"Ada apa Ana?" tanya Samuel."Lihat itu, Om! Mama dan Papa tidur berpelukan bersama Dedek Saddam, sementara aku malah tidur di kamar yang berbeda, mereka nggak adil!" ucap Syafana menunjuk sepasang suami istri yang baru saja terbangun karena mendengar suara teriakan.Samuel dan Vivian menghela nafas setelah tahu apa yang membuat gadis kecil itu berteriak, sementara Kanaya dan Salma bergegas merapikan penampilannya dan Salman pun berjalan mendekat ke arah Syafana."Astaga, Om kira ada apa. Nggak apa-apa Ana nggak perlu cemburu, Mama dan Papa butuh waktu berdua biar semakin saling sayang.""Tapi kenapa cuma aku yang nggak diajak sementara dedek Sadam diajak?" tanya gadis kecil itu masih cemburu."Dede Sadam kan masih kecil, Nanti kalau dia sudah besar pasti sama seperti Ana. Akan tidur terpisah dari Papa dan Mama, lalu Papa dan Mama akan tidur berpelukan setiap malam. Seperti Om Samuel dan tante Vivian," ucap Samuel."Emangnya kalau suami istri tidurnya harus pelukan?""Iya dong, kalau
"Nyonya Maya, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Salman.Maya terkejut, wanita itu tadinya hendak menarik kerudung Kanaya. Namun, tidak jadi karena ada Salman tepat di belakangnya."Habibati, kamu gak apa-apa kan?" tanya Salman dengan cemas."Gak apa-apa, Hubby. Kamu pasti takut nenek sihir, eh maksudnya Tante Maya macam-macam sama aku ya!" ucap Kanaya dengan senyum manis bertengger di wajahnya.Maya sangat kesal mendengar Kanaya menyebutnya nenek sihir, jika tidak ada Salman pasti ia sudah menjambak kerudung Kanaya. Namun, karena ada Salman ia hanya tersenyum menyembunyikan kekesalannya."Kamu sedang apa di sini, bukannya tadi di saung itu?" tanya Salman."Udaranya masih dingin, jadi aku mau beli teh manis hangat," ucap Kanaya."Aku mau susu coklat hangat," teriak Syafana."Baiklah, kamu mau apa Hubby biar sekalian aku pesan," ucap Kanaya."Kopi susu hangat," ucap Salman.Kanaya memesan minuman hangat itu pada penjual lalu membayarnya setelah itu kembali ke saung dan menunggu minu
"Sangat disayangkan Anda tidak profesional, Tuan Salman," ucap Maya sangat kecewa karena Salman membatalkan kerjasama dengan perusahaannya."Bicara profesional, saya dengan hanya memiliki hubungan kerjasama perusahaan. Anda duluan yang mulai menyerang ranah pribadi Saya, bahkan sampai mengatakan kalau anak saya ini adalah anak haram! Saya tidak suka penghinaan itu!" ucap Salman dengan tatapan mata yang tajam.Maya bergeming, melihat tatapan tajam itu ia tak bisa berkata apa-apa lagi, sementara Kanaya tidak menyangka jika suaminya sampai membatalkan kerjasama perusahaan karena hal tersebut."Hubby, kamu nggak akan nyesel dengan keputusan kamu ini?" tanya Kanaya."Tidak akan, Habibati. Aku yakin keputusan Aku ini adalah hal yang paling benar, Aku tidak suka menjalin kerjasama dengan klien yang tidak punya etika," ucap Salman lagi-lagi membuat Maya merasa tertampar."Kau benar Salman, masih banyak klien yang beretika dan pastinya menguntungkan untuk perusahaanmu. Tidak perlu takut mati s
Salman terkekeh dan berjalan menuju kamar mandi, ia langsung membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Setelah selesai mandi dan berpakaian Ia pun kembali mencari istri dan anaknya yang kini sedang berada di sofa ruang tamu Villa sedang menonton TV bersama."Habibati, ada yang ingin kamu beli lagi? Besok kan kita pulang," ucap Salman seraya menjatuhkan bokongnya di sofa tepat di samping Kanaya."Gak ada, Hubby. Coba tanya Ana mungkin dia ingin sesuatu," ucap Kanaya.Salman pun mengelus kepala Syafana yang duduk di karpet bawah, gadis kecil itu sedang bermain boneka Barbie bersama Christy."Princess, apa ada yang mau di beli lagi sebelum kita pulang besok pagi?" tanya Salman."Aku mau strawberry dan Arum manis, Papa," ucap Syafana."Oh kalau gitu besok pas pulang kita harus berhenti di jalan dulu untuk beli itu," ucap Salman."Belinya yang banyak ya, Papa. Nanti bagi-bagi buat bi Imah, mang Yono dan teman-teman aku di sekolah," ucap Kanaya."Iya, Nanti Ana ambil aja yang banyak," ucap S
