"Tuan, kita mau kemana?" tanya Andin saat melihat jalanan yang begitu asing baginya.Tadi, setelah sampai kantor, Zain langsung membawanya keruangan nya. Karena sekarang, Andin asisten pribadinya.Jadi, dia satu ruangan dengan gadis itu. Dan sekarang, Zain ada pertemuan dengan klien di luar kota dan membawa Andin ikut serta."Kita akan bertemu dengan klien dikota C!" jawab Zain."Apa? kenapa mendadak sekali tuan? bahkan, aku belum memahami apa saja yang harus aku kerjakan sebagai asisten Tuan," ucap Andin dengan nada terkejut."Kau tak perlu melakukan apapun, cukup penuhi dan lakukan apa yang aku perintahkan!" Andin hanya bisa menghembuskan nafas kasar, ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran atasan nya ini."Apa kita akan menginap?" tanya Andin."Mungkin satu atau dua hari!""Apa?" lago-lago Andin terpekik karena terkejut."Kenapa kau selalu berteriak?" "Maaf! tapi kenapa tidak bilang kalau kita akan menginap? saya tidak membawa baju ganti!""Untuk itu kau tak perlu kaw
Aurel membuka matanya saat mendengar suara burung-burung berkicau di pagi hari. Ia memijit kepalanya yang terasa sangat pening.Tiba-tiba saja ia berlari ke kamar mandi saat mual dan ingin mengeluarkan isi perutnya. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening kehijauan yang terasa sangat pahit."Ada apa denganku?" gumamnya setelah mencuci wajahnya. Tidak biasanya ia seperti ini.Perlahan Aurel melangkah keluar dari kamar mandi dan duduk di tepi ranjang. Tak sengaja matanya menatap kalender yang terpajang di atas meja dekat tempat tidurnya.Ia segera meraih kalender itu dan mengingat kapan terakhir ia mendapat tamu bulanannya. "Sudah telat satu bulan, apa mungkin?" gumam Aurel menebak-nebak."Lebih baik aku periksakan saja!" gumamnya sembari tersenyum.Tanpa banyak pikir, Aurel kembali ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya lalu pergi ke dokter untuk mengecek kondisinya.Dan jika benar dugaan nya, maka dia akan menjadi wanita yang paling bahagia. Karena menurut dokter, dia akan s
Andin menatap bingung pada atasan nya, ia seolah bertanya tentang siapa wanita yang datang tadi."Tuan Anda baik-baik saja?" tanyanya saat Zain sudah mulai duduk kembali di kursi kebanggaan nya.Ia menatap Andin lalu mengangguk sebagai jawaban. Andin, masih penasaran tentang siapa wanita tadi."Tuan, siapa wanita tadi? kenapa dia terlihat marah saat melihat anda dengan saya?" tanya Andin yang memang tidak tahu kalau Zain sudah beristri dan Aurel adalah istri dari Zain."Dia istriku!" jawab Zain datar.Andin terkejut dengan jawaban Zain, ia tak menyangka jika Zain sudah menikah. Selama ini, ia mengira pemilik tempatnya bekerja masih sendiri alias belum memiliki istri."I-istri? seharusnya anda bilang kalau anda sudah memiliki istri, agar saya bisa lebih menjaga jarak dari anda!" Andin menatap Zain."Saya yakin istri anda sudah salah paham tentang kita!" lanjutnya lagi."Lebih baik kau bereskan itu dan lanjut bekerja lagi! Aurel biar Aurel menjadi urusan saya!" jawab Zain tegas."Tapi,
Tak butuh waktu lama Zain sampai di mana istrinya berada. Awalnya Zain heran, karena istrinya berada di sebuah pantai.Tetapi setelah melihat sang istri yang tengah duduk di tepi pantai sembari memandangi air laut yang tengah digulung angin dan membentuk ombak, membuatnya mengerti.Zain perlahan mendekati sang istri yang tengah memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya."Sudah malam, lebih baik kita pulang!" Zain memakaikan jaketnya pada sang istri membuatnya terkejut."Mas," panggil Aurel terkejut saat mendapati sang suami ada disini."Ayo kita pulang dan bicarakan masalah ini baik-baik!" Zain besuara sangat lembut berharap sang istri mau menurutinya.Aurel segera berdiri dan menatap sang suami penuh ketakutan dan berjalan mundur memegang perutnya.Zain mengerutkan kedua alisnya, ia heran dengan reaksi Aurel yang menurutnya seperti orang tengah ketakutan."T-tidak! kalau Mas ingin pulang, lebih baik Mas pulang sendiri!" tolak Aurel dengan suara bergetar.Entah kenapa,
