Share

Mangsa Baru

Author: Nafish Grey
last update Last Updated: 2021-09-25 20:30:11

Setelah kira-kira lima hari tinggal bersamanya, lebih tepat disekap olehnya. Aku mulai tahu kalau Axel tidak sembarangan memilih mangsa.

Mangsa yang ia pilih adalah orang-orang yang mempunyai kecenderungan untuk berbuat jahat.

Seperti pria gemuk itu, yang ternyata sangat suka korupsi.

Axel bercerita tentang bagaimana cara menjerat mangsa, dengan pesona yang dimilikinya dan tutur kata halus, setiap mangsa menjadi lengah tanpa tahu bahwa yang sedang mereka hadapi adalah iblis berwajah malaikat.

Bisa kubayangkan bagaimana wajah sendu Lyra yang menatap Axel penuh harap, terjerat oleh daya pikatnya. Juga iming-iming uang pada pria gemuk mata duitan itu. Hawa nafsu menjadi racun yang membua tmereka menemui ajal.

Seperti laba-laba menjerat mangsanya, sekali terjerat tak akan bisa melepaskan diri. Mungkin ... mungkin saja, perlahan-lahan aku juga mulai terjerat pesonanya.

Kadang aku berharap ia berhenti untuk memuaskan keinginan membunuh. Karena aku tahu, suatu hari nanti ia akan melihat ke dalam mata ini, dan menemukan ketakutan yang mulai tumbuh. Lalu, ia tidak akan menginginkan diriku lagi, Axel akan menyingkirkanku, sama seperti ia menyingkirkan mangsa-mangsanya.

Hari itu Axel duduk dengan tenang di samping tempat tidurku, aku tidak tahu hari apa? Atau jam berapa? Pagi, ataupun malam.

Di sini, aku tidak bisa menghitung waktu dengan tepat, yang menjadi patokan bahwa satu hari telah terlewati adalah saat dia memberiku makan yang ketiga kalinya.

Axel berdiri, membuka ikatan pada tanganku dan membawaku ke kamar mandi. Sementara aku melepas pakaian, pria itu menatap langit-langit plafon. Tubuh tegapnya memblokir jalan keluar. Aku meraih shower dan mulai mengguyur tubuh. Tak seperti biasanya dia menyuruhku mandi sebelum memberi makan. Aneh, apa yang direncanakan pembunuh ini?

Aku melayangkan pandang mengeja setiap jengkal fitur Axel, kemeja putih menambah ketampanan pria itu. Rambut hitamnya tergerai hampir menyentuh alis, acak-acakan, tetapi terlihat cocok dengan bentuk wajah lonjong Axel.

Axel tampak melamun, kadang menggoyangkan kaki dengan perlahan, beralih menatap ke lantai dengan pandangan kosong. Lalu tiba-tiba ia menoleh ke arahku dan tersenyum memikat.

"Hei, Manis! Hari ini aku mengajak seorang teman datang, kita akan bermain-main dengannya."

OH! Kau tentu sudah tahu maksudnya. Dia akan beraksi lagi. Akan ada yang dibunuh hari ini.

Sanggupkah aku melihat pembunuhan dengan otakku yang sudah mulai sembuh? Bukan! Yang sudah benar-benar pulih karena penerimaan dan kebaikannya.

Axel melemparkan handuk dan kaus baru panjang yang menampilkan kakiku, tanpa celana.

"Hei, Manis! Kurasa tamu kita sudah datang," ucapnya. Menarik tubuhku ke ranjang, kembali mengikat kedua lenganku.

Benar saja, dentang bel di lantai atas terdengar sesaat kemudian.

Axel tak segera membuka pintu, ia malah mengambil beberapa perlengkapan. Tentu saja kalau kujabarkan akan membuat kalian semua bergidik ketakutan.

Ia meletakkan semua senjatanya di atas sebuah meja di seberang tempat tidurku, kemudian dengan santai menaiki anak tangga menuju lantai atas untuk menemui mangsanya.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara percakapan, karena Axel meninggalkan pintu ruang bawah tanah terbuka sedikit, dan jelas mangsanya adalah seorang wanita.

