Share

Pulang Ke Rumah

Author: devarisma
last update Last Updated: 2024-07-21 00:21:38

Waktu terus berlalu. Kini tahun ajaran telah selesai. Anak-anak kembali libur sekolah. Angga berniat membawa anak-anaknya liburan ke Bandung. Apalagi baby Attar sudah setahun. Tidak perlu dikhawatirkan untuk bepergian jauh. Angga dan Mahra memang tidak pernah liburan jauh-jauh semenjak ayahnya sakit-sakitan.

Dan juga Angga ingin menziarahi makam ibunya. Sekaligus membawa ayahnya. Keadaannya semakin lemah. Barangkali laki-laki itu merindukan rumah lamanya, pikir Angga, Ternyata laki-laki itu mengiyakan dengan sempurna wajahnya berseri saat Angga mengatakan itu.

Angga membawa tiga pelayan untuk pulang ke Bandung.

“Asyik kita pulang Bandung!” ujar Alesya.

“Nanti kita sekalian ziarah ke makam Eyang Putri!” seru Angga.

“Gimana Kak Alif Bang Alif sudah hafal doa ziarah kubur dan doa menyiram air di atas kubur?” tanya Mahra. Mereka sedang menunggu untuk segera ke pesawat.

“Udah dong Ma!” sahut mereka serempak. Meskipun mereka kembar sejak kecil Mahra tidak pernah membeli pakaian sekayak kemb
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Satu Rahasia

    Ferdi pulang setelah isya. Rencananya mau dugem dengan teman-temannya sekitar jam dua belas malam nanti. Dia ingin mengganti pakaian yang lebih santai. Sejak tadi dia setelah pulang kantor menghabiskan waktu bersama seorang wanita yang baru dia pacarin di kantor. Hampir beberapa jam dia menghabiskan waktu bersama dikosan wanita bernama Risti itu.Rumah itu terlihat sepi, hanya para pembantu yang terlihat cekikikan di ruangannya. Seperti biasa mereka menonton tv. Dia melenggang langkah ke lantai dua. Sebelumnya kamarnya ada di depan kamar Angga. Tapi, sejak beberapa tahun Angga tidak pulang. Dia dengan beraninya mengambil kamar itu sebagai kamarnya.Ferdi sesekali bersiul saat menaiki tangga. Begitu memutar knop pintu kamar. Dia terpana dengan wanita cantik yang duduk di tepi ranjang sambil menyusui anaknya. Perempuan bak bidadari, dengan rambut hitam legam sebahu. Daster maron yang digunakan sangat kontras dengan kulitnya putih bersih. Matanya semakin membola melihat sus*nya yang inda

    Last Updated : 2024-07-21
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Terusir

    Di ruang tengah, Pak Muhar duduk di kursi roda dengan lemah. Angga dan Mahra duduk di sofa. Di hadapan mereka duduk Samsudin dan Rini dengan wajah ketakutan.“Din coba kamu jawab dengan jujur kenapa gaji pelayan Cuma 2.500.000 kemana uang yang lain selama lima tahun terakhir?” tanya Pak Muhar dengan tegas. Matanya tersorot tajam.“Semua gaji mereka terbayar Mas!” cemplung Rini.“Saya tanya ke suamimu? Setiap bulan manager Angga mengirim uang gaji pelayan ke rekening Din!” sembur Pak Muhar meskipun dia terlihat lemah di atas kursi roda.Rini segera mengatup mulut, tertunduk malu. Apalagi Samsudin sudah menyenggol tangannya agar diam.Laki-laki lima puluh tahun itu menggemgam tangannya yang sudah berkeringat. Tentu dia tahu kemana uang tersebut. Selama Pak Muhar mempercayakan gaji pelayan padanya. Setiap masuk gaji, Rini mengambilnya untuk foya-foya bersama anak gadisnya. Setiap bulan mereka selalu menyisihkan dua puluh lima juta untuk bersenang-senang. Sisa itulah yang diberikan kepada

