"Halo, Pak Rudi." Aku menyapa lebih dulu."Iya, Bu. Maaf saya mau kasih kabar buruk," timpal Pak Rudi.Aku sedikit menoleh ke arah Mas Pram. Suamiku juga menautkan kedua alisnya ketika melihat reaksi wajahku yang tampak terkejut."Kabar buruk apa, Pak? Padahal saya berharap bapak membawa kabar baik," jawabku sambil menghela napas."Orang yang meracuni Pak Pram sakit, dia tak sadarkan diri, sekarang masih dalam pengawasan polisi," ungkap Pak Rudi.Aku terkejut mendengarnya, bagaimana tidak, aku rasa orang yang menjadi dalang dari peristiwa ini sangat memantau gerakan kami, jadi dia lebih cepat bertindak."Kalau boleh tahu, kenapa dia bisa tak sadarkan diri?" tanyaku padanya. Sebab setiap penyakit pasti ada penyebabnya."Polisi masih menyelidiki, selepas bertemu dengan salah satu pengunjung, dia pingsan dan tak sadarkan diri," tutur Pak Rudi.Aku berdecak sambil mengusap kening. Rasanya sangat disayangkan ini semua terjadi begitu cepat. Kami belum menyecar wanita itu, tapi ternyata dia
Aku segera menghubungi Pak Rudi, kami bicara cukup lama, ternyata menurut keterangan Pak Rudi, wanita itu sudah diinterogasi dan telah mengakui bahwa mereka adalah orang suruhan wanita tua yang sekarang masuk ICU.Ketika Pak Rudi mengatakan hal tersebut aku agak lemas. Sebab ternyata kunci dari masalah ini adalah wanita yang menukar makanan kami.Setelah selesai bicara dengan Pak Rudi, aku dan Mas Pram memutuskan untuk mencari jalan lain. Aku yakin di setiap permasalahan pasti ada jalan keluar."Kita coba pasrahkan saja pada Allah, semua ini sudah di luar kendali kita, biarkan Tuhan yang menentukan jalannya, yang terpenting kami sudah berusaha," ungkap Mas Pram berusaha sabar dan pasrah. Semua kami kembalikan lagi pada Yang Maha Kuasa.Aku tersenyum sambil menatap suamiku. Yang dikatakan Mas Pram itu benar, biasanya disaat kita pasrah dan menyerahkan semua persoalan dunia akan ada keajaiban dari Tuhan."Sekarang kita fokus kesembuhan kamu dulu, kasihan Jingga nungguin di hotel, mau ber
"Kenapa kalian kayak terkejut? Heran ya Mas Dimas berubah jadi banyak uang? Tidak salah lagi, kalian nggak mau lihat suamiku sukses ya kan?" Apa yang dikatakan Safitri sungguh bukan yang ada di pikiranku dan Mas Pram. "Hm, bukan gitu, Fit, tapi__" Ucapanku dihentikan oleh Mas Pram dengan telapak tangannya. Hal ini membuat bahu Safitri menghadap ke arahku."Tapi apa?" Safitri penasaran.Kalau tidak diizinkan untuk menceritakan, aku bisa apa? Mas Pram melarang untuk bicarakan ini pada Safitri jadi aku tak perlu melanjutkan ucapanku tadi."Nggak, Fit, aku dan Inggit heran aja, berarti Dimas udah bikin rekening baru? Kan rekening yang dia dapat dari perusahaan udah diblokir sesuai dengan permintaan kamu," jelas Mas Pram. Ternyata suamiku bisa mengalihkan pembicaraan dan membuat Safitri percaya."Oh, iya sudah bikin rekening baru lagi dia. Benar terbukti cara aku kemarin kan? Artinya sukses setelah kita ngerjain Mas Dimas, kalau nggak gitu, mungkin dia masih berpangku tangan dengan kekaya
Chika, Mas Dimas, dan wanita bercadar yang masih belum diketahui namanya. Namun, jika dipikir-pikir, wanita itu sebagai perantara untuk meminta transferan. Dari sini aku masih abu-abu dalam menduga, tidak bisa gegabah dan harus disertai bukti. Ditambah lagi perkenalan antara Mas Dimas dengan Chika, sesempit itu dunia tempat berpijak manusia ini? Sampai-sampai harus mengenal dengan orang yang dekat dengan kita."Nggak usah melamun," celetuk Mas Pram sambil menepuk tangan ini."Nggak kok, cuma pengen cepat ketemu aja pelakunya," timpalku.Sambil menunggu kabar dari Pak Rudi, aku dan Mas Pram menghubungi ibu untuk bicara kembali dengan Jingga. Seharian ini aku jadi sering menelpon Jingga, putri kecil Mas Pram satu-satunya.Setelah beberapa menit kemudian, sekitar empat puluh menit lamanya, Pak Rudi akhirnya menghubungi Mas Pram. Aku ikut menyimak segala obrolan mereka."Belum ada yang terlihat aneh, mereka berdua tinggal di satu rumah, dan sudah ada seorang wanita di situ, kelihatannya o
