Melihat raut wajah Nadia mulai bersemangat, Gio bersandar di pintu dan bertanya, "Sudah merasa lebih baik?"Nadia hanya mengeluarkan suara "hmm" dengan datar.Gio berbalik ke samping sambil berkata, "Ayo pergi, aku akan membawamu ke suatu tempat."Nadia terheran-heran.'Ini sudah lewat jam sembilan malam, dia mau bawa aku ke mana?'....Distrik Utara, di pertengahan gunung.Mereka tiba setelah dua jam perjalanan dan Nadia sudah lama tertidur di kursi belakang mobil.Gio memarkir mobil dan memandang Nadia yang meringkuk di kursi belakang, sorot matanya sedikit melembut.'Saat tidur, dia nggak terlihat dingin dan jutek.'Ada beberapa helai rambut menutupi wajah Nadia. Melihat itu, Gio perlahan mengulurkan tangannya untuk menyisir helai rambut itu ke samping.Saat bersentuhan dengan wajah Nadia, Gio sedikit terkejut.Ada rasa lembap di ujung jarinya."Bu ... jangan pergi. Aku akan mendengarkan Ibu .... Aku nggak akan menjadi wanita simpan lagi, jangan pergi ...."Mendengar gumaman Nadia,
Mendengarkan perkataan Gio, hati Nadia seperti tertusuk sedikit demi sedikit.Nadia memejamkan matanya dan ekspresinya terlihat pasrah.'Apa Gio akan percaya kalau aku jelaskan?'"Katakan!" teriak Gio dengan tiba-tiba.Nadia menatapnya dengan wajah datar dan bertanya, "Gio, apa kamu akan percaya dengan perkataanku? Kalau nggak percaya, aku jelaskan pun nggak akan ada artinya!""Aku nggak ingin mendengarmu mengatakan ini! Aku hanya ingin kamu memberiku penjelasan sekarang!"Ujung mata Gio berangsur-angsur berubah menjadi merah. Kemarahan yang terpancar dari matanya itu seakan-akan bisa membakar Nadia sampai mati."Kalau sikapmu seperti ini, untuk apa aku menjelaskan lagi?" Setelah melemparkan kata-kata itu, Nadia menoleh ke luar jendela mobil.'Aku nggak mau menjelaskan!''Aku menjadi sekretarisnya selama tiga tahun. Kalau aku ingin mencuri dokumen rahasia, akan kulakukan sejak dulu!''Untuk apa menunggu sampai sekarang?'Gio membalikkan tubuh Nadia, memaksa Nadia untuk menghadapnya.Gi
Nadia akhirnya turun dari lereng gunung.Nadia merasa mual, kakinya mati rasa karena kedinginan, tetapi dia terus menuju cahaya yang dia lihat itu.Baru dua langkah, pandangannya menjadi gelap dan dia terjatuh ke dalam kegelapan.Pondok Asri.Yuvira duduk di ruang tamu dengan panik. Dia baru saja mendapat dari Hedi bahwa tidak berhasil menjual dokumen rahasia itu.Saat ini dia harus mencari cara untuk mendapatkan uang dan mentransfernya ke Hedi.Masih tersisa tiga hari untuk mengumpulkan uang 1 miliar itu.Ketika Yuvira memikirkan cara untuk meminta uang tersebut pada Gio, terdengar suara di pintu depan vila.Yuvira berdiri. Ketika melihat ekspresi marah Gio, dia langsung berhenti berpikir untuk meminta uang pada Gio.Yuvira bergegas menghampiri Gio, meriah lengannya dan bertanya dengan penuh perhatian."Gio, ada apa? Kenapa kamu terlihat begitu marah?""Lepaskan tanganmu."Nada bicara Gio sangat dingin sampai membuat Yuvira takut dan segera menarik kembali tangannya.Yuvira menatapnya
