Setelah Jingga melihat kondisi kantor saat diprediksi datangnya kurir yang mengantarkan undangan. Dia melihat sosok laki-laki datang dengan menyerahkan selembar kertas."Itu Haris, astaga, kemarin pas kedatangan dia, kenapa orang itu yang nerima? Bisa-bisanya pihak kurir mempercayainya," gerutu Jingga.Jingga diam sejenak, selanjutnya dia tidak melanjutkan melihat CCTV tersebut. Dengan cepat jarinya menghubungi seseorang."Halo, Pak Juang, apa boleh datang jika saya tidak membawa undangan acara pertemuan di Bandung?" tanya Jingga to the point."Oh Bu Jingga undangannya hilang?" tanyanya balik."Nanti saya ceritakan di sana, boleh saya menyusul ke acara pertemuan?" tanyanya lagi."Oh boleh, justru di susunan acara Bu Jingga diperkenankan untuk memberikan motivasi sebagai pebisnis muda, sekitar jam satu siang, usai isoma, jadi saya berharap Bu Jingga hadir," kata Juang yang dihubungi Jingga."Baiklah, saya akan meluncur sekarang," jawab Jingga kemudian menutup sambungan teleponnya.Jing
"Dion!" teriak orang yang berada di dalam. Seketika itu juga Safitri bernapas lega karena akhirnya bisa mengalihkan pembicaraan dengan orang yang kini memanggil suaminya.Mereka masuk ke dalam karena Dion menghampiri orang yang memanggilnya. Pria tersebut adalah Lian, mereka saling mengenal."Kita ketemu di sini, terakhir kamu meminta diajarkan bisnis, eh ternyata sekarang malah jadi tamu undangan di sini, yang hadir orang-orang yang hebat, itu artinya kamu sudah terjun ke dunia bisnis di Indonesia, bukan begitu?" tanya Lian."Betul sekali. Istriku inilah yang menjadi acuan untukku berbisnis di Indonesia, karena ingin membahagiakan dia aku jadi sangat antusias menjalani bisnis," ungkap Dion. Dia bicara sambil menggenggam tangan sang istri lalu menggandengnya. Kedua anaknya bahkan tersipu malu ketika sang mama digoda oleh suaminya. 'Tumben Papa romantis,' batin Tirta sambil tersenyum.Dion itu memang sangat menyayangi Safitri. Bahkan kasih sayangnya melebihi rasa sayang terhadap anakn
"Ayolah Nico, kamu bicara kalau___" Jingga berhenti karena dipanggil oleh pembawa acara untuk naik ke podium. Sudah waktunya Jingga harus memberikan sambutan dan motivasi untuk para pebisnis muda.Jingga membasahi bibirnya, dia menghela napas karena harus menunda mengatakan sesuatu pada Safitri."Aku tidak mengerti maksudnya Jingga itu apa?" tanya Safitri pada Dion yang langsung membuang wajahnya nggak sembarang tempat."Sudahlah, dia itu masih kecil, pokoknya kamu nggak usah ikut campur ya," timpal sang suami.Safitri pun terpaksa diam, sebab kalau dia mengatakan sesuatu, tentu akan membuat suasana semakin ricuh. Dia tahu betul sifat suaminya. Dikarenakan suaminya langsung menyeret Haris pergi dari tempat pertemuan, akhirnya Safitri memutuskan untuk mengajak anaknya nimbrung bersama keluarga Pram.Mereka ngobrol bersama-sama. Meskipun tadi sempat ada adu mulut, tapi ketika Safitri menghampiri Pram dan Inggit, keduanya tetap bersikap seperti biasa."Padahal kemarin baru bertemu. Terny
"Tadi ada dua anak laki-laki, pasti kamu anak tirinya Safitri, kan?" tanya Dimas kembali menyecar.Ronald mulai curiga, dia keheranan dengan jawaban Dimas barusan. Jawaban yang malah bertanya balik padanya."Kenapa kamu sok-sokan tahu tentang anak tiri? Saya semakin ragu terhadap kamu, sopir, kamu sopir kan?" tanya Ronald membuat Dimas kesal. Rasa penasarannya seketika sirna saat Ronald mengatakan dirinya sopir dengan angkuhnya.Namun, tiba-tiba perdebatan mereka terlerai karena Safitri yang tiba-tiba muncul bersama Tirta. Dia buru-buru menarik pergelangan tangan anaknya yang tengah berhadapan dengan Dimas."Kenapa kamu ngobrol dengan orang asing?" Safitri memarahi anaknya."Kenapa? Aku cuma penasaran kenapa dia kenal Mama," jawab Ronald. Dia langsung membanting tangannya saat Safitri mencekal pergelangan tangan Ronald."Ronald, jangan marah-marah pada Mama," ucap Tirta mencegah Ronald supaya tidak tersulut emosi.Dimas mendengar ucapan Tirta, spontan dia terharu mendengarnya. Senyum
