"Terima kasih tawarannya, Pak Gio. Kamu sebenarnya takut akan ribut dengan Yuvira ketika bertemu dengannya, 'kan?" tanya Nadia sambil tersenyum.Gio menyipitkan matanya dan menatap bibir merah Nadia sambil berkata, "Nadia, jangan paksa aku menutup mulutmu."Nadia terdiam.Dia sadar pria di depannya ini terlalu lihai, jadi sebaiknya dia tutup mulut.Setelah Gio keluar, Nadia menuju ke meja kerja yang dia gunakan sebelumnya.Saat menyentuh barang-barang yang dulu dia gunakan, Nadia teringat kembali kerja kerasnya selama tiga tahun di perusahaan ini.Sebelum Yuvira muncul, dia dengan naif berpikir bahwa dirinya akan menemani Gio untuk waktu yang lama.Sayang sekali, pemikirannya itu sungguh naif dan hancur berkeping-keping oleh kenyataan.Setelah menenangkan diri, Nadia keluar dan pergi ke ruang kantor sekretaris.Tepat Nadia sudah pergi menjauh, Yuvira muncul dari koridor.Sambil memegang kotak makan, Yuvira berdiri di depan pintu kantor Gio dan mengetuknya.Meskipun matanya tertuju pada
Setelah mengatakan itu, Nadia memalingkan muka dan keluar dari ruangan tanpa menunggu jawaban Gio.Membayangkan mereka berdua melakukan hubungan intim membuat Nadia merasa jijik.Oleh karena itu, mustahil bagi Nadia untuk bisa makan bersama Gio dengan tenang.Saat menanyakan soal makan malam kepada Gio, Nadia hanya ingin melihat reaksi Yuvira yang ingin menyerangnya tetapi tidak berani.Setelah keluar dari perusahaan, Nadia menarik napas dalam-dalam dan memaksakan dirinya untuk tenang.Nadia melihat jam tangan. 'Kalau pulang sekarang, seharusnya masih sempat.'Nadia kembali ke Pondok Asri dengan taksi dan Ratih segera keluar untuk menyambutnya.Setelah melihat Nadia, Ratih buru-buru memberitahunya, "Nona Nadia, Nona Yuvira sedang mandi. Aku lihat ponselnya ada di atas meja."Raut wajah Nadia menjadi serius dan berkata, "Oke, kamu cari cara untuk memperlambat dia."Kamar tamu yang ditempati Yuvira tidak ada kamar mandinya, jadi Nadia punya kesempatan untuk menyalin data dari kartu sim d
Melihat raut wajah Nadia mulai bersemangat, Gio bersandar di pintu dan bertanya, "Sudah merasa lebih baik?"Nadia hanya mengeluarkan suara "hmm" dengan datar.Gio berbalik ke samping sambil berkata, "Ayo pergi, aku akan membawamu ke suatu tempat."Nadia terheran-heran.'Ini sudah lewat jam sembilan malam, dia mau bawa aku ke mana?'....Distrik Utara, di pertengahan gunung.Mereka tiba setelah dua jam perjalanan dan Nadia sudah lama tertidur di kursi belakang mobil.Gio memarkir mobil dan memandang Nadia yang meringkuk di kursi belakang, sorot matanya sedikit melembut.'Saat tidur, dia nggak terlihat dingin dan jutek.'Ada beberapa helai rambut menutupi wajah Nadia. Melihat itu, Gio perlahan mengulurkan tangannya untuk menyisir helai rambut itu ke samping.Saat bersentuhan dengan wajah Nadia, Gio sedikit terkejut.Ada rasa lembap di ujung jarinya."Bu ... jangan pergi. Aku akan mendengarkan Ibu .... Aku nggak akan menjadi wanita simpan lagi, jangan pergi ...."Mendengar gumaman Nadia,
Mendengarkan perkataan Gio, hati Nadia seperti tertusuk sedikit demi sedikit.Nadia memejamkan matanya dan ekspresinya terlihat pasrah.'Apa Gio akan percaya kalau aku jelaskan?'"Katakan!" teriak Gio dengan tiba-tiba.Nadia menatapnya dengan wajah datar dan bertanya, "Gio, apa kamu akan percaya dengan perkataanku? Kalau nggak percaya, aku jelaskan pun nggak akan ada artinya!""Aku nggak ingin mendengarmu mengatakan ini! Aku hanya ingin kamu memberiku penjelasan sekarang!"Ujung mata Gio berangsur-angsur berubah menjadi merah. Kemarahan yang terpancar dari matanya itu seakan-akan bisa membakar Nadia sampai mati."Kalau sikapmu seperti ini, untuk apa aku menjelaskan lagi?" Setelah melemparkan kata-kata itu, Nadia menoleh ke luar jendela mobil.'Aku nggak mau menjelaskan!''Aku menjadi sekretarisnya selama tiga tahun. Kalau aku ingin mencuri dokumen rahasia, akan kulakukan sejak dulu!''Untuk apa menunggu sampai sekarang?'Gio membalikkan tubuh Nadia, memaksa Nadia untuk menghadapnya.Gi
