Jason tiba di rumah saat matahari sudah terbenam. Hal itu disebabkan karena dokter tidak memperbolehkannya pulang sebelum mengisi data dengan benar. Kartu identitasnya juga harus ditahan di rumah sakit tersebut. Ia baru akan mengambilnya saat Han diizinkan pulang.
Jason menepikan mobil di halaman rumahnya. Sudah ada mobil yang serupa dengan miliknya sedang terparkir dengan indah. Ia sudah bisa menebak siapa yang datang ke rumahnya. Ia langsung masuk ke dalam, keadaan sudah sangat rapih. Tidak seperti biasanya, saat ia memasuki rumah tersebut sudah tidak tercium bau amis.
"Mom?" Panggil Jason.
Tidak ada sahutan dari siapa pun. Ia hanya menemukan ruang rahasianya terbuka. Ia memasuki ruangan tersebut dan menemukan sosok yang sudah lama tidak ia jumpai. Sosok itu sudah sangat tua setelah sudah lebih dari 10 tahun tak bertemu.
"Lama tidak berjumpa, Jason," ujar sosok itu.
Jason memandang lurus sosok di hadapannya tersebut. "Jangan mengunjungi ku lagi, Ayah!"
Sosok tersebut adalah ayahnya, Jason sangat merindukan ayahnya. Namun disisi lain ia juga membenci ayahnya tersebut. Jason sudah sangat muak dengan sosok di hadapannya.
"Cepat pergi sebelum ku cincang tubuhmu." Ujar Jason sambil menunjuk ke arah pintu keluar.
Ayahnya hanya bisa tersenyum dan mulai berjalan mendekati Jason. Ia menatap Jason dengan wajah tanpa ekspresinya. Begitu juga dengan Jason, ia berbalik menatap ayahnya dengan sorot yang tajam. Seperti ada percikan api di antara keduanya.
"Buang anak anak itu sebelum aku yang membuangnya!" Ucap Ayahnya dengan tegas.
"Tidak! Mereka adalah koleksi ku!" Bantah Jason.
Sang ayah mulai menodongkan pisau yang entah sejak kapan berada di tangannya. Jason nampak sudah sangat terbiasa melihat benda tajam tersebut. Ia terus menatap ayahnya.
"Aku tidak akan ragu membunuhmu." Ujar ayahnya.
Jason tersenyum miring. "Sebelum kau membunuhku, mungkin kepala mu sudah menyentuh lantai."
Ayahnya berdecak, kemudian melempar pisau tersebut ke lantai. Kemudian ia bergegas pergi dari rumah Jason. Memang hubungan antara ayah dan anak ini sangat tidak harmonis. Hal itu di sebabkan Ayah Jason seringkali tidak pulang ke rumah. Setiap pulang, ayahnya hanya terus meracau dan mengutuknya dengan kata kata kasar. Ia juga tidak begitu dekat dengan ibu nya, karena sang ibu cukup sibuk dengan pekerjaannya.
Jason menutup ruangan rahasianya, ia harus segera mengganti scan sidik jari itu dengan scan suara agar ayahnya tak bisa memasuki ruangan tersebut. Jason menyandarkan kepalanya di sofa ruang tamu. Jason menarik sudut bibirnya saat teringat pada ketiga peliharaannya. Jason memasuki ruangan bawah tanah yang hanya di ketahui oleh dirinya. Ruangan tersebut sangat minim pencahayaan, hanya ada lampu berwarna merah menambah kesan horor.
Jason tersenyum saat melihat ketiga peliharaan baru nya sudah tertata rapi. Ketiga anak itu sudah memakai kostum beruang yang hangat.
"Kalian sangat menggemaskan." Ujar Jason.
Ketiga anak itu meringsut ketakutan. Jason tertawa cukup keras hingga mengeluarkan gema. Hal itu menambah ketakutan anak anak tersebut. Jason berjalan mendekati mereka, tak ada suara apapun yang keluar dari mereka, karena Jason sudah menjahit mulut mereka saat pingsan.
Untuk pertama kalinya Jason menjahit mulut manusia. Saat baru mempelajari nya, Jason mencoba prakteknya dengan tikus. Lalu tikus itu mati kehabisan darah. Namun saat praktek sungguhan, Jason dapat melakukannya dengan baik. Jason mengeluarkan selang dan mulai memasukannya ke celah jahitan di mulut anak tersebut secara bergantian.