Suara wanita itu terdengar senang, tawa riangnya menggema hingga di tempatku berada, tanpa tahu bahwa ajal akan menjemputnya sebentar lagi.

Langkah-langkah kaki mulai terdengar menuruni tangga ke ruang bawah tanah, kemudian pintu ruang bawah tanah mulai terkuak.

Axel menarik wanita itu masuk, si wanita cekikikan genit. Mengalungkan lengan ke pinggang Axel. Ia berhenti tertawa saat melihatku terikat di ranjang, tampak erotis padahal sebenarnya ....

Aku menatapnya dengan iba. Wanita itu berambut ikal panjang berwarna cokelat gelap dengan pakaian sangat minim, yakni rok mini dan blouse crop yang menampilkan perut rampingnya.

"Siapa itu, Sayang?" tanyanya. Wanita itu menatapku tidak senang, api cemburu membakar di bola mata besar ber-eyeliner tebal. Dandanannya sangat menor. Maskara biru mewarnai kelopak matanya bersama alis melengkung tajam.

Axel hanya tersenyum, kemudian mengedipkan mata. Pria itu menutup pintu ruang bawah tanah dan menguncinya.

"Kau keberatan kalau ada yang lain? Jangan khawatir, dia hanya pelengkap saja, Kaulah yang paling utama." Senyum Axel melunakkan tatapannya padaku.

"Well ... biarkan saja dia, aku tidak keberatan," ucapnya. Si wanita menilik seisi ruangan, mengernyit sejenak saat melihat noda kehitaman pada lantai. Ia melepas sepasang heels berwarna hitam mengkilap dengan pantulan kerlipan berlian di depan pintu. Sejenak, si wanita mengendus udara, tetapi saat melihat Axel mendekatinya, wanita itu mengabaikan bau ruangan ini.

Axel membelai wajah si wanita, menatap intens penuh cinta, sungguh! Aktingnya bahkan membuat mulutku menganga lebar. Jemari Axel menyelipkan untaian rambut ikal ke belakang telinga wanita itu.

“Kau sangat cantik,” puji Axel, membuatwanita itu tersipu malu-malu.

Telunjuk wanita itu menyentuh wajah Axel, bergerak dari tulang hidung mancung dan berhenti di bibir merah Axel. Pandangannya tak bisa beralih. Jemari si wanita mengelus bibir Axel berulang kali. Betapa ia ingin segera menanamkan ciuman di sana.

“Sudah makan?” Suara berat Axel terdengarmerdu, senyum si wanita tak bisa meninggalkan bibirnya.

“Belum, aku ingin menikmatimu terlebih dahulu.”

Ia mendorong Axel perlahan ke dinding. Mengimpit tubuh pemuda itu dengan tubuh sintalnya. Lalu bibir merah ranum si wanita mulai menciumi wajah Axel.

Mula-mula di pipi dan leher, kemudian naik ke bibir Axel. Menanamkan kecupan birahi ke bilah merona Axel.

Kulihat Axel mengernyit jijik, tetapi membiarkan wanita itu terus melakukan aksinya.

“Sabar.” Axel menghindar main-main. Memeluk pinggang si wanita sambil sebelah tangan membelai punggungnya mesra.

“Kau sangat tampan, bagaimana aku bisa sabar, waktuku tak banyak, Sayang.”

Jemari wanita itu mulai menelusuri tubuh tegap Axel dan mencoba untuk membuka kancing baju pria itu, barulah Axel menghentikan tangan si wanita.

Wanita itu menatapnya bingung. Penolakan Axel melukai harga dirinya.

“Kenapa?” tanyanya heran.

"Pejamkan matamu," pinta Axel, "aku punya kejutan." Axel berbisik ke telinga wanita itu, sengaja menghela napas perlahan seolah menahan nafsu, sangat erotis, sampai aku merinding mendengarnya.

"Oh, ya?" Wanita itu tertawa nakal.

"Tapi jangan mengintip ya." Axel mencolek hidungnya main-main.

"OK!" Wanita itu terkekeh, kemudian menuruti perintah Axel, memejamkan kedua matanya.

"Sudah belum?" tanyanya sambil memasang gaya seksi. Tangannya bergerak untuk melepas kancing blouse-nya sendiri.

