua perampok itu sembari mengelus lembut pipi isteri Richard dengan seringainya.
"Jangan sentuh isteriku! Kalian sudah mendapatkan semuanya! Pergi kalian semua dari sini!" teriak Richard.
Ia begitu marah dan berusaha sekuat tenaga untuk bangun menyelamatkan isterinya dari tangan kotor para penjahat itu. Isteri Richard menangis sedih. Namun, para perampok itu tak memperdulikannya. Dua lelaki yang sedari tadi memeganginya, menyeret wanita itu ke dalam kamar. Mata Richard melebar seketika. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melawan meski kesulitan untuk bangun karena sudah babak belur.
"Hentikan!" teriak Richard geram, tetapi, "ARGGHHH!!" Richard merintih kesakitan saat kakinya diinjak hingga patah oleh ketua penjahat itu.
Isteri Richard meronta. Richard berusaha sekuat tenaga dengan merayap di atas lantai untuk menyelamatkan isteri yang akan diperkosa secara membabi buta oleh kelima perampok itu. Mereka merobek pakaian wanita itu dan membuangnya begitu saja ke lantai. Para lelaki itu sengaja membuka pintu kamarnya agar Richard melihat perbuatan bejat yang mereka lakukan.
Isteri Richard menangis dengan isak tangis menyayat hati karena ia diperkosa secara brutal oleh kelima lelaki tersebut secara bergantian. Richard berteriak lantang mencoba menghentikan aksi bejat para perompak itu. Richard lalu menengok ke arah lemari tempat ia menyembunyikan anaknya. Richard mengumpulkan seluruh kekuatannya dan mencoba bicara dengan tenang agar anaknya tak berteriak.
"Lovy, dengar. Ayah dan Ibu sangat menyayangimu. Pergilah dari sini segera. Pergilah sejauh mungkin dan temui polisi. Katakan apa yang terjadi di sini. Apapun yang kau lihat dan dengar setelah kau pergi dari rumah ini, tetaplah berjalan ke depan, jangan menoleh ke belakang. Kau mengerti?" ucap Richard dengan ekspresi yang sudah tak bisa digambarkan lagi.
Lovy mengangguk dengan air mata menetes di wajahnya. Ia ketakutan dan membuka pintu lemarinya perlahan. Richard segera merayap menuju ke dapur saat ia melihat anak gadisnya berhasil pergi dan kini menyelinap dari jendela ruang tengah untuk melarikan diri. Richard memejamkan mata. Ia sudah tak sanggup mendengar rintihan dan jeritan menyedihkan dari isteri tercintanya itu karena sumpalan di mulutnya sengaja dilepas.
Isteri Richard ditampar berulang kali hingga wajahnya lebam dan bibirnya berdarah. Ia tergolek lemas dan air mata membasahi wajahnya yang dipenuhi kesedihan. Richard segera melepaskan selang gas dan mengeluarkan korek api gas dari balik sakunya karena ia biasa menyimpannya untuk menyalakan rokok.
"Ayah menyayangimu, Lovy. Hanya saja, kami tak bisa hidup dengan penderitaan yang lebih kejam setelah hari ini. Kami sangat mencintaimu...." ucap Richard saat gas sudah menyeruak di dalam rumahnya itu.
"Hei, bau apa ini?" tanya seorang perampok saat menyadari jika ada bau aneh yang tiba-tiba tercium oleh mereka.
Sontak, salah satu perampok yang masih mengenakan celana karena ia menunggu giliran untuk memperkosa isteri Richard, terkejut. Ia melihat Richard memegang korek api gas dalam genggamannya. Mata isteri Richard terbelalak. Ia kini tengkurap tak berdaya dan sudah tak berbusana di atas kasur. Isteri Richard terkejut melihat aksi nekat sang suami. Namun, ia mengangguk dengan air mata kesedihan, setuju dengan hal yang akan dilakukan oleh pria yang dicintainya itu. Richard berkata lirih dari kejauhan menatap wajah isterinya yang menatapnya sambil meneteskan air mata.
"Aku mencintaimu, Sayang. Aku mencintaimu ...." ucap Richard lirih dengan air mata sudah membanjiri wajahnya.
Seketika, suara ledakan besar memekakkan telinga terjadi dan membuat Lovy kecil yang sudah berada jauh dari rumahnya itu terkejut seketika. Ia menoleh dan melihat kobaran api dahsyat melahap rumahnya. Tubuhnya bergetar, ia tahu dengan apa yang terjadi kepada dua orang tuanya itu.