"Kalian harus tetap hidup karena aku tidak mau kesepian." Ujar Jason.
Jason memang biasa memberikan korbannya makanan lewat selang. Walaupun mereka semua tersiksa, setidaknya mereka harus tetap makan dan minum agar tidak mati. Setelah selesai memberi mereka makan, Jason pun menuju ke sebuah pintu di dalam ruangan tersebut. Jason menempelkan jarinya pada alat pengaman di pintu tersebut. Kemudian pintu itu terbuka dan menampakan sebuah boneka Beruang besar berwarna biru muda. Di sebelah boneka itu terdapat dua buah boneka berukuran sedang dengan warna serupa.
"Bagaimana kabarmu, teman-teman?"
~~~
Di lain tempat, tepatnya di kota San Fransisco. Seluruh polisi sudah mulai geram karena mendapat laporan orang hilang secara beruntun. Kebanyakan dari laporan orang hilang adalah anak anak dan lansia. Polisi pun memberi himbauan untuk semua warga agar tidak keluar rumah sendirian baik itu siang hari atau pun malah hari. Polisi juga berasumsi bahwa penculik ini mengincar orang orang tidak berdaya.
"Saya akan ikut melakukan patroli di sekitar Howard Street, karena disana memiliki tingkat kriminal paling tinggi saat ini." Ujar Franco, seorang detektif di Departemen Kepolisian San Fransisco.
"Kami sudah mengirim Jean untuk ikut patroli di Howard Street." Sanggah Lion selaku Kepala Kepolisian.
Franco nampak tidak terima, ia bangkit dari kursi nya dan menatap Lion dengan sangat berapi-api. "Jean baru saja di pindah tugaskan ke San Fransisco, saya ragu ia dapat menyapu bersih lingkungan tersebut."
Sedangkan Lion tetap berusaha tenang. "Saya sudah memberikan tempat yang cocok untukmu, Detektif."
"Chicago."
Franco membulatkan matanya saat mendengar nama lain. Ia baru saja di pindah tugaskan dari Las Vegas, kini ia harus dipindahkan lagi ke Chicago. Padahal Franco sudah sangat senang berada di San Fransisco karena dekat dengan tempat tinggal orang tuanya. Jika ia bertugas di Howard Street, ia bisa sekaligus menjaga orang tuanya. Namun kepala kepolisian akan memindahkannya ke Kota Chicago. Ia sudah mendapat banyak peringatan saat ini. Jika ia membantah lagi, ia akan kehilangan pekerjaannya.
"Minggu depan kau akan segera pergi ke Chicago bersama tim Special Weapons And Tactics (SWAT). Kau akan memimpin tim tersebut untuk menangkap seseorang yang sudah kami tentukan." Ujar Lion.
Untuk pertama kalinya Lion memerintahkan Tim SWAT untuk bertugas ke Chicago. Sebelumnya Tim SWAT ditugaskan ke kota Buford setelah mendapat laporan anak hilang, namun kasus tersebut masih belum terpecahkan. Franco juga turut terlibat dalam pencarian anak hilang di Buford. Jadi ia juga memiliki pengalaman bekerja dengan Tim SWAT.
"Sebelum kalian menuju Departemen Kepolisian Chicago, kalian harus mengunjungi Chicago Lakeshore Hospital untuk bertemu seorang dokter. Ia juga akan ikut serta dalam tim ini sebagai medis." Jelas Lion.
"Mengapa harus melibatkan dokter? Apa tugas ini berbahaya?" Tanya Franco.
Lion mengangguk dan menatap lurus ke arah Franco. "Kemungkinan kalian terluka sangat besar, karena mereka bersenjata."
Franco mengangguk tanda mengerti. "Oh seperti itu. Tapi, apa kami juga diberikan izin untuk bersenjata?"
Lion nampak berpikir sejenak. "Ya. Jika mereka mulai meluncurkan tembakan, kalian di perbolehkan menggunakan senjata api dan melakukan baku tembak. Apapun yang terjadi, lumpuhkan mereka tanpa harus membunuh."
"Kalau boleh tau, siapa target kita kali ini?" Tanya Franco.
"Target kita orang gila."
To be continue..
