"Nyonya Maya, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Salman.Maya terkejut, wanita itu tadinya hendak menarik kerudung Kanaya. Namun, tidak jadi karena ada Salman tepat di belakangnya."Habibati, kamu gak apa-apa kan?" tanya Salman dengan cemas."Gak apa-apa, Hubby. Kamu pasti takut nenek sihir, eh maksudnya Tante Maya macam-macam sama aku ya!" ucap Kanaya dengan senyum manis bertengger di wajahnya.Maya sangat kesal mendengar Kanaya menyebutnya nenek sihir, jika tidak ada Salman pasti ia sudah menjambak kerudung Kanaya. Namun, karena ada Salman ia hanya tersenyum menyembunyikan kekesalannya."Kamu sedang apa di sini, bukannya tadi di saung itu?" tanya Salman."Udaranya masih dingin, jadi aku mau beli teh manis hangat," ucap Kanaya."Aku mau susu coklat hangat," teriak Syafana."Baiklah, kamu mau apa Hubby biar sekalian aku pesan," ucap Kanaya."Kopi susu hangat," ucap Salman.Kanaya memesan minuman hangat itu pada penjual lalu membayarnya setelah itu kembali ke saung dan menunggu minu
"Sangat disayangkan Anda tidak profesional, Tuan Salman," ucap Maya sangat kecewa karena Salman membatalkan kerjasama dengan perusahaannya."Bicara profesional, saya dengan hanya memiliki hubungan kerjasama perusahaan. Anda duluan yang mulai menyerang ranah pribadi Saya, bahkan sampai mengatakan kalau anak saya ini adalah anak haram! Saya tidak suka penghinaan itu!" ucap Salman dengan tatapan mata yang tajam.Maya bergeming, melihat tatapan tajam itu ia tak bisa berkata apa-apa lagi, sementara Kanaya tidak menyangka jika suaminya sampai membatalkan kerjasama perusahaan karena hal tersebut."Hubby, kamu nggak akan nyesel dengan keputusan kamu ini?" tanya Kanaya."Tidak akan, Habibati. Aku yakin keputusan Aku ini adalah hal yang paling benar, Aku tidak suka menjalin kerjasama dengan klien yang tidak punya etika," ucap Salman lagi-lagi membuat Maya merasa tertampar."Kau benar Salman, masih banyak klien yang beretika dan pastinya menguntungkan untuk perusahaanmu. Tidak perlu takut mati s
Salman terkekeh dan berjalan menuju kamar mandi, ia langsung membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Setelah selesai mandi dan berpakaian Ia pun kembali mencari istri dan anaknya yang kini sedang berada di sofa ruang tamu Villa sedang menonton TV bersama."Habibati, ada yang ingin kamu beli lagi? Besok kan kita pulang," ucap Salman seraya menjatuhkan bokongnya di sofa tepat di samping Kanaya."Gak ada, Hubby. Coba tanya Ana mungkin dia ingin sesuatu," ucap Kanaya.Salman pun mengelus kepala Syafana yang duduk di karpet bawah, gadis kecil itu sedang bermain boneka Barbie bersama Christy."Princess, apa ada yang mau di beli lagi sebelum kita pulang besok pagi?" tanya Salman."Aku mau strawberry dan Arum manis, Papa," ucap Syafana."Oh kalau gitu besok pas pulang kita harus berhenti di jalan dulu untuk beli itu," ucap Salman."Belinya yang banyak ya, Papa. Nanti bagi-bagi buat bi Imah, mang Yono dan teman-teman aku di sekolah," ucap Kanaya."Iya, Nanti Ana ambil aja yang banyak," ucap S
"Ada apa Adly?" tanya Salman."Nyonya Maya tidak terima saat saya mengatakan perusahaan kita membatalkan kerjasama dengan perusahaannya," ucap Adly."Katakan saja saya tidak peduli, Saya benar-benar tidak ingin melakukan kerjasama dengan orang yang suka menghina orang lain," ucap Salman."Iya, semua urusannya sudah saya urus melalui asistennya dan Nyonya Maya marah-marah pada asistennya. Saya cuma takut dia datang ke perusahaan kita dan membuat kekacauan," ucap Adly."Saya sedang perjalanan pulang, nanti saya langsung ke kantor saja."Setelah mengatakan itu Salman pun mematikan sambungan teleponnya, sekarang memang sudah masuk hari Senin dan tadinya Salman akan masuk kantor hari Selasa. Namun, mendengar kabar itu dari sang asisten ia pun tidak bisa menunda kedatangannya ke kantor karena takut terjadi kekacauan akibat ulah Maya.Beberapa jam berkendara dari kota Bogor ke Jakarta akhirnya mereka pun tiba di rumah, Salman meminta orang yang bekerja di rumahnya untuk merapikan barang-bar
