"Tidak seperti itu, Ronald, kamu juga anak baik," susul Tirta menyejukkan."Udah ya, Mama nggak mau debat," sahut Safitri. "Intinya kalau salah minta maaf," tambahnya lagi.Setibanya di rumah Pram, mereka langsung dipersilakan masuk karena satpam sudah mengenalnya. Raut wajah Ronald agak berbeda ketika melihat rumah Ameer yang megah, matanya berkeliling dari parkiran hingga ke dalam ruangan tamu."Pantesan Anisa lebih suka Ameer daripada aku, ternyata dia tajir," celetuk Ronald ketika dipersilakan duduk, mereka masih menunggu pemilik rumah turun dari kamarnya."Nggak usah banyak bicara, Ronald, kita ini tamu," pesan Tirta pada adiknya dengan berbisik. Baru kali ini dia agak tegas pada adiknya, biasanya Tirta pun sama seperti Safitri, sangat menyayangi Ronald."Kalian ini kenapa sih dengan keluarga ini? Apa spesialnya?" tanya Ronald.Tirta dan Safitri menutup mulutnya dengan jari telunjuk seraya menyuruhnya diam. Sebab, suara hentakan kaki terdengar dari lantai atas.Pram dan Inggit d
Jingga menatap mama dan papanya yang ikut mengantarkan Safitri dan anaknya ke parkiran."Nama Haris bukan cuma satu, di dunia ini banyak," bisik Inggit yang tahu gelagat Jingga, dia paham betul jika anaknya itu mencurigai seseorang.Safitri pun mengantongi ponselnya kembali, lalu dia pamit dengan orang yang sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri.Setelah mereka pamitan, Jingga pun dirangkul oleh Ameer dari depan."Ciye, diapelin nih," ejek Ameer senang sekali becanda."Ah, kamu, benar-benar ingin diomelin terus ya," timpal Jingga kesal, dia geregetan bahkan mencubit sang adik."Lagian bengong aja dari tadi," celetuk Ameer."Mah, Pah, tahu kan kalau aku lagi kepikiran Haris yang dimaksud oleh Tante Safitri?" tanya Jingga.Pram dan Inggit pun mengangguk sambil terus berjalan, mereka tidak menanggapi prasangka buruk Jingga.Di jalan menuju kamar, Jingga masih saja terlintas Haris, biasanya jika dia memiliki feeling seperti ini, sebuah firasat yang benar."Nanti juga terbuka kalau mema
Tapi Dimas tidak memiliki kontak Safitri sama sekali. Dia hanya ketemu di jalan."Pak, balik lagi deh," pinta Dimas.Ojek pun memutar kembali ke arah yang Dimas tentukan. Mereka menuju rumah Lian dan Tari. Dimas tidak memiliki cara lain selain meminta maaf. Ya, karena dia benar-benar tidak mengetahui tempat tinggal Safitri.Setibanya di rumah Lian, terlihat pria tersebut tengah membuka pintu mobilnya, Dimas yang melihat buru-buru menghampiri Lian."Pak, belum pergi ke luar kota? Maafin saya, Pak, Bu," ucap Dimas memohon pada mereka."Bukankah tadi kamu pasrah saat saya memecat kamu," timpal Lian."Iya, Pak. Saya berpikir ulang karena ini kesalahan saya, jadi saya harus minta maaf sebesar-besarnya," kata Dimas, dia menurunkan egonya sementara.Saat itu juga wajah Tari menyorot suaminya. Dia mengedipkan mata seolah-olah menjadi isyarat untuknya.Helaan napas pun terdengar dari mulut Lian, dia membuang muka sebentar, lalu mengambil napas kembali."Baiklah, kebetulan saya belum dapat sopi
Setelah Jingga melihat kondisi kantor saat diprediksi datangnya kurir yang mengantarkan undangan. Dia melihat sosok laki-laki datang dengan menyerahkan selembar kertas."Itu Haris, astaga, kemarin pas kedatangan dia, kenapa orang itu yang nerima? Bisa-bisanya pihak kurir mempercayainya," gerutu Jingga.Jingga diam sejenak, selanjutnya dia tidak melanjutkan melihat CCTV tersebut. Dengan cepat jarinya menghubungi seseorang."Halo, Pak Juang, apa boleh datang jika saya tidak membawa undangan acara pertemuan di Bandung?" tanya Jingga to the point."Oh Bu Jingga undangannya hilang?" tanyanya balik."Nanti saya ceritakan di sana, boleh saya menyusul ke acara pertemuan?" tanyanya lagi."Oh boleh, justru di susunan acara Bu Jingga diperkenankan untuk memberikan motivasi sebagai pebisnis muda, sekitar jam satu siang, usai isoma, jadi saya berharap Bu Jingga hadir," kata Juang yang dihubungi Jingga."Baiklah, saya akan meluncur sekarang," jawab Jingga kemudian menutup sambungan teleponnya.Jing
