Share

Klarifikasi

Penulis: devarisma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-22 17:16:59

Raymond duduk di sel dengan muka ditekuk. Dia ingin sekali menebas siapapun yang mengganggunya.

“Woi pembunuh!” teriak seorang laki-laki berbadan kekar di ujung sana. Baju biru tahanan mereka dilipat hingga menampak ototnya yang kekar.

“Hei tahanan 315!” teriaknya lagi.

“Tuli dia bos!” sahut yang lain.

Ada empat laki-laki mengelingi laki-laki bertato itu.

Tiba-tiba sebuah badan melayang ke atas kepala Raymond.

Raymond membalikkan badannya menatap mereka dengan sangar.

“Mau kalian apa?” tanya Rey.

Mereka ketawa mengejek.

“Kalian nggak tahu aku siapa?” tanya Rey seakan dia sedang berada di pendoponya.

“Kamu itu pembunuh ayam! Dan sekarang kamu berada dikandang para pembunuh harimau dan buaya!” gelak mereka lagi.

Raymond semakin kesal. Dia menggemgam tangannya.

“Kalian pikir aku takut sama kalian!” sahut Raymond. “Aku bisa membuat kalian di sini sampai mati!”

Mereka kembali tertawa dengan suara menggelegar. “Kami memang dikurung sampai mati di sini!” Mereka kembali tergelak. “ Jadi siapa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Kedatangan Preman

    Rini tergopoh-gopoh membuka pintu. Matanya terkejut melihat dua laki-laki dengan pakaian serba hitam. Wajahnya tajamnya, badannya gempal. Seperti rentenir di film-film. Dia tidak merasa masih ada sangkut paut dengan siapapun.“Ada apa Pak?” tanya Rini tergagap.“Dimana anak perempuan kalian?” tanya laki-laki itu.“Siapa Bu?” Udin muncul di sana. Dia terkejut melihat dua laki-laki itu di depan pintu mereka.“Anak saya sudah tidak pulang dari kemarin Pak!” jelas Rini.“Maaf Pak, ada perlu apa dengan anak saya?” tanya Udin.“Anak kalian sudah mengambil uang dari kami! Tapi dia tidak melakukan pekerjaannya!” jelas mereka.“Uang? Kerja apa Pak?” tanya Udin lagi kebingungan. Dan sejak kapan gadisnya berusan dengan preman-preman di depan mereka.“Bapak salah orang kali. Anak saya tidak mungkin minjem uang ke orang!” elak Rini.Salah satu preman itu mengeluarkan ponselnya.“Ini anak kalian kan?” laki-laki itu menyodorkan foto Rini saat mengambil uang dari mereka.Keduanya menutup mulut. “Ya A

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pengakuan

    Faisal langsung mendatangi perusahaan tempat Yusuf bekerja. Setelah ditekan oleh ANgga. Kalau sempat dia membeberkan ke publik. Faisal akan mendekam dipenjara seumur hidup. Cukup Raymond sekarang dipenjara. Dia tidak snaggup kehilangan semuanya.“Satu kehormatan kamu datang ke sini, Faisal!” ujar Giantoro yang sekarang memimpin perusahaan elektronik terbesar di kuala lumpur.“Aku harus menjemput tahananku!” sahut Faisal.“Apakah kamu berencana membawa pulangnya kembali pada istri dan anaknya?” tanya Gian sambil terbahak-bahak.“Tentu, keadaan sudah mencekik. Aku dan ini temanku sudah sepakat apapun resiko!” seru Faisal. Setelah mereka berbincang-bincang. Giantoro memanggil Yusuf di bagian gudang ke ruangannya.Tidak lama, laki-laki lima puluh tahun itu muncul dengan pakaian kerjanya. Dia masih setampan dulu. Bahkan gaya berpakaiannya masih serapi dulu. Hanya kerutan di wajahnya sudah menunjukkan usianya sudah kepala lima. Apalagi ubannya satu dua sudah muncul sebagian.Herman yang ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Flash Back Yusuf