    Last Updated : 2024-07-22
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Katahuan

    Ani berdiri mematung di depan rumah kecil nan sederhana itu. Sebenarnya masih sangat layak di tempatkan. Apalagi rumah itu punya tiga kamar, ruang ramu, lengkap dengan kamar mandi dan dapur. Tapi, sangat terasa kecil untuk mereka yang selama ini tinggal di kediaman mewah bak istana.“Apalagi kamu tercegak di sana!” teriak Samsudin.“AKu nggak mau tinggal di sini! Aku malu sama teman-temanku!” teriak Ani.“Lalu mau tinggal di mana kamu? Sana cari rumah mewah kalau bisa!” Samsudin sangat berang dengan anaknya itu. Dia sudah malu berkali-kali dengan Pak Muhar dan ANgga. Masih syukur dikasih tempat tinggal gratis dan tidak dipecat dari kerjanya.“Ayah jahat dan bodoh! Mau aja diusir dari sana!” teriak Ani.SEbuah tamparan mendarat di pipi Ani. Samsudin menampar anaknya dnegan keras.“Mas, ini anakmu lho!” teriak Rini.“Ini semua gara-gara kamu memanjakan dia. Mengatakan pada mereka kalau itu rumah kita. Padahal sejak awal kamu tidak mengajarkan dia belaku seperti orang kaya. Tidak akan se

    Last Updated : 2024-07-22
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Ziarah

    “Sudah siap semua?” tanya Angga.“Sudah Mas!” Mahra menggendong baby Attar. Mereka semua sudah ready dengan pakaian serba hitam. Mereka akan berziara ke makam ibunya.“Mama Papa!” panggil Alesya.“Iya, sayang, sudah siap?” tanya Angga.“Sudah, kami juga siapkan bunga-bunga untuk ditabur di makam Eyang putri!” celoteh gadis kecil itu.“Air sembahyang sudah ada?” tanya Mahra pada putrinya.“Udah dong, Ma!” sahut Alesya. Mereka turun ke lantai dua semua sudah siap.Angga mendorong kursi roda ayahnya. Masuk ke dalam mobil lalu diikuti oleh anak-anaknya.“Tuan kami tidak perlu ikut?” tanya Mbak Surti.“Nggak usah, Mbak!” sahut Angga. Mahra duduk di depan bersama Angga sambil menggendong baby Attar. Sedangkan Pak Muhar di belakang kemudi. Di sampingnya duduk kedua cucu kembarnya. Di bagian paling belakang ada Alesya yang asyik dengan bonekanya. Anak kecil itu sangat suka berdiri duduk di jok paling belakang kalau naik mobil.Pak Muhar melempar pandangannya keluar. Banyak sekali yang beruba

    Last Updated : 2024-07-22
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Ziarah

    Di pemakaman Darlina Binti Teuku Abdullah. Pak Muhar tidak bisa membendung air matanya. Terharu melihat anak cucunya sibuk membaca yasin untuknya. Demikina dirinya yang memandukan. Bahkan cucunya yang paling kecil tetap adem di pangkuan sang ibu. Mereka membaca yasin dengan semangat, mempersembahkan bacaan terbaik untuk sang Eyang putri.“Na, kamu lihatkan cucu kita ramai, anak menantu kita hidup bahagia. Mereka semua sangat menyayangiku, Na. Abang yakin, kamu juga sangat bahagia di sana!” ucapnya pelan setelah membaca doa penutup. Air matanya tumpah.Semua terdiam mendengarnya. Seakan bisa merasakan kerinduan yang dipendam Pak Muhar.“Na, cita-cita kita memiliki menantu yang saleha, cucu yang ramai sudah terwujud. Lihat Angga anak kita sudah punya empat pasukan. Dia takkan kesepian di hari tuanya!” imbuhnya lagi.“Pa, memangnya Eyang dengar kalau kita ngomong?” tanya Alesya.“Iya, sayang! Sebenarnya orang yang sudah meninggal selalu menjenguk kita, tapi kita yang tidak melihatnya!”

