Salman terkekeh dan berjalan menuju kamar mandi, ia langsung membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Setelah selesai mandi dan berpakaian Ia pun kembali mencari istri dan anaknya yang kini sedang berada di sofa ruang tamu Villa sedang menonton TV bersama."Habibati, ada yang ingin kamu beli lagi? Besok kan kita pulang," ucap Salman seraya menjatuhkan bokongnya di sofa tepat di samping Kanaya."Gak ada, Hubby. Coba tanya Ana mungkin dia ingin sesuatu," ucap Kanaya.Salman pun mengelus kepala Syafana yang duduk di karpet bawah, gadis kecil itu sedang bermain boneka Barbie bersama Christy."Princess, apa ada yang mau di beli lagi sebelum kita pulang besok pagi?" tanya Salman."Aku mau strawberry dan Arum manis, Papa," ucap Syafana."Oh kalau gitu besok pas pulang kita harus berhenti di jalan dulu untuk beli itu," ucap Salman."Belinya yang banyak ya, Papa. Nanti bagi-bagi buat bi Imah, mang Yono dan teman-teman aku di sekolah," ucap Kanaya."Iya, Nanti Ana ambil aja yang banyak," ucap S
"Ada apa Adly?" tanya Salman."Nyonya Maya tidak terima saat saya mengatakan perusahaan kita membatalkan kerjasama dengan perusahaannya," ucap Adly."Katakan saja saya tidak peduli, Saya benar-benar tidak ingin melakukan kerjasama dengan orang yang suka menghina orang lain," ucap Salman."Iya, semua urusannya sudah saya urus melalui asistennya dan Nyonya Maya marah-marah pada asistennya. Saya cuma takut dia datang ke perusahaan kita dan membuat kekacauan," ucap Adly."Saya sedang perjalanan pulang, nanti saya langsung ke kantor saja."Setelah mengatakan itu Salman pun mematikan sambungan teleponnya, sekarang memang sudah masuk hari Senin dan tadinya Salman akan masuk kantor hari Selasa. Namun, mendengar kabar itu dari sang asisten ia pun tidak bisa menunda kedatangannya ke kantor karena takut terjadi kekacauan akibat ulah Maya.Beberapa jam berkendara dari kota Bogor ke Jakarta akhirnya mereka pun tiba di rumah, Salman meminta orang yang bekerja di rumahnya untuk merapikan barang-bar
Maya mulai memendam dendam di dalam hatinya kepada Kanaya, wanita itu ingin memiliki Salman dan menyingkirkan Kanaya dengan berbagai cara."Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tidak ada yang bisa menghentikan ku!" gumam Maya.Wanita itu duduk di depan meja kerjanya, berkas-berkas yang menumpuk tidak bisa ia kerjakan karena pikirannya kini dipenuhi dengan amarah terhadap penolakan Salman kepadanya.Sementara di sisi lain, Kanaya beristirahat di rumah setelah pulang dari puncak. Ia kini yakin membuka hati kembali untuk sang suami setelah melihat begitu banyak perubahan yang ditunjukkan oleh Salman."Demi kamu Mama bertahan, sekarang papamu sudah banyak berubah. Semoga keputusan Mama untuk menerimanya kembali tidak salah dan semoga papamu tidak lagi seperti dulu," ucap Kanaya seraya mengecup pipi Sadam.Kanaya pun sadar ia merasa cemburu saat Salman didekati wanita lain, ia tidak bisa membayangkan jika Salman menikah dengan wanita lain dan ia memikirkan nasib kedua anaknya jika
"Non, Kanaya. Di luar ada orang yang ingin ketemu sama Non," ucap Bi Imah."Siapa, Bi?" tanya Kanaya."Katanya Kakak Non Kanaya," jawab bi Imah."Suruh masuk aja, Bi," ucap Kanaya.Kanaya bertanya-tanya dalam hati, Siapa yang datang untuk bertemu dengannya. Arta atau Arthur, Kedua saudara kembar itu selama ini seperti tidak peduli dengan kehidupan Kanaya. Meskipun begitu Arthur terlihat sedikit lebih baik daripada Arta."Assalamualaikum, Nay." "Waalaikumsalam, Kak Arthur, Kak Cindy. Silahkan duduk!" ucap Kanaya."Terima kasih, Nay. Gimana kabar kamu?" tanya Arthur."Seperti yang kakak lihat, aku baik," ucap Kanaya."Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Kakak sangat khawatir saat mendengar kabar kamu pergi dari Salman, saat kakak ingin ikut mencari keluarga kakak terkena musibah," ucap Arthur.Kanaya terkejut mendengar ucapan sang kakak, ia melihat mata sang Kaka yang begitu menggambarkan kesedihan. Wanita cantik itu meminta Bi Imah menyiapkan air minum dan cemilan untuk kakak, kakak
