Share

Setelah Diusir Ibu Mertua
Setelah Diusir Ibu Mertua
Author: Nisa Khair

Bab 1 Bertengkar

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ayo, a' lagi, Sayang."

Kedua mataku membeliak, melihat ibu mertua memegang sendok dan sebuah pisang raja. Sendok yang sudah berisi itu siap masuk ke mulut anakku.

"Stop, ibu!"

Aku memekik, lalu berusaha meraih anakku dalam pangkuan beliau. Ibu terperanjat, begitu pula anakku.

Bayiku mulai menangis, hingga mulutnya terbuka lebar. Kulihat di dalam mulutnya masih ada benda lumat berwarna putih. Gegas kuambil dengan ujung jariku.

Tak kupedulikan tangisan bayi tiga bulan dalam gendonganku, sampai kupastikan kalau mulutnya telah bersih dari sisa buah pisang.

"Apa yang kamu lakukan, Rin? Lihat, anakmu kembali menangis!" seru ibu dengan kedua mata membelalak lebar.

"Maaf, Bu. Umur Dinar baru tiga bulan, belum boleh makan pisang, Bu," jawabku, mencoba tetap tenang.

Aku hanya pamit sebentar untuk buang air kecil tadi. Tak kusangka beliau menyuapi anakku tanpa ijin.

"Anakmu nangis, sini biar ibu suapi, biar nggak nangis lagi," pinta beliau dengan berusaha mengambil bayiku. Aku memundurkan badan, juga bayiku.

"Maaf, Bu. Biar Dinar saya beri ASI saja, ya. Dia belum boleh mengkonsumsi selain ASI, Bu."

"Walah, sok tau kamu. Bapaknya dulu juga makan pisang, kok, waktu bayi. Nyatanya dia hidup sampai sekarang," jawab ibu ketus.

Aku tak menjawab lagi perkataan beliau. Pasti akan panjang dan melebar ke mana-mana. Aku lebih memilih menyusui bayiku.

"Bu Elis, beli gula," seru seseorang terdengar memanggil ibu. Beliau segera menuju ke toko.

Aku menghela napas lega. Setidaknya, untuk sementara waktu, aku bisa menyusui bayiku dengan tenang.

Aku harap, lambung dan usus anakku tak bermasalah setelah ini, meski tak dapat dipungkiri, kalau hatiku was-was, sebab belum saatnya ia menerima asupan selain ASI.

Bayiku telah kembali tenang, hingga lama kelamaan ia tertidur dalam pangkuan. Kuletakkan ia di kamar, setelah memastikan ia benar-benar nyenyak dan kenyang.

Gegas aku beranjak ke dapur. Perutku selalu meminta diisi ulang setelah memberi ASI untuk bayiku.

"Mimpi apa dulu anakku bisa punya istri pembangkang!"

Aku baru menyuapkan dua sendok nasi, saat ibu muncul dan bicara di belakangku. Aku masih diam di tempatku.

Kudengar beliau mengumpulkan ludah dengan suara keras, lantas terdengar sentakan suara 'juh' di dekat tempatku duduk.

Ada banyak tempat di rumah ini, termasuk kamar mandi, kalau hanya untuk membuang ludah. Lantas, kenapa beliau melakukan itu tepat di belakangku?

"Punya mantu nggak bisa diatur. Manalah badannya sekarang sebesar gajah. Kayak gitu kok anakku mau. Bikin sakit mata yang lihat aja."

Ibu masih menggerutu, lalu kembali ke depan. Lagi-lagi karena ada yang memanggil.

Rasa laparku telah menguap, berganti dengan rasa yang tak bisa kujelaskan. Gegas kuberanjak, dengan membawa piring ke belakang.

Tanpa menunggu lagi, kuberikan isi piringku pada ayam yang berkeliaran di halaman belakang rumah ini.

Kembali ke kamar, kulihat bayiku masih tidur dengan nyenyak.

Tas besar di atas lemari kuturunkan. Kuhela napas panjang setelahnya.

"Aku tak bisa seperti ini terus. Lebih baik aku yang pergi dari sini, dari pada mental dan hatiku sakit diperlakukan begini sama ibu," ujarku lirih.

Satu persatu pakaian kumasukkan ke dalam tas. Air mataku ikut luruh bersamaan dengan pakaian anakku yang kumasukkan kemudian.

Aku telah bertahan setahun setengah di rumah ini. Mendapat makian dan sindiran dari ibu mertua sudah menjadi makanan sehari-hari.

Dulu aku tak masalah, sebab hanya aku sendiri di sini. Namun, sekarang kondisinya lain. Aku telah memiliki seorang anak. Aku merasa tak punya muka, sudah menjadi seorang ibu, tapi masih dimarahi oleh ibu suamiku.