Dia pasti sangat berharap Axel akan tergoda dan menerkam tubuhnya.

Ingin sekali aku menyuruhnya untuk membuka mata dan melihat Axel yang sedang meraih sebuah pemecah es.

Wanita bodoh! Buka matamu, Lihat! Malaikat maut sedang melangkah ke arahmu.

Wanita itu sama sekali tidak menyadarinya, sekarang ia malah sudah melepaskan baju atasannya dan membuangnya ke lantai. Ia menyilangkan kedua kaki, sementara tangannya mengelus tubuh sendiri.

"Datanglah sayang," desahnya, menggigit bibir bawah bersama erangan menggoda.

"Seperti harapanmu!" Axel tertawa sinis sambil menghunjamkan pemecah es itu ke ulu hati si wanita.

Related chapters

  • Shadow Under The Light   Akhirnya Dia Tahu

    Aku memejamkan mata saat mendengar jeritan yang membekukan jantung. Wanita itu masih menjerit saat aku membuka mata.Ia menatap Axel tidak percaya. Dengan santai, Axel berjalan menjauh dan mengambil senjata lain."Menjeritlah sesukamu, ruangan ini kedap suara, jadi takkan ada yang mendengar suaramu, Sayang.""K-kau ... kau?" Sambil menahan sakit, wanita itu memegang ulu hatinya, pemecah es itu masih menancap di sana."Kenapa?" tanya Axel sambil memiringkan kepalanya. Mengerikan sekaligus menggemaskan. Menampilkan wajah sepolos anak kecil."Kau marah sayang? Bukankah sebelumnya kau bilang aku boleh melakukan apa saja padamu?" Axel tersenyum culas, memesona, tapi juga menakutkan."Jadi ini yang kulakukan, Sayang! Aku ingin melihat tubuhmu dengan lebih jelas." Axel melangkah ke arah tubuh wanita itu dengan dua utas tali dan sebuah pisau bedah."Showtime!""JANGAN!J--jangan!" teriak wanita itu."Ow! Kasihan, s

    Last Updated : 2021-09-25
  • Shadow Under The Light   Aku Ingin Hidup

    "TADAA! Bohong deh! HAHAHAHAHAHA ...." Ia tertawa terbahak-bahak sampai terbaring di ranjang yang kutempati.Ingin sekali aku memaki dan memukulinya, karena membuatku berpikir akan mati saat ini. Gemetar di seluruh tubuhku tidak mau berhenti dan aku menangis sejadi-jadinya.Ia berhenti tertawa mendengar tangisan keras, lalu mendekatkan wajah padaku. Kukira ia akan berteriak lagi, tetapi tiba-tiba tangannya terulur dan membelai kepalaku dengan lembut. Seolah aku seorang anak kecil.Axel lalu berbisik, "I'm sorry, Sweetheart." Sebelum akhirnya melangkah pergi untuk membereskan kekacauan yang ia buat.Axel menyeret tubuh si wanita. Mencacahnya menjadi potongan-potongan kecil sebelum dimasukkan ke dalam kantung sampah besar. Setelah itu, Axel membawa potongan tubuh ke lantai atas, ia menghilang selama dua jam.Kembali lagi dengan nampan berisi makanan. Mataku terasa bengkak karena tangis berkepanjangan, masih tergugu saat ia mendekat.&

    Last Updated : 2021-09-25
  • Shadow Under The Light   Jalan-jalan

    Pagi pun menjelang. Saat aku membuka mata setelah tertidur selama dua jam, Axel sudah menghilang dari tempat tidur kami.Apa yang disiapkannya?Apa yang direncanakannya?Aku memegang kepalaku dengan takut.Tanpa sadar kakiku menyentuh sesuatu di bawah ranjang, aku melongok ke bawah.Sebuah piring berisi makanan diletakkan di sana, beserta segelas besar air dan secarik pesan.Makan pagimu, Axel!Axel sebelumnya tidak pernah meninggalkanku pada saat pemberian makan, selalu mengawasi gerak-gerikku. Aneh sekali kali ini dia melakukan pengecualian. Dia bahkan menyediakan pispot urinal wanita di samping ranjang. Secara tidak langsung, ini menyiratkan bahwa dia akan pergi dalam waktu lama.Setelah seharian menanti dengan takut, akhirnya sang pembunuh kembali. Ia masuk ke ruang bawah tanah dengan wajah berseri-seri, lalu melemparkan dua buah bungkusan ke atas kasurku."Ayo mandi!" ucapnya sambil membuka b

