“Kamu yakin Mas mau nerror keluarga mereka?” tanya Maria pada Yatma.“Yakinlah, kita bisa menculik anak-anak Angga lalu kita minta uang yang banyak. Dia tidak akan berpikir panjang demi kesalamatan anak-anak mereka!” jelas Yatma.“Tapi, Mas. Kita bisa kerja yang lain untuk cari uang. Resikonya terlalu besar untuk menculik anak-anak Angga!” Maria khawatir. Tentu dia sangat paham bagaimana kekuatan Angga setiap kali bermasalahnya.“Terus kontrakan ini mau bayar pakek apa?” teriak Yatma. “Mengandalkan gajimu jadi juru parkir sampai kiamat takkan cukup!” Padahal selama ini dia hidup dari kerja banting pulang sang istri.Mereka sudah berkelana jauh, menjadi kuli serabutan. Bekerja apa saja demi bertahan hidup. Lebih tepatnya Maria yang bekerja. Sedangkan Yatma hanya di rumah menunggu. Kalau tidak ada uang marah-marah. Padahal dulu Yatma paling takut pada Maria istrinya.Maria sudah sangat lelah dengan keadaan. Sehingga membuat dia kini sadar. Semua yang dirasakan adalah karma. Namun, berbe
Akhir-akhir ini, Lira sering merasa pusing. Dia ingin tidur sepanjang hari.“Kenapa aku malas banget sekarang ya?” Lira melirik jam bekernya. Sudah pukul sebelas. Sebentar lagi Refans pulang dari penginapan mereka.“Ya ampun aku sudah tidur sejak subuh? Mas Refans pasti nggak sarapan. Dia bergegas bangkit dari tempat tidur. Untuk beranjak ke dapur. Dilihat dapur sudah rapi. Ada roti yang sudah terpanggang di sana. JUga secangkir sereal energen. Tidak biasanya dia tidur setelah subuh. Dia juga melihat rumah sudah rapi.Dengan rasa malas yang menenggelamkannya. Dia coba kumpulkan tenaga. Di potong sayur yang ada dikulkas, digoreng ikan lalu dibuat sambal terasa. Sudah itu saja menunya. Dari pada Refans pulang tidak ada makanan. Hanya setengah jam dia berkutik di dapur. Dia kembali tidur di sofa ruang tamu. Refans juga bingung dengan sikap istrinya. Padahal sebelumnya Lira sangat rapi. Tapi, sekarang kadang rumah tidak begitu terurus. Makanan juga terhidang seadanya. Pagi ini menurutny
Rea terkejut saat terbangun, di sisinya sangat gelap. Bahkan dia tidak bisa melihat apapun. Ingin dia berjalan. Tapi kakinya diikat, tangannya diikat ke belakang. “Halo siapapun di sana tolong!Tolonggggggg!” teriak Rea dengan kencang. Dia sangat ketakutan. Namun, dia berusaha teriak sebisa mungkin agar ada yang menolongnya.“Mama tolong Rea!” teriaknya lagi. Dia kembali mengingat. Jam sepuluh malam setelah selesai pengajian dan ingin tidur. Dia ke toilet sendirian, karena tidak tega membangunkan Alika atau teman lain di kamarnya. Saat hendak keluar dari kamar mandi ada seseorang memukulnya dari belakang. Orang itu memakai topeng.“Jangan-jangan aku diculik orang jahat?” dia membatin. “Aku harus lolos dari sini!”Tiba-tiba terdengar langkah mendekatinya. Pintu di muka, lalu menerangi ruangan yang cukup sempit itu. Laki-laki itu sudah tua. Tapi, wajahnya sangar.“Tolong lepasin saya Kek!” rengek Rea.“Heh diam kau. Kau pikir mudah buat culik kamu!” teriaknya kesal. Dia menghidupkan pon
“Ma kakek itu cabul! Dia menunjukkan p3n1snya padaku! Aku takut Ma!” cerita Rea sambil menangis ketakutan. Tangannya bergetar. Gadis kecil-kecil itu sangat ketakutan, shock.“Rea nggak diapa-apakan? Dia nyentuh Rea nggak? ” tanya Lira dengan raut panic. Takut anaknya diapa-apakan oleh laki-laki tua itu.“Dia Cuma mencengkram rahangku Ma. Tangannya kasar dia menyuruh Rea diam!” jelas Rea dengan sesenggukan.“Sayang, jelasin ke Papa kalau dia benar-benar nggak lecehin kamu Nak!” tanya Refans yang sangat takut anaknya dilecehkan.“Kakek itu marah ketika Rea panggil dia Kakek. Lalu mencengkram rahangku dengan sangat kuat, Pa!” ujarnya lagi. “Dia menunjukkan p3nisnya aku mau muntah!”Lira memeluk anaknya. Lalu ikut menangis. Kenapa laki-laki yang berouluh tahun dia anggap ayah. Namun, hari ini dia membuat anaknya ketakutan.Refans mengenggam tangannya. “Aku akan memecahkan kepalanya!”Mahra dan beberapa ustazah masih di sana. Mereka merasa sangat kasihan terhadap Rea. Gadis itu tentu saja
