Share

Bab 2 Izinkan Aku, Mas!

Penulis: Nisa Khair
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-16 14:46:10

"Kita pergi dari sini ya, Nak," ujarku dengan mendekap anakku.

Aku menyapu pandang pada seluruh isi kamar, sebelum beranjak meninggalkan tempat ini.

Tempat yang menjadi saksi bisu kisah hidupku selama tinggal di sini.

Pandangan mataku mengabur, saat bertemu dengan foto pernikahan yang terpajang di dinding kamar.

Terlihat di sana, Mas Yudha tersenyum serta memandangku dengan penuh cinta. Ya, hanya cinta Mas Yudha yang membuatku bertahan di rumah ini.

Kini aku menggelengkan kepala. Tidak, aku tak boleh pergi tanpa ijinnya. Aku seorang istri, tak bisa pergi begitu saja tanpa ijin suami.

Gegas kuraih ponsel, hendak menghubungi.

"Jangan telpon aku di jam kerja, kecuali aku yang nelpon dulu, oke?"

Teringat pesannya, urung kutekan tombol bergambar gagang telepon.

Bagaimana ini?

Bertahan di rumah ini, aku sudah tak tahan lagi. Pergi tanpa ijinnya juga aku takut dia khawatir jika ia pulang tapi tak menemukan aku dan bayiku.

"Bertahanlah di sini, aku tau kalau kamu wanita kuat," begitu selalu pesannya, saat melihatku berwajah muram.

Baiklah, aku akan sabar menunggu sebentar lagi. Kuhela napas panjang, lalu meletakkan kembali tas yang telah kujinjing.

Aku akan ke rumah Budhe, sambil menunggu Mas Yudha pulang kerja.

"Hallo, cah ayu," sapa Budhe Harti, begitu aku sampai. Rumahnya dekat saja, hanya selisih dua rumah. Anakku segera diambil alih.

"Habis berantem, Rin?" tanya Budhe dengan menelisik wajahku.

Beliau pasti melihat bekas tangisan di wajah ini. Aku hanya tersenyum menanggapi.

"Biasa, Budhe."

"Sabar-sabarno, Rin, ibumu ya memang begitu orangnya. Sudah rahasia umum, kalau mulutnya itu ... ."

Budhe tak melanjutkan kalimatnya, sebab Mbak Heni datang dengan membawa Riska, anaknya.

Riska mulai mencolek pipi anakku, lalu menciumi dengan sukacita.

"Kenapa, Rin? Habis perang sama Mak Lampir?" tanya Mbak Heni, lalu tertawa kecil. Aku menggelengkan kepala melihat tingkahnya.

"Hush, sembarangan nyebut orang tua, kamu, Hen!" tegur Budhe. Mbak Heni nyengir.

"Aku mau pamit, Mbak," jawabku, kemudian melihat Budhe dan Mbak Heni bergantian.

"Pamit ke mana? Mau pulang?" tanya Mbak Heni dengan melebarkan mata.

"Beneran pulang?"

Budhe mendekat, lalu memegang bahuku. Aku mengangguk.

"Nanti Mak Lampir nggak ada lawannya, dong!" cetus Mbak Heni lagi.

"Iya, Mbak, sudah nggak sanggup aku. Ini numpang di sini dulu, ya, sambil nunggu Mas Yudha pulang kerja," jawabku, yang segera diiyakan oleh mereka.

Di sinilah aku selalu, jika di rumah mulai berseteru dengan ibu mertua.

Kami lalu melanjutkan berbincang ringan. Sesekali tertawa, hingga sedikit membuatku melupakan pertikaian dengan ibu beberapa saat tadi.

Aku pamit setelah mendengar adzan Ashar berkumandang.

Gegas kumandikan anakku. Ia harus sudah wangi dan bersih saat ayahnya pulang nanti.

Ibu segera menyambar anakku, begitu aku beranjak menjemur handuk. Rasa tak rela, tapi mau mencegah juga tak bisa. Hanya anakku satu-satunya cucu yang tinggal di dekat beliau.

"Lakukan saja tugasmu, bersihkan rumah sebelum Yudha pulang kerja!" titah ibu, lantas beliau mulai mengajak anakku ke luar sambil mengajak berbincang.

Kupatuhi titah beliau. Entah bagaimana nanti jika aku tak lagi tinggal di sini, sebab sehari-hari, Ibu hanya sibuk mengurus toko sembako di depan rumah.

Yang Ibu tau, rumah ini bersih dan rapi saat beliau kembali dari toko. Jika ada debu yang menempel sedikit saja, maka siapkan saja telinga untuk mendengar kalimat berjilid-jilid.

Suara deru kendaraan bermotor, berhenti di halaman rumah ini, tepat saat aku selesai membersihkan diri.

