“Sudah siap semua?” tanya Angga.“Sudah Mas!” Mahra menggendong baby Attar. Mereka semua sudah ready dengan pakaian serba hitam. Mereka akan berziara ke makam ibunya.“Mama Papa!” panggil Alesya.“Iya, sayang, sudah siap?” tanya Angga.“Sudah, kami juga siapkan bunga-bunga untuk ditabur di makam Eyang putri!” celoteh gadis kecil itu.“Air sembahyang sudah ada?” tanya Mahra pada putrinya.“Udah dong, Ma!” sahut Alesya. Mereka turun ke lantai dua semua sudah siap.Angga mendorong kursi roda ayahnya. Masuk ke dalam mobil lalu diikuti oleh anak-anaknya.“Tuan kami tidak perlu ikut?” tanya Mbak Surti.“Nggak usah, Mbak!” sahut Angga. Mahra duduk di depan bersama Angga sambil menggendong baby Attar. Sedangkan Pak Muhar di belakang kemudi. Di sampingnya duduk kedua cucu kembarnya. Di bagian paling belakang ada Alesya yang asyik dengan bonekanya. Anak kecil itu sangat suka berdiri duduk di jok paling belakang kalau naik mobil.Pak Muhar melempar pandangannya keluar. Banyak sekali yang beruba
Di pemakaman Darlina Binti Teuku Abdullah. Pak Muhar tidak bisa membendung air matanya. Terharu melihat anak cucunya sibuk membaca yasin untuknya. Demikina dirinya yang memandukan. Bahkan cucunya yang paling kecil tetap adem di pangkuan sang ibu. Mereka membaca yasin dengan semangat, mempersembahkan bacaan terbaik untuk sang Eyang putri.“Na, kamu lihatkan cucu kita ramai, anak menantu kita hidup bahagia. Mereka semua sangat menyayangiku, Na. Abang yakin, kamu juga sangat bahagia di sana!” ucapnya pelan setelah membaca doa penutup. Air matanya tumpah.Semua terdiam mendengarnya. Seakan bisa merasakan kerinduan yang dipendam Pak Muhar.“Na, cita-cita kita memiliki menantu yang saleha, cucu yang ramai sudah terwujud. Lihat Angga anak kita sudah punya empat pasukan. Dia takkan kesepian di hari tuanya!” imbuhnya lagi.“Pa, memangnya Eyang dengar kalau kita ngomong?” tanya Alesya.“Iya, sayang! Sebenarnya orang yang sudah meninggal selalu menjenguk kita, tapi kita yang tidak melihatnya!”
“Ayah kenapa ayah kasih tahu alamat kita di sini! Mau tarok dimana muka Ani gara-gara ayah!” teriak Ani yang tiba muncul lewat pintu belakang.Samsudin melongo melihat anak istrinya muncul. “Kalian kemana aja? Capek dipanggilin!”“Ayah denger nggak apa yang Ani ngomong tadi!” teriak gadis tujuh belas tahun itu lagi.“Ani kamu bicara dengan siapa? Teriak-teriak kayak gitu!” Ferdi muncul di sana. Sambil memolototkan mata pada adiknya.Ani terdiam. Kesal, karena dia selalu merasa kalah dengan sikap Masnya itu.“Kamu itu makin hari makin kurang hajar sama orang tua!” sembur Ferdi lagi.“Bu lihat tuh Mas, tiba-tiba datang marahin Ani!” Dia menatap geram dengan kakaknya.“Fer jangan gitu sama adikmu!” bela Rini.“Ibu, kalau biarkan Ani seperti orang tidak sekolah. Nanti dia bisa naik ke atas kepala!” sahut Samsudin. “Dengerin Masmu! Jangan malu-maluin!”“Habisnya Ayah kenapa ajak masok orang jesica ke rumah kita! Bisa-bisa aku nggak punya teman lagi di sekolah!” Ani beralasan.“Lho nggak m
Ferdi segera berdiri menyambut kedatangan Angga.“Mas!” sapa Ferdi.“Mana ibumu?” tanya Angga tanpa basa-basi.“Ada Mas, masuk dulu Mas!” ujar Ferdi merasa senang sepupunya mau datang ke tempat tinggal mereka.“Tidak perlu, panggil ibumu ke sini segera!” Angga menatap ke dalam rumah dengan tajam.Samsudin muncul ke depan. “Angga ada apa?” dia bisa melihat keponakannya sedang menahan amarah.“Mana istrimu Paklik!” seru Angga. “Suruh dia keluar ke sini!”Samsudin memanggil istrinya. Dan Rini muncul di sana. Wajahnya seketika pucat melihat Angga.“Mana berlian yang kamu kreditkan?” tanya Angga.“Berlian yang mana maksudnya Ngga?” Rini tergagap.“Berlian yang bulik beli dengan menggadaikan stnk mobil Papa!” tegas Angga lagi.Samsudin dan Ferdi tercengang mendengarnya. Ternyata masih ada rahasia Rini yang belum mereka tahu.“Nggak ada lagi, kan sudah bulik serahkan ke Angga semua kemarin!” jelas Rini.“Itu semua perhiasan yang sudah cash! Bulik tidak perlu menipu! Baru saja aku melunaskan