"Ada apa Adly?" tanya Salman."Nyonya Maya tidak terima saat saya mengatakan perusahaan kita membatalkan kerjasama dengan perusahaannya," ucap Adly."Katakan saja saya tidak peduli, Saya benar-benar tidak ingin melakukan kerjasama dengan orang yang suka menghina orang lain," ucap Salman."Iya, semua urusannya sudah saya urus melalui asistennya dan Nyonya Maya marah-marah pada asistennya. Saya cuma takut dia datang ke perusahaan kita dan membuat kekacauan," ucap Adly."Saya sedang perjalanan pulang, nanti saya langsung ke kantor saja."Setelah mengatakan itu Salman pun mematikan sambungan teleponnya, sekarang memang sudah masuk hari Senin dan tadinya Salman akan masuk kantor hari Selasa. Namun, mendengar kabar itu dari sang asisten ia pun tidak bisa menunda kedatangannya ke kantor karena takut terjadi kekacauan akibat ulah Maya.Beberapa jam berkendara dari kota Bogor ke Jakarta akhirnya mereka pun tiba di rumah, Salman meminta orang yang bekerja di rumahnya untuk merapikan barang-bar
Maya mulai memendam dendam di dalam hatinya kepada Kanaya, wanita itu ingin memiliki Salman dan menyingkirkan Kanaya dengan berbagai cara."Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tidak ada yang bisa menghentikan ku!" gumam Maya.Wanita itu duduk di depan meja kerjanya, berkas-berkas yang menumpuk tidak bisa ia kerjakan karena pikirannya kini dipenuhi dengan amarah terhadap penolakan Salman kepadanya.Sementara di sisi lain, Kanaya beristirahat di rumah setelah pulang dari puncak. Ia kini yakin membuka hati kembali untuk sang suami setelah melihat begitu banyak perubahan yang ditunjukkan oleh Salman."Demi kamu Mama bertahan, sekarang papamu sudah banyak berubah. Semoga keputusan Mama untuk menerimanya kembali tidak salah dan semoga papamu tidak lagi seperti dulu," ucap Kanaya seraya mengecup pipi Sadam.Kanaya pun sadar ia merasa cemburu saat Salman didekati wanita lain, ia tidak bisa membayangkan jika Salman menikah dengan wanita lain dan ia memikirkan nasib kedua anaknya jika
"Non, Kanaya. Di luar ada orang yang ingin ketemu sama Non," ucap Bi Imah."Siapa, Bi?" tanya Kanaya."Katanya Kakak Non Kanaya," jawab bi Imah."Suruh masuk aja, Bi," ucap Kanaya.Kanaya bertanya-tanya dalam hati, Siapa yang datang untuk bertemu dengannya. Arta atau Arthur, Kedua saudara kembar itu selama ini seperti tidak peduli dengan kehidupan Kanaya. Meskipun begitu Arthur terlihat sedikit lebih baik daripada Arta."Assalamualaikum, Nay." "Waalaikumsalam, Kak Arthur, Kak Cindy. Silahkan duduk!" ucap Kanaya."Terima kasih, Nay. Gimana kabar kamu?" tanya Arthur."Seperti yang kakak lihat, aku baik," ucap Kanaya."Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Kakak sangat khawatir saat mendengar kabar kamu pergi dari Salman, saat kakak ingin ikut mencari keluarga kakak terkena musibah," ucap Arthur.Kanaya terkejut mendengar ucapan sang kakak, ia melihat mata sang Kaka yang begitu menggambarkan kesedihan. Wanita cantik itu meminta Bi Imah menyiapkan air minum dan cemilan untuk kakak, kakak
"Apa ini, Ka?" tanya Kanaya."Buka aja nanti kamu tahu apa isinya," ucap Arthur.Kanaya pun membuka kotak kecil yang diberi oleh kakaknya, setelah melihat isinya ia menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya."Untuk aku?" tanya Kanaya."Iya, itu adalah kalung peninggalan Ibu. Dulu Ibu kasih wasiat ke Ayah sebelum meninggal, kalau itu harus diberikan kepadamu. Namun, Ayah kehilangan kalung itu," ucap Arthur."Lalu bagaimana Kakak bisa menemukan kalung ini?" tanya Kanaya.Wajah Arthur berubah sendu dan ia menundukkan kepala saat mendengar pertanyaan sang adik, tetapi Arthur harus tetap menceritakannya meskipun mungkin kenyataan akan membuat Kanaya membenci kedua Kakaknya."Sebenarnya kalung itu nggak pernah hilang, tapi disembunyikan dengan rapi oleh Arta," ucap Arthur.Kanaya menutup mulutnya, terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa kakaknya sampai menyembunyikan kalung tersebut, mungkinkah kebencian Arta kepada dirinya begitu dalam."Kenapa kak Arta melakukan itu? Apa sebena