“Anak-anak udah pergi kan?” tanya Angga begitu keluar dari kamar mandi. Dia hanya membersihkan wajah di sana. Memperbaiki bajunya yang sudah acak-acak. Memang agak panas, adegan mereka walau hanya beberapa saa.“Udah Mas. Astaghfirullah kita hampir kecolongan sama anak-anak!” Mahra sejenak berhenti dari memakai riasan tipisnya lagi. Lipstiknya memang hilang total. Meskipun seorang istri konglomerat. Mahra selalu memakai liptik murah agar mudah dihapus waktu wudu.“Mas kok seperti belum siap anak-anak mergokin kita!” sahut Angga membenarkan celananya. “Pada tadi mau satu ronde aja!”“Sepertinya kita harus lebih berhati-hati lagi! Siang bukan waktu yang tepat untuk bercinta!” Mahra mengambil tas kecilnya. “Apalagi anak-anak kita sekritis itu Mas!”“Siap Nyonya Angga!” laki-laki anak empat itu menabik Mahra seperti Pembina upacara. “Tapi, kalau Mas nggak bisa nahan kalau kamu secantik ini!” tiba-tiba dia kembali mendekati istrinya. Cup. Sebuah kecupan mendarat di bibir Mahra. Bibir san
Mereka masih duduk di taman sambil melihat Alifa dan Alesya bermain kejar-kejaran. Sesekali mereka mencari semut yang bersembunyi di balik rumput.“Jadi kalian sekarang netap dimana?” tanya Angga, Entah kenapa, hatinya kini begitu ringan. Saat dia memulai membuka diri menjelma menjadi hangat pada Refans.“Iya, kami netap di Bandung. Aku baru mulai buka penginapan yang sudah terbengkalai! Lira juga bisa mudah ngontrol kosannya!” jelas Refans. Dia sangat senang, ternyata Angga memang bukan tipe pendendam sama seperti Mahra.“Jadi kamu Fans memang nggak balik lagi ke Swiss?” tanya Angga lagi.Refans menggeleng. “Begitu dapat kabar dari Renald kalau Mama dan Kak Lala keluar penjara dan Mama mengalami sakit keras. Aku langsung mengundurkan diri dari sana. Dan juga aku merasa sudah saatnya merawat Mama dan memulai hidup baru. Tabunganku juga sudah cukup untuk memulai sesuatu di negeri ini lagi!” ujar sambil tersenyum. Dia memang sangat bahagia dengan kehidupan sekarang.“Hemmmm syukurlah. S
“Aku heran kenapa Tuan Muda ngizinin perempuan gila tu ke sini lagi?” bisik para pelayan setelah mempersilahkan Lira dan Refans duduk di ruang tamu.“Iya, aku semacam kurang percaya meskipun perempuan itu sudah berjilbab!” sahut yang lain.“Barangkali dia pakek hijab supaya tuan sreg gitu sama dia!” mereka mengoceh bukan main di belakang. Memang sejak tadi sudah terang-terangan ingin mengusir Lira dari sana.“Eh nggak ada malu ya mereka lagi anaknya dititip di yayasan pula!” seru Rohmah.“Btw, itu suaminy?” tanya yang lain.“Iya, itu juga mantan suami Bu Mahra!” sahut Rohmah.“Ah biar betul kamu Mbak?”“Lho masak aku bohong. Sebelas tahun yang lalu. Viral seindonesia. Mbak Lira fitnah Bu Mahra rebut Tuan Muda darinya. Padahal kebalikan. Mereka yang selingkuh!” jelas Rohmah.“Memang ndak tahu malu mereka ya!” ujar yang lain. “Kalau kita mana berani muncul di sini lagi!”“Tapi kayak drama jodoh tertukar!” lalu mereka tertawa bersama.“Kalau Non Alifa dan Eca tahu mesti ditanya-tanya sam
Waktu terus berlalu. Kini tahun ajaran telah selesai. Anak-anak kembali libur sekolah. Angga berniat membawa anak-anaknya liburan ke Bandung. Apalagi baby Attar sudah setahun. Tidak perlu dikhawatirkan untuk bepergian jauh. Angga dan Mahra memang tidak pernah liburan jauh-jauh semenjak ayahnya sakit-sakitan.Dan juga Angga ingin menziarahi makam ibunya. Sekaligus membawa ayahnya. Keadaannya semakin lemah. Barangkali laki-laki itu merindukan rumah lamanya, pikir Angga, Ternyata laki-laki itu mengiyakan dengan sempurna wajahnya berseri saat Angga mengatakan itu.Angga membawa tiga pelayan untuk pulang ke Bandung.“Asyik kita pulang Bandung!” ujar Alesya.“Nanti kita sekalian ziarah ke makam Eyang Putri!” seru Angga.“Gimana Kak Alif Bang Alif sudah hafal doa ziarah kubur dan doa menyiram air di atas kubur?” tanya Mahra. Mereka sedang menunggu untuk segera ke pesawat.“Udah dong Ma!” sahut mereka serempak. Meskipun mereka kembar sejak kecil Mahra tidak pernah membeli pakaian sekayak kemb