Maya mulai memendam dendam di dalam hatinya kepada Kanaya, wanita itu ingin memiliki Salman dan menyingkirkan Kanaya dengan berbagai cara."Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tidak ada yang bisa menghentikan ku!" gumam Maya.Wanita itu duduk di depan meja kerjanya, berkas-berkas yang menumpuk tidak bisa ia kerjakan karena pikirannya kini dipenuhi dengan amarah terhadap penolakan Salman kepadanya.Sementara di sisi lain, Kanaya beristirahat di rumah setelah pulang dari puncak. Ia kini yakin membuka hati kembali untuk sang suami setelah melihat begitu banyak perubahan yang ditunjukkan oleh Salman."Demi kamu Mama bertahan, sekarang papamu sudah banyak berubah. Semoga keputusan Mama untuk menerimanya kembali tidak salah dan semoga papamu tidak lagi seperti dulu," ucap Kanaya seraya mengecup pipi Sadam.Kanaya pun sadar ia merasa cemburu saat Salman didekati wanita lain, ia tidak bisa membayangkan jika Salman menikah dengan wanita lain dan ia memikirkan nasib kedua anaknya jika
"Non, Kanaya. Di luar ada orang yang ingin ketemu sama Non," ucap Bi Imah."Siapa, Bi?" tanya Kanaya."Katanya Kakak Non Kanaya," jawab bi Imah."Suruh masuk aja, Bi," ucap Kanaya.Kanaya bertanya-tanya dalam hati, Siapa yang datang untuk bertemu dengannya. Arta atau Arthur, Kedua saudara kembar itu selama ini seperti tidak peduli dengan kehidupan Kanaya. Meskipun begitu Arthur terlihat sedikit lebih baik daripada Arta."Assalamualaikum, Nay." "Waalaikumsalam, Kak Arthur, Kak Cindy. Silahkan duduk!" ucap Kanaya."Terima kasih, Nay. Gimana kabar kamu?" tanya Arthur."Seperti yang kakak lihat, aku baik," ucap Kanaya."Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Kakak sangat khawatir saat mendengar kabar kamu pergi dari Salman, saat kakak ingin ikut mencari keluarga kakak terkena musibah," ucap Arthur.Kanaya terkejut mendengar ucapan sang kakak, ia melihat mata sang Kaka yang begitu menggambarkan kesedihan. Wanita cantik itu meminta Bi Imah menyiapkan air minum dan cemilan untuk kakak, kakak
"Apa ini, Ka?" tanya Kanaya."Buka aja nanti kamu tahu apa isinya," ucap Arthur.Kanaya pun membuka kotak kecil yang diberi oleh kakaknya, setelah melihat isinya ia menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya."Untuk aku?" tanya Kanaya."Iya, itu adalah kalung peninggalan Ibu. Dulu Ibu kasih wasiat ke Ayah sebelum meninggal, kalau itu harus diberikan kepadamu. Namun, Ayah kehilangan kalung itu," ucap Arthur."Lalu bagaimana Kakak bisa menemukan kalung ini?" tanya Kanaya.Wajah Arthur berubah sendu dan ia menundukkan kepala saat mendengar pertanyaan sang adik, tetapi Arthur harus tetap menceritakannya meskipun mungkin kenyataan akan membuat Kanaya membenci kedua Kakaknya."Sebenarnya kalung itu nggak pernah hilang, tapi disembunyikan dengan rapi oleh Arta," ucap Arthur.Kanaya menutup mulutnya, terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa kakaknya sampai menyembunyikan kalung tersebut, mungkinkah kebencian Arta kepada dirinya begitu dalam."Kenapa kak Arta melakukan itu? Apa sebena
"Kenapa sih kamu suudzon terus sama aku, Hubby? Kalung ini bukan dari Aslan tapi ini peninggalan almarhumah Ibu aku," ucap Kanaya."Maaf, Sayang. Aku bukan suudzon tapi aku cemburu karena Aslan sering memberikan barang bagus untuk kamu," ucap Salman."Iya, tapi itu kan dulu sebelum kamu memperingatkan dia. Setelah kamu beri peringatan, Dia nggak pernah ngasih barang-barang apapun lagi ke aku kok!" ucap Kanaya.Salman akhirnya membawa Kanaya duduk di ujung ranjang, ia merasa bersalah karena asal menebak kalung yang istrinya pakai dari siapa.Pria berwajah tampan itu memandangi sang istri, lalu menata kalung dengan liontin yang cantik bertengger di leher istri kecilnya tersebut."Kalungnya cantik, cocok banget untuk kamu. Kenapa baru sekarang kamu pakai kalung peninggalan ibu kamu?" tanya Salman."Ini baru diberikan oleh kak Arthur, tadi Kak Arthur, istri, dan anaknya datang ke sini, ia memberikan kalung ini untukku. Katanya Ibu sudah mewasiatkan kepada ayah jika aku sudah besar maka ka
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu