"Vino, teman lamanya Lia." ucap Vino memperkenalkan dirinya."Lio, suami Lia." balas Lio mantap sembari melirik Lia di sisinya.Mereka berjabat tangan sejenak. "Wah, selamat ya atas pernikahan kalian. Semoga pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan.Maaf, Aku memang gak tahu sejak kapan kalian menikah, tapi yang jelas aku belum sempat mengucap selamat dan harapan baik untuk kalian berdua. So gak ada kata terlambat, bukan?" ucap Vino ramah memberi ucapan selamat pada Lio dan Lia."Terima kasih," sahut Lio singkat dengan memaksakan senyumnya."Dan kamu, Lia. Kamu hutang banyak penjelasan sama kskak, ya?" ucap Vino sembari tersenyum penuh makna pada Lia. Sedang Lia hanya bisa membalasnya dengan senyuman manisnya. Merasa obrolan di antara mereka bertiga tidak nyaman."Ya udah, Mas. Lia duluan, ya." sekali lagi Lia berpamit pada Lio dan hanya dijawab anggukan olehnya.Lia beranjak meninggalkan lift, diikuti Vino di belakangnya."Loh, kak Vino juga bertugas disini?" tanya Lia pada
Lia berjalan gontai menuju unit apartemennya, rasanya ia masih begitu malas untuk bertemu kembali dengan suaminya. Sakit hati yang ia rasakan akibat perilaku suaminya kemarin belum juga hilang, membuatnya tak dulu ingin bertatap muka sebelum luka di hatinya itu musnah.Klik!Terdengar suara kunci pintu terbuka, Lia segera masuk dan mengunci pintu kembali. Pandangannya mengedar menyusuri setiap sudut dari ruangan apartemennya, mencari keberadaan sosok suaminya yang tak ia temui di sana."Ke mana ya mas Lio? Tadi di rumah sakit Aku tidak menemuinya, mobilnya pun tidak ada di tempat parkiran biasanya. Ku pikir hari ini ia tengah beristirahat di rumah, sehingga tidak masuk kerja. Tapi ternyata di rumah juga gak kutemui tanda-yanda keberadaanya." gumam Lia bertanya-tanya.Walau ia tak menginginkan pertemuan dengan suaminya, namun hati kecilnya tak mampu menampik bahwa ia khawatir saat mendapati suaminya itu tak berada di rumah."Kamu kemana, Mas?" gumamnya sembari mengecek ponsel miliknya.
"Ya, jadi sebenarnya mas Lio tadi mengabari kalau dia sedang berada di sana. Ada acara dengan teman-temannya. Dan sekarang Lia akan menyusul, karena tadi Lia masih kerja, jadi tidak bisa berangkat bersama mas Lio. Cuma masalahnya komunikasi kami tiba-tiba terputus saat mas Lio belum sempat mengirim lokasinya. Lia coba hubungi lagi sepertinya nomor mas Lio tidak aktif. Mungkin handphone nya lowbat dan belum sempat charger, atau ada halangan lain seperti gangguan sinyal atau apa yang Lia tidak tahu. Karena itu Lia mampir kemari untuk meminta alamatnya." jelas Lia pada sang mertua.Dr. Mahendra merasa aneh dengan alasan Lia, namun ia tak bisa menebak terlalu jauh tentang apa yang terjadi."Oh, gitu. Lalu sekarang Lia berniat menyusul Lio kesana?" tanya Dr. Mahendra memastkkan."Iya, Yah.""Apa Lia yakin? Cuacanya sedang mendung seperti ini, seperti tak lama lagi akan turun hujan. Apa gak sebaiknya Lia tunggu saja di rumah? Karena jalanan ke sana cukup curam. Akan berbahaya kalau ditempu
Melihat kopi di cangkir Lio yang hanya tersisa ampasnya, Angel tersenyum penuh makna. Ia juga menawari Lio untuk secangkir kopi selajutnya, namun Lio menolaknya dengan alasan perut yang mulai begah.Lio kembali mengecek ponselnya, namun masih sama. Sinyal di hp nya masih saja menunjukkan tanda emergency."Huufh," desis Lio pelan sembari meletakkan kembali ponselnya ke saku. Kemudian ikut menikmati serial yang sedang Angel tonton di hadapannya.Namun tiba-tiba ia merasa tidak nyaman, tiba-tiba ia merasa kegerahan, padahal cuaca di luar sedang hujan. Degub jantungnya pun tiba-tiba berpacu sangat cepat, sampai membuatnya kesusahan untuk mengatur ritme pernapasan. Bulir keringat mulai membasahi tubuhnya. Ia menegang, merasakan sesitivitas tubuhnya semakin bertambah.'Ya Allah, kenapa ini? Apa mungkin efek meminum kopi? Tapi aku bahkan hanya meminum satu cangkir, gak biasanya akan berefek seperti ini,' gumamnya dalam hati. Lio tampak semakin gelisah, ia juga mengibas-ngibaskan kaos yang d
Ciiiiiiiiitttttttt ....Terdengar suara gesekan rem berdecit. Mario mendadak menghentikan mobilnya yang baru saja melaju dengan kecepatan tinggi, membuat Dr. Mahendra dan juga Arumi terjungkal kaget. Beruntung mereka tak pernah lupa mengenakan seft belt, sehingga tetap safety dalam keadaan seperti ini.Mesin mobil itu mati akibat ketidak seimbangan rem, kopling dan gas."Astaghfirullah!" pekik Dr. Mahendra dan istrinya bersamaan.Sejenak mereka hanya terdiam, menyelaraskan ritme pernapasan. Dan mengatur degub jantung yang tiba-tiba tak beraturan."Ada apa, Mario?" tanya Dr. Mahendra setelah merasa lebih tenang. Posisi mereka kini sudah memasuki area pegunungan. Jalanan terasa sunyi. Gelap, tidak ada penerangan walau mereka tengah berada di jalur utama, karena listrik di sekitar tengah padam. Mereka juga tak mendapati pengguna jalan lain yang berlalu lalang, itu mungkin karena kondisi di luar yang sedang hujan deras diikuti petir yang terus menyambar-nyambar. Suasananya benar-benar m
Lio semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Lia, mendaratkan sebuah kecupan di bibir ranum milik istrinya, lalu menikmatinya dengan gejolak hasrat yang semakin membara, ia sangat bersemangat dan agresif meski tanpa mendapatkan balasan dari Lia.Lio kemudian mengarahkan Lia ke ranjang, menghempaskan tubuh istrinya di sana. Sesaat Lio memandangi Lia yang hanya terdiam tak bergeming, ekspresinya datar, istrinya itu tak memberikan perlawanan. Namun tak juga tampak menikmati apa yang tengah mereka lakukan.Sejenak terbesit keraguan dalam hati kecilnya untuk melanjutkan aktifitasnya ke arah yang lebih intim. Namun, gejolak birahi yang semakin membuncah membuatnya tak dapat berpikir jernih. Ia hanya menjadikan ikatan pernikahan sebagai alasan yang dapat membenarkan keputusannya.Tanpa meminta persetujuan Lia, kini Lio mulai membuka busana yang dikenakan istrinya, menikmati setiap inci dari kemolekan tubuh istrinya yang jauh lebih menggairahkan di matanya di banding melihat wanita-wanita sexy y
Mario segera melajukan kembali mobilnya saat kedua wanita kesayangan keluarga Mahendra itu telah duduk dengan aman di jok belakang.Tampak Arumi masih berusaha menenangkan Lia yang terus sesenggukan dalam pelukannya."Lia, kamu tenang ya, Nak," ucapnya menenangkan Lia, tergambar raut khawatir di wajahnya."Mario, tolong kamu ambilkan handuk di laci itu," titahnya pada Mario, ia memang selalu meneyediakan alat mandi di mobil untuk persiapan saat di perjalanan. Dengan cekatan Mario mengambil sebuah handuk sesuai arahan istri atasannya.Arumi segera membekap tubuh Lia yang basah kuyup dengan sebuah handuk dengan harapan hal itu dapat membuatnya merasa hangat."Ya Allah, Lia. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Arumi yang tak mendapatkan jawaban dari Lia. Menantu yang berada dalam dekapannya itu kini tampak lebih tenang, tak terdengar lagi isakan tangisnya.Arumi segera mengecek kondisi Lia."Lia? Lia?" panggilnya sembari menepuk
"Lio ...." Lio menggantung kalimatnya, merasa ragu hendak menjelaskan yang sebenarnya pada sang Ayah.Sedang dr. Mahendra masih menunggu dengan tatapan mengintimidasi."Sepertinya Lio dijebak, Yah," akhirnya kalimat tersebut terlontar dari mulut Lio."Dijebak? Apa kamu ingin bilang kalau Lia menjebakmu? Begitu?" cerca dr. Mahendra."Bukan, Yah. Bukan seperti itu maksudnya, Lio dijebak, tapi bukan oleh Lia. Lio dijebak oleh orang lain," jawab Lio cepat tak ingin Ayahnya menjadi salah paham."Ayah gak paham maksud kamu, Lio. Kamu bilang kamu dijebak, tapi kenapa bisa Lia yang jadi korban? Ini ... sebenarnya apa yang terjadi, sih?" tanya dr. Mahendra semakin tak mengerti, sedang Lio semakin kebingungan bagaimana ia harus menjelaskan. Kejadian barusan begitu rumit untuk sekedar ia cerna, apalagi untuk ia jelaskan. Lio memijat pelipisnya pening."Kenapa kamu malah diam, Lio?" desak dr. Mahendra.