    Last Updated : 2024-07-28
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Tidak Tahu Diri

    “Ayah kenapa ayah kasih tahu alamat kita di sini! Mau tarok dimana muka Ani gara-gara ayah!” teriak Ani yang tiba muncul lewat pintu belakang.Samsudin melongo melihat anak istrinya muncul. “Kalian kemana aja? Capek dipanggilin!”“Ayah denger nggak apa yang Ani ngomong tadi!” teriak gadis tujuh belas tahun itu lagi.“Ani kamu bicara dengan siapa? Teriak-teriak kayak gitu!” Ferdi muncul di sana. Sambil memolototkan mata pada adiknya.Ani terdiam. Kesal, karena dia selalu merasa kalah dengan sikap Masnya itu.“Kamu itu makin hari makin kurang hajar sama orang tua!” sembur Ferdi lagi.“Bu lihat tuh Mas, tiba-tiba datang marahin Ani!” Dia menatap geram dengan kakaknya.“Fer jangan gitu sama adikmu!” bela Rini.“Ibu, kalau biarkan Ani seperti orang tidak sekolah. Nanti dia bisa naik ke atas kepala!” sahut Samsudin. “Dengerin Masmu! Jangan malu-maluin!”“Habisnya Ayah kenapa ajak masok orang jesica ke rumah kita! Bisa-bisa aku nggak punya teman lagi di sekolah!” Ani beralasan.“Lho nggak m

    Last Updated : 2024-07-29
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Rencana Liburan

    Ferdi segera berdiri menyambut kedatangan Angga.“Mas!” sapa Ferdi.“Mana ibumu?” tanya Angga tanpa basa-basi.“Ada Mas, masuk dulu Mas!” ujar Ferdi merasa senang sepupunya mau datang ke tempat tinggal mereka.“Tidak perlu, panggil ibumu ke sini segera!” Angga menatap ke dalam rumah dengan tajam.Samsudin muncul ke depan. “Angga ada apa?” dia bisa melihat keponakannya sedang menahan amarah.“Mana istrimu Paklik!” seru Angga. “Suruh dia keluar ke sini!”Samsudin memanggil istrinya. Dan Rini muncul di sana. Wajahnya seketika pucat melihat Angga.“Mana berlian yang kamu kreditkan?” tanya Angga.“Berlian yang mana maksudnya Ngga?” Rini tergagap.“Berlian yang bulik beli dengan menggadaikan stnk mobil Papa!” tegas Angga lagi.Samsudin dan Ferdi tercengang mendengarnya. Ternyata masih ada rahasia Rini yang belum mereka tahu.“Nggak ada lagi, kan sudah bulik serahkan ke Angga semua kemarin!” jelas Rini.“Itu semua perhiasan yang sudah cash! Bulik tidak perlu menipu! Baru saja aku melunaskan

    Last Updated : 2024-08-04
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Camping

    “Wah cantiknya!” ujar Alifa sembari mendongak ke luar mobil. Nampak pemandangan stroberi dan sayuran yang cukup luas.“Iya, cantik banget! Abang mau buat vlog ah!” Alif mengeluarkan ponselnya.“Kak Eca mau petik Pa!” Alesya pun ikut mengintik di jendela.“Pah berenti dong kita mau metik stroberi langsung!” ujar Alifa lagi.“Ini kebun orang, anak-anak. Nanti ya di kebu Bulik kalian bisa metik sepuasnya!” ujar Angga sambil terkekeh.“Nanti di sana kalian mau bawa segoni juga dibolehin tuh sama bulik!” tambah Pak Muhar.“Wah asyik! Eyang kenapa nggak bilang kalau punya keluarga yang punya kebun stroberi!” tanya Alif.“Surprise dong!” Pak Muhar membelai pucuk kepala cucu laki-lakinya itu.Pak Muhar tersenyum sumringah, lama sekali dia tidak ke kampung saudara istrinya itu.Mahra juga menunjukkan pemandangan yang indah pada anak bungsunya Attar.Kehadiran mereka di sambut oleh Rehan dan orang tuanya. Orang tua Rehan nampak sudah menua. Rehan juga sudah tumbuh tegap nan gagah. Dia sedang m