Nadia menggerakkan tubuhnya pelan, memunggungi Gio.Dia sungguh tidak ingin melihat wajah Gio lagi. Karena hanya akan membuat hatinya semakin merana.Nadia yang bergerak membuat Gio, yang sedang melihat dokumen, tiba-tiba mengangkat kepalanya.Gio segera berdiri dan berjalan ke kasur. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Gio terdiam beberapa saat, lalu berbalik dan keluar dari kamar itu dan memanggil Ratih untuk ke atas.Ratih membawakan makanan dan memanggil Nadia dengan pelan, "Nona Nadia?"Nadia perlahan membuka matanya dan menjawab dengan tenang, "Ya.""Baguslah kamu sudah sadar. Ini minum sup dulu. Beberapa hari ini kamu hanya mengandalkan cairan infus. Sekarang, perutmu pasti nggak nyaman," ujar Ratih.Nadia tertegun, lalu menoleh ke Ratih dan bertanya, "Sudah berapa lama aku nggak sadarkan diri?""Tiga hari. Selama tiga hari ini, Tuan juga hampir nggak tidur. Dia selalu menyeka tubuhmu dengan handuk panas setiap satu jam," jawab Ratih."Jangan bicarakan dia
Nama Gavin muncul di layar ponsel Nadia.Nadia mengangkat panggilan itu dengan sedikit lelah, "Tuan Muda Gavin, ada apa?""Nadia, kamu di mana?" tanya Gavin yang suaranya terdengar sedikit lelah."Tuan Muda Gavin, langsung bicara saja ada apa," balas Nadia.Gavin terdiam sejenak dan berkata, "Menurutku Yuvira bukan adikku.""Apa ini ada hubungannya denganku?" tanya Nadia dengan sangat tenang."Kamu di Pondok Asri, 'kan?""Ya.""Nadia, apa kamu bisa melakukan tes DNA denganku?" tanya Gavin."Tuan Muda Gavin, bukannya kamu sudah melakukan tes DNA dengan Yuvira? Kalau sudah, berarti memang dia adikmu," ujar Nadia."Untuk apa kamu masih mencariku? Apa kamu ingin jadi bahan tertawaan orang lain?""Aku nggak percaya dengan hasil ini. Nggak apa-apa kalau kamu nggak bersedia. Aku tetap akan lanjut menyelidiki sendiri," ujar Gavin dengan pasrah.Nadia heran melihat sikap Gavin yang entah mengapa masih bersikeras seperti itu.'Keluarga Wren nggak mungkin nggak berhati-hati dalam mencari anggota
Ekspresi Yuvira mendadak berubah. Dia menyahut dengan kesal karena tersinggung, "Memangnya apa hubungannya denganmu? Kamu pikir kamu siapa sampai berani-beraninya mengkritikku?""Maaf saja, aku sih bukannya nggak tahu malu sepertimu yang berani-beraninya menjalin hubungan dengan orang lain di saat sudah punya Pak Gio," balas Sena."Kalau kamu berani bicara omong kosong lagi, akan kucabik-cabik mulutmu!" ancam Yuvira dengan galak.Sena langsung mengangkat dagunya dan berkata dengan kesan menantang, "Sini, coba saja. Aku mau lihat mulut siapa yang akhirnya tercabik-cabik!""Keluarga Wren pasti sudah buta sampai mereka mengira gadis jalang sepertimu begini adalah cucu perempuan mereka yang menghilang!""Dengan pikiranmu yang licik itu, mungkin saja kamu memalsukan hasil tes DNA-nya!""Kamu! Tutup mulutmu!" ujar Yuvira dengan geram, tubuhnya sampai gemetar karena marah."Wah, coba lihat sikapmu yang sangat putus asa itu! Ya ampun, kamu ternyata memang palsu!" seru Sena.Mendengarkan perdeb
"Gio! Gio, tolong aku! Cewek ini gila! Dia akan membunuhku!"Yuvira yang rambutnya dijambak itu langsung berseru minta tolong kepada Gio.Gio pun berjalan mendekat dan segera mencengkeram tangan Nadia. Gio mengerahkan sedikit tenaga untuk memaksa tangan Nadia melepaskan jambakannya pada rambut Yuvira."Kenapa kamu menamparnya?" tanya Gio dengan nada dingin.Nadia balas menatap Gio dengan ekspresi datar sambil menjawab, "Karena aku memang mau menamparnya. Kenapa? Kamu mau membalasku demi dirinya?"Setelah berkata seperti itu, Nadia pun sengaja mendekat kepada Gio sambil berkata lagi "Nih, aku sekalian berdiri di depanmu supaya kamu lebih gampang membantunya balas dendam.""Tampar saja aku kalau kamu mau, aku nggak akan melawan balik.""Aku sudah pernah melalui yang namanya neraka, jadi mana mungkin aku takut?"Gio langsung menyipitkan matanya dengan dingin sambil berkata, "Nadia, bisa nggak kamu nggak bicara sembarangan?""Nggak bisa!" bantah Nadia, lalu menunjuk ke arah Yuvira sambil b