    Last Updated : 2021-09-27
  • Shadow Under The Light   Menjadi Si Penggoda

    Aku melangkah cepat ke ujung jalan. Agak malu dengan penampilanku yang sangat seksi. Mata-mata kurang ajar melemparkan tatapan menjijikkan ketika kaki ini melewati mereka. Sebelum aku sampai ke tempat pria berjas biru itu, ia sudah menatapku lekat-lekat dari jauh. Ya ... kombinasi dari gaun merah mencolok dan baju seseksi ini, siapa yang tidak melihat kedatanganku. Bahkan kerlipan indah di sepatu mewah ini menarik atensi para wanita.Aku berjalan ke arahnya perlahan, mengeja langkah lamat-lamat. Tahu dengan pasti Axel sedang memperhatikan kami saat ini. "Hallo, Manis! Ada yang bisa kubantu?" ucapnya sambil memicing ke arah pahaku.Jijik sekali mendengar lelaki itu memanggilku seperti ini. Panggilan serupa dengan yang diberikan Axel padaku. "Ya …," jawabku sengaja menggantungkan suara, "kurasa … aku tersesat," tambahku malu-malu dan mengerling padanya. Ok! Kuakui aktingku sangat memalukan, tidak pernah sekali pun seumur hidup aku menggoda lelaki,

    Last Updated : 2021-09-28
  • Shadow Under The Light   Axel Sakit

    Pria itu bangkit kembali seperti zombie. Darah menetes dari lukanya yang menganga lebar. Terutama pada bagian kepala. Layaknya keran bocor, likuid kental memberi tampilan mengerikan di sosoknya. "Brengsek!" makinya sambil menendang Axel sekali lagi. Ia lalu menjambak kemeja Axel dan menghantamkan kepalanya ke kepala pemuda itu. Tubrukan keras menyebabkan Axel terhuyung-huyung, tetapi tidak terjatuh karena si pria mesum masih mencengkeram pemuda itu.Axel berusaha melawan dengan menendangkan kakinya ke sisi tubuh pria itu, membuat si pria melepaskan cengkeramannya. Axel memutar tubuh dan memberi tendangan berputar ke kepala pria itu. Namun sayangnya, si pria sudah bersiap dengan ancang-ancang. Ia berhasil menangkap kaki Axel lalu memelintirnya, membuat Axel menjerit keras, sebelum membanting tubuh pemuda itu ke lantai. Axel terjerembap, kemudian jatuh berguling di tangga menuju ruang bawah tanah. "AXEL!!!" teriakku panik, kudengar ia berteriak kesa

    Last Updated : 2021-09-29
  • Shadow Under The Light   Masa Lalunya

    Entah kenapa? Di sudut hati yang paling dalam, aku merasa berat meninggalkannya dalam kondisi seperti ini. Aku memukul sisi kepala dengan kuat, bingung oleh kecamuk di hati. Apa yang akan kulakukan? Aku menatapnya dengan sedih. Betapa kesepiannya hidup pria ini, jika aku meninggalkannya, siapa yang akan merawat luka Axel? Lebih dari semua itu, aku pun merasa berutang budi, dia menyelamatkan kehormatanku. Harga diri bagi seorang gadis polos sepertiku. Ia kembali berbicara dalam tidur, bergumam, "Jangan dan tolong aku." Secara spontan aku berbalik kembali ke ranjang dan menggenggam tangannya, berusaha menenangkannya dalam tidur. Menepuk lembut lengan si pembunuh sadis itu. Mungkin kau akan menyebutku wanita paling bodoh sedunia. Ya ... aku bahkan ingin sekali memaki diriku sendiri, seharusnya aku mengikuti akal sehat dan meninggalkan tempat terkutuk ini, tetapi yang kulakukan malah bersimpati pada si pembunuh dan berusaha menolongnya, sementa