Safitri menutup mulut Tirta dengan jari telunjuknya. Dia memberikan kode untuk hati-hati dalam bicara. Safitri juga komat-kamit menunjukkan bahasa isyarat supaya Tirta tidak keras-keras bicaranya.Mata Safitri berkeliling, dia lihat sekitar terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan dengan Tirta. Jantungnya berdetak kencang ketika ingin mengutarakan semuanya ke anak tirinya, dia sangat mempercayai Tirta karena sifatnya begitu berwibawa menurut pandangan seorang ibu sambung.Bagi Safitri memiliki anak tiri seperti Tirta adalah sebuah keberuntungan untuknya, dia merasa Tuhan begitu baik terhadapnya hingga mempertemukan orang baik untuknya.Setelah memastikan semua aman, Safitri menelan ludah dengan cepat. Dia menyeret tubuhnya supaya lebih dekat dari Tirta."Kalau kamu Mama ceritakan, tolong jaga rahasia ini ya," pesan Safitri. "Iya, Mah, Tirta janji," katanya sambil mengacungkan dua jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah."Yang kamu katakan benar, Dimas adalah ayah biologisnya
Safitri tetap mencoba masuk bersama kedua anaknya. Mereka berdiri tepat di belakang sang suami yang belum sadar bahwa mereka sudah berada di dalam."Haris, kalau sudah ketahuan dengan Jingga, kamu harus hati-hati ya," tutur Dion.Raut muka ketiga anaknya pun saling beradu pandang di belakang sang kepala keluarga. Mereka bertanya-tanya Kenapa Jingga yang disebutkan oleh Dion?Sampai beberapa menit Dion tidak sadar bahwa anak dan istri tengah berada di belakang. Dia begitu asik bicara dengan anak buahnya. Ya, membicarakan keluarga Jingga pula, yang tentunya membuat rasa penasaran Safitri dan Tirta meronta-ronta. Berbeda dengan Ronald, dia hanya menanggapi hal biasa tentang pebisnis. Sebab memang dia tidak ingin berkecimpung di dunia bisnis.Rasa masa bodo yang menyelimuti Ronald pun akhirnya membuat dia berdecak supaya sang Papa dengar dan tidak melanjutkan bicara dengan Haris lagi."Eh ada kalian di belakang? Sejak kapan? Kenapa masuk nggak beri salam lagi?" Pertanyaan yang dilontarkan
"Bu, salah satu pebisnis meninggal dunia dalam kecelakaan," terang Vivi.Awalnya Jingga terdiam sejenak. Dia berusaha menebak sendiri orang tersebut. Bahkan Jingga berharap kecelakaan itu adalah Dion. Namun dalam lamunannya itu Jingga menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. 'Aku nggak boleh jahat sama orang, kata Mama kalau orang jahat sama kita, biarkan Tuhan yang balas, karena balasan dari Tuhan itu lebih pedih.' Jingga membatin dalam hati. Kemudian dia berusaha untuk bicara kembali dengan Vivi."Inalillahi wa innailaihi raji'un, kalau boleh tahu siapa ya?" tanya Jingga akhirnya tidak mau menduga-duga lagi."Pak Lian, Bu, meninggal dunia dalam kecelakaan, sedangkan istrinya kritis, sopirnya juga sama," terang Vivi.Jingga menarik napas. Dia benar-benar terkejut ketika mendengar nama yang disebutkan olehnya."Oh Pak Lian," jawabnya singkat. "Iya, Bu, sekarang jenazahnya sedang dibawa ke rumah duka, tapi istri dan sopirnya dilarikan ke rumah sakit terdekat," terang Vivi."Ya Allah, t
"Dari liburan," jawab Safitri singkat.Safitri masih bersikap dingin terhadap Inggit dan keluarganya. Dia seperti menghindar demi menjaga perasaan suaminya. Padahal Dion hanya memberikan alibi saja.Tirta yang melihat keanehan mamanya pun berinisiatif menarik pergelangan tangannya, dia agak menjauhi Safitri dari Inggit. "Mama kenapa?" tanya Tirta."Jaga perasaan papamu yang cemburu pada Om Pram," timpal Safitri berbisik."Oh, jadi karena itu, tapi kasihan Tante Inggit," ungkap Tirta.Namun Safitri memilih untuk mengakhiri pembicaraan. Dia beranjak menyusul Dion yang tengah menemui sanak keluarga Lian.Sementara Inggit pun merasakan ada yang disembunyikan oleh Safitri. Namun dia berusaha untuk menelannya terlebih dahulu karena ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat apalagi menanyakan hal sepele seperti ini."Aku nggak tahu apa yang terjadi dengan Tante Safitri, tapi aku yakin Mama juga memiliki perasaan yang sama," bisik Jingga.Inggit menoleh sebentar, dia melirik ke arah Safitri