Di ujung telepon sana, Sena hanya terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Nadia ...."Rasanya hati Nadia seperti tenggelam sesaat. Dia mengedip-ngedipkan matanya, lalu menjawab, "Bicaralah.""Dia memproses ponselnya ke dalam suatu sistem, jadi semua catatan panggilan dan pesan di ponselnya langsung musnah begitu terkirim.""Detail transaksi di rekeningnya juga bersih banget, nggak ada yang mencurigakan sesuai dugaan kita.""Menurutku, dia nggak menggunakan kartu ATM-nya waktu transfer ...."Awalnya, Nadia masih bisa menyimak ucapan Sena. Akan tetapi, setelah itu semua perkataan Sena seolah mental dari telinganya.Rasanya telinga Nadia mendadak berdenging, pikirannya seketika menjadi kosong.Kenapa malah begini ....Padahal, Nadia yakin bukti untuk menggulingkan Yuvira sudah ada di depan matanya. Nadia sama sekali tidak menyangka kerja kerasnya terbuang dengan percuma.Kali ini, dia bahkan masih menciptakan masalah bagi dirinya sendiri."Nadia ..." panggil Sena dengan ce
Setelah berpikir selama beberapa saat, Nadia tiba-tiba bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar anak-anaknya.Timmy kaget sekali saat Nadia membuka pintu kamar, dia refleks menutup layar laptop.Nadia menatap laptop itu, lalu bertanya dengan nada serius, "Kamu lagi nonton apa, Timmy?""Kartun, Ibu," jawab Timmy dengan perasaan bersalah."Kalau cuma kartun, terus kenapa kamu mematikan laptopmu dengan panik begitu?" tanya Nadia.Timmy langsung memutar otak mencari alasan. "Aku nggak mau Ibu merasa aku nggak membuat kemajuan."Selama ini, Nadia tidak pernah memaksa Timmy mengaku.Nadia beranggapan bahwa anak-anak harus diberikan ruang privasi tersendiri.Akan tetapi, masalah hari ini bukanlah masalah sepele.Orang dewasa saja pasti akan merasa malu melihat adegan tidak senonoh dalam video itu, apalagi anak-anak yang pola pikirnya masih dalam proses perkembangan?Karena Timmy masih belum mau mengaku, Nadia pun menarik napas dalam-dalam. Dia melangkah menghampiri anaknya, lalu duduk di seb
"Wah, wah, memang putri Keluarga Wren beda kelas, ya," puji para selebriti itu sambil tertawa."Tentu saja, Yuvira itu bukan cuma lembut dan baik hati, tapi pendidikannya juga nggak main-main ...."Yuvira tersenyum bangga mendengar semua pujian itu.Ya, semua ini memang harusnya menjadi miliknya!Hanya dia yang pantas disanjung seperti ini!Yuvira berjalan turun bersama para selebriti itu dengan sepatu hak tingginya, lalu dengan anggun lanjut menuju panggung tempat foto-fotonya ditampilkan.Yuvira berdiri di depan mikrofon, lalu memberikan kata sambutan, "Terima kasih sudah datang ke pesta ulang tahunku ...."Sementara itu, di Vila Harmonisa.Timmy duduk di depan laptop sambil menonton rekaman kamera pengawas di tempat acara pesta ulang tahun Yuvira. Dia juga menggunakan headphone untuk memudahkan berkomunikasi dengan Ivan."Ya ampun, dia pintar banget bicara," komentar Timmy dengan gusar."Dia pasti bangga banget karena ada banyak orang yang mendukungnya," sahut Ivan dengan nada datar
