"Bi, keluargamu nih sama orang suruhanku," ungkap Jingga membuat Bibi tak berkutik lagi.Bibi terdiam sejenak, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Napasnya ditarik sampai menemukan sesuatu yang belum bisa dijawab oleh Jingga dan Tari."Baiklah, kalau saya mau, kira-kira apa itu tugas saya, Bu?" tanya bibi untuk yang kedua kalinya, sebab Jingga dan Tari sengaja tidak langsung menjawabnya. Jingga yang memberikan kode dengan membisikkan sesuatu di telinga Tari untuk menunda terlebih dahulu. "Saya ada di depan kalian, nggak usah bisik-bisik." Bibi terpancing emosi. Dia sudah mulai menekan saat bicara."Oke, saya akan katakan syaratnya, tapi kamu harus tanda tangan dulu di atas materai," jawab Jingga sambil melihat ke arah jarum jam yang melingkar di tangannya. "Tuh dia datang," celetuk Tari ketika mendengar suara klakson di depan rumah.Bibi tercenung, dia mulai gemetaran. Dadanya berdegup sangat kencang setelah raut wajah Tari terlihat sangat bahagia mendengar suara klakso
Bibi diam sejenak, dia memicingkan matanya mengarah ke Jingga. Kemudian dia menganggukkan kepalanya. Jingga spontan memukul pahanya sendiri ketika mendengar jawaban dari orang yang diduga orang bayaran."Jadi benar kalau sebenarnya itu Chika adalah adiknya Haris?" tanya Tari. Sebab dia tidak melihat Bibi mengangguk, yang didengarnya hanya suara pukulan dari Jingga, dan decakan kesal yang bersumber dari mulut Jingga."Iya, Bu, Chika adalah adiknya Pak Haris, saya tahu itu, karena saya tahu betul Pak Haris seperti apa. Semenjak dia bekerja dengan Pak Dion, ambisinya semakin menggebu," jawab Bibi.Decakan kesal kini terdengar dari mulut Jingga dan Tari. Mereka kompak sangat menyayangkan baru mengetahui hal ini."Chika, dia itu pendendam, jadi Haris dihasut untuk membalaskan dendam semuanya, termasuk ke Mas Lian," tutur Tari."Aku tidak tahu kalau Chika memiliki seorang kakak macam Haris, memang umurnya Haris berapa? Kalau misalnya dia kakak kandung, harusnya sewaktu Chika divonis hukuman
"Stop dulu, kita lanjutkan nanti, Tante mau menuju rumah Haris," ucap Safitri menyuruh Jingga untuk berhenti bicara. Padahal tadi dia yang melontarkan pertanyaan untuknya. Namun, tiba-tiba Safitri mengurungkan niatnya untuk banyak bicara setelah melihat respon suaminya yang terkejut ketika mendengar pertanyaan darinya kepada Jingga."Baiklah, Tante, kalau ke sana, Bibi akan ada di sana, tapi santai, dia hanya orang suruhan Haris yang kini ada di pihak kita," ungkap Jingga."Oke, Tante tutup dulu ya," timpal Safitri.Mereka sudah menutup panggilan telepon. Safitri menatap suaminya penuh curiga."Apa kamu di balik ini semua?" tanya Safitri.Dion terdiam, dia mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat. Pertanyaan Safitri tidak dijawab olehnya, bukan karena enggan menjawab, tapi Dion dalam kondisi terhimpit, dia bingung harus jujur atau bohong. Jika bohong, alasan apa lagi yang harus dia berikan ke Safitri?"Mas," sapa Safitri lagi.Tiba-tiba Tirta dan Ronald menghampiri mereka. Padahal
Dion menggelengkan kepalanya, dia tidak mau diajak ke rumah Tari."Tari pasti marah besar, kecelakaan yang menyebabkan suaminya meninggal dunia, itu semua adalah perbuatanku, rencana yang sudah lama disusun akhirnya kami laksanakan setelah adanya Dimas," ungkap Dion. Dia terduduk sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.Safitri memegang bahunya sambil mengelus-ngelus."Aku udah curiga, makanya menghentikan semuanya sebelum terlambat," kata Safitri.Dion menoleh lirih, matanya berkaca-kaca menghadap ke arah Safitri."Pernikahan kita, itu juga berawal dari balas dendam," celetuk Dion.Safitri menyunggingkan senyuman, dia memejamkan matanya sambil menghela napas."Aku tahu itu, makanya berusaha mencari kebenarannya, aku yakin bahwa suamiku sebenarnya orang baik," timpal Safitri.Mereka terdiam sejenak, kemudian tangan Dion ditumpuk di atas telapak tangan Safitri."Maafkan aku, dendam melupakan segalanya, cinta dan kasih sayang terlupakan begitu saja karena hasutan orang yang mengak