    Last Updated : 2021-09-29
  • Shadow Under The Light   Dear Diary

    Dear diary, Aku tahu seharusnya tidak menuliskan semua ini, ya ... aku bahkan tidak ingin menuliskannya.Aku hanya tidak tahan lagi harus menghadapinya sendiri, tiada tempat untuk kubagi rasa sakit ini selain di sini .... Kuharap ... tidak ada yang akan menemukan buku ini kelak .... Karena bila seseorang membacanya, ia akan tahu siapa diriku, isi hatiku, apa yang kurasakan dan bagaimana sifat asliku. Karena aku tahu, cepat atau lambat, aku akan berubah menjadi sesuatu yang mereka ciptakan. Menjadi …. MONSTER. Hatiku berdebar-debar, tanganku mulai gemetar. Kubuka lagi halaman berikut dari buku diari usang itu sambil memastikan Axel masih terlelap di tempat tidur. Tanggal 15 Desember, Sepasang suami istri datang ke panti asuhan tempatku berada dan Ia mengamati semua anak dari usia delapan sampai sepuluh tahun. Usiaku sembilan t

    Last Updated : 2021-09-29
  • Shadow Under The Light   Pedofil

    Sebuah halaman yang penuh coretan tinta, terpisah sepuluh lembar dari halaman terakhir yang kubaca.Aku terkejut mendapati halaman itu penuh kata makian dan coretan pen yang menggores dan melubangi buku hingga tembus ke halaman belakang. Kata-kata seperti: kurang ajar, sialan, berengsek, sakit, dan mati. Apa yang telah terjadi padanya? Dalam sekejap kalimat manis telah hilang, berganti kata sakit hati dan penderitaan. Sesaat mataku menatap tulisan di hadapanku dengan aneh, ya memang aneh ... kali ini tulisannya menggunakan tinta biru dan jauh lebih jelek dari tulisan-tulisan sebelumnya. Kubuka kembali halaman pertama , ini dia ... tulisan di halaman awal sama dengan tulisan penuh coretan ini, ya ... menggunakan tinta biru yang sama dengan tulisan yang lebih jelek, jangan-jangan ... tulisan awal baru ditambahkan setelah sesuatu terjadi padanya? Rasa penasaran semakin menyergapku, aku sangat berharap menemukan jawaban di halaman berikutny

    Last Updated : 2021-09-29

Latest chapter

  • Shadow Under The Light   Perpisahan

    "Apa?" tanya Axel tak percaya."Aku mengandung anakmu, kau ingat waktu itu?" Aku menunduk malu, terlalu takut dengan penolakan dari bibir pria ini."Benarkah, sungguh!" Suaranya berubah penuh sukacita.Aku baru berani menatapnya. "Dokter baru memberitahuku tadi," lirihku."Milikku?""Ya, hanya kau yang melakukannya tanpa proteksi."Senyum merekah, wajah pria tampan itu seketika menguarkan cahaya kebahagiaan."Aku ... akan menjadi ayah?" tanyanya tak percaya."Ya," jawabku pelan.Axel berusaha meraih wajahku dan menanamkan kecupan pada keningku. "Aku mencintaimu, Eli. Kekasihku, separuh jiwaku."Hatiku bergetar, tersentuh oleh pernyataannya. Namun dalam sekejap, kebahagiaan itu sirna ketika Axel menyadari kenyataan di masa depan."Aku ... tidak akan bisa mendampingimu, membelikanmu makanan yang kau inginkan saat ngidam, aku ... tak bisa menggenggam tanganmu saat kau melahirkan bayi kita."

  • Shadow Under The Light   Kabar Tak Terduga

    "Ms. Ellena, ini hasil pemeriksaannya." Dokter itu menatapku dengan senyum terkembang lebar pada bibir tipisnya."Ya," jawabku pelan. Masih merasa pusing setelah terbangun dari pingsan.Dokter melirik kehadiran George, Boni, Jodi, dan juga Eve."Tidak apa-apa, langsung katakan saja, Dok." pintaku."Selamat, Anda sedang mengandung.""Apa?" Seketika keempat rekanku berteriak terkejut."Maksud Dokter?""Ya, kandungan masih sangat kecil. Satu bulan."Apa? Bagaimana mungkin? Seketika bayangan pemaksaan itu kembali hadir dalam benak. Oh ya benar, Axel melakukannya tanpa proteksi waktu itu. Di saat seperti ini, kenapa harus terjadi."Selamat ya. Jaga kondisi, istirahat cukup agar morning sicknes tak semakin parah," pesan dokter itu sebelum pergi.Setelah pintu ditutup, Eve segera mendekatiku. "A