“Wah cantiknya!” ujar Alifa sembari mendongak ke luar mobil. Nampak pemandangan stroberi dan sayuran yang cukup luas.“Iya, cantik banget! Abang mau buat vlog ah!” Alif mengeluarkan ponselnya.“Kak Eca mau petik Pa!” Alesya pun ikut mengintik di jendela.“Pah berenti dong kita mau metik stroberi langsung!” ujar Alifa lagi.“Ini kebun orang, anak-anak. Nanti ya di kebu Bulik kalian bisa metik sepuasnya!” ujar Angga sambil terkekeh.“Nanti di sana kalian mau bawa segoni juga dibolehin tuh sama bulik!” tambah Pak Muhar.“Wah asyik! Eyang kenapa nggak bilang kalau punya keluarga yang punya kebun stroberi!” tanya Alif.“Surprise dong!” Pak Muhar membelai pucuk kepala cucu laki-lakinya itu.Pak Muhar tersenyum sumringah, lama sekali dia tidak ke kampung saudara istrinya itu.Mahra juga menunjukkan pemandangan yang indah pada anak bungsunya Attar.Kehadiran mereka di sambut oleh Rehan dan orang tuanya. Orang tua Rehan nampak sudah menua. Rehan juga sudah tumbuh tegap nan gagah. Dia sedang m
“Akhirnya aku akan melihat Kurniawan Hallding terguling dan Angga akan jatuh miskin!” ucap laki-laki berambut klimis itu sambil terbahak-bahak. “Dan aku akan tidak sabar menyekap istrinya yang molek itu!”“Aduh Rey! Please deh, aku dukung kamu sepenuhnya menjatuhkan Kurniawan Hallding! Tapi untuk memburu istri Angga please deh! Dia itu sudah beranak empat! Masa kamu doyan sama emak yang badannya sudah melorot!” protes Grace.Reymond tak menanggapi temannya itu. Dia bahkan sedang membayang bagaimana dia sedang berada di atas Mahra.“Aku di sini untuk apa? Bahkan aku bersedia menjadi budak nafsumu! Kurang apa aku ini di bandingkan perempuan itu!” tambah Grace lagi.“Grace Grace, kamu dengan istri Angga jauh kemana-mana dia! Seandainya kamu menarik dari dulu sudah aku bawa ke ranjang kan!” Raymond menatapnya smabil mengejek. Grace memang sangat mencintainya bahkan bukan sekali dia menyerahkan dirinya pada Raymond. Namun, justru membuatnya semakin jijik.“Kamu nggak akan dapat perempuan s
Di ruang makan yang senyap, Yuni duduk menatap makanan seorang diri. Tiba-tiba, Faisal datang dengan sumeringah. Karena melihat istrinya masih seperti dulu menunggunya makan, menyiapkan baju kerjanya. Membawakan dia kopi saat lama di ruang kerja. Yuni, Masih seperti dulu, meskipun semarah-marahnya Yuni padanya. Perempuan yang sudah mendampinginya hampir tiga puluh tahun itu. Masih berusaha mengerjakan kewajibannya. Bahkan, untuk hubungan ranjangpun dia tidak bisa menolak. Dan tetap memberikan pelayanan yang sama.Faisal, jika diberi pilihan untuk memilih wanita lain. Maka pilihannya tetap Yuni. Perempuan yang lembut dan setia. Tidak pernah mengeluh dan meminta. Apalagi menuntut banyak hal. Dia hanya meminta kasih sayang. Dan alasan terbesar seorang Faisal dulu bekerja keras adalah untuk membahagiakan Yuni, istrinya. Mereka menikah berdasarkan suka sama suka.Lelaki yang cukup disegani banyak orang itu, terbayang saat-saat dulu mereka bertemu di sebuah job fair di Jakarta. Mereka sama-
Mahra tiba di sebuah taman yang cukup sepi, bahkan nyaris tidak melintas orang satupun. Hatinya mulai gundah. Namun, dia beranikan diri keluar dari mobil mencari petunjuk yang telah dikirim orang tidak dikenal itu. Rupanya taman itu ada kolam yang cukup cantik. Nampak seorang laki-laki gagah berdiri menatap kolam. Laki-laki itu melipat tangannya di dada. Dia menggenakan jeans dan kemeja putih yang dilipat hingga ke siku. Menggunakan sneaker yang senada. Sekelas dia terlihat gagah.“Assalamualaikum!” sapa Mahra.Raymond seraya membalik badan. Tidak sabar menatap wanita pujaannya datang. Sedetik hingga waktu berjalan dia tidak bisa berkata, lidahnya kelu. Dia terpana. Matanya tak mampu berkedip. Wanita di depannya sangat smepurna. Selama ini dia hanya menatap gambar. Hari ini, hanya lima langkah dia sudah bisa membawanya dalam pelukan. “Sialan, Angga memang selalu lebih dalam hidupnya. Nggak Cuma bisnis, istrinya juga sangat cantik!” kutuknya dalam hati.“Permisi?” panggil Mahra membua