    Dua puluh delapan tahun yang lalu. Seperti biasa. Abdullah bertugas sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan elektronik. Kadang dia baru pulang hingga jam sembilan malam. Sejak dua puluh tahun lebih, sejak dia bangun dari tidur panjangnya. Abdullah langsung bekerja di tempat tersebut, dan diantar petugas rumah sakit ke rumah yang kini ditempatinya. Kata petugas rumah sakit, itu rumahnya. Tapi, dia tidak melihat apapun yang menunjukkan benda-benda untuk mengingat siapa dirinya. Karena sejak tersadar di rumah sakit, dia tidak tahu siapa dirinya.“Ini rumah Bapak!” kata petugas itu.“Apakah saya tinggal sendirian?” tanya Abdullah.“Istri dan kerabat bapak meninggal tempo hari saat kecelakaan mobil, hanya Bapak yang tersisa,” jelas perawat itu.“Berapa lama saya koma?” tanya Abdullah.“Setahun!”Setelah mengucapkan terima kasih, perawat itu pergi. Seketika Abdullah ingat, kenapa dia tidak menanyakan laki-laki tadi. Meskipun sepanjang jalan dia melihat begitu ramai, gedung yang kokoh da

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Random

    Raymond terbangun disaat semuanya terlelap. Entah sejak kapan dia pingsan. Kepalanya pusing. Perutnya lapar. Tapi, dia tidak melihat apa-apa di sana. Selain beberapa orang terlelap jauh darinya. Di bawah keremangan lampu dia pergi ke kamar mandi. Seumur hidupnya baru kali ini melihat kamar mandi yang sangat kotor. Dia hendak muntah tapi, tidak ada cara lain dia harus melepaskan air seninya.“Ya Tuhan laper banget gue!” rintihnya sambil menaikkan celana. Dia hendak segera keluar. Tapi, entah kenapa pintu kamar mandi itu tidak bisa dia buka.“Hei tolong bukakan pintu!” teriaknya. Tapi, tidak ada yang menjawab. Dia terus menjerit. Percuma ruangan itu tidak kedap suara. Dia meringkuk kedinginan di atas lantai wc yang cukup bau itu. Perutnya berkali-kali bunyi.“Mama!” ucapnya pelan. Dia merindukan kediamannya yang mewah. Seumur hidup tidak pernah kesusahan. Tapi, mala mini adalah mimpi buruk baginya.“Awas kalian bajingan aku akan buat perhitungan dengan kalian!” dia memegang perutnya me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Tentang Yusuf

    Sepanjang perjalanan pulang ke rumah Arif, Yusuf melirik ke luar mobil. Berharap ada sesuatu yang dia ingat barangkali di kota itu.“Apakah aku besar di kota ini?” tanya Yusuf, di dalam mobil itu hanya ada sopir, Arif dan istrinya.“Tentu, kita dibesarkan di sini, di kota ini. Selepas kepergian Abang Mama dan Papa pulang ke kampung halaman di ujung sumatera. Menikmati hari tua di pendesaan.”Yusuf berbalik badan menatap adiknya, ekpresinya menunjukkan ceritanya dilanjutkan.“Papa dan Mama meninggal saat tsunami besar melahap habis setiap dataran rendah!” tambah Arif tiba-tiba raut mukanya menjadi sendu.Ponsel Arif berdering.“Kami sedang dalam perjalanan pulang!” ujar Arif pada orang di seberang telepon.Yusuf masih menunggu cerita Arif.“Adik bungsu kita sudah menunggu di rumah!” ujar Arif.“Kita punya adik lagi?” tanya Yusuf.“Iya, Irfan, adik bungsu kita!” seru Arif. ‘Postur badan, Irfan sama seperti abang. Kalau kulit kita sama. Irfan lebih gelap!”“Apakah kamu mengenal kedua la

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Nostalgia

    “Akhirnya kita tiba di sini!” ucap Alifa sambil tersenyum menatap rumahnya yang cukup lama ditinggalkan. Juga sekolah sudah dua minggu mereka belum bisa masuk karena insiden macam-macam di jawa.“Iya, dek Abang nggak sabar mau sekolah!” tambah Alif.“Abang sini bantuin Eyang!” panggil Mahra.“Iya, Ma.” Alif bergegas membantu kakeknya. Para pelayan menurunkan semua koper mereka. Alesya hanya mengambil ranselnya.“Eyang pasti lelah! Istirahat terus ya!” Kebiasan Alif selalu mengajak kakeknya mengobrol.Pak Muhar hanya mengangguk. Banyak hal yang sedang dia pikirkan terutama Angga yang kini sedang menyelesaikan masalahnya seorang diri. Dia tahu, Faisal tidak akan tinggal diam apa yang sudah menimpa putranya. Mungkin sekarang dia nampak tak berkutik hanya karena Angga memegang rahasia besarnya.Yusuf merupakan sepupu jauh almarhum istrinya dulu. Faisal sudah menzolimi hidupnya bahkan kehilangan seluruh kekayaan dan keluarganya. Angga sudah berhasil mencari jejaknya. Bahkan menemukan Ana y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Raymond Bebas