Seminggu setelah terakhir kali Jason mengunjungi Han, kini bocah itu sudah diperbolehkan pulang. Jason hendak menjemput anak tersebut dan membawanya ke rumah. Ia sebenarnya tidak ingin menambah orang menjadi keluarga. Ia sudah terbiasa hidup seorang diri. Walaupun ada keluarga, mereka bahkan enggan menoleh ke arah Jason.Jason memasuki mobilnya yang terparkir indah di halaman rumah. Kemudian ia melajukan BMW kesayangannya tersebut membelah kota Chicago. Banyak pemandangan yang ia lihat di sepanjang jalan. Jason kembali melihat sekumpulan anak remaja tengah beradu pukul di sebuah gang sepi. Ia ingin bermain sebentar, namun waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Han pasti sudah menunggu nya disana."Tunggu aku anak anak manis." Gumam Jason.Jason sedikit menaikan kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Tak perlu waktu lama, ia sudah berada di parkiran yang cukup luas. Bangunan berwarna coklat yang menjulang tinggi sudah ada di depan matanya. Jason sege
"Selamat datang di rumah, Xenovia!"Seorang wanita muda berdiri di depan pintu rumah Jason. Eliza dan Jason menyambut wanita tersebut dengan wajah gembira. Hanya Eliza, tidak dengan Jason yang menekuk wajahnya. Di belakang mereka berdiri Han yang tidak mendapat tempat untuk berbaris. Xenovia menatap keluarga tiri nya sambil tersenyum. Sudah lebih dari lima tahun mereka tidak bertemu, karena Xenovia harus menjalani kehidupan gandanya di Washington DC. Xenovia memasuki rumah yang cukup luas tersebut."Huh, bau nya tidak berubah." Ujar Xenovia sambil menutup hidungnya.Jason berjalan mendahului kakak tirinya lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa. "Apartemen mu berbau seperti bangkai.""Aku memang senang menyimpan bangkai." Ujar Xenovia."Siapa anak itu, Nik?" Tanya Xenovia sambil menunjuk ke arah Han yang masih berdiri di depan pintu.Jason menghampiri Han lalu menggiringnya ke depan Xenovia. Wanita itu meneliti Han dari ujung kepala hingga ujung kaki. H
Pagi ini kondisi Chicago Lakeshore Hospital dipadati oleh mobil polisi karena kejadian semalam. Lusiana masih tak bisa membuka mulutnya, bibirnya sangat sulit terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Franco mengantar Lusiana pulang agar ia bisa menenangkan dirinya. Selama di perjalanan, Lusiana tidak mengatakan apapun. Matanya terus menatap ke arah jalan dengan wajah ketakutan. Franco yang merasa khawatir pada Lusiana pun memutuskan untuk berbicara pada Holland mengenai Lusiana yang tidak perlu ikut dalam misi kali ini.Setiba nya mereka di depan rumah Lusiana, wanita itu menghambur masuk tanpa berkata apapun. Lusiana hanya menganggukan kepalanya entah bermaksud apa. Franco mengemudikan Mercedes-Benz ya menuju Departemen Kepolisian Chicago. Ia sedikit menambah kecepatannya saat waktu hampir menunjukan waktu patroli pertama nya di Chicago.Tak perlu waktu lama, ia sudah tiba di depan bangunan tersebut. Ia melihat Holland di luar gedung bersama Tim SWAT. Franco
Lusiana membuka mata nya, namun ia hanya mendapati kegelapan. Ia juga kesulitan bernafas karena oksigen yang terbatas. Ia menyadari bahwa tubuhnya terikat dalam posisi duduk dan kepalanya berada di dalam plastik berwarna hitam. Ia dapat mencium bau cokelat dari plastik tersebut. Lusiana mencoba untuk membuka ikatan di tangannya. Namun ia mendengar suara langkah yang makin mendekat."Sudah ku bilang, anak itu bodoh."Lusiana dapat mendengar suara wanita yang terdengar sedang menelepon seseorang karena tak terdengar suara siapapun selain dirinya."Tidak, ayah pasti akan membunuhku jika ia tau aku menculik seorang dokter."Wanita tersebut tertawa, entah menertawakan apa bersama orang di seberang sana."Aku menculik dokter Lusiana. Wajahnya sangat manis, apakah darahnya juga manis seperti cokelat?"Lusiana menelan saliva nya dengan susah payah. Keringat dingin mulai mengalir dari dahi nya. Lusiana merasakan sosok itu mulai mendekati nya. Ia pun memeja