Kudengar derap langkah kaki mendekat, lalu berhenti di depan pintu kamar ini.

"Mau ke mana kamu, kok pakaian cucuku dimasukkan ke dalam tas?"

Kuhentikan gerakanku, lalu menoleh ke sumber suara. Terlihat olehku, Ibu berkacak pinggang, kedua alisnya bertaut, serta kening beliau terlipat.

"Maaf, Bu. Saya mau pergi dari sini," jawabku singkat dan apa adanya.

Aku memang telah berniat pergi sejak lama, hanya saja kutahankan. Namun kali ini, rasanya aku tak bisa bertahan lagi, setelah melihat ibu menyuapi anakku.

Beliau bukan orang yang mudah menyerah. Bukan tak mungkin setelah ini akan mengulangi lagi perbuatannya, menyuapi bayiku dengan makanan tanpa sepengetahuanku.

"Silakan pergi dari sini. Tapi ingat, jangan bawa cucuku!"

Aku terkesiap, lalu menatap ke dalam mata beliau.

"Cukup, Bu. Sudah cukup selama ini saya diam. Jika saya pergi, maka saya akan membawa serta anak ini."

"Ibu tidak mengijinkan!" sahut beliau cepat.

"Anak ini binti Yudha Prasetyo! Apa pun yang terjadi, ibu tidak mengijinkan dia ke luar dari rumah ini!" tambah beliau lagi.

Kedua mata ibu berkilat-kilat. Tatapan kebencian sangat terlihat dari sana.

"Bu Elis!"

Suara seseorang memanggil beliau. Ibu menoleh ke luar sebentar, lantas kembali menatapku.

"Pergilah dari sini. Aku tak sudi melihatmu lagi di rumah ini. Tempatmu bukan di sini," ujar beliau dengan menggeram, serta telunjuknya menunjuk tepat di depan hidungku.

Panggilan dari luar yang berulang, membuat beliau berlalu pergi dari hadapanku.

Aku kembali memasukkan beberapa keperluan anakku, berniat pergi dari sini sekarang juga.

Kuambil gendongan, dengan air mata yang mulai berjatuhan.

"Kita pergi dari sini ya, Nak," ujarku dengan mendekap anakku.

.

Bersambung

Related chapters

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 2 Izinkan Aku, Mas!

    "Kita pergi dari sini ya, Nak," ujarku dengan mendekap anakku.Aku menyapu pandang pada seluruh isi kamar, sebelum beranjak meninggalkan tempat ini. Tempat yang menjadi saksi bisu kisah hidupku selama tinggal di sini.Pandangan mataku mengabur, saat bertemu dengan foto pernikahan yang terpajang di dinding kamar.Terlihat di sana, Mas Yudha tersenyum serta memandangku dengan penuh cinta. Ya, hanya cinta Mas Yudha yang membuatku bertahan di rumah ini.Kini aku menggelengkan kepala. Tidak, aku tak boleh pergi tanpa ijinnya. Aku seorang istri, tak bisa pergi begitu saja tanpa ijin suami.Gegas kuraih ponsel, hendak menghubungi. "Jangan telpon aku di jam kerja, kecuali aku yang nelpon dulu, oke?" Teringat pesannya, urung kutekan tombol bergambar gagang telepon. Bagaimana ini? Bertahan di rumah ini, aku sudah tak tahan lagi. Pergi tanpa ijinnya juga aku takut dia khawatir jika ia pulang tapi tak menemukan aku dan bayiku."Bertahanlah di sini, aku tau kalau kamu wanita kuat," begitu sel

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 3 Mas Yudha

    "Maaf Mas, kali ini aku tak bisa bertahan lagi. Atau, kamu mau melihatku mati berdiri jika memaksa aku bertahan lebih lama lagi?"Mas Yudha terkesiap mendengar jawabanku."Dek, apa yang kamu katakan? Mas ingin hidup dan menua bersamamu. Kenapa kamu mengatakan hal yang membuatku takut?"Dipegangnya kedua bahu, serta memandang lekat ke dalam bola mataku. Aku sendiri tak bisa menahan diri. Pandanganku telah terhalang oleh kaca-kaca bening, yang kutahan supaya ia tak luruh."Maaf, Mas. Aku tak bermaksud menakutimu. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Jika aku bertahan lebih lama lagi di rumah ini, bukan tak mungkin aku menjadi mayat saat keluar dari sini."Ia telah lama mengetahui perseteruanku dengan Ibu. Selama ini, ia selalu bisa meyakinkan aku, supaya tetap tinggal dan mengalah.Kupegang lengannya, lalu melanjutkan kalimatku."Ijinkan aku pergi dari sini, ya. Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Aku rindu dengan anak sulungku," pungkasku.Aku tak berdusta soal ini. Terakhir bertemu ti