    Sebelum Faisal keluar negeri. Dia bertemu dengan seorang kolega jauh. Dia sudah menjual sisa asset yang tertinggal. Di singapur dia punya sebuah apartemen tempat Raymond tinggal ketika dia melanjutkan studinya dulu. Dia dan Yuni sudah berumur. Mereka ingin menghabiskan waktu di sana.“Jas tolong bantu keluarkan anakku dari sana!” ucap Faisal. Dia membayangkan keadaan Raymond yang babak belur saat dia jumpain di penjara.Jasmi seorang pengacara kondang. Sangat miris melihat kondisi sahabatnya itu.“Anakmu yang tidak pernah mau menikah itu benar-benar buat masalah! Demi apa dia cari gara-gara dengan Angga!” sahut Jasmi sambil meniup asap lintingnya yang mengepul.“Aku tidak tahu Jas. Tolong Jas, hanya kamu tempat aku bisa memohon sekarang!” pinta Faisal.“Baiklah, akan aku coba. Tapi, ada satu persyaratan. Raymond setelah ini harus diasingkan ke luar negeri!” tambah Jasmi.“Kami memang sudah siap keluar negeri Jas!” Faisal tersenyum kecut pada sahabatnya.“Kamu tahu, selama satu minggu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Rahasia Rey

    Raymond sepanjang perjalanan hanya terdiam. Demikian ayah ibunya. Meskipun sempat beberapa kali transit. Mereka memilih diam bahkan saat hendak makan. Dia tidak bertanya apapun. Dari sorot mata ayah ibunya dia bisa melihat bagaimana keduanya sangat kecewa atas kehilangan semua harta mereka.Padahal jika untuk bertahan hidup. Raymond masih memiliki banyak kekayaan berupa emas batangan yang dia simpan di tempat rahasia. Bahkan emas-emas itu jika dia jual, mereka akan tetap hidup mewah tanpa perlu bekerja. Itulah yang dia lakukan secara diam-diam tanpa seorang pun tahu. Bahkan Satrio sekalipun. Laki-laki berdarah jawa itu hanya tahu. Raymond membelikan sebuah rumah jauh di perdalaman Bandung.Rumah minimalis yang dikelilingi sayur mayor. Semua itu dia berikan pada seorang pelayannya yang sudah tua bersama sang istri untuk mengelola. Bahkan dia tidak pernah meminta hasil panen mereka. Namun, ada sebuah kamar yang dia bangun di bawah tanah. Berupa ruang rahasia yang tidak boleh siapapun ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30

Bab terbaru

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Kebiasaan Lama

    Sudah dua jam, Mahra duduk di depan laptop. Menulis sebuah artikel. Selama beberapa tahun terakhir, dia membangun sebuah blogger parenting. Cukup berpenghasilan dan maju. Mahra sudah lama tidak menulis buku, karena anak-anaknya masih balita. Dia tidak ingin anak-anaknya kekurangan kasih sayangnya. Membangun blogger tidak begitu sulit dan menguras waktunya. Setidaknya dia masih menulis setiap 3 atau 2 kali seminggu.Dia menyisihkan sedikit waktu ketika putranya tidur atau bermain dengan orang lain. Seperti malam ini karena putra bungsunya sedang asyik bermain dengan Angga. Angga nampak piawai bermain dengan si bungsu yang baru bisa berdiri, bahkan sesekali sudah bisa mengangkat langkah dengan gemetar. Sedangkan ketiga anaknya lagi sedang belajar mengaji di mushalla rumahnya. Angga sengaja memanggil orang ke rumah. Ketiga anak itu punya guru yang berbeda. Berdasarkan tingkatan mereka belajar.Si kembar sudah belajar kitab kuning dan fasahah alquran. Sedangkan Alesya masih di iqra’. Sese

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Hadiah Rumah

    Proses lamaran Yatim berlangsung sempurna. Keesokannya, juga dilangsung lamaran abangnya. Mahra sangat senang menjadi bagian menyukseskan acara tersebut. Angga sudah memastikan tidak sesi foto bersama mereka. Karena takut tersebar di sosial media. Karena sosok istrinya cukup popular untuk masyarakat di aceh Besar dan Banda Aceh. Sangat sering, tiba-tiba Mahra diajak berfoto di tempat keramaian.“Nggak terasa Mas, kita sudah tua!” ujar Mahra saat pulang dari acara tersebut. Pikirannya melayang, saat menerima kedua anak yatim piatu tersebut. Kini mereka menjelma laki-laki yang gagah melamar gadis pujaan mereka. Keadaan ekonomi mereka terbilang sukses. Mereka punya usaha kelontong, dan air isi ulang di depan yayasan. Selain itu mereka juga mendapatkan pekerjaan di yayasan sebagai dewan guru.“Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk mereka?” tanya Angga sembari menggemgam tangan sang istri.“Mahra mereka sudah cukup Mas, usaha juga sudah punya!” sambung Mahra.“Bagaimana kalau kita hadiahka