Hari telah berganti, namun Jason masih tetap berada diruang bawah tanah memandangi wajah teman lamanya, Ryan. Temannya itu mengalami hipotermia karena penghangat di dalam ruangan tersebut rusak. Lampu diruangan tersebut juga tiba tiba padam membuat suhu ruangan menjadi sangat dingin. Jason sudah memindahkan teman lamanya tersebut ke sebuah ruangan yang biasa di gunakan untuk mengeksekusi korbannya. Di ruangan itu, Jason merendam tubuh Ryan di air hangat. Namun bukannya membaik, tubuh Ryan yang terbalut kostum naga tersebut mulai membengkak. Wajahnya semakin membiru, pada menit selanjutnya Jason tak bisa lagi merasakan denyut nadi dan detak jantung temannya tersebut.Jason tersenyum memandangi tubuh tak bernyawa di hadapannya itu. Jason pun mengangkat mayat temannya itu dan membaringkannya di meja operasi yang biasa ia gunakan untuk melakukan operasi pada semua korbannya. Jason menguliti wajah Ryan yang sudah tak bernyawa tersebut. Ia tak bisa henti hentinya tertawa, namun tanp
Matahari sudah berganti dengan bulan. Jason merasakan perutnya mulai sakit karena lebih dari 24 jam tidak makan apapun. Jason pun memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut. Ia juga ingat bahwa Han tidak bisa memesan makanan sendiri. Bocah itu pasti kelaparan sekarang. Jason menaiki tangga menuju ruang tamu."Han.." panggilnya.Suasana rumahnya sangat sunyi, tak ada suara teriakan Han yang biasa menyambutnya. Jason merasa ada sesuatu yang aneh disini. Jason pun mengelilingi rumahnya untuk mencari anak asuhnya tersebut."Han! Aku tidak ingin bermain! Aku lapar!" teriak Jason.Namun lagi lagi tak ada sahutan dari Han. Jason mengira bocah itu sedang keluar rumah. Ia pun memesan makanan terlebih dahulu kareba perutnya sudah tak bisa di ajak berkompromi.Setelah memesan makanan, ia pun keluar dari rumah untuk melihat kemungkinan ada Han disana.Lagi-lagi nihil.Tak ada apapun selain mobil mewahnya yang terparkir indah di halaman. Tapi matanya
"PAMAN!!!"Han berteriak histeris dari dalam mobil saat melihat tubuh Jason yang sudah terkapar di aspal. Darah tak henti hentinya mengalir dari luka di pinggang Jason. Sedangkan Lusiana hanya bisa membeku di tempatnya, menatap Jason layaknya orang yang baru pertama kali melihat darah."Dokter Lusiana.. tolong paman.." ujar Han lirih.Lusiana sontak menolehkan kepalanya ke arah Jason. Matanya masih terasa kosong, nyawa nya bagaikan terbang ke tempat lain."DOKTER!"Teriakan Han tersebut mampu menyatukan jiwa dan raga Lusiana. Ia segera keluar dari mobil dan memapah Jason ke dalam mobil dengan di bantu oleh bocah tersebut. Selanjutnya, Lusiana akan membawa nya pulang.Apa Lusiana tahu dimana tempat tinggal Jason?Tentu saja tidak.Pulang yang di maksud adalah ke rumah Lusiana. Han sedari tadi hanya menangis di sebelah Jason. Berulang kali Lusiana bertanya dimana alamat rumah mereka, Han hanya menangis. Satu-satunya tempat untuk pulang saat
Lusiana dan Han menatap Jason dari meja makan. Pagi ini sudah menjadi hari ketiga Jason berada di rumah Lusiana, pria tersebut memutuskan untuk kembali pada pekerjaannya. Jason tengah duduk mengajar muridnya melalui zoom di ruang tamu. Sudah lebih dari seminggu Jason tidak bekerja. Ia disibukkan oleh naluri pembunuhnya, belum lagi beberapa kasus yang melibatkan Han."Hei jangan tidur!" Ujar Jason tiba-tiba.Lusiana dan Han sempat terkaget karena nada bicara Jason yang sedikit meninggi. Jason melirik jam yang ada di tangannya."Lima menit lagi."Jason menarik nafasnya."Rik, jika minggu depan tugas ini tidak selesai, kepala mu akan ku penggal." Ujar Jason.Muridnya yang bernama Riko itu terlihat menggangguk lemah. Jason hanya menatap laptop nya tanpa ekspresi apapun. Lusiana menggelengkan kepalanya berulang kali. Ia mungkin akan berhenti kuliah jika mendapatkan seorang dosen seperti Jason."Kau tahu pamanmu seorang dosen?" Tanya Lusiana pada