Sudah berbelanja. Membeli segala kebutuhan untuk memenuhi kulkas dan berkutat dengan dapur. Pulung cepol rambut panjangnya ala messy bun dan kemejanya di gulung hingga siku.Maha yang melihat pemandangan itu tak urung menghentikan aktivitas memasukkan buah dan sayur ke dalam kulkas. Matanya mengerling nakal dan menatap penuh minat. Kecantikan Pulung berkali-kali lipat atau memang biasa begitu kondisi seseorang yang tengah hamil muda?“Katanya mau cerita?”Lekas Maha alihkan kepalanya. Gugup menyerang mulutnya dan kaku di lehernya menjelaskan seberapa kotornya pikiran Maha membayangkan sesuatu hal terjadi antara dirinya dan Pulung.“Oh itu,” jawabnya canggung.“Iya yang soal analogi lucu.”“Oh.”Membuat Pulung membalikkan badan dan mendapati tubuh Maha yang menghadap kulkas. Terlihat, kedua tangan lelaki itu bergerak pelan menata semua belanjaan yang di plastik sesuai urutan. Buah dan sayur di bagian paling bawah. Lalu ayam, daging dan udang masuk ke freezer. Beberapa kotak susu dan ju
Waktu mungkin sudah berlalu. Yang tertinggal hanyalah rasa sakit. Walau dalam hati yang terdalam tetap menyakitkan. Tapi inilah hidup yang terus berjalan. Yang membutuhkan perubahan lebih baik ke depannya. Yang melongok masa lalu sebagai acuan di masa yang akan datang.Sama halnya dengan Pulung yang sedang berusaha. Pura-pura lupa pada awalnya Pulung gunakan sebagai senjata. Lalu satu-satunya cara melepas rasa tertekan yang menghimpit rongga dadanya adalah dengan ikhlas. Dan rasa cinta yang Pulung miliki untuk Ardika masih bernaung hingga detik ini. Maka menggabungkan ikhlas dan rasa cinta, Pulung percayai bisa menjadi solusi yang paling tepat. Karena dari sana, Pulung belajar mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Dan sekadar belajar ikhlas saja nyatanya tidaklah cukup. Cinta… membuat segala logika dari rasa ketidakterimaan meleburkan dendam yang menguap bersama udara.Lain halnya dengan Maha yang benar-benar pura-pura lupa pada apa yang ingin di raihnya. Berada di samping Pulung h
Atas apapun yang terjadi hari ini, umpatan kotor, keluhan kesakitan, kutukan demi kutukan yang berujung pada kesialan… Maha tidak ingin melontarkannya. Barang sedikit pun mulutnya rapat total.Pada apa yang di terimanya. Dan kedua matanya yang melihat semuanya dengan jelas. Ada yang kacau. Terlepas dari apa yang terjadi hari ini dan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang di masa lalunya dulu. Demi apapun Maha mencoba menahan mulutnya untuk jangan berkata kotor.Karena bagaimanapun cinta itu baik. Memiliki atau tidak, cinta tetap cinta. Dan Maha telah lebih dulu mengambil jalan untuk merebut apa yang patut dirinya miliki, memaksanya untuk harus mau mencintai Maha selayaknya dirinya mencurahkan cinta itu.Namun, permainan ini sungguh di luar kendali bahkan haknya dalam mencinta. Semuanya tergantung si pemilik terdahulu. Ini benar-benar lemparan bom tepat waktu yang sangat mencekik lehernya sampai sesak bernapas.Kenapa?Itu saja pertanyaan Maha.Kala hatinya bisa selangkah lebih deka
Karena ini Ardika. Maka mudah bagi Ayana Kalias untuk mencintainya.Tahu mengapa?Mengapa sangat Ayana cintai lelaki sejenis Ardika Aksara yang sebenarnya lebih banyak lelaki di luar sana mencintainya. Yang berjuang mengejar cintanya demi bisa membawanya ke pelaminan.Mengapa Ardika Aksara yang begitu Ayana tempatkan di hatinya, pada bagian teratas kehidupannya.Mengapa Ardika Aksara jika orang lain yang mengejarnya menjanjikan sejuta bahagia. Yang rela menunggunya dan menemaninya tanpa keluhan.Mengapa Ardika Aksara?Karenanya, karena Ardika Aksara adalah seseorang yang tidak pernah Ayana temukan di belahan bumi mana pun. Yang sayangnya telah Ayana campakkan. Yang telah Ayana buang layaknya bungkus nasi tak berbekas. Terseret angin, terombang-ambing bersama debu jalanan yang karenanya sangat Ayana sesalkan.Yang kehadirannya mampu melengkapi kekurangan Ayana. Yang keburukannya di tutupi oleh cinta yang Ardika curahkan. Yang aibnya telah Ardika terima sebagai bentuk penerimaan cinta.