"Coba angkat aja," pinta Safitri. Dia bicara sambil melirik ke arah Pram dan Inggit.Akhirnya Dion mengangkat sambungan teleponnya. Dia mengaktifkan speaker supaya semua yang ada di hadapannya bisa mendengarkan percakapan mereka."Halo," ucap Dion."Pak, sudahkah ketemu Chika hari ini?" tanya Haris seketika mengingatkan Dion akan kebiasaannya."Belum, udah sore, besok aja ya," timpal Dion."Chika pasti nungguin Pak Dion, dia pasti ingin menanyakan kondisi dan situasi saat ini," ucap Haris."Ya, besok aja," jawab Dion agak malas."Pak, kenapa baru saya tinggalkan sehari sudah agak berubah?" tanya Haris mulai curiga."Berubah gimana?" "Biasanya Pak Dion lebih aktif tanya-tanya ke saya, tapi tidak untuk kali ini, seperti cuek," tukas Haris."Itu perasaan kamu aja, saya itu sambil cek kondisi rumah, khawatir Safitri curiga," jawab Dion. "Besok saya kabari kalau udah ketemu Chika," imbuhnya lagi.Kemudian sambungan telepon pun terputus, Dion menghela napas sambil menatap istrinya.Dion ma
"Udah, Ronald, biarkan kami yang handle, ini urusan orang dewasa," timpal Safitri agak kecewa."Mah, aku memang bukan orang dewasa, tapi aku tahu cara memperlakukan orang dan setan, Papa Dimas itu setan!" sentak RonaldDia membuang pandangannya ke sembarang tempat.Akhirnya Dion dan Safitri pun pamit pulang. Mereka malu karena kelakuan Ronald yang tidak bisa mengontrol emosinya. Peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, terasa sangat benar, ketika menyimak kelakuan Ronald dengan Dimas. Mereka banyak kemiripan, termasuk sikap dan tingkah laku.Kalau dipikir-pikir, semua yang terjadi saat ini, banyak hikmah yang tersembunyi. Yang terjadi hari ini, seolah-olah mencerminkan bahwa takdir Allah itu maha benar.**Diam-diam polisi telah menyelidiki, mereka mengetahui gerak-gerik Haris yang mencurigakan."Jauh-jauh kau bersembunyi, pasti akan tertangkap juga," kata pihak kepolisian menyamar di tempat Haris bersembunyi."Pak, kira-kira kapan kita menangkap Haris?" tanya anak buahnya."N
Dimas mulai menunjukkan jati dirinya, seorang laki-laki yang arogan, dan selalu mau menang sendiri. "Anda itu tidak pantas jadi orang tua, apalagi jadi suami, sikap Anda tidak mencerminkan," celetuk Ronald dengan berani.Dimas menarik napasnya, dia menelan ludah untuk meredam amarahnya.'Sial, dia mirip banget denganku, sebenarnya aku udah tahu kalau dia ini anak kandungku, tapi Tari lebih menguntungkan daripada mengaku dia sebagai anakku,' batin Dimas.Awalnya dia memang mau berubah demi Tari, tapi kalau kedatangan Ronald malah menyulitkan, dia bisa gagal mencuri perhatian dari Tari. Terlebih anaknya itu malah menginginkan sang papa kandungnya yang mendekam di penjara."Lebih baik kalian pulang, jangan sampai Tari ke sini dan tahu siapa kalian," ucap Dimas.Ronald tertawa, dia bangkit dari duduknya. "Aku akan kasih tahu ke Tante Tari," jawab Ronald. "Soal Papa mantan narapidana, dan mantan suami mamaku," sambung Ronald."Tari udah tahu bahwa aku ini adalah mantan narapidana, tapi un
"Loh, bukannya polisi juga udah bergerak mencari keberadaan Haris ya, Tante?" tanya Jingga balik."Justru itu, karena Haris mengetahui tengah diintai kepolisian, dia jadi tahu dan langsung mengintimidasi Mas Dion, ancamannya bukan kaleng-kaleng, nyawa kami jadi taruhannya," jelas Safitri."Jadi enak gimana, Tante?" tanya Jingga balik."Kalian pulang dulu, jangan menjelaskan mengenai pengakuan Mas Dion, ini Tante lagi di jalan untuk ketemu beberapa pengacara," timpal Safitri.Akhirnya Jingga dan Tari menutup sambungan teleponnya dan mengurungkan niat untuk menemui pihak yang berwajib, kali ini demi keselamatan Safitri dan keluarganya.Tari pun menyetujui, dia sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Untuk menemui Dimas juga dia tunda sementara waktu karena ingin semuanya baik-baik saja.'Walau keluargaku jadi korban, tapi rasa perikemanusiaan harus selalu ada untuk orang lain, terlebih banyak yang membutuhkan sosok Dion nantinya,' batin Tari ketika sudah berada di mobil.Jingga yang