Gio berusaha menahan amarahnya, lalu memerintahkan dengan dingin, "Cari tahu kapan Kiano pulang ke tanah air!"Yuda sontak tertegun. Tuan Muda Kiano sudah kembali?Gawat, Brian benar-benar sudah mengusik batas kesabaran Gio.Brian paling sayang dengan Kiano yang merupakan anak sulung. Seandainya bukan karena skandal yang menghebohkan itu, sekarang Kiano pasti sudah menjadi satu-satunya pewaris Keluarga Cakra.Walaupun Gio adalah adik kandung satu ayah dengan Kiano, Yuda tahu betapa Gio membenci Kiano.Sebagai asisten pribadi Gio, Yuda tahu betul betapa Gio ingin sekali membunuh Kiano.Yuda pun diam-diam menghela napas. Seandainya saja Kiano menurut dan tetap tinggal di luar negeri, Gio pasti bersedia mengampuni nyawa Kiano.Sementara itu, di Vila Harmonisa.Mona menatap kakaknya yang terus sibuk dengan laptopnya, lalu berkata dengan kesal sambil cemberut, "Kak, Kakak sibuk banget sih! Kakak bahkan sudah nggak mau main lagi dengan Mona!"Timmy menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu mem
Gio mengambil serbet yang diletakkan di atas meja, lalu menyeka tangannya sambil menjawab, "Ivan mengalami gangguan mental karena disiksa oleh Yuvira.""Yuvira menyiksa Ivan? Dia 'kan ibunya Ivan! Menyiksa bagaimana maksudmu?" tanya Tuan Besar Brian dengan kaget.Gio pun melirik ke arah Tuan Besar Brian yang terlihat gelisah. "Dengan memukul dan memakinya."Tuan Besar Brian sontak menggebrak meja dan berseru dengan marah, "'Kan sudah kubilang dari dulu kalau wanita itu nggak layak menjadi menantu Keluarga Cakra!""Jadi, kenapa Anda menyuruhku pulang malam ini?" tanya Gio mengalihkan topik pembicaraan, sorot tatapannya dengan kesal."Mantan pacarmu masih hidup?" tanya Tuan Besar Brian."Apa hubungannya itu dengan Anda?" tanya Gio, sorot tatapannya terlihat dingin."Jangan berani-beraninya kamu pacaran sama seorang pembunuh! Nanti reputasi Keluarga Cakra jadi rusak!""Apa gara-gara dia juga kamu membatalkan kontrak di Kota Herna dan bergegas pulang ke Kota Mesia?" tanya Tuan Besar Brian
Saat sedang istirahat dari jam pelajaran, Ivan mengajak Timmy untuk melihat informasi yang dia temukan.Timmy membaca-baca informasi itu sebentar, sorot tatapannya terlihat marah. "Apa ini semua adalah perseteruan Ibu dengan Yuvira?"Ivan mengangguk. "Tapi, aku nggak tahu apa ada yang terlewat atau nggak.""Yuvira benar-benar orang jahat! Bisa-bisanya dia mencuri posisi Ibu sebagai penyelamat Ayah!" ujar Timmy dengan marah."Dia bahkan berpura-pura menjadi adik Paman! Yang lebih jahatnya lagi, dia yang menculikmu!"Walaupun Ivan tidak berkomentar apa-apa, ekspresinya juga terlihat kesal."Masih ada lagi."Ivan berujar, lalu menunjukkan gambar lain di layar laptopnya.Kali ini, Ivan memperlihatkan sebuah rekaman kamera pengawas.Itu adalah rekaman Nadia yang memasuki sebuah kafe pada lima tahun lalu. Tidak sampai setengah jam kemudian, tiba-tiba ada dua orang yang tidak dikenal menggendong Nadia, lalu memasukkan Nadia ke dalam sebuah mobil berwarna hitam melalui pintu belakang.Ivan jug
"Dia adalah dewiku!" puji Alva dengan bersemangat."Coba jelaskan," kata Yosef sambil mengangkat alisnya.Alva menghela napas, "Nadia itu hidupnya menyedihkan banget. Waktu aku bertemu dengannya, dia bahkan nggak sempat makan.""Dia belajar sambil bekerja paruh waktu dan masih harus mengurus kedua anaknya.""Dia berusaha sebisa mungkin untuk memberikan anak-anaknya makanan enak, sedangkan dia sendiri cuma ala kadarnya.""Aku bertemu dengannya di lomba desain pakaian.""Aku masih ingat ucapannya waktu itu. Dia bilang dia akan membantuku memenangkan perlombaan asalkan aku menggajinya 1.500 dolar.""Lomba itu mempertaruhkan reputasiku yang kudapatkan setelah bekerja keras selama sepuluh tahun. Jangankan 1.500 dolar, 10 ribu dolar saja aku rela keluarkan!""Setelah itu, dia mengubah hasil rancangan karya-karyaku sehingga salah satu lawanku yang meniru langsung kalah.""Sejak saat itulah Nadia menjadi dewiku!"Gio dan Yosef sontak terdiam.Yosef akhirnya mengerti maksud kata-kata Nadia sore