Setengah berlari aku menuju teras, lalu menyambut suamiku dengan senyum terbaik. Wajahnya terlihat keruh, lalu menatapku dengan sorot mata bertanya.

Di belakangnya, kulihat ibu tersenyum miring. Kurasa beliau telah mengatakan sesuatu pada suamiku.

Mengabaikan Ibu, kuajak suamiku masuk, lantas kusiapkan air mandi. Aku akan mengajak ia bicara setelah lelahnya berkurang nanti.

"Ini ngapain, ada tas besar di sini?" tanyanya dengan menunjuk tas yang kuletakkan di dekat pintu kamar.

"Mau pulang dia," sambar ibu, sebelum sempat aku menjawab pertanyaan suamiku.

Geram sekali aku melihat kemunculan beliau yang tiba-tiba. Mas Yudha melihatku dengan alis bertaut. Dipegangnya lenganku.

"Kalian, habis berantem?"

Ia bertanya setelah ibu berlalu ke luar rumah. Aku mengangguk.

"Biasa juga baikan lagi, kan. Ngapain pulang? Nanti Mas sama siapa di sini?"

"Mas, tolong ijinkan aku pulang ke rumah orang tuaku. Ak-aku, kangen sama Silvi," ujarku terbata.

Silvi anak pertamaku dari pernikahan terdahulu.

Ya, aku seorang janda beranak satu saat menikah dengan Mas Yudha. Hal itu yang membuat ibu mertua membenciku, sebab statusku, serta sebab beliau telah memilih calon menantu selainku.

"Kalau kangen kan bisa nelpon. Kita telpon aja, ya?"

Ia hendak mengambil ponsel di atas nakas, tapi kucegah.

"Aku hanya mau pulang, Mas. Aku sudah tak sanggup lagi tinggal di sini," ujarku dengan suara yang mulai parau.

"Dek, apa yang terjadi? Biasanya kamu kan nggak gini? Biasanya kamu selalu kuat, kan?" tanyanya beruntun.

Ingin kukatakan kalau ibu telah mengusirku dari sini. Ingin juga kukatakan soal buah pisang itu. Tapi, aku takut kalau Mas Yudha akan semakin berselisih dengan Ibu.

Hubungan keduanya tak terlalu baik selama ini. Rasa iba sebab tak ada yang menemani tinggal, membuat ia mengajakku bertahan tinggal di sini.

Aku sendiri mengabaikan rasa sakit yang kuterima sebab perlakuan dan intimidasi dari Ibu.

"Maaf Mas, kali ini aku tak bisa bertahan lagi. Atau, kamu mau melihatku mati berdiri, jika memaksa aku bertahan lebih lama lagi?"

.

Bab terkait

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 3 Mas Yudha

    "Maaf Mas, kali ini aku tak bisa bertahan lagi. Atau, kamu mau melihatku mati berdiri jika memaksa aku bertahan lebih lama lagi?"Mas Yudha terkesiap mendengar jawabanku."Dek, apa yang kamu katakan? Mas ingin hidup dan menua bersamamu. Kenapa kamu mengatakan hal yang membuatku takut?"Dipegangnya kedua bahu, serta memandang lekat ke dalam bola mataku. Aku sendiri tak bisa menahan diri. Pandanganku telah terhalang oleh kaca-kaca bening, yang kutahan supaya ia tak luruh."Maaf, Mas. Aku tak bermaksud menakutimu. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Jika aku bertahan lebih lama lagi di rumah ini, bukan tak mungkin aku menjadi mayat saat keluar dari sini."Ia telah lama mengetahui perseteruanku dengan Ibu. Selama ini, ia selalu bisa meyakinkan aku, supaya tetap tinggal dan mengalah.Kupegang lengannya, lalu melanjutkan kalimatku."Ijinkan aku pergi dari sini, ya. Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Aku rindu dengan anak sulungku," pungkasku.Aku tak berdusta soal ini. Terakhir bertemu ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 4 Pergumulan Yudha

    [ POV Yudha ]"Apa yang sudah ibu lakukan pada istriku, hingga ia tak mau lagi tinggal di rumah ini?!"Aku ingin dengar dari ibu sendiri. Bertanya pada Karin, ia pasti menutupi perbuatan Ibu. Ini bukan kejadian pertama kali. Tak mungkin karena hal sepele lalu ia minta pulang dan tak bisa dicegah lagi. Terlebih lagi, kulihat sisa tangisan masih terlihat jelas, meski berusaha ia tutupi dengan senyuman di depanku.Tak kudengar suara ibu, selain isakan. "Maafkan ibu, Yudha." Hanya itu yang beliau ucapkan, lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Isakan makin terdengar. Bahunya mulai terguncang.Sayangnya, aku tak lagi iba. Aku sudah bosan melihat sandiwara seperti ini."Berhentilah ikut campur rumah tanggaku, kalau masih mau melihatku di rumah ini.""Apa maksudmu, Yudha?" sambar ibu."Harus kukatakan berapa kali, Bu, Karin itu hidupku. Kebahagiaanku. Kalau ibu menyakiti hatinya, sama saja ibu menyakiti hatiku."Ibu justru mencebik. Cepat sekali ekspresinya berubah."Kasihan seka