    Last Updated : 2024-08-09

Latest chapter

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Kebiasaan Lama

    Sudah dua jam, Mahra duduk di depan laptop. Menulis sebuah artikel. Selama beberapa tahun terakhir, dia membangun sebuah blogger parenting. Cukup berpenghasilan dan maju. Mahra sudah lama tidak menulis buku, karena anak-anaknya masih balita. Dia tidak ingin anak-anaknya kekurangan kasih sayangnya. Membangun blogger tidak begitu sulit dan menguras waktunya. Setidaknya dia masih menulis setiap 3 atau 2 kali seminggu.Dia menyisihkan sedikit waktu ketika putranya tidur atau bermain dengan orang lain. Seperti malam ini karena putra bungsunya sedang asyik bermain dengan Angga. Angga nampak piawai bermain dengan si bungsu yang baru bisa berdiri, bahkan sesekali sudah bisa mengangkat langkah dengan gemetar. Sedangkan ketiga anaknya lagi sedang belajar mengaji di mushalla rumahnya. Angga sengaja memanggil orang ke rumah. Ketiga anak itu punya guru yang berbeda. Berdasarkan tingkatan mereka belajar.Si kembar sudah belajar kitab kuning dan fasahah alquran. Sedangkan Alesya masih di iqra’. Sese

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Hadiah Rumah

    Proses lamaran Yatim berlangsung sempurna. Keesokannya, juga dilangsung lamaran abangnya. Mahra sangat senang menjadi bagian menyukseskan acara tersebut. Angga sudah memastikan tidak sesi foto bersama mereka. Karena takut tersebar di sosial media. Karena sosok istrinya cukup popular untuk masyarakat di aceh Besar dan Banda Aceh. Sangat sering, tiba-tiba Mahra diajak berfoto di tempat keramaian.“Nggak terasa Mas, kita sudah tua!” ujar Mahra saat pulang dari acara tersebut. Pikirannya melayang, saat menerima kedua anak yatim piatu tersebut. Kini mereka menjelma laki-laki yang gagah melamar gadis pujaan mereka. Keadaan ekonomi mereka terbilang sukses. Mereka punya usaha kelontong, dan air isi ulang di depan yayasan. Selain itu mereka juga mendapatkan pekerjaan di yayasan sebagai dewan guru.“Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk mereka?” tanya Angga sembari menggemgam tangan sang istri.“Mahra mereka sudah cukup Mas, usaha juga sudah punya!” sambung Mahra.“Bagaimana kalau kita hadiahka

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Riana

    “Siapa sih baik banget mau bakar rumah itu?” tanya Randi setelah mereka di dalam mobil.“Entahlah, aku juga bingung!” Bian merebahkan tubuhnya. Randi terus membanting setir dengan cepat. Harap-harap segera bisa membawa Bian jauh dari Meri dan Rena. Bisa saja kedua perempuan itu kembali meminta Randi menikah dengan anak mereka yang gila.“Kita kemana bos?” tanya Randi.“Ke Bandung!” sahut Bian.“Bandung?” Randi menoleh sejenak.“Istri dan anakku sekarang di Bandung. Aku akan meminta pada Riana untuk bersembunyi di sana sebentar,” jelas Bian.“Oh oke bos.”Bian rasanya tidak sabar untuk sampai ke sana bertemu anak istri. Memeluk dan mencium mereka. Padahal baru tadi pagi mereka berpisah.Sedangkan di kediaman Meri. Semua orang kocar-kacir, tim pemadam kebaran sudah tiba. Polisinya juga sudah tiba. Tidak ada korban, tapi, Meri rugi jutaan rupiah. Banyak perabotannya yang rusak. Dia perlu uang renovasi sekitar dua ratus juga demi kembali merehap rumahnya.“Astaga Ren, aku nggak habis pik