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 4 Pergumulan Yudha

    [ POV Yudha ]"Apa yang sudah ibu lakukan pada istriku, hingga ia tak mau lagi tinggal di rumah ini?!"Aku ingin dengar dari ibu sendiri. Bertanya pada Karin, ia pasti menutupi perbuatan Ibu. Ini bukan kejadian pertama kali. Tak mungkin karena hal sepele lalu ia minta pulang dan tak bisa dicegah lagi. Terlebih lagi, kulihat sisa tangisan masih terlihat jelas, meski berusaha ia tutupi dengan senyuman di depanku.Tak kudengar suara ibu, selain isakan. "Maafkan ibu, Yudha." Hanya itu yang beliau ucapkan, lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Isakan makin terdengar. Bahunya mulai terguncang.Sayangnya, aku tak lagi iba. Aku sudah bosan melihat sandiwara seperti ini."Berhentilah ikut campur rumah tanggaku, kalau masih mau melihatku di rumah ini.""Apa maksudmu, Yudha?" sambar ibu."Harus kukatakan berapa kali, Bu, Karin itu hidupku. Kebahagiaanku. Kalau ibu menyakiti hatinya, sama saja ibu menyakiti hatiku."Ibu justru mencebik. Cepat sekali ekspresinya berubah."Kasihan seka

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 5 Bersama Keluarga

    Aku menikmati perjalanan yang tersisa.Membuang pandang ke luar jendela, lalu tersenyum melihat pemandangan di luar sana.Matahari telah bergeser ke arah barat, saat kendaraan roda empat yang kami naiki memasuki desa kelahiranku.Desa yang tak pernah kukunjungi setahun terakhir. Kelebat kenangan masa dulu, melintas satu persatu.Ibu menyambut kedatangan kami bertiga dengan sukacita. Sementara bapak masih di sawah. Silvi anakku, masih belum terlihat."Istirahatlah dulu, sebentar lagi bapak pulang. Silvi masih ngaji di TPA," ujar ibu setelah kutanya keberadaan mereka berdua.Mas Yudha segera membersihkan diri, setelah berbincang sebentar dengan ibu dan keluarga yang tinggal dekat ibu.Dinar, ia telah berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Ia menghadirkan senyum bagi banyak orang yang baru ia jumpai."Ibu ... ."Silvi menghambur memelukku, begitu melihat sosokku berdiri tegak di depan pintu, menyambut kepulangannya dari TPA.Anakku telah besar sekarang. Ada rasa haru menyeruak,

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 6 Si Menantu Pembangkang

    Sepeninggal bapak, kuurus keperluan Silvi, sementara Dinar dipegang ibu.Biasanya ibu ikut ke sawah juga, tapi kali ini beliau memilih tinggal, sebab kedatangan cucunya yang lain."Biar saya yang antar Silvi ke sekolah, Bu," pintaku, setelah anak sulungku siap dengan pakaian seragam dan tas sekolahnya. Ibu mengiyakan. "Berangkat sama ibu ya, Nak?" tawarku, yang segera disambut dengan anggukan.Kupastikan Dinar kenyang dan pulas tertidur, sebelum akhirnya aku melajukan motor, mengantar anakku ke sekolah. Hal yang selama ini belum pernah kulakukan, sebab terpisah jarak."Karin!"Silvi baru memasuki halaman sekolah, aku pun baru akan menstarter sepeda motor, saat kudengar namaku dipanggil.Bibirku melengkungkan senyum, begitu mengetahui siapa pemilik suara tadi. Tiwi, temanku SD, yang terlihat memakai seragam, seperti guru TK yang lain. Aku bergegas turun dari motor. Tak sopan rasanya duduk di atas motor sambil berbincang, meski dengan teman lama sekali pun."Kapan pulang?" tanyanya, s

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 7

    Awalnya, kupikir Dinar akan rewel sebab beradaptasi dengan suasana baru di desa ini.Nyatanya, ia justru anteng, lebih anteng dan tidurnya lebih nyenyak. Sama sepertiku, terbawa suasana tenang di sini, membuat aku bangun dengan badan segar, sebab istirahatku tak terganggu semalaman."Dia capek di perjalanan, biar Ibu pijit, ya?" pinta ibu pagi tadi.Aku mengiyakan, sebab ibu memang biasa memijit bayi tetangga jika diminta.Ibu dengan telaten memijit seluruh badannya sebelum dimandikan pagi tadi. Setelah itu, ia tidur nyenyak hingga hampir tengah hari.Silvi sendiri terlihat asyik mengajak adiknya bercanda, meski dijawab dengan bahasa bayi, tak mengurangi tawa di wajah kecil itu. Ia bahkan mengajak beberapa teman sepermainan ke rumah, demi memamerkan adik kecilnya yang baru datang.Lewat tengah hari, datang seorang kerabat jauh, membawa sebuah undangan pernikahan."Kebetulan ada Karin di rumah. Kakakmu mau nikah, kamu bisa datang, kan, Rin?"