Polisi mengizinkan kami untuk menemui wanita tersebut. Sebab, aku dan Mas Pram sangat membutuhkan informasi dari dia. Aku dan Mas Pram memakai baju khusus di ruangan tersebut. Setelah rapi, kami berdua digiring oleh suster dan diawasi oleh salah seorang suster.Wanita itu terpejam, bagai mayat hidup yang dikelilingi oleh alat-alat medis. Aku menggandeng Mas Pram karena merasa kasihan pada wanita itu."Bu, apa kabar? Semoga walau dalam kondisi koma, Ibu bisa mendengar suara saya," ucap Mas Pram membuatku menoleh ke arahnya. Sungguh rasa haru dan tersentuh mendengar penuturannya barusan."Bu, saya adalah orang yang sengaja Ibu tukar makanannya, saya juga nyaris mati kalau istri saya tidak buru-buru membawa ke rumah sakit." Lagi-lagi spontan aku menoleh ke arahnya. Sungguh dada ini bergetar kala dia mengatakan hal tersebut.Kemudian, Mas Pram melepaskan gandengan tanganku. Dia meraih punggung tangan wanita tersebut dengan amat lembut."Bu, saya sudah memaafkan Ibu, coba Ibu jelaskan pad
Akhirnya polisi menyimpan bukti tersebut, foto yang diberikan oleh anak dari Bu Achi, dengan foto yang Pak Rudi miliki."Saya akan memeriksa orang yang berada di dalam foto ini, semoga ada titik terang dari permasalahan ini," ungkap Pak Rudi."Iya, Pak." Mas Pram menjawab singkat.Keluarga dari orang yang meracuni Mas Pram pun sudah mengakui tindakan ibunya. Mereka hanya korban kesulitan ekonomi saja, jadi mengambil jalan singkat untuk memperbaiki ekonominya.Bisa diambil pelajaran untukku dan Mas Pram. Bahwasanya di luaran sana masih banyak orang-orang yang membutuhkan pekerjaan."Memang kamu tidak bekerja? Hingga ibumu melakukan hal seperti ini?" Mas Pram bertanya pada kedua wanita tersebut."Kami baru saja lulus, dan ijazah kami masih tertahan, makanya belum bisa mencari kerja, Ibu melakukan hal ini untuk menebus ijazah kami," ungkap kedua wanita yang tampaknya tidak jauh berbeda usianya."Bu Achi itu orang tua asuh kami, dia begitu baik dan bertanggung jawab, maafkan segala kesalah
"Aku setuju, cara halus dan elegan," sahut Mas Pram.Kami pun tersenyum bersama. Tanda kesepakatan pun terlihat saat Mas Pram bersalaman dengan Pak Rudi. Satu persatu terbuka, keyakinan kami bertambah pada tiga tersangka. Mereka bisa terjerat hukum atas dugaan pembunuhan berencana terhadap Mas Pram. Ya, Chika, Mas Dimas, dan Mama Dewi sudah bersekongkol untuk melakukan aksi ini.Awal kami curiga memang hanya pada Chika, kemudian disusul gelagat Mas Dimas yang menurut keterangan istrinya, Safitri, telah mendapatkan transferan. Lalu kecurigaan kami ditambahkan dengan penemuan bukti bahwa wanita bercadar yang sempat aku curigai adalah Mama Dewi.Semua terbuka dengan sendirinya. Begitulah bangkai, meskipun disimpan sangat rapat, akan tercium baunya. "Kalau begitu, saya akan menunggu sampai Bu Achi siuman, dan segera mengabarkan kalian, untuk pemeriksaan terhadap Bu Dewi kita batalkan dulu sesuai rencana kalian, saya rasa ini usulan yang bagus untuk memancing dalangnya keluar dari tempat
Kami lihat di dalam ada keramaian. Mas Pram menyeruak dari kerumunan itu, aku pun ikut mengekor dan penasaran dengan apa yang terlihat."Copet kok bisa ada di dalam hotel? Aneh banget," celetuk ibu yang ternyata ada di dalam kerumunan tersebut. Dia tengah duduk memangku Jingga. Mas Pram sontak meminta Jingga dan menggendongnya."Ada apa ini, Bu?" tanya Mas Pram.Aku ikut menghampiri, setelah itu berdiri di sebelah Mas Pram yang tengah menggendong Jingga."Ya Allah, Nak. Kami dicopet, masa copetnya tadi di lobi dan satpam hotel nggak berhasil menangkapnya. Kesal Ibu, Nggit!" jawab ibu dengan wajah kesalnya."Kenapa bisa ada copet di wilayah hotel? Itu merugikan pihak hotel juga loh, jadi pengunjung semakin takut untuk memilih hotel ini untuk bermalam!" cetus Mas Pram menanggapi aduan ibuku ke management."Kami minta maaf atas ketidak nyamanan, kami bersedia menggantikan semua kerugian yang ada di tas tersebut," papar manager hotel yang terlihat rapi bajunya.Aku terdiam ketika dia men