Naomi Aksara baru saja merasakan bahagia.Yang selama ini selalu diidamkannya: memiliki mama selayaknya teman-temannya. Yang memandikannya di pagi hari. Mendandaninya, memasakkan makanan kesukaannya, membawakan bekal untuknya, mengajarinya banyak hal termasuk menari yang baru saja di tekuninya.Naomi Aksara baru saja menemukan arti getaran dari bibir mungilnya kala memanggil seorang wanita dengan sebutan mama.Yang menjawab lewat senyuman dan memberikan pelukan hangat. Yang tidak memarahinya sesalah apapun perilakunya. Yang menegurnya tanpa membuatnya menangis. Yang mengusapi kulitnya ketika benda tajam menggoresnya. Yang mengabulkan banyak hal tanpa penolakan.Tapi perkataan papanya pagi ini sangat mencengangkan. Di saat anak-anak seusianya hanya tahu tentang bermain dan bergerombol bersama teman-temannya, Ardika Aksara mengatakan bahwa mamanya telah kembali ke rumah orangtuanya. Yang tentu tidak Naomi ketahui kadar kebenarannya. Apalagi artinya.Satu yang pasti, ada sosok lain di be
Di masa mudanya dulu, Mija menjadi perempuan yang sangat di segani. Selain berasal dari kalangan berada, Mija menjadi satu-satunya putri yang sangat di banggakan oleh keluarga besarnya; Srikandi. Tidak heran, semua kebutuannya terpenuhi dengan apik dan semua keinginannya terpenuhi tanpa halangan biaya. Semuanya yang menjurus atas nama Mija, di mata keluarganya, perempuan itu sangat di ratukan.Sampai-sampai semua orang menjadi musuhnya dalam selimut demi bisa melihat seberapa kuat dan di mana titik kelemahan seorang Mija. Barulah ketika di dapat, mereka akan menghancurkan Mija dengan mudah meski setelahnya ada nyawa-nyawa yang melayang.Toh siapa yang peduli menyoal itu?Yang kaya tetap yang paling jaya di masanya. Tetap yang paling unggul tanpa bisa di ganggu gugat. Tidak bisa di kalahkan dengan mudahnya. Apalagi sekadar menjatuhkan namanya. Berani menyentuh ratu di keluarga Srikandi, neraka menanti.“Harusnya kamu melihat seperti apa wajah suamimu.”Ah, Mija ingat kalimat itu. Kalim
Dalam satu tahun ini, sepanjang tahun 2020, sudah kedua kalinya gugatan perceraian Pulung sambet. Dan status janda—kedua kalinya—pun dirinya labeli. Tidak butuh waktu lama. Semua karena uang dan koneksi, maka selembar surat berlogo pengadilan berada tepat di genggaman Pulung. Enggan membacanya, Pulung sudah tahu isinya. Tanpa perlu menebak apalagi berpikir untuk menangisinya.Setelah tahu, hari di mana Ardika berpaling dan memilih mencintai orang lain—terlepas dari benar dan salahnya—Pulung tahu bahwa kini dirinya telah sepenuhnya kehilangan Ardika. Tidak ada amarah ketika Pulung hengkangkan kakinya dari sana. Hanya ada luka yang tersisa karena ternyata, belajar ikhlas dalam mencintai tidak semudah bayangannya. Pun begitu, luka itu hadir karena dirinya memberi peluang untuk terluka.Jangan di tanya bagaimana rasanya? Sakit. Sudah pasti. Tapi dari sini Pulung memahami konsep jatuh cinta yang datang dan pergi tanpa paksa memaksa. Sama halnya dengan Ardika yang pernah jatuh cinta terhada
Setelah kejadian itu, hari di mana Naomi merasakan kehilangan melingkupi semangat hidupnya. Kini, tidak ada lagi Naomi Aksara yang cerewet dan suka memerintah. Tidak ada lagi Naomi Aksara yang bersemangat kala menyambut pagi untuk mandi dan meminta di buatkan sarapan. Tidak ada lagi Naomi Aksara dengan suara cemprengnya berseru untuk pergi ke sanggar tari.Semuanya telah berganti dengan suasana dingin yang mencekam. Tidak adanya kehangatan di rumah besar Ardika meski lampu-lampu mewah bergelantungan. Penghuninya tidak lagi pandai membangun karakter meski ruang obrolan begitu lebar terbuka.Yang tersisa kini hanyalah Naomi yang asik dengan mainannya. Naomi yang begitu betah mengurung diri di kamarnya dan keluar jika ada keperluan. Makan pun lebih banyak dilakukan di dalam kamarnya. Bi Sinah jadi punya tugas tambahan untuk putri majikannya.Jika dulu—atau kalau masalah ini tidak pernah mendera keluarga Aksara, bi Sinah akan mengumpat dan merutuki kelakuan Naomi yang persis setan. Memint