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Riana

    “Siapa sih baik banget mau bakar rumah itu?” tanya Randi setelah mereka di dalam mobil.“Entahlah, aku juga bingung!” Bian merebahkan tubuhnya. Randi terus membanting setir dengan cepat. Harap-harap segera bisa membawa Bian jauh dari Meri dan Rena. Bisa saja kedua perempuan itu kembali meminta Randi menikah dengan anak mereka yang gila.“Kita kemana bos?” tanya Randi.“Ke Bandung!” sahut Bian.“Bandung?” Randi menoleh sejenak.“Istri dan anakku sekarang di Bandung. Aku akan meminta pada Riana untuk bersembunyi di sana sebentar,” jelas Bian.“Oh oke bos.”Bian rasanya tidak sabar untuk sampai ke sana bertemu anak istri. Memeluk dan mencium mereka. Padahal baru tadi pagi mereka berpisah.Sedangkan di kediaman Meri. Semua orang kocar-kacir, tim pemadam kebaran sudah tiba. Polisinya juga sudah tiba. Tidak ada korban, tapi, Meri rugi jutaan rupiah. Banyak perabotannya yang rusak. Dia perlu uang renovasi sekitar dua ratus juga demi kembali merehap rumahnya.“Astaga Ren, aku nggak habis pik

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Yatim Dan Yatam Anak Sulung Mahra

    Angga memastikan kalau bertamu adalah Yatim dan Yatam. Kedua laki-laki adik beradik itu duduk dengan sopan di depan istrinya. Bukan mudah masuk ke dalam rumah putih megah itu sekarang. Bahkan sekalipun orang-orang terdekat, mereka akan diperiksa dengan detail. Itu semua dilakukan Angga demi keselamatan anak istrinya. Laki-laki itu bernapas lega setelah melihat mereka.Begitu melihat Angga, mereka seraya bangun dan menyalami suami dari bunda mereka itu.“Sudah lama?” tanya Angga basa-basi setelah duduk berhadapan mereka.“Belum Mas. Tuh minum aja belum tiba!” jelas Mahra. Dia tidak sabar ingin mengatakan kedatangan mereka. “Mas lihat anakku yang tertua sudah mau nikah aja!”Angga menaikkan alisnya, seulas senyum kaget tercipta di sana.“Masha Allah, maaf ya Yatim Yatam. Selama ini, saya benar-benar sibuk sampai tidak sempat mampir-mampir ke tempat kalian. Dan juga maaf banget, sesusah itu sekarang kalian masuk ke sini bertemu bunda kalian ini!” jelas Angga.“Iya, Pak. Nggak apa-apa. K

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Masih Siaga

    Kepergian sang ayah, membuat Angga merasa ada ruang dihatinya yang kosong. Tidak ada lagi tempat dia bercerita tentang keluh kesahnya dalam mengelola perusahaanya yang besar. Mahra sering melihat suaminya berlama-lama di kamar ayahnya hingga tertidur. Dia pun mengalami kenyataan pahit, kehilangan mertua yang sangat mencintainya.Mahra masih terngiang. Tepat beberapa hari yang lalu saat Mahra menyuapkan makan siang untuk sang mertua.“Mahra!” panggil Pak Muhar dengan lemas.“Terima kasih!” tambahnya detik kemudian.Mahra menautkan alisnya.“Kenapa ayah?” tanya Mahra bingung.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup ayah. Memberikan ayah cucu! Dan teman hidup untuk angga!” jelasnya lagi suaranya sudah sangat lemas.“Mahra yang bersyukur ayah. Mahra beruntung memiliki Mas Angga!” ucapnya setelah memotong telur rebus untuk disuap.“Mahra, sebelum menikah Angga hanya punya ayah seorang keluarga intinya. Sekarang ayah bisa melihat kebahagiaanya!” tambah Pak Muhar.Mahra tersenyum. “Semoga Mah