Malam harinya.Nadia bergegas pergi ke restoran terbuka itu untuk menepati janjinya.Sesampainya di sana, ternyata Alva sudah duduk menunggu.Begitu melihat Nadia, Alva langsung menarik kursi supaya Nadia bisa duduk dengan gaya yang sudah seperti pria sejati sambil berkata, "Nah, silakan duduk, G-ku sayang."Nadia hanya balas menatap Alva dengan tidak berdaya. "Jangan begini, Alva, aku belum terbiasa.""Gimana? Penampilan dariku boleh juga, 'kan?" tanya Alva sambil terkekeh.Penampilan?"Penampilan apa?" tanya Nadia dengan bingung.Alva pun mengedikkan bibirnya ke suatu arah. "Itu, tuh. Bukannya itu pria yang kamu cintai sekaligus kamu benci?"Nadia sontak tertegun, lalu mengikuti arah pandangan Alva.Nadia langsung melihat Gio yang sedang duduk tidak jauh dari sana bersama Yosef. Gio balas menatap Nadia dengan dingin.Sudut mulut Nadia sontak berkedut. Ya ampun, dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Gio dan main masuk!Seandainya dia tahu ada Gio di sini, sampai mati pun Nadia tid
"Dasar orang gila," komentar Nadia sambil langsung berjalan menuju gedung sekolah. Dia merasa terlalu malas untuk meladeni Yuvira."Oh, kamu nggak berani mengaku, ya? Kalau kamu nggak berani, akan kubuat kamu mengaku secara paksa!" seru Yuvira dari belakang Nadia.Jantung Nadia seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik, dia teringat akan mimpi buruknya.Nadia pun berbalik badan menatap Yuvira dengan ekspresi yang terlihat serius. "Mau apa kamu?""Kenapa? Kamu takut aku membawa anak-anakmu pergi, hah?" sindir Yuvira.Nadia berusaha menenangkan dirinya. "Kamu belum bisa melakukan sesuatu seperti itu!""Bukan kamu yang berhak menentukan aku bisa atau nggak, Nadia. Aku sudah pernah mengalahkanmu, jadi aku bisa melakukannya lagi!" sahut Yuvira sambil tersenyum dingin.Nadia hendak menyahut lagi, tetapi dia tiba-tiba melihat seseorang yang bertubuh tinggi dan tegap.Nadia pun tertawa kecil, lalu balik bertanya dengan tenang, "Yuvira, memangnya kamu bisa melakukan apa terhadapku? Mau
Nadia tidak sempat menyela penjelasan Yosef.Nadia sebenarnya tidak berniat mencari tahu tentang hidup Gio selama lima tahun ini, tetapi begitu mendengar penjelasan Yosef, tangannya refleks menggenggam gelas kopinya dengan sedikit lebih erat.Ternyata Gio kecanduan alkohol selama dua tahun gara-gara dia?Nadia tahu Gio memang terus mencari keberadaannya selama lima tahun ini, tetapi Nadia tidak percaya Gio sampai kecanduan alkohol selama dua tahun."Kamu tahu nggak kenapa Gio memutuskan pertunangannya dengan Yuvira?" tanya Yosef lagi sambil menatap Nadia."Aku nggak tertarik dengan hubungan mereka berdua, Pak Yosef," jawab Nadia."Karena kamu." Yosef menjawab pertanyaannya sendiri. "Karena Gio tahu bahwa kamulah yang menyelamatkannya waktu itu.""Gio pernah mengaku padaku saat lagi mabuk. Dia bilang dia nggak seharusnya memperlakukanmu seperti itu. Kalau sampai kamu kembali, kali ini dia rela menyerahkan nyawanya demi kamu."Nadia pun mengatupkan bibirnya dengan rapat.Ternyata Gio tah