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Yatim Dan Yatam Anak Sulung Mahra

    Angga memastikan kalau bertamu adalah Yatim dan Yatam. Kedua laki-laki adik beradik itu duduk dengan sopan di depan istrinya. Bukan mudah masuk ke dalam rumah putih megah itu sekarang. Bahkan sekalipun orang-orang terdekat, mereka akan diperiksa dengan detail. Itu semua dilakukan Angga demi keselamatan anak istrinya. Laki-laki itu bernapas lega setelah melihat mereka.Begitu melihat Angga, mereka seraya bangun dan menyalami suami dari bunda mereka itu.“Sudah lama?” tanya Angga basa-basi setelah duduk berhadapan mereka.“Belum Mas. Tuh minum aja belum tiba!” jelas Mahra. Dia tidak sabar ingin mengatakan kedatangan mereka. “Mas lihat anakku yang tertua sudah mau nikah aja!”Angga menaikkan alisnya, seulas senyum kaget tercipta di sana.“Masha Allah, maaf ya Yatim Yatam. Selama ini, saya benar-benar sibuk sampai tidak sempat mampir-mampir ke tempat kalian. Dan juga maaf banget, sesusah itu sekarang kalian masuk ke sini bertemu bunda kalian ini!” jelas Angga.“Iya, Pak. Nggak apa-apa. K

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Masih Siaga

    Kepergian sang ayah, membuat Angga merasa ada ruang dihatinya yang kosong. Tidak ada lagi tempat dia bercerita tentang keluh kesahnya dalam mengelola perusahaanya yang besar. Mahra sering melihat suaminya berlama-lama di kamar ayahnya hingga tertidur. Dia pun mengalami kenyataan pahit, kehilangan mertua yang sangat mencintainya.Mahra masih terngiang. Tepat beberapa hari yang lalu saat Mahra menyuapkan makan siang untuk sang mertua.“Mahra!” panggil Pak Muhar dengan lemas.“Terima kasih!” tambahnya detik kemudian.Mahra menautkan alisnya.“Kenapa ayah?” tanya Mahra bingung.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup ayah. Memberikan ayah cucu! Dan teman hidup untuk angga!” jelasnya lagi suaranya sudah sangat lemas.“Mahra yang bersyukur ayah. Mahra beruntung memiliki Mas Angga!” ucapnya setelah memotong telur rebus untuk disuap.“Mahra, sebelum menikah Angga hanya punya ayah seorang keluarga intinya. Sekarang ayah bisa melihat kebahagiaanya!” tambah Pak Muhar.Mahra tersenyum. “Semoga Mah

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pergi Untuk Selamanya

    Masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Sesibuk apapun Angga, dia selalu menyempatkan mengurus ayahnya. Meskipun sekarang anak istrinya membantu. Namun, setiap dua kali sekali selalu memastikan ayahnya baik-baik saja.Pagi hari efektif, penghuni rumah mewah itu sangat sibuk dengan agenda masing-masing. Mahra yang sibuk membereskan keperluan anaknya yang hendak berangkat sekolah. Mahra tidak membiarkan hal-hal kecil seperti memastikan buku-buku dan keperluan anaknya ke sekolah dilewatkan anaknya. Padahal ada banyak pelayan di rumah itu. Pagi hari seperti ibu pada umumnya. Dia memastikan anak-anak bangun cepat. Salat subuh berjamaah, baca alquran bersama lalu olahraga. Semua itu selalu tidak terlewatkan oleh anak-anak Mahra. Bahkan anak-anak ini terkesan seperti tinggal di asrama.Begitu azan berkumandang, di yayasan. Mahra sigap membangunkan anak-anak dan suami.“Anak-anak bangun kita salat subuh!” begitu terdengar Mahra di subuh hari.Angga selalu mengimani anak istrinya salat subu