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 5 Bersama Keluarga

    Aku menikmati perjalanan yang tersisa.Membuang pandang ke luar jendela, lalu tersenyum melihat pemandangan di luar sana.Matahari telah bergeser ke arah barat, saat kendaraan roda empat yang kami naiki memasuki desa kelahiranku.Desa yang tak pernah kukunjungi setahun terakhir. Kelebat kenangan masa dulu, melintas satu persatu.Ibu menyambut kedatangan kami bertiga dengan sukacita. Sementara bapak masih di sawah. Silvi anakku, masih belum terlihat."Istirahatlah dulu, sebentar lagi bapak pulang. Silvi masih ngaji di TPA," ujar ibu setelah kutanya keberadaan mereka berdua.Mas Yudha segera membersihkan diri, setelah berbincang sebentar dengan ibu dan keluarga yang tinggal dekat ibu.Dinar, ia telah berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Ia menghadirkan senyum bagi banyak orang yang baru ia jumpai."Ibu ... ."Silvi menghambur memelukku, begitu melihat sosokku berdiri tegak di depan pintu, menyambut kepulangannya dari TPA.Anakku telah besar sekarang. Ada rasa haru menyeruak,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 6 Si Menantu Pembangkang

    Sepeninggal bapak, kuurus keperluan Silvi, sementara Dinar dipegang ibu.Biasanya ibu ikut ke sawah juga, tapi kali ini beliau memilih tinggal, sebab kedatangan cucunya yang lain."Biar saya yang antar Silvi ke sekolah, Bu," pintaku, setelah anak sulungku siap dengan pakaian seragam dan tas sekolahnya. Ibu mengiyakan. "Berangkat sama ibu ya, Nak?" tawarku, yang segera disambut dengan anggukan.Kupastikan Dinar kenyang dan pulas tertidur, sebelum akhirnya aku melajukan motor, mengantar anakku ke sekolah. Hal yang selama ini belum pernah kulakukan, sebab terpisah jarak."Karin!"Silvi baru memasuki halaman sekolah, aku pun baru akan menstarter sepeda motor, saat kudengar namaku dipanggil.Bibirku melengkungkan senyum, begitu mengetahui siapa pemilik suara tadi. Tiwi, temanku SD, yang terlihat memakai seragam, seperti guru TK yang lain. Aku bergegas turun dari motor. Tak sopan rasanya duduk di atas motor sambil berbincang, meski dengan teman lama sekali pun."Kapan pulang?" tanyanya, s

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 7

    Awalnya, kupikir Dinar akan rewel sebab beradaptasi dengan suasana baru di desa ini.Nyatanya, ia justru anteng, lebih anteng dan tidurnya lebih nyenyak. Sama sepertiku, terbawa suasana tenang di sini, membuat aku bangun dengan badan segar, sebab istirahatku tak terganggu semalaman."Dia capek di perjalanan, biar Ibu pijit, ya?" pinta ibu pagi tadi.Aku mengiyakan, sebab ibu memang biasa memijit bayi tetangga jika diminta.Ibu dengan telaten memijit seluruh badannya sebelum dimandikan pagi tadi. Setelah itu, ia tidur nyenyak hingga hampir tengah hari.Silvi sendiri terlihat asyik mengajak adiknya bercanda, meski dijawab dengan bahasa bayi, tak mengurangi tawa di wajah kecil itu. Ia bahkan mengajak beberapa teman sepermainan ke rumah, demi memamerkan adik kecilnya yang baru datang.Lewat tengah hari, datang seorang kerabat jauh, membawa sebuah undangan pernikahan."Kebetulan ada Karin di rumah. Kakakmu mau nikah, kamu bisa datang, kan, Rin?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 8

    Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah. Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore. Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan."Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri. Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut."Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 9

    Perjalanan kali ini terasa lambat. Tak ada temanku bicara, tak ada yang kuajak bertukar kata.Hanya foto kami bertiga menjadi pelepas rindu. Terlebih pada bayi kecilku, yang kini mulai berceloteh lebih banyak dari sebelumnya.Ibu tak henti menanyaiku, sejak awal perjalanan, hingga saat aku tiba di rumah. Aku pun merasa jengah."Kamu, kok balik sendirian, Yudha? Mana anak kamu? Mana Karin? Mereka berdua baik-baik saja, kan?"Ibu beruntun menanyaiku yang baru saja sampai. Lantas mengikuti langkah panjangku memasuki rumah."Sementara mereka tinggal di sana dulu, Bu," ujarku menyudahi pertanyaan ibu yang tanpa henti."Apa maksudmu dengan tinggal di sana? Apa cucuku tak akan kembali ke rumah ini?" tanya ibu lagi."Ibu, aku baru saja sampai. Tak bisakah ibu biarkan aku istirahat dulu barang sejenak?"Kuserahkan kardus berisi oleh-oleh dari orang tua istriku. Ibu menerima, tapi tak kunjung diletakkan, kardus itu masih menggantung di udara.Kuserahka