Aurel perlahan membuka matanya, bau obat-obatan begitu menyengat di Indra penciumannya.Ia menatap langit-langit kamar yang nampak asing baginya. Ia tahu dimana dirinya sekarang, pasti di rumah sakit."Tidak!" teriaknya saat mengingat dirinya bertemu dengan Zain dan ia berusaha menghindari lelaki itu.Ia segera duduk dan memeluk perutnya sendiri, berusaha melindungi calon anaknya. Tidak, Zain tidak boleh menyakiti anaknya."Dek, kau sudah sadar?" tanya Abi yang baru saja datang dan melihat adiknya yang sudah sadar. Abi menjadi kawatir saat melihat sang adik terlihat ketakutan bahkan memeluk dirinya sendiri."Dek," panggil Abi lagi karena Aurel tak merespon pertanyaan nya. Merasa ada yang menyentuh pundaknya, Aurel mendongak dan menatap orang yang menyentuh pundaknya."Kak, bawa aku pergi dari sini Kak! jangan biarkan mas Zain menyakiti anakku!" gumamnya dan memeluk erat sang kakak."Sssttt, tenanglah! tidak akan ada yang menyakitimu ataupun anakmu!" Hati Abi benar-benar sakit meliha
Zain segera melajukan mobilnya menuju dimana sang istri berada. Rasanya sudah tak sabar untuk bertemu dengan Aurel.Meski ia tahu, akan mendapat penolakan, tetapi ia takkan menyerah begitu saja sebelum bisa membawa sang istri pulang ke rumah.Bagaimanapun caranya, ia akan membawa Aurel kembali padanya. Ia ingin membuktikan kalau dirinya sudah berubah dan ingin membangun keluarga kecil bersama dengan Aurel.Tak butuh waktu lama, mobil yang ditumpangi Zain sudah sampai di sebuah rumah sederhana berlantai satu.Di sana, ia bisa melihat Aurel yang tengah menyirami bunga-bunga yang mulai bermekaran.Aurel seperti menikmati pemandangan yang dapat menyejukkan matan nya. Ya, seminggu ini Aurel tinggal bersama dengan kakaknya.Di rumah pemberian paman dan bibinya yang jaraknya agak jauh dari kota. Demi bisa menyembuhkan trauma Aurel, Abi rela pindah ke rumah ini.Meski harus bolak-balik yang memakan waktu cukup jauh jika harus ke restauran miliknya. Namun, tak masalah baginya.Karena yang terp
Keesokan paginya, Aurel dan Abi tengah menikmati sarapan mereka dalam diam. Hanya terdengar dentingan garpu dan sendok saling beradu."Hari ini jadwalmu pergi ke psikiater! Kakak akan mengantarmu!" ucap Abi setelah menghabiskan sarapan nya."Aku sudah sembuh Kak, jadi tak perlu datang lagi kesana!" Aurel menolak, karena ia memang merasa sudah sembuh."Jangan membantah Aurel, atau kakak akan marah!""Ck, iya, iya!" tak ingin kakaknya marah dan lebih memilih untuk menuruti sang kakak.Setelah sarapan, Aurel segera bersiap untuk pergi ke psikiater untuk kontrol. Padahal dirinya sudah sembuh, tetapi kakaknya itu tetap memaksanya untuk tetap pergi kesana."Kak, apa kakak tidak kerja?" tanya Aurel saat sudah berada di dalam mobil."Nanti agak siangan, kenapa, mau ikut?" tanya Abi sembari menoleh pada sang adik."Boleh?" tanya Aurel dengan antusias."Aku bosan jika terus berada di rumah!" lanjutnya."Tentu!" "Asiiikkkk...." "Kau itu seperti anak kecil saja!" celetuk Abi saat melihat bagaim
Abi yang baru saja selesai mengupas buah dan membawakan nya untuk sang adik, terkejut saat melihat Aurel tengah makan bersama dengan Zain.Abi lebih memilih diam dan memperhatikan pasangan suami istri itu. Dia ingin tahu apakah Aurel bisa menghadapi Zain sendiri atau tidak?"Bagaimana kabarmu?" tanya Zain basa basi."Dan bagaimana kabar anak kita, apa sudah memeriksakan nya?" tanya Zain lagi sembari menatap perut Aurel yang masih terlihat rata."Baik dan tadi pagi sudah periksa bersama dengan kak Abi!" jawab Aurel jujur.Aurel sadar, walau bagaimanapun Zain adalah ayah dari anak yang ia kandung. Jadi, tak ada salahnya jika Zain tahu keadaan calon anak mereka.Tetapi, jika untuk kembali dengan pria itu sekarang ia belum siap. Bahkan, dia sendiri bingung, mau dibawa kemana hubungan mereka.Yang jelas, dia belum siap jika harus tinggal bersama dengan suaminya ini. Aurel kembali menyuap spageti miliknya.Entah kenapa, dia merasa lapar lagi? padahal tadi, dia baru saja makan, tapi saat Zai