"Ayah! Ibu!" teriak Lovy yang berteriak histeris karena melihat rumahnya terbakar dalam gelapnya malam.
Lovy tak mengindahkan ucapan ayahnya. Ia berlari dengan air mata yang tumpah begitu deras, kembali ke rumahnya itu. Saat Lovy sudah di depan rumahnya, tiba-tiba ....
"AAAAA!"
Lovy terpental karena ledakan dahsyat terjadi lagi saat ia nekat mendekati rumahnya. Ia terkena pecahan kaca dari balik jendela ruang tengah saat ia menyelinap keluar tadi. Lovy pingsan tergeletak di halaman rumahnya saat suara sirene mobil polisi, ambulance dan pemadam kebakaran terdengar menuju ke rumahnya. Ketika Lovy tersadar dan membuka matanya ....
"Lo-Lovy ...."
"Hah! Hah ... hah .... Elda? Oh!" kejut Lovy saat ia tak sengaja mencekik sang nenek.
Ia segera melepaskan cengkeramannya. Elda memegangi lehernya yang sakit dan berusaha untuk kembali bernapas.
"A-aku minta maaf. Aku minta maaf, Elda," ucap Lovy merasa bersalah dan bingung dalam bersikap.
Lovy berkeringat dan segera mengelapnya dengan kedua tangan di keningnya. Elda yang kembali tenang, memberikan segelas air untuk Lovy minum, tetapi Lovy menolaknya.
"Minumlah, jangan membantah!" pinta Elda memaksa.
Lovy mengangguk dan akhirnya menerima gelas itu lalu meminumnya hingga habis. Elda bahagia karena Lovy masih mau mendengarkan ucapannya. Lovy memberikan gelasnya lagi dan Elda menerimanya. Ia meletakkan di atas meja perlahan sembari mengelus kepala Lovy lembut.
"Aku tak apa. Sungguh, jangan merasa bersalah," ucap Elda seraya mengelus lembut punggung cucunya itu penuh kasih.
"Aku minta maaf," jawab Lovy dengan pandangan tertunduk. Ia hampir saja membunuh sang nenek yang sangat menyayanginya. "Kau tidur lama sekali. Bahkan kau tak makan malam. Sebentar lagi pagi, bangunlah, pasti kau lapar," ucap Elda penuh perhatian.
Lovy diam saja menatap neneknya itu. Elda yang merawatnya setelah kematian ayah ibunya yang begitu tragis bertahun-tahun lalu. Lovy memeluk Elda erat dan berusaha menahan air mata kesedihannya. Elda balas memeluk Lovy dan mengelus rambut hitam panjangnya lembut dengan penuh kasih. Elda tahu jika kenangan kelam itu masih selalu datang dan menjadi mimpi buruk bagi Lovy. Elda begitu iba padanya. Meski Lovy masih bisa tersenyum dan tertawa, tetapi ia tahu jika kondisi psikisnya sudah hancur. Dendam menyelimuti jiwanya.
"Ah, kau bau. Mandilah, lalu segera turun dan makan bersamaku. Tak usah berdandan yang cantik, nanti aku iri," ucap Elda sembari melepaskan pelukannya dan memonyongkan bibir.
Lovy terkekeh karena sikap ganjen neneknya itu. Lovy mengangguk dengan senyum merekah. Ia segera bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju ke kamar mandi. Saat sudah di pintu, ia membalik tubuhnya dan menatap Elda seksama.
"Aku menyayangimu, Elda," ucap Lovy sembari menenteng handuk dalam genggamannya.
"Aku tahu. Aku juga menyayangimu," balas Elda dengan senyum menawan.
Lovy tersenyum dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia merendam dirinya dalam bak berisi air hangat di hari yang dingin itu. Elda merapikan tempat tidur Lovy sembari mengambil boneka beruang kesayangan peninggalan kedua orang tuanya.
"Jangan ambil nyawaku dulu, Tuhan. Aku ingin melihat cucuku bahagia. Aku ingin memastikan jika ia hidup bahagia sebelum kutinggalkan, ia layak mendapatkannya," ucap Elda memejamkan mata sembari menatap lekat boneka beruang itu.
