Home / Rumah Tangga / Setelah Diusir Ibu Mertua / Bab 5 Bersama Keluarga

Share

Bab 5 Bersama Keluarga

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2022-09-16 14:49:53

Aku menikmati perjalanan yang tersisa.

Membuang pandang ke luar jendela, lalu tersenyum melihat pemandangan di luar sana.

Matahari telah bergeser ke arah barat, saat kendaraan roda empat yang kami naiki memasuki desa kelahiranku.

Desa yang tak pernah kukunjungi setahun terakhir. Kelebat kenangan masa dulu, melintas satu persatu.

Ibu menyambut kedatangan kami bertiga dengan sukacita. Sementara bapak masih di sawah. Silvi anakku, masih belum terlihat.

"Istirahatlah dulu, sebentar lagi bapak pulang. Silvi masih ngaji di TPA," ujar ibu setelah kutanya keberadaan mereka berdua.

Mas Yudha segera membersihkan diri, setelah berbincang sebentar dengan ibu dan keluarga yang tinggal dekat ibu.

Dinar, ia telah berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Ia menghadirkan senyum bagi banyak orang yang baru ia jumpai.

"Ibu ... ."

Silvi menghambur memelukku, begitu melihat sosokku berdiri tegak di depan pintu, menyambut kepulangannya dari TPA.

Anakku telah besar sekarang. Ada rasa haru menyeruak, saat ia memelukku erat.

Anak yang tak mendapat kasih sayang ayahnya sejak lahir. Pun kasih sayangku, sebab sejak umurnya delapan bulan, aku harus merantau ke kota untuk bekerja, demi terbeli susu untuknya.

Ayahnya, jangan ditanya. Ia sudah tak ada kabar sejak palu hakim diketuk, tanda perpisahan kami diresmikan.

"Carilah kebahagiaanmu sendiri, Silvi biar bapak sama ibu yang urus," demikian pinta Bapak, saat pertama kali Mas Yudha memperkenalkan diri.

Usianya empat tahun saat itu, saat pernikahanku dilangsungkan.

Meski berat, kurelakan juga meninggalkan Silvi bersama kedua orang tuaku. Pun sebab permintaan ibu Mas Yudha.

"Ibu tak mau orang sini tau, kalau menantuku sudah punya anak. Paling tidak, tunggulah sampai satu tahun," pinta ibu, kala itu.

Aku menuruti pinta beliau, setelah Mas Yudha meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.

Besar harapan bahwa hati beliau akan luluh, lalu lembut dan melunak, seperti layaknya batu yang ditetesi air, lama kelamaan akan berlubang juga.

Kusejajarkan tinggi pada anakku, setelah melepaskan pelukan, lalu kuhujani ia dengan ciuman bertubi-tubi.

"Ibu kangen, Nak," ujarku, lalu kembali mendekapnya dalam dada.

Ia balas mengeratkan badan, seakan mengerti dan menyalurkan rindu yang terpendam sekian lama.

"Mau lihat adik, nggak?" tawarku, setelah puas melepas rindu.

Ia mengangguk setuju, lantas kuraih badan mungilnya ke dalam gendongan.

"Adik bobo sini sama Kak Silvi kan, Bu?" tanyanya, setelah puas menghujani sang adik dengan kecupan sayang.

Aku mengangguk mengiyakan, lalu menemani berbincang.

"Mana anak cantiknya Ayah," sapa Mas Yudha.

Silvi malu-malu saat Mas Yudha hendak menggendongnya.

"Kakak sudah besar, Yah, nggak mau digendong," pungkasnya, membuat Mas Yudha tertawa kecil, lalu mengajak berbincang banyak hal.

Ada yang menghangat di hatiku, melihat keluarga kecilku berkumpul seperti ini. Jika memungkinkan, ingin rasanya kubawa serta Silvi tinggal bersamaku.

.

Menikmati pagi dengan melihat pemandangan hijau di belakang rumah, membuat hatiku terasa damai.

Tenang sekali di sini, tak seperti di rumah orang tua Mas Yudha, yang ramai dengan hiruk pikuk kendaraan bermotor.

Untuk pertama kalinya, semalam aku bisa tidur nyenyak lagi, tanpa deru kendaraan bermotor yang melintas tiba-tiba.

"Mana Yudha?" tanya bapak, sambil celingukan mencari keberadaan menantunya.

"Masih tidur, Pak," jawabku apa adanya.

"Sudah jam berapa ini, masih belum bangun juga?"

Kudengar bapak mendecak kesal. Mas Yudha memang biasa bangun siang, sebab terjaga semalaman. Hal ini juga yang sering membuat ia berselisih dengan sang ibu.

"Sebentar lagi juga bangun, Pak. Masih capek dia," belaku.

Bapak tak menanggapi. Tangan kanannya meraih sepotong singkong rebus, lalu mulai menyuapkan ke mulut.

"Masih tinggal di sana, kamu?" tegur bapak, lantas menyeruput kopi yang baru saja kusajikan.

"Masih, Pak," jawabku singkat.

Kunikmati singkong rebus yang tersaji di meja. Hal yang hampir selalu kulakukan saat di rumah, yakni menemani bapak menikmati pagi, sebelum berangkat ke sawah.

"Mau di sini sampai kapan? Jangan lama-lama."

Aku terkesiap mendengar ucapan bapak. Kutatap lekat wajah bapak, sambil mencari tau, apa maksud ucapan yang baru saja menyusup ke telingaku.

Asap tipis kembali mengepul, seiring dengan hembusan napas bapak.

"Bapak, kok gitu ngomongnya. Bukannya seneng anaknya pulang," ujarku dengan mengerucutkan bibir.

Bapak mulai terbatuk, seperti tersedak asap yang ia keluarkan sendiri.

"Itu asapnya dikurangi makanya, dibilangin nggak pernah didenger," ujarku kesal.

Kuambilkan juga segelas air putih dalam gelas, lalu kuulurkan pada beliau yang segera diterima.

"Ini sudah jadi menu utama, nggak bisa ditawar," pungkas bapak, setelah menghabiskan isi gelas seluruhnya.

"Terserah bapak lah. Asal jangan dekat Silvi kalo lagi berasap begini. Aku nggak mau anakku sakit," pungkasku, lalu meraih gelas bapak, ikut menyeruput isinya yang masih setengah.

"Eh, masih suka ngopi kamu, Rin?"

Bapak bertanya sambil menaikkan alis, menatapku dengan pandangan bertanya. Lama tak menghabiskan waktu bersama, tak lantas mengubah kebiasaanku saat berada dekat bapak.

"Masih, dong. Apalagi berbagi sama bapak," jawabku sambil terkekeh.

Bapak tak menanggapi, beralih kembali meniupkan asap tipis ke udara.

"Ya kalau mau di sini nggak papa, cuma kasihan ibumu, sama siapa dia. Apalagi cucunya kamu bawa ke sini. Kesepian pasti."

Kualihkan pandang pada lelaki yang duduk di sampingku, lelaki yang menjadi cinta pertamaku. Kenapa beliau lebih mengkhawatirkan ibu mertua, bukannya aku putrinya. Apa maksudnya coba.

"Bapak sudah memasrahkan kamu sama mertua dan suamimu. Kalau nggak betah serumah, ya cari rumah yang dekat sana, biar bisa saling kunjung."

Aku bahkan belum bercerita apa pun pada beliau, tapi seolah beliau mengerti sebab kepulanganku kali ini.

"Bapak ke sawah dulu, baik-baik di rumah, ya," pamit bapak, lalu mengelus kepalaku.

Tak menunggu jawabanku, bapak segera meraih caping, lantas berganti pamit pada ibu, sebelum benar-benar pergi.

Terbersit tanya di benakku, salahkah aku pulang ke rumah ini, saat merasa tak nyaman di rumah mertuaku?

Aku tak berniat tinggal dalam waktu lama di sini. Aku akan segera kembali, nanti, setelah berhasil membujuk Mas Yudha, supaya tak lagi tinggal serumah dengan ibu.

Kapan waktu itu tiba, biar waktu yang bicara. Kita lihat saja nanti.

.

Related chapters

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 6 Si Menantu Pembangkang

    Sepeninggal bapak, kuurus keperluan Silvi, sementara Dinar dipegang ibu.Biasanya ibu ikut ke sawah juga, tapi kali ini beliau memilih tinggal, sebab kedatangan cucunya yang lain."Biar saya yang antar Silvi ke sekolah, Bu," pintaku, setelah anak sulungku siap dengan pakaian seragam dan tas sekolahnya. Ibu mengiyakan. "Berangkat sama ibu ya, Nak?" tawarku, yang segera disambut dengan anggukan.Kupastikan Dinar kenyang dan pulas tertidur, sebelum akhirnya aku melajukan motor, mengantar anakku ke sekolah. Hal yang selama ini belum pernah kulakukan, sebab terpisah jarak."Karin!"Silvi baru memasuki halaman sekolah, aku pun baru akan menstarter sepeda motor, saat kudengar namaku dipanggil.Bibirku melengkungkan senyum, begitu mengetahui siapa pemilik suara tadi. Tiwi, temanku SD, yang terlihat memakai seragam, seperti guru TK yang lain. Aku bergegas turun dari motor. Tak sopan rasanya duduk di atas motor sambil berbincang, meski dengan teman lama sekali pun."Kapan pulang?" tanyanya, s

    Last Updated : 2022-09-16
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 7

    Awalnya, kupikir Dinar akan rewel sebab beradaptasi dengan suasana baru di desa ini.Nyatanya, ia justru anteng, lebih anteng dan tidurnya lebih nyenyak. Sama sepertiku, terbawa suasana tenang di sini, membuat aku bangun dengan badan segar, sebab istirahatku tak terganggu semalaman."Dia capek di perjalanan, biar Ibu pijit, ya?" pinta ibu pagi tadi.Aku mengiyakan, sebab ibu memang biasa memijit bayi tetangga jika diminta.Ibu dengan telaten memijit seluruh badannya sebelum dimandikan pagi tadi. Setelah itu, ia tidur nyenyak hingga hampir tengah hari.Silvi sendiri terlihat asyik mengajak adiknya bercanda, meski dijawab dengan bahasa bayi, tak mengurangi tawa di wajah kecil itu. Ia bahkan mengajak beberapa teman sepermainan ke rumah, demi memamerkan adik kecilnya yang baru datang.Lewat tengah hari, datang seorang kerabat jauh, membawa sebuah undangan pernikahan."Kebetulan ada Karin di rumah. Kakakmu mau nikah, kamu bisa datang, kan, Rin?"

    Last Updated : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 8

    Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah. Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore. Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan."Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri. Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut."Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal

    Last Updated : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 9

    Perjalanan kali ini terasa lambat. Tak ada temanku bicara, tak ada yang kuajak bertukar kata.Hanya foto kami bertiga menjadi pelepas rindu. Terlebih pada bayi kecilku, yang kini mulai berceloteh lebih banyak dari sebelumnya.Ibu tak henti menanyaiku, sejak awal perjalanan, hingga saat aku tiba di rumah. Aku pun merasa jengah."Kamu, kok balik sendirian, Yudha? Mana anak kamu? Mana Karin? Mereka berdua baik-baik saja, kan?"Ibu beruntun menanyaiku yang baru saja sampai. Lantas mengikuti langkah panjangku memasuki rumah."Sementara mereka tinggal di sana dulu, Bu," ujarku menyudahi pertanyaan ibu yang tanpa henti."Apa maksudmu dengan tinggal di sana? Apa cucuku tak akan kembali ke rumah ini?" tanya ibu lagi."Ibu, aku baru saja sampai. Tak bisakah ibu biarkan aku istirahat dulu barang sejenak?"Kuserahkan kardus berisi oleh-oleh dari orang tua istriku. Ibu menerima, tapi tak kunjung diletakkan, kardus itu masih menggantung di udara.Kuserahka

    Last Updated : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 10

    Belum sempat kulangkahkan kaki, tangan ibu telah mencekal lenganku. "Yudha."Aku menoleh, menemukan wajah ibu yang memandang tajam ke dalam mataku."Iya, Bu, gimana?""Perempuan itu milik suami dan keluarganya kalau sudah menjadi istri, apa kamu lupa? Kenapa kamu biarkan dia di sana, sedangkan kamu di sini. Rumah tangga macam apa yang kamu jalani, Nak?"Aku terkesiap mendengar penuturan ibu. Tak mengerti, kenapa selalu mempersalahkan rumah tanggaku."Maksud Ibu apa?"Ganti aku yang menatapnya penuh tanya. Tatapan ibu tak setajam tadi. "Asal ibu tau, ya. Semua ini gara-gara ibu! Aku hanya mau anak dan istriku di sini. Tapi ibu telah membuat ia pergi dan tak mau kembali!"Aku bersuara dengan keras, meluapkan isi hati. Tak bisa kukendalikan lidah ini. Tak teringat lagi pinta Karin untuk bersuara pelan di depan wanita ini, wanita yang telah melahirkanku. Ibu tentu saja terperanjat dengan sambutanku.Kondisi fisikku memang sedang lelah,

    Last Updated : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 11

    Aku mulai menjalani hari-hari tanpa Mas Yudha.Tanpa ibu dan bapak juga, sebab sibuk sekali di sawah, meninggalkan aku seorang diri di rumah, mengurus dua orang anakku.Ya, meski Silvi sudah bisa main di luar bersama teman-teman dan sepupu yang tinggal berdekatan. Tetap saja ada ulahnya yang menyita perhatian dan waktuku, seperti pagi menjelang siang ini."Adek cantikk!"Kedua mata yang sempat terpejam, kembali terbuka lebar. Bayi kecil itu mulai menangis, sebab terkejut oleh suara kakaknya. "Astaghfirullah!"Aku pun ikut terlonjak, sebab kedatangan yang tiba-tiba, saat aku hampir ikut terlelap. Tanpa sadar, kedua mata ini melotot ke arah anak sulungku.Sepasang tangan kecil itu menggantung di udara, tepat di samping bayiku yang kini menendang-nendang udara di antara suara tangisnya. Silvi mengkerut di tempat, lalu menundukkan kepala. Bibirnya melengkung ke bawah. Ia pasti ikut terkejut dengan sambutan yang ia dapat."Kakak, maaf ya, a

    Last Updated : 2022-10-24
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 12

    Melihat sosoknya, seakan menyedotku ke masa itu. Masa kelam di hidupku … .Seperti sebuah kaset yang diputar ulang, semua muncul begitu saja di dalam benak tanpa bisa dicegah lagi."Rin! Karin!"Aku yang sedang membilas cucian, segera menghampiri Mas Firman, suamiku.Ia tengah berkacak pinggang di depan meja makan saat aku sampai."Iya, saya Mas," jawabku takut-takut.Kutundukkan kepalaku, tak berani menatap ke wajahnya yang selalu datar jika berhadapan denganku."Mana sarapanku? Kenapa tak ada apa pun di atas meja ini?!" serunya lagi, membuat aku terjingkat."M-maaf, Mas. Semua persediaan di dapur sudah habis, jadi aku tak bisa memasak pagi ini," jawabku apa adanya. Badanku pun gemetar, sebab tak terisi apa pun sejak semalam.Ia hanya memberiku seratus ribu untuk belanja seminggu, dan itu sudah habis sejak dua hari lalu. Semalam aku meminta tambahan uang belanja, sebab sudah tak ada apa pun lagi di da

    Last Updated : 2022-10-24
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 13

    "Seharusnya ucapkan itu pada mantan mertuamu. Enyah sekarang juga dari hadapanku."Lelaki itu menurut, lantas pamit pada Mbak Fatma. Ia telah tak terlihat lagi, lalu Mbakku kembali masuk. Ia terperanjat begitu bertemu mata denganku."Karin, kamu ... .""Aku nggak papa, Mbak," ujarku dengan tersenyum."Terima kasih, untuk tak membiarkan ia lebih lama di rumah ini," tambahku lagi."Jangan kuatir. Mbak pastikan ia tak akan menggangu kalian lagi," ujar Mbak Fatma, lalu memelukku erat.Suara tangis Dinar membuat kami melepaskan diri. Lalu kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing.Silvi kembali dengan tiga cup es krim. Ia membagi satu untukku, lalu menyerahkan uang kembalian. Uang yang pertama kali ia terima dari ayah yang selama ini mengabaikannya."Yang ini buat Tante ya, Bu," ujarnya yang segera kuiyakan. Ia pun bergegas ke luar.Dinar telah kenyang, lalu mulai berceloteh bahasa bayi. Kubawa ia ke lua

    Last Updated : 2022-10-25

Latest chapter

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Terpojok

    "Kamu nggak pengen tau, ke mana saja suami kamu beberapa hari ini?"Itulah pertanyaan yang diajukan pertama kali usai Andin menyalami Bu Elis. Bukan wanita paruh baya itu yang bertanya, melainkan si calon menantu idaman, Mira."Enggak," jawab Andin santai.Mira memutar bola mata."Kamu nggak curiga dia berbuat serong? Nggak penasaran kenapa sering pulang terlambat?"Andin terkekeh pelan. Yang diucapkan Mira memang benar. Suaminya sering pulang terlambat. Tak dipungkiri kalau hatinya kadang merasa cemas. Namun, dia memilih menutup mata.Bukankah semakin mencari tau, maka akan semakin sakit hati jika mengetahui sesuatu yang tidak diharapkan?Maka Andin memilih diam, terus melangitkan doa untuk suami dan keluarga kecilnya. Menitipkan penjagaan pada Rabb-nya lah yang ia lakukan jika berjauhan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Angga sudah seperti orang asing meski tinggal di bawah atap yang sama.

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Mereka Datang Lagi

    Membawa langkah ke kamar anak-anak. Diciuminya bergantian hingga kedua menggeliat lucu, tapi masih enggan membuka mata.Berada di kamar, membuat Andin merasakan kantuk, sedangkan hari masih terlalu pagi untuk tidur lagi. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan. Namun, wanita itu ikut berbaring di samping si bungsu Dani. Aroma harum dari tubuh kecil itu telah menjadi candu baginya.Diulang berapa kali pun ia tak merasa bosan. Oh, sesungguhnya ia takut jika kebersamaan dengan mereka akan segera direnggut, seperti yang pernah diucapkan sang suami beberapa waktu lalu.Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguat dari kepala dan tengkuk anaknya, sampai bocah berambut cepak itu membuka mata karena geli."Ibu, ayah mana?" tanya Dani begitu bersitatap dengan sang ibu."Ayah kerja, Sayang," jawab Andin, kembali mengecup kening anaknya."Mau jajan, sama ayah … ," rengek Dani, masih malas-malasan di tempat tidur."Iy

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Kopi yang Dingin

    Sudah satu jam lamanya Andin duduk diam sambil menatapi layar ponselnya yang menampilkan lembar kosong di notepad, tempat ia biasa menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah cerita bersambung.Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan dengan suaminya, serta permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya. Bukan kali pertama Bu Elis memberi saran untuk berpisah dengan Angga jika Andin tak mau menuruti keinginannya. Namun, waktu pertama kali mengatakan hal tersebut, Angga tak mengetahuinya. Sementara kali ini, secara terang-terangan beliau meminta, bahkan membawa serta seorang perempuan yang telah dipilih.Suara tiang besi yang diketuk satu kali membuat Andin memilih menyudahi kegundahan hatinya. Gegas membawa langkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Ia mengadu di atas sajadah yang dibentangkan di lantai keramik dingin di kamar belakang..Pagi-pagi sekali, Andin sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Meski pern

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status