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 10

    Belum sempat kulangkahkan kaki, tangan ibu telah mencekal lenganku. "Yudha."Aku menoleh, menemukan wajah ibu yang memandang tajam ke dalam mataku."Iya, Bu, gimana?""Perempuan itu milik suami dan keluarganya kalau sudah menjadi istri, apa kamu lupa? Kenapa kamu biarkan dia di sana, sedangkan kamu di sini. Rumah tangga macam apa yang kamu jalani, Nak?"Aku terkesiap mendengar penuturan ibu. Tak mengerti, kenapa selalu mempersalahkan rumah tanggaku."Maksud Ibu apa?"Ganti aku yang menatapnya penuh tanya. Tatapan ibu tak setajam tadi. "Asal ibu tau, ya. Semua ini gara-gara ibu! Aku hanya mau anak dan istriku di sini. Tapi ibu telah membuat ia pergi dan tak mau kembali!"Aku bersuara dengan keras, meluapkan isi hati. Tak bisa kukendalikan lidah ini. Tak teringat lagi pinta Karin untuk bersuara pelan di depan wanita ini, wanita yang telah melahirkanku. Ibu tentu saja terperanjat dengan sambutanku.Kondisi fisikku memang sedang lelah,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21

Bab terbaru

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Terpojok

    "Kamu nggak pengen tau, ke mana saja suami kamu beberapa hari ini?"Itulah pertanyaan yang diajukan pertama kali usai Andin menyalami Bu Elis. Bukan wanita paruh baya itu yang bertanya, melainkan si calon menantu idaman, Mira."Enggak," jawab Andin santai.Mira memutar bola mata."Kamu nggak curiga dia berbuat serong? Nggak penasaran kenapa sering pulang terlambat?"Andin terkekeh pelan. Yang diucapkan Mira memang benar. Suaminya sering pulang terlambat. Tak dipungkiri kalau hatinya kadang merasa cemas. Namun, dia memilih menutup mata.Bukankah semakin mencari tau, maka akan semakin sakit hati jika mengetahui sesuatu yang tidak diharapkan?Maka Andin memilih diam, terus melangitkan doa untuk suami dan keluarga kecilnya. Menitipkan penjagaan pada Rabb-nya lah yang ia lakukan jika berjauhan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Angga sudah seperti orang asing meski tinggal di bawah atap yang sama.

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Mereka Datang Lagi

    Membawa langkah ke kamar anak-anak. Diciuminya bergantian hingga kedua menggeliat lucu, tapi masih enggan membuka mata.Berada di kamar, membuat Andin merasakan kantuk, sedangkan hari masih terlalu pagi untuk tidur lagi. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan. Namun, wanita itu ikut berbaring di samping si bungsu Dani. Aroma harum dari tubuh kecil itu telah menjadi candu baginya.Diulang berapa kali pun ia tak merasa bosan. Oh, sesungguhnya ia takut jika kebersamaan dengan mereka akan segera direnggut, seperti yang pernah diucapkan sang suami beberapa waktu lalu.Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguat dari kepala dan tengkuk anaknya, sampai bocah berambut cepak itu membuka mata karena geli."Ibu, ayah mana?" tanya Dani begitu bersitatap dengan sang ibu."Ayah kerja, Sayang," jawab Andin, kembali mengecup kening anaknya."Mau jajan, sama ayah … ," rengek Dani, masih malas-malasan di tempat tidur."Iy

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Kopi yang Dingin

    Sudah satu jam lamanya Andin duduk diam sambil menatapi layar ponselnya yang menampilkan lembar kosong di notepad, tempat ia biasa menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah cerita bersambung.Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan dengan suaminya, serta permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya. Bukan kali pertama Bu Elis memberi saran untuk berpisah dengan Angga jika Andin tak mau menuruti keinginannya. Namun, waktu pertama kali mengatakan hal tersebut, Angga tak mengetahuinya. Sementara kali ini, secara terang-terangan beliau meminta, bahkan membawa serta seorang perempuan yang telah dipilih.Suara tiang besi yang diketuk satu kali membuat Andin memilih menyudahi kegundahan hatinya. Gegas membawa langkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Ia mengadu di atas sajadah yang dibentangkan di lantai keramik dingin di kamar belakang..Pagi-pagi sekali, Andin sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Meski pern

DMCA.com Protection Status