"Apa ini, Ka?" tanya Kanaya."Buka aja nanti kamu tahu apa isinya," ucap Arthur.Kanaya pun membuka kotak kecil yang diberi oleh kakaknya, setelah melihat isinya ia menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya."Untuk aku?" tanya Kanaya."Iya, itu adalah kalung peninggalan Ibu. Dulu Ibu kasih wasiat ke Ayah sebelum meninggal, kalau itu harus diberikan kepadamu. Namun, Ayah kehilangan kalung itu," ucap Arthur."Lalu bagaimana Kakak bisa menemukan kalung ini?" tanya Kanaya.Wajah Arthur berubah sendu dan ia menundukkan kepala saat mendengar pertanyaan sang adik, tetapi Arthur harus tetap menceritakannya meskipun mungkin kenyataan akan membuat Kanaya membenci kedua Kakaknya."Sebenarnya kalung itu nggak pernah hilang, tapi disembunyikan dengan rapi oleh Arta," ucap Arthur.Kanaya menutup mulutnya, terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa kakaknya sampai menyembunyikan kalung tersebut, mungkinkah kebencian Arta kepada dirinya begitu dalam."Kenapa kak Arta melakukan itu? Apa sebena
"Kenapa sih kamu suudzon terus sama aku, Hubby? Kalung ini bukan dari Aslan tapi ini peninggalan almarhumah Ibu aku," ucap Kanaya."Maaf, Sayang. Aku bukan suudzon tapi aku cemburu karena Aslan sering memberikan barang bagus untuk kamu," ucap Salman."Iya, tapi itu kan dulu sebelum kamu memperingatkan dia. Setelah kamu beri peringatan, Dia nggak pernah ngasih barang-barang apapun lagi ke aku kok!" ucap Kanaya.Salman akhirnya membawa Kanaya duduk di ujung ranjang, ia merasa bersalah karena asal menebak kalung yang istrinya pakai dari siapa.Pria berwajah tampan itu memandangi sang istri, lalu menata kalung dengan liontin yang cantik bertengger di leher istri kecilnya tersebut."Kalungnya cantik, cocok banget untuk kamu. Kenapa baru sekarang kamu pakai kalung peninggalan ibu kamu?" tanya Salman."Ini baru diberikan oleh kak Arthur, tadi Kak Arthur, istri, dan anaknya datang ke sini, ia memberikan kalung ini untukku. Katanya Ibu sudah mewasiatkan kepada ayah jika aku sudah besar maka ka
"Berikan kalung itu padaku! Kau tidak pantas memakainya!" ucap Arta seraya menarik Kanaya dengan kasar.Salman terkejut dan marah melihat istrinya di perlakukan dengan kasar di depan matanya sendiri. Lelaki tampan itu mendorong kakak iparnya dengan kuat dan menarik Kanaya ke dalam pelukannya."Beraninya kau berbuat kasar pada istriku! Kakak macam apa kamu?" ucap Salman."Aku tidak sudi dianggap kakak oleh orang yang menyebabkan kematian ibuku!" ucap Arta dengan lantang.Air mata Kanaya yang sejak tadi di tahan akhirnya tak terbendung, mengalir di pipi putih wanita cantik tersebut. Sementara Arthur yang tadinya berjongkok di depan makam siap berdoa, kini berdiri dan sangat kesal dengan ucapan saudara kembarnya."Cukup Arta. Kau sudah keterlaluan! 21 tahun telah berlalu, tapi kau tidak bisa menerima kenyataan. Kanaya bukan penyebab kematian ibu, dia adik kita dan ibu mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan anak bahkan saat melahirkan kita pun beliau melakukan hal yang sama," ucap Arthur
Arta berlari menuju mobilnya meninggalkan pemakaman setelah mengangkat telepon dari sang mertua. Rupanya Adli dengan cepat sudah mengirimkan surat pernyataan kepada perusahaan A&K food atas penarikan investasi dari perusahaan Salman.Hal itu membuat mertua Arta kebakaran jenggot, Arta yang bertanggung jawab tentang hal itu dan ia langsung diminta datang ke perusahaan untuk melakukan rapat besar."Sudah jangan menangis lagi, dia sudah tidak ada di sini. Akan ku pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi, aku yang akan melindungimu dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padamu," ucap Salman seraya mengelus kepala Kanaya."Terima kasih, Hubby," ucap Kanaya."Kita belum sempat berdoa untuk ayah dan ibu, sebaiknya sekarang kita doakan dulu!" ucap Salman seraya menghapus air mata di pipi sang istri.Kanaya mengangguk lalu kembali berjongkok di depan makam kedua orang tuanya, begitupun dengan Arthur, Cindy, dan Salman. Doa yang sempat tertunda karena kedatangan Arta, kini dilanjutkan dan