Pagi itu, Lovy yang sudah bersiap dan berdandan layaknya gadis manis nan anggun, duduk di salah satu kursi meja makan yang terbuat dari kayu. Elda sudah menunggunya dengan senyum menawan sembari menuangkan susu cokelat kemasan untuk cucu cantiknya itu."Terima kasih, Nek," ucap Lovy dengan senyum mengembang.Elda membalasnya dengan senyum merekah. Ia lalu ikut duduk di seberang Lovy sembari menyendok sup ayam yang masih panas di hari yang dingin itu."Nenek. Apa benar kau tak apa jika kutinggal dan menetap di Portland? Siapa yang akan membantumu membereskan rumah?" tanya Lovy memelas.Elda kembali tersenyum sembari mengaduk supnya yang masih panas."Jangan khawatirkan aku. Mungkin aku memang sudah tua, tapi aku masih sangat sanggup melakukan apapun. Pergilah," ucap Elda meyakinkan."Baiklah, jika itu memang maumu. Hanya saja, aku akan ke Portland saat musim semi nanti. Aku harus mencari tempat tinggal baru selama di sana," jawab Lovy tegas."Kau tak usah mencemaskan tempat tinggalmu.
Lovy memberikan pelukan hangat kepada neneknya itu. Lovy yang sudah tinggal dengannya selama 5 tahun di Amerika meninggalkan Inggris, menatap neneknya dengan sedih."Aku akan selalu berkunjung tiap bulan. Kenapa kau tak ikut denganku saja, Elda?" tanya Lovy menggenggam kedua tangan Elda erat menahan air mata kesedihannya."Kau sudah dewasa. Mulailah jalani hidupmu. Nenek akan selalu menunggumu di rumah. Datanglah kapan pun kau mau, jangan kau paksakan pulang jika sibuk. Nenek bisa mengerti," ucap Elda sembari mengusap air mata yang menetes dari mata cantik cucunya.Lovy mengangguk dan mengecup kening Elda dengan penuh kasih sayang. Elda memejamkan mata merasakan ketulusan hati Lovy yang begitu menyayanginya. Elda merelakan Lovy pergi membawa mobil tuanya ke Portland. Ia memasukkan segala perlengkapan ke dalam bagasi dan menyalakan GPS menuju Portland.Lovy melambaikan tangan dan tersenyum manis kepada Elda. Nenek itu balas melambai dan menahan air matanya agar tak menetes. Pagi itu, s
Malam hari di kota Manhattan, Amerika Serikat. Hiruk pikuk kota metropolitan dengan gemerlap lampu berwarna-warni memanjakan mata, menjadikan suasana malam itu begitu indah meski tak terlihat kilauan bintang di langit. Bagaikan serangga, orang-orang dari berbagai ras berkumpul di kota itu untuk menikmati indahnya malam pergantian tahun di sekitar kawasan Midtown yang akan berlangsung dua jam lagi.Semua orang datang berbondong-bondong bersama kekasih, teman, saudara, bahkan keluarga untuk ikut memeriahkan acara pesta kembang api yang akan diselenggarakan di tempat itu. Namun, terlihat seorang wanita berambut hitam panjang sepunggung dan memiliki gelombang indah tergerai menutupi tubuhnya yang molek. Sorot mata tajam, hidung mancung dan bibir tebal karena sebuah lipstik merah menyala menghiasi bibir cantiknya.Wanita bertubuh atletis yang terlihat dari kedua lengannya karena sedikit berotot. Kaki jenjang yang tertutupi celana jeans panjang dan sepatu boots beronamen bunga di samping se
Tak terasa, hari sudah berganti lagi, seolah begitu cepat. Memori indah terekam oleh beberapa orang karena kemeriahan pesta kembang api merayakan pergantian tahun di Midtown. Pesta kembang api selalu memberikan kesan tersendiri bagi beberapa orang yang merayakannya. Namun, seorang wanita yang terlibat baku tembak dan aksi pembunuhan lima orang lelaki semalam, ternyata memberikan kesan tersendiri bagi makhluk bertubuh seksi itu.Ia tidur dalam bak mandi, menutupi dirinya dengan selimut karena hanya mengenakan pakaian dalam saja. Ia menggunakan bantal sebagai alas kepala. Ranjang empuk di kamar mewahnya tak ia gunakan dan dibiarkan sendirian tanpa seorang pun yang tidur di atasnya. Ia sudah membuka matanya pagi itu. Televisi ia biarkan menyala semalaman untuk melihat dan mendengar laporan berita kriminal tentang aksi pembunuhan yang dilakukannya.Hingga akhirnya, ia mendengar berita yang dinantikannya. Ia diam saja di dalam bak. Riasan yang telah dihapus dari wajah cantik polosnya, memb