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Sebuah Tekad

    Bian terbangun saat suara ponsel sang istri mengganggunya. Dia tidak melirik ke sana. Justru memandang sang istri dengan tenang.“Boleh, saya bicarakan sesuatu?” tanya Riana setelah berdiri di samping Bian.“Apa?” sahut Bian dengan ketus, wajahnya sama sekali tidak berpaling dari buku yang dia baca.“Ini tentang ibu dan adik-adikku,” ujar Riana sambil meremas ujung piyamanya.“Duduk,” perintah Bian.Riana duduk di ujung tempat tidur.“Katakan!” tanya Bian sambil menutup bukunya.“Mila dan Dewi sudah lama berhenti sekolah, kontrakan di sana juga sudah habis. Kalau …..” ucapan Riana langsung terpotong.“Aku akan mendaftarkan Mila di pesantren terpadu, Ibu dan Dewi bisa tinggal di salah satu ruko kosong milikku,” sambung Bian.“Benarkah?” tanya Naina kegirangan.“Aku tidak pernah berbohong,” ujar Bian sambil memandang Riana dengan tatapan tajam. “Aku sudah janji akan memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluargamu.”Riana tertunduk dalam, dia ketakutan melihat Bian yang menatapnya

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Siaga

    Mahra mengadakan rapat bulanan di yayasannya. Untuk mendengar permasalahan demi permasalahan di yayasan Mata Hati tersebut. Para dewan guru, para pengasuh, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan menyampaikan segala hal mengenai kejadian di lapangan.Yayasan tersebut memiliki pengeluaran rutin setiap bulan 300.000.000. Gaji pegawai biaya makan kebersihan, listrik dan semua tata kelolanya. Uang tersebut diambil dari pendapatan properti dan rumah makan serta hasil sewa ruko-ruko yang disewakan.Angga dan Mahra memiliki 3 rumah makan, dua penginapan serta dua belas ruko yang disewakan. Semua hasil pendapatan dari properti tersebut diperuntukkan untuk yayasan. Makanya yayasan tersebut tidak pernah minus anggaran. Apalagi ada sejumlah investor yang menyumbang tidak sedikit. Maka tidak dapat dipungkiri yayasan anak yatim piatu itu menjelma menjadi yayasan pendidikan yang bergengsi. Gedungnya megah, tenaga guru-gurunya berkualitas bahkan siswanya sangat cerdas-cerdas.Meskipun harga saham peru

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Lanjut Tentang Riana

    Setelah Sembilan bulan dari acara ulang tahun Abda Nasution yang sangat mengheboh jagad dumai. Bian mendapat kabar kalau buku biografi ayahnya sudah terjual banyak. Dan sudah dibuka pre-order lagi untuk cetakan ketiga, sudah dipesan ribuan orang. Buru-buru Bian menghampiri Riana yang sedang memasak di dapur. Dengan tawa sumringah, Bian berujar.“Buku Ayah sudah dipesan ribuan orang.”“Keren sekali,” sahut Riana dengan ceria.“Semua ini karena kamu. Thanks, ya,” tambah Bian .Riana mengangguk pelan, sambil memamerkan tawa sumringahnya.“Sudah masak?” tanya Bian sambil mengelus perutnya sendiri.“Belum, sebentar lagi ya,” sahut Riana.“Oke, aku siap-siap dulu kalau gitu,” ucap Lian sambil beranjak meninggalkan istrinya.Bian kembali ke kamarnya. dia sangat bangga kepada istrinya itu. Tidak sia-sia dia memperistrikan Riana. Meskipun ada satu yang masih membuat dia tertahan untuk menyentuh sang istri, memberikan napakah lahir batin.Di perpustakaan mini yang membatasi kamar Bian melihat h

DMCA.com Protection Status