  • Shadow Under The Light   Koma

    Jeritanku membahana membelah kericuhan di tengah baku tembak. Perlahan, priaku menoleh menatap tangan gemetar ini.Tidak. Bukan aku yang menembak. Kami telah dikelilingi para polisi berseragam anti peluru dari lantai empat. Asad, berikutnya mendapat tembakan setelah Axel, tepat di kepalanya. Pemuda berambut keriting itu jatuh dengan suara berdebum keras."Tenanglah, kau aman sekarang!" Seseorang memelukku dari belakang, menyeretku pergi sementara dalam kegamangan aku melihat Axel terhuyung jatuh bersimbah darah.Jiwaku seakan meninggalkan raga. Hampa. Kosong. Tanpa kehendak tubuhku dibawa pergi. Semua menjadi kesunyian abadi. Berkomat-kamit dalam gerak lambat membuatku berkedip bingung. Otakku tak mau mencerna. Tubuhku gemetar hebat. Dan kegelapan absolut menelanku dalam kedamaian.***Suara dengungan mesin membangunkanku. Aku mengedip bingung mencerna plafon putih di atas kepala.

  • Shadow Under The Light   Dia Terluka

    Asap mengepul dari salah satu pojokan. Aku bisa melihat dari sini rombongan pria memakai rompi khusus sedang membidik ke arah tersebut.Jantungku bertalu semakin kuat. Memohon dalam hati semoga di sana Axel tidak berada. Aku merunduk saat melihat salah seorang dari mereka berbalik."Hei siapa itu?" teriaknya.Sial, dia melihatku. Aku berlari ke salah satu kamar dan menutupnya. Segera bersembunyi ke bawah tempat tidur.Langkah kaki terdengar mengejar di luar kamar. Berdentum seperti irama jantungku.Pergilah, kumohon. Suara tembakan lagi terdengar dari luar pintuku."Periksa setiap kamar!" Teriakan terdengar dari luar."Tidak! Mereka berada di sayap kiri. Lihat, mereka membalas tembakan! Di sini butuh bantuan!" Sahutan terdengar samar-samar."Satu orang memeriksa di sini! Sisanya bantu ke sayap kiri!" perintah sebuah suara berat.

  • Shadow Under The Light   Mengancam

    Aku memberontak, lecetnya kulit tak kuhiraukan sama sekali. Semakin cepat aku membebaskan diri, kemungkinan dirinya selamat lebih besar. Apa pun itu, aku akan melakukannya demi Axel. Betapa bodohnya diriku, aku mengutuk dalam hati, tapi jeratan itu terlalu kuat untuk bisa kubebaskan. Benang takdir yang tak bisa kami putuskan. Cinta semenyakitkan ini. "Kumohon, sekali ini saja, bantu aku!" Aku memohon pada Yang Kuasa. Keajaiban yang kunanti, yang tak kunjung datang seumur hidup. Namun kali ini, keajaiban itu terjadi. Aku melihat lempengan besi kecil bagian dari sparepart jamku terjatuh tak jauh dari jangkauan. Menggunakan kaki aku menggapai benda kecil itu menuju lenganku. Bersyukur, tubuhku sefleksibel itu hingga bisa menjangkaunya. Menggunakan benda kecil itu aku mulai mengerat tali yang mengikatku ke ranjang. Dalam sepuluh menit kemudian semua tali sudah terlepas. Aku berla