Nadia akhirnya turun dari lereng gunung.Nadia merasa mual, kakinya mati rasa karena kedinginan, tetapi dia terus menuju cahaya yang dia lihat itu.Baru dua langkah, pandangannya menjadi gelap dan dia terjatuh ke dalam kegelapan.Pondok Asri.Yuvira duduk di ruang tamu dengan panik. Dia baru saja mendapat dari Hedi bahwa tidak berhasil menjual dokumen rahasia itu.Saat ini dia harus mencari cara untuk mendapatkan uang dan mentransfernya ke Hedi.Masih tersisa tiga hari untuk mengumpulkan uang 1 miliar itu.Ketika Yuvira memikirkan cara untuk meminta uang tersebut pada Gio, terdengar suara di pintu depan vila.Yuvira berdiri. Ketika melihat ekspresi marah Gio, dia langsung berhenti berpikir untuk meminta uang pada Gio.Yuvira bergegas menghampiri Gio, meriah lengannya dan bertanya dengan penuh perhatian."Gio, ada apa? Kenapa kamu terlihat begitu marah?""Lepaskan tanganmu."Nada bicara Gio sangat dingin sampai membuat Yuvira takut dan segera menarik kembali tangannya.Yuvira menatapnya
Nadia menggerakkan tubuhnya pelan, memunggungi Gio.Dia sungguh tidak ingin melihat wajah Gio lagi. Karena hanya akan membuat hatinya semakin merana.Nadia yang bergerak membuat Gio, yang sedang melihat dokumen, tiba-tiba mengangkat kepalanya.Gio segera berdiri dan berjalan ke kasur. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Gio terdiam beberapa saat, lalu berbalik dan keluar dari kamar itu dan memanggil Ratih untuk ke atas.Ratih membawakan makanan dan memanggil Nadia dengan pelan, "Nona Nadia?"Nadia perlahan membuka matanya dan menjawab dengan tenang, "Ya.""Baguslah kamu sudah sadar. Ini minum sup dulu. Beberapa hari ini kamu hanya mengandalkan cairan infus. Sekarang, perutmu pasti nggak nyaman," ujar Ratih.Nadia tertegun, lalu menoleh ke Ratih dan bertanya, "Sudah berapa lama aku nggak sadarkan diri?""Tiga hari. Selama tiga hari ini, Tuan juga hampir nggak tidur. Dia selalu menyeka tubuhmu dengan handuk panas setiap satu jam," jawab Ratih."Jangan bicarakan dia
Nama Gavin muncul di layar ponsel Nadia.Nadia mengangkat panggilan itu dengan sedikit lelah, "Tuan Muda Gavin, ada apa?""Nadia, kamu di mana?" tanya Gavin yang suaranya terdengar sedikit lelah."Tuan Muda Gavin, langsung bicara saja ada apa," balas Nadia.Gavin terdiam sejenak dan berkata, "Menurutku Yuvira bukan adikku.""Apa ini ada hubungannya denganku?" tanya Nadia dengan sangat tenang."Kamu di Pondok Asri, 'kan?""Ya.""Nadia, apa kamu bisa melakukan tes DNA denganku?" tanya Gavin."Tuan Muda Gavin, bukannya kamu sudah melakukan tes DNA dengan Yuvira? Kalau sudah, berarti memang dia adikmu," ujar Nadia."Untuk apa kamu masih mencariku? Apa kamu ingin jadi bahan tertawaan orang lain?""Aku nggak percaya dengan hasil ini. Nggak apa-apa kalau kamu nggak bersedia. Aku tetap akan lanjut menyelidiki sendiri," ujar Gavin dengan pasrah.Nadia heran melihat sikap Gavin yang entah mengapa masih bersikeras seperti itu.'Keluarga Wren nggak mungkin nggak berhati-hati dalam mencari anggota
Ekspresi Yuvira mendadak berubah. Dia menyahut dengan kesal karena tersinggung, "Memangnya apa hubungannya denganmu? Kamu pikir kamu siapa sampai berani-beraninya mengkritikku?""Maaf saja, aku sih bukannya nggak tahu malu sepertimu yang berani-beraninya menjalin hubungan dengan orang lain di saat sudah punya Pak Gio," balas Sena."Kalau kamu berani bicara omong kosong lagi, akan kucabik-cabik mulutmu!" ancam Yuvira dengan galak.Sena langsung mengangkat dagunya dan berkata dengan kesan menantang, "Sini, coba saja. Aku mau lihat mulut siapa yang akhirnya tercabik-cabik!""Keluarga Wren pasti sudah buta sampai mereka mengira gadis jalang sepertimu begini adalah cucu perempuan mereka yang menghilang!""Dengan pikiranmu yang licik itu, mungkin saja kamu memalsukan hasil tes DNA-nya!""Kamu! Tutup mulutmu!" ujar Yuvira dengan geram, tubuhnya sampai gemetar karena marah."Wah, coba lihat sikapmu yang sangat putus asa itu! Ya ampun, kamu ternyata memang palsu!" seru Sena.Mendengarkan perdeb