"Dion!" teriak orang yang berada di dalam. Seketika itu juga Safitri bernapas lega karena akhirnya bisa mengalihkan pembicaraan dengan orang yang kini memanggil suaminya.Mereka masuk ke dalam karena Dion menghampiri orang yang memanggilnya. Pria tersebut adalah Lian, mereka saling mengenal."Kita ketemu di sini, terakhir kamu meminta diajarkan bisnis, eh ternyata sekarang malah jadi tamu undangan di sini, yang hadir orang-orang yang hebat, itu artinya kamu sudah terjun ke dunia bisnis di Indonesia, bukan begitu?" tanya Lian."Betul sekali. Istriku inilah yang menjadi acuan untukku berbisnis di Indonesia, karena ingin membahagiakan dia aku jadi sangat antusias menjalani bisnis," ungkap Dion. Dia bicara sambil menggenggam tangan sang istri lalu menggandengnya. Kedua anaknya bahkan tersipu malu ketika sang mama digoda oleh suaminya. 'Tumben Papa romantis,' batin Tirta sambil tersenyum.Dion itu memang sangat menyayangi Safitri. Bahkan kasih sayangnya melebihi rasa sayang terhadap anakn
"Ayolah Nico, kamu bicara kalau___" Jingga berhenti karena dipanggil oleh pembawa acara untuk naik ke podium. Sudah waktunya Jingga harus memberikan sambutan dan motivasi untuk para pebisnis muda.Jingga membasahi bibirnya, dia menghela napas karena harus menunda mengatakan sesuatu pada Safitri."Aku tidak mengerti maksudnya Jingga itu apa?" tanya Safitri pada Dion yang langsung membuang wajahnya nggak sembarang tempat."Sudahlah, dia itu masih kecil, pokoknya kamu nggak usah ikut campur ya," timpal sang suami.Safitri pun terpaksa diam, sebab kalau dia mengatakan sesuatu, tentu akan membuat suasana semakin ricuh. Dia tahu betul sifat suaminya. Dikarenakan suaminya langsung menyeret Haris pergi dari tempat pertemuan, akhirnya Safitri memutuskan untuk mengajak anaknya nimbrung bersama keluarga Pram.Mereka ngobrol bersama-sama. Meskipun tadi sempat ada adu mulut, tapi ketika Safitri menghampiri Pram dan Inggit, keduanya tetap bersikap seperti biasa."Padahal kemarin baru bertemu. Terny
"Tadi ada dua anak laki-laki, pasti kamu anak tirinya Safitri, kan?" tanya Dimas kembali menyecar.Ronald mulai curiga, dia keheranan dengan jawaban Dimas barusan. Jawaban yang malah bertanya balik padanya."Kenapa kamu sok-sokan tahu tentang anak tiri? Saya semakin ragu terhadap kamu, sopir, kamu sopir kan?" tanya Ronald membuat Dimas kesal. Rasa penasarannya seketika sirna saat Ronald mengatakan dirinya sopir dengan angkuhnya.Namun, tiba-tiba perdebatan mereka terlerai karena Safitri yang tiba-tiba muncul bersama Tirta. Dia buru-buru menarik pergelangan tangan anaknya yang tengah berhadapan dengan Dimas."Kenapa kamu ngobrol dengan orang asing?" Safitri memarahi anaknya."Kenapa? Aku cuma penasaran kenapa dia kenal Mama," jawab Ronald. Dia langsung membanting tangannya saat Safitri mencekal pergelangan tangan Ronald."Ronald, jangan marah-marah pada Mama," ucap Tirta mencegah Ronald supaya tidak tersulut emosi.Dimas mendengar ucapan Tirta, spontan dia terharu mendengarnya. Senyum
Safitri menutup mulut Tirta dengan jari telunjuknya. Dia memberikan kode untuk hati-hati dalam bicara. Safitri juga komat-kamit menunjukkan bahasa isyarat supaya Tirta tidak keras-keras bicaranya.Mata Safitri berkeliling, dia lihat sekitar terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan dengan Tirta. Jantungnya berdetak kencang ketika ingin mengutarakan semuanya ke anak tirinya, dia sangat mempercayai Tirta karena sifatnya begitu berwibawa menurut pandangan seorang ibu sambung.Bagi Safitri memiliki anak tiri seperti Tirta adalah sebuah keberuntungan untuknya, dia merasa Tuhan begitu baik terhadapnya hingga mempertemukan orang baik untuknya.Setelah memastikan semua aman, Safitri menelan ludah dengan cepat. Dia menyeret tubuhnya supaya lebih dekat dari Tirta."Kalau kamu Mama ceritakan, tolong jaga rahasia ini ya," pesan Safitri. "Iya, Mah, Tirta janji," katanya sambil mengacungkan dua jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah."Yang kamu katakan benar, Dimas adalah ayah biologisnya