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 8

    Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah. Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore. Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan."Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri. Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut."Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 9

    Perjalanan kali ini terasa lambat. Tak ada temanku bicara, tak ada yang kuajak bertukar kata.Hanya foto kami bertiga menjadi pelepas rindu. Terlebih pada bayi kecilku, yang kini mulai berceloteh lebih banyak dari sebelumnya.Ibu tak henti menanyaiku, sejak awal perjalanan, hingga saat aku tiba di rumah. Aku pun merasa jengah."Kamu, kok balik sendirian, Yudha? Mana anak kamu? Mana Karin? Mereka berdua baik-baik saja, kan?"Ibu beruntun menanyaiku yang baru saja sampai. Lantas mengikuti langkah panjangku memasuki rumah."Sementara mereka tinggal di sana dulu, Bu," ujarku menyudahi pertanyaan ibu yang tanpa henti."Apa maksudmu dengan tinggal di sana? Apa cucuku tak akan kembali ke rumah ini?" tanya ibu lagi."Ibu, aku baru saja sampai. Tak bisakah ibu biarkan aku istirahat dulu barang sejenak?"Kuserahkan kardus berisi oleh-oleh dari orang tua istriku. Ibu menerima, tapi tak kunjung diletakkan, kardus itu masih menggantung di udara.Kuserahka

Latest chapter

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Terpojok

    "Kamu nggak pengen tau, ke mana saja suami kamu beberapa hari ini?"Itulah pertanyaan yang diajukan pertama kali usai Andin menyalami Bu Elis. Bukan wanita paruh baya itu yang bertanya, melainkan si calon menantu idaman, Mira."Enggak," jawab Andin santai.Mira memutar bola mata."Kamu nggak curiga dia berbuat serong? Nggak penasaran kenapa sering pulang terlambat?"Andin terkekeh pelan. Yang diucapkan Mira memang benar. Suaminya sering pulang terlambat. Tak dipungkiri kalau hatinya kadang merasa cemas. Namun, dia memilih menutup mata.Bukankah semakin mencari tau, maka akan semakin sakit hati jika mengetahui sesuatu yang tidak diharapkan?Maka Andin memilih diam, terus melangitkan doa untuk suami dan keluarga kecilnya. Menitipkan penjagaan pada Rabb-nya lah yang ia lakukan jika berjauhan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Angga sudah seperti orang asing meski tinggal di bawah atap yang sama.

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Mereka Datang Lagi

    Membawa langkah ke kamar anak-anak. Diciuminya bergantian hingga kedua menggeliat lucu, tapi masih enggan membuka mata.Berada di kamar, membuat Andin merasakan kantuk, sedangkan hari masih terlalu pagi untuk tidur lagi. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan. Namun, wanita itu ikut berbaring di samping si bungsu Dani. Aroma harum dari tubuh kecil itu telah menjadi candu baginya.Diulang berapa kali pun ia tak merasa bosan. Oh, sesungguhnya ia takut jika kebersamaan dengan mereka akan segera direnggut, seperti yang pernah diucapkan sang suami beberapa waktu lalu.Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguat dari kepala dan tengkuk anaknya, sampai bocah berambut cepak itu membuka mata karena geli."Ibu, ayah mana?" tanya Dani begitu bersitatap dengan sang ibu."Ayah kerja, Sayang," jawab Andin, kembali mengecup kening anaknya."Mau jajan, sama ayah … ," rengek Dani, masih malas-malasan di tempat tidur."Iy

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Kopi yang Dingin

    Sudah satu jam lamanya Andin duduk diam sambil menatapi layar ponselnya yang menampilkan lembar kosong di notepad, tempat ia biasa menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah cerita bersambung.Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan dengan suaminya, serta permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya. Bukan kali pertama Bu Elis memberi saran untuk berpisah dengan Angga jika Andin tak mau menuruti keinginannya. Namun, waktu pertama kali mengatakan hal tersebut, Angga tak mengetahuinya. Sementara kali ini, secara terang-terangan beliau meminta, bahkan membawa serta seorang perempuan yang telah dipilih.Suara tiang besi yang diketuk satu kali membuat Andin memilih menyudahi kegundahan hatinya. Gegas membawa langkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Ia mengadu di atas sajadah yang dibentangkan di lantai keramik dingin di kamar belakang..Pagi-pagi sekali, Andin sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Meski pern

DMCA.com Protection Status