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pergi Untuk Selamanya

    Masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Sesibuk apapun Angga, dia selalu menyempatkan mengurus ayahnya. Meskipun sekarang anak istrinya membantu. Namun, setiap dua kali sekali selalu memastikan ayahnya baik-baik saja.Pagi hari efektif, penghuni rumah mewah itu sangat sibuk dengan agenda masing-masing. Mahra yang sibuk membereskan keperluan anaknya yang hendak berangkat sekolah. Mahra tidak membiarkan hal-hal kecil seperti memastikan buku-buku dan keperluan anaknya ke sekolah dilewatkan anaknya. Padahal ada banyak pelayan di rumah itu. Pagi hari seperti ibu pada umumnya. Dia memastikan anak-anak bangun cepat. Salat subuh berjamaah, baca alquran bersama lalu olahraga. Semua itu selalu tidak terlewatkan oleh anak-anak Mahra. Bahkan anak-anak ini terkesan seperti tinggal di asrama.Begitu azan berkumandang, di yayasan. Mahra sigap membangunkan anak-anak dan suami.“Anak-anak bangun kita salat subuh!” begitu terdengar Mahra di subuh hari.Angga selalu mengimani anak istrinya salat subu

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Sebuah Tekad

    Bian terbangun saat suara ponsel sang istri mengganggunya. Dia tidak melirik ke sana. Justru memandang sang istri dengan tenang.“Boleh, saya bicarakan sesuatu?” tanya Riana setelah berdiri di samping Bian.“Apa?” sahut Bian dengan ketus, wajahnya sama sekali tidak berpaling dari buku yang dia baca.“Ini tentang ibu dan adik-adikku,” ujar Riana sambil meremas ujung piyamanya.“Duduk,” perintah Bian.Riana duduk di ujung tempat tidur.“Katakan!” tanya Bian sambil menutup bukunya.“Mila dan Dewi sudah lama berhenti sekolah, kontrakan di sana juga sudah habis. Kalau …..” ucapan Riana langsung terpotong.“Aku akan mendaftarkan Mila di pesantren terpadu, Ibu dan Dewi bisa tinggal di salah satu ruko kosong milikku,” sambung Bian.“Benarkah?” tanya Naina kegirangan.“Aku tidak pernah berbohong,” ujar Bian sambil memandang Riana dengan tatapan tajam. “Aku sudah janji akan memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluargamu.”Riana tertunduk dalam, dia ketakutan melihat Bian yang menatapnya

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Siaga

    Mahra mengadakan rapat bulanan di yayasannya. Untuk mendengar permasalahan demi permasalahan di yayasan Mata Hati tersebut. Para dewan guru, para pengasuh, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan menyampaikan segala hal mengenai kejadian di lapangan.Yayasan tersebut memiliki pengeluaran rutin setiap bulan 300.000.000. Gaji pegawai biaya makan kebersihan, listrik dan semua tata kelolanya. Uang tersebut diambil dari pendapatan properti dan rumah makan serta hasil sewa ruko-ruko yang disewakan.Angga dan Mahra memiliki 3 rumah makan, dua penginapan serta dua belas ruko yang disewakan. Semua hasil pendapatan dari properti tersebut diperuntukkan untuk yayasan. Makanya yayasan tersebut tidak pernah minus anggaran. Apalagi ada sejumlah investor yang menyumbang tidak sedikit. Maka tidak dapat dipungkiri yayasan anak yatim piatu itu menjelma menjadi yayasan pendidikan yang bergengsi. Gedungnya megah, tenaga guru-gurunya berkualitas bahkan siswanya sangat cerdas-cerdas.Meskipun harga saham peru

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Lanjut Tentang Riana

    Setelah Sembilan bulan dari acara ulang tahun Abda Nasution yang sangat mengheboh jagad dumai. Bian mendapat kabar kalau buku biografi ayahnya sudah terjual banyak. Dan sudah dibuka pre-order lagi untuk cetakan ketiga, sudah dipesan ribuan orang. Buru-buru Bian menghampiri Riana yang sedang memasak di dapur. Dengan tawa sumringah, Bian berujar.“Buku Ayah sudah dipesan ribuan orang.”“Keren sekali,” sahut Riana dengan ceria.“Semua ini karena kamu. Thanks, ya,” tambah Bian .Riana mengangguk pelan, sambil memamerkan tawa sumringahnya.“Sudah masak?” tanya Bian sambil mengelus perutnya sendiri.“Belum, sebentar lagi ya,” sahut Riana.“Oke, aku siap-siap dulu kalau gitu,” ucap Lian sambil beranjak meninggalkan istrinya.Bian kembali ke kamarnya. dia sangat bangga kepada istrinya itu. Tidak sia-sia dia memperistrikan Riana. Meskipun ada satu yang masih membuat dia tertahan untuk menyentuh sang istri, memberikan napakah lahir batin.Di perpustakaan mini yang membatasi kamar Bian melihat h

DMCA.com Protection Status