  • Shadow Under The Light   Penculikan

    Terbangun dalam pusing parah membuatku terbatuk-batuk. Udara berbau tak enak, apek dan lembap. Belum lagi ruangan yang gelap gulita.Aku berusaha menggerakkan tangan, tapi tak ada yang terjadi. Tubuhku bergeming. Apa ini? Tanganku terasa seperti diikat oleh tali."Axel?" panggilku parau. "Kau di sini?" Pipiku menyentuh seprai lembut. Dia membaringkanku ke tempat tidur. Kakiku juga terikat kuat dan terhubung pada ranjang."Axel!" teriakku marah. Dia membiusku dan mengikatku layaknya tawanan. Apa maunya pria sialan ini?"Apa maumu? Kuperingatkan kau, lepaskan aku sekarang!" Aku memberontak marah. Hidungku berdenyut nyeri saat aku berteriak.Lampu tiba-tiba dihidupkan. Terang benderang membuatku berkedip tak fokus demi menyesuaikan intensitas cahaya."El, apa ini?" Axel berjalan mendekat. Menatapku lekat-lekat.Ia mengangkat telepon gantungan kunci ke atas su

  • Shadow Under The Light   Pertarungan Kedua

    Jika bisa aku ingin menghapus segala ingatan menyakitkan ini. Kenangan yang selalu berakhir menjadi mirip buruk mengerikan. Selalu tentangnya. Hari itu, di atap gedung Laguna. Sosok yang sama berbalik sambil mengucapkan selamat tinggal padaku.Lalu dia jatuh membawa serta jantungku. Terjun bebas menantang kuatnya angin menerpa. Namun, alih-alih tubuhnya terburai menyentuh aspal, tubuh Axel justru melayang ke angkasa, menatapku sembari mencibir dan tertawa keras.Tertawa akan kebodohanku, betapa mudah aku dikecoh, dan cinta yang membuatku terjerat pada kesetiaan. Semua ... adalah kepalsuan.Aku meringkuk setelah terbangun. Bantalku lembap oleh air mata."Hei, Bodoh!" Suara Leona mengejutkanku."Kenapa kau menangis semalaman, sudah kubilang jangan berisik." Ia berdecak kesal.Sialnya, pertahananku kian runtuh. Isakan kecil lolos dari bibirku, seakan seseorang menikam jantungku dan meninggalkan luka menganga yang masih berdara

  • Shadow Under The Light   Bekas Luka

    Axel membawa jemariku mendekati netra besar miliknya. Masih bingung dengan reaksi pria ini aku berusaha menarik kembali lenganku."Ada apa? Wajahku yang perlu diobati bukannya tangan.""El," lirihnya. Sklera pria tampan itu seketika memerah, membuat detak jantungku berpacu cepat."Eli?" Ia mengecup telapak tanganku. Saat itulah baru kusadari bekas luka lama akibat perbuatan Yuki."Bekas luka ini, aku yang menjahitnya sendiri. Bagaimana aku bisa lupa, kau Eli." Axel menatapku sendu.Lidahku kelu, tak sanggup menyangkal dengan kenyataan yang terpampang sekarang."Aku---""Please, jangan berbohong lagi." Air mata luruh bersama kalimatnya."Bagaimana bisa wajahmu? Apa yang terjadi?" Axel menarik tubuhku ke dalam pelukan erat."Lepaskan aku!" pintaku memelas. Rasa sakit semakin mencengkeram tubuh ini dan tak tertahanka

  • Shadow Under The Light   Menunjukkan Kemampuan

    "El, ayolah!" teriakan Asad di tepi arena menyadarkanku kembali, aku berusaha berlutut. Wajah-wajah sekeliling menjadi buram, langkah kaki pria besar itu mendekat lagi.Tepukan heboh bersama suara penonton mulai berteriak, "Habisi dia! Habisi dia!" Bercampur denging melengking dari kedua telingaku.Darah merembes membuat lantai di bawah kakiku menjadi merah dan licin."Eli, kau bisa, kau bisa!" Suara Dayana menarikku kembali ke dunia nyata. Gadis cantik itulah yang selalu menyemangatiku saat pertarungan dengan sesama PPS.Aku menutup mata, mengatur napas susah payah. Rasa nyeri mendekam kuat membuatku hampir muntah.Ini saatnya, kala pria itu mencapai arahku, ia bersiap menyarangkan tinju. Aku melompat mundur seketika, Toby yang terlanjur menyerang tak bisa membatalkan langkah dan terjerembap meninju angin. Darah licinku membuat pria itu jatuh dengan